Anda di halaman 1dari 9

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan reaktor anaerob dengan kapasitas volume


132 Liter, bahan isian terdiri dari substrat (sampah pasar) dan starter dengan
perbandingan 1 : 1, kemudian dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 1, ini
merupakan langkah awal pada proses start up. Penggunaan starter pada proses
start up dikarenakan pada limbah kotoran sapi dapat digunakan sebagai media
yang cocok untuk menghasilkan biogas, karena kotoran sapi mengandung bakteri
penghasil gas metan. Bakteri tersebut membantu dalam proses fermentasi
sehingga mempercepat proses pembentukan biogas.
Pada proses kontinu dilakukan dengan perbandingan feeding substrat 2 : 1.
Dengan dilakukan feeding substrat pada perbandingan tersebut agar proses
anaerob dalam digester dapat dicerna dengan baik dan dapat meningkatkan
produksi biogas yang dihasilkan. Menurut penelitian Budiharjo (2009), dimana
penambahan feeding substrat tersebut memiliki peran penting dalam pembentukan
biogas. Kelembaban substrat yang cukup menyebabkan bakteri dapat beraktifitas
dengan optimum, selain itu transport substrat dari cairan ke sel bakteri juga lebih
optimal.
Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme.
Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan
konsentrasi substrat. Ukuran partikel bahan substrat sangat berpengaruh terhadap
proses pencernaan anaerob, bahan berukuran kecil akan lebih cepat terdegradasi
dalam fermentasi anaerobik karena memiliki luas permukaan yang lebih besar
dibandingkan dengan bahan yang berukuran besar, sehingga akan semakin cepat
pula dihasilkan biogas. Demikian pula dengan waktu tinggal atau lama sampah
sayuran masuk didalam digester selama fermentasi anaerob berlangsung. Di
dalam digester, setiap bahan memiliki waktu tinggal berbeda.

5.1 Fase Start up


Start Up merupakan faktor penting untuk meningkatkan efisiensi sistem
peruraian anaerobik secara kontinyu dan tujuan dilakukan start up agar bakteri
dapat tumbuh berkembang terlebih dahulu sehingga dapat dilanjutkan ke proses

22
23

kontinyu dengan keadaan sistem di dalam digesternya stabil. Pada kondisi fase ini
dijalankan secara sistem batch, yang merupakan langkah awal pada proses
peruraian anaerob yang dilalui beberapa tahapan proses hingga mencapai fase
stasioner atau dimana kondisi pada reaktornya stabil yang ditinjau dari volume
biogas yang dihasilkan. Proses waktu untuk menuju sampai ke fase stasioner
dilakukan kurang lebih selama 20 hari. Jika volume biogas yang dihasilkan naik
dan berada pada keadaan masih di proses start up padahal tidak ada dilakukan
pengulangan feeding substrat kedalam reaktor. Ini disebabkan karena di dalam
reaktor batch mikroorganisme telah berkembang pada fase tersebut. Setelah fase
stasioner selesai (siklus pertama), maka dilakukan siklus kedua dengan dilakukan
penambahan substrat feeding yang lebih kental atau penambahan beban organik
yang lebih tinggi. Kedua proses tersebut akan selesai jika sistem anaerob telah
berkembang dengan baik sampai mencapai kondisi stabil (steady state) yang
ditandai dengan pengamatan volume biogas.

5.2 Fase Kontinyu


Setelah tahap start up selesai, maka reaktor dioperasikan secara continu.
Pada tahap ini reaktor dioperasikan dengan volume total cairan 132 L di dalam
digester. Reaktor dioperasikan selama 12 jam dari pukul (08.00 pagi sampai
20.00) dengan dilakukan interval pengadukan 2 jam sekali dengan durasi selama
15 menit. Dengan adanya pengadukan, massa susbtrat tidak mengumpul di lapisan
paling bawah dan pada saat pengumpanan feeding substrat tercampur dengan
sempurna didalam digester. Jika tanpa adanya pengadukan dapat mengakibatkan
sebagian massa bakteri mengumpul di lapisan bawah, sedangkan substrat untuk
didekomposisi sering mengumpulkan di lapisan atas. Dalam kasus ini, sedikit
degradasi yang akan berlangsung. Selain itu, beberapa padatan mengapung ke atas
permukaan membentuk lapisan sampah (padat/kerak) yang membuatnya lebih
sulit untuk gas keluar. Reaktor akan dioperasikan pada variasi HRT 25, 20 dan 15
hari yang akan dilakukan secara bertahap. Feeding dilakukan setiap hari secara
manual dengan jumlah volume feeding yang masuk disesuaikan dengan rumus
perhitungan HRT :
HRT = V/Q (I)
24

Dimana:
HRT = Hydraulic Retention Time (hari)
V = volume reaktor (L)
Q = laju aliran influen (L/jam)

Pada HRT 25 didapatkan jumlah pemasukkan feeding kedalam reaktor


sebanyak 5,28 L/Hari, HRT 20 sebesar 6,6 L/Hari dan HRT 15 sebesar 8,8 L/Hari.
Dilakukan feeding setiap hari untuk melihat atau menguji kemampuan reaktor
mengolah substrat yang dinyatakan sebagai efisiensi digester. Waktu retensi yang
diterapkan untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang hilang
bersamaan limbah substrat (digester) tidak lebih tinggi dari jumlah
mikroorganisme yang diproduksi ulang, artinya pada kondisi tersebut merupakan
suatu keadaan batas kemampuan sejumlah mikroba untuk mendegradasi suatu
substrat setiap harinya, atau dapat dikatakan sebagai perbandingan antara jumlah
substrat dan kapasitas konsumsi substrat dari sejumlah mikroba pada digester.

5.2.1 Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) pada Volume Biogas


Pengukuran volume biogas pada penelitian ini dilakukan setiap hari agar
dapat mengontrol gas yang dihasilkan setiap melakukan feeding umpan. Hasil
pengukuran volume biogas yang menggunakan gasometer ditunjukkan pada grafik
di bawah ini :
VOLUME PADA VARIASI HRT
18.00
V o lu m e B io g as

16.00
(L iter /H ar i)

14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00 HRT HRT 20 HRT
0.00 25 15
0 5 10 15 20 25
Hari ke -

Gambar 5.1 Hasil volume biogas pada variasi HRT

Dapat dilihat dari grafik bahwa volume biogas yang dihasilkan terjadi
peningkatan pada HRT 25 , tetapi pada hari ke-4 terjadi penurunan volume yang
25

dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sistem mikroorganisme didalam reaktor


masih berdaptasi dan masih tahap asidogenesis, sehingga produksi biogas
menurun yang dipengaruhi dari nilai pH yang dihasilkan.
Selanjutnya pada HRT 20 volume biogas yang dihasilkan semakin
meningkat, padahal beban organik yang dihasilkan pada HRT ini lebih banyak.
Hal ini dikarenakan sistem mikroorganisme di dalam reaktor tumbuh berkembang
dengan baik, tetapi tidak pada di HRT 15. Pada HRT 15 menghasilkan volume
biogas yang tidak optimal atau adanya penurunan volume. Hal ini dikarenakan
terjadinya wash out pada pada mikroorganisme dalam reaktor saat pengeluaran
effluent, sehingga sistem di dalam reaktor belum mampu berada pada HRT yang
singkat yaitu di HRT 15. Pada variasi HRT 15 di hari ke-21 menghasilkan volume
biogas lebih sedikit dari variasi HRT sebelumnya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi volume biogas menurun, pertama kemungkinan besar aktivitas
metanogeniknya menurun yang dipengaruhi oleh nilai pH yang dihasilkan dan
juga terjadinya wash out karena semakin singkat variasi HRT yang dilakukan
maka semakin banyak konsentrasi yang digunakan pada saat feeding dan
pengeluaran effluent (in = out). Dapat disimpulkan bahwa volume yang paling
optimal pada produksi biogas yang dihasilkan berada dihari ke-13 pada variasi
HRT 20 sebesar 16,52 Liter/Hari.

5.2.2 Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) pada nilai Volatie Solid (VS)
Volatile Solid (VS) merupakan bagian padatan Total Solid (TS) bahan
organik yang menguap menjadi fase gas pada tahapan asidifikasi. Bahan organik
ini menguap dan mengalami proses gasifikasi. Volatile Solid adalah nilai yang
digunakan untuk mengetahui jumlah bahan organik yang terkandung dalam
substrat, yang dapat dikonversikan menjadi metana dan karbondioksida dalam
proses anaerob.
26

ANALISIS VS
350000
300000

Kadar VS (mg/L)
250000
200000
150000
100000
50000 HRT 25 HRT 20 HRT 15
0
0 5 10 15 20 25
Hari ke -

Gambar 5.2 Hasil nilai VS pada variasi HRT

Pada gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai VS di awal variasi
HRT seiring waktu relatif fluktuaktif (tidak stabil), hasil analisis VS pada variasi
HRT 25 yang dimulai dari hari ke-1 hingga hari ke-7 mengalami penurunan
sebesar 50.000 mg/L. Hal ini disebabkan sistem mikroorganisme mengalami
recovery sebelum beradaptasi pada kondisi baru hingga mencapai kondisi yang
stabil.

Pada variasi HRT 20 yang dimulai dari hari ke-8 hingga hari ke-14 nilai
VS mengalami kenaikan sebesar 48.100 mg/L. Hal ini dikarenakan sisa
mikroorganisme yang mati terukur sebagai nilai VS juga dikarenakan adanya
pemecahan sel oleh bakteri itu sendiri. Sebagai akibat peristiwa tersebut sebagian
ada bakteri yang mati dan kemudian ikut terhitung sebagai nilai VS dan sebagian
bakteri lainnya yang mampu bertahan hidup dengan mengkonsumsi bahan organik
yang di feeding setiap hari. Waktu tinggal substrat yang panjang akan
menyebabkan penurunan nilai VS yang signifikan.
Dengan semakin meningkatnya beban organik (feeding) yang dimasukkan
kedalam reaktor pada variasi HRT 15, mengalami penurunan kembali nilai VS
sebesar 56.000 mg/L. Pada penurunan nilai VS ini menunjukkan adanya wash out
pada saat pengeluaran effluent yang disesuaikan konsentrasinya pada variasi HRT
15. Secara teori, semakin banyak VS yang terurai maka semakin banyak gas yang
diproduksi. Tetapi, tidak terdapat kolerasi antara peningkatan gas dengan nilai VS
yang terurai karena tidak semua senyawa organik yang terurai pada fase
27

asidogenesis terurai menjadi biogas tetapi sebagian menjadi komponen dari


effluent (Manurung, 2004).
Nilai VS yang belum stabil diakibatkan karena pertumbuhan
mikroorganisme masih proses beradaptasi sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan perubahan nilai VS terhadap waktu disetiap hari pada HRT yang sama.
Perubahan kadar VS terhadap waktu HRT dipengaruhi oleh tingkat beban organik
yang diberikan ke digester. Hal ini terjadi terhadap variasi HRT 15. Nilai VS yang
fluktuatif terjadi kemungkinan karena wash-out. Dengan semakin singkatnya
HRT, nilai VS yang dihasilkan akan naik dikarenakan beban organik yang tinggi
dan dapat terjadinya penurunan produksi biogas yang dihasilkan. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa nilai VS yang dihasilkan stabil sedangkan beban
organik (feeding) semakin meningkat, Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
mengolah feeding umpan semakin meningkat seiring waktu (Widarti, 2012).

5.2.3 Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) pada pH


Derajat keasaman (pH) pada penelitian ini merupakan variabel kontrol
terjadinya proses fermentasi sampah organik yang dikonversi menjadi biogas
dalam sistem anaerobik. Derajat keasaman ini menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan pembentukan biogas dari sampah organik. Parameter ini dikontrol
setiap HRT pengambilan effluent untuk mengetahui kondisi substrat didalam
digester.

ANALISIS pH
6.6
6.5
6.4
6.3
6.2
6.1
pH

6
5.9
5.8 HRT 25 HRT 20 HRT 15
5.7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Hari ke-

Gambar 5.3 Hasil nilai pH pada variasi HRT


28

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa variasi HRT 25 dihari ke-1


sampai hari ke-4 berada di kondisi asam tetapi mendekati normal. Dan pada hari
ke-5 pH menurun, tetapi selama pH masih dalam keadaan asam produksi biogas
dan CH4 akan terus berlangsung. Dari hasil pengamatan pH yang dilakukan setiap
hari, produksi biogas yg dihasilkan kurang optimal dan terjadinya naik turun,
dikarenakan masih di tahap proses asidogenik dan asetogenik dikarenakan
pemasukan feeding umpan setiap hari.
Pada variasi HRT 20 pH mencapai 6,5. Hal ini disebabkan karena proses
terbentuknya gas metan (CH4) masih berlangsung dan pertumbuhan bakteri
penghasil gas metan semakin baik dan meningkat, dan begitu pula dengan volume
biogas yang dihasilkan. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menjaga umpan
agar tidak terlalu asam.
Pada akhir penelitian variasi di HRT 15 pH yang dihasilkan menurun.
Pada Hari ke-21 pH yang di dapat hanya mencapai 6,0 dan aktivitas bakteri
penghasil gas metan mulai terganggu, tetapi tetap dapat menghasilkan gas metan
walaupun tidak optimal. Hal ini dikarenakan semakin banyak beban organik yang
masuk kedalam digester setiap hari, sehingga terbentuk asam organik akan
menyebabkan pH juga menurun. Secara teori, Bakteri-bakteri anaerob
membutuhkan pH optimal antara 6,2–7. Apabila nilai pH yang dihasilkan dibawah
6,0 maka aktivitas metanogennya menurun dan akan mengakibatkan larutan
didalam digester menjadi toxic dan pertumbuhan bakteri pembentuk biogas tidak
aktif atau mati (Weimer et al., 1999).

5.2.4 Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) pada CH4


Sampel biogas (CH4) diambil langsung dari digester dan dianalisa sebagai hasil
data. Data tersebut didapat dengan menguji sampel menggunakan gas
chromatografi (GC) di Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
(Balingtan), Pati, Jawa Tengah.
29

ANALISIS CH4
12

Hasil CH4 (ppm)


10
8
6
4
2
HRT 25 HRT HRT 15
0 20
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Hari ke-

Gambar 5.4 Hasil kadar CH4 pada produksi biogas

Dari hasil CH4 grafik diatas pada variasi HRT 25 mendapatkan hasil paling
rendah dari di berbagai variasi HRT yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini
dikarenakan aktivitas metanogen masih beradaptasi pada konsentrasi dan substrat
yang diberikan setiap hari yang disesuaikan pada variasi HRT.
Pada variasi HRT 20 gas metan yang dihasilkan meningkat. Hal ini
dikarenakan konsentrasi metana yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh lamanya
waktu tinggal bakteri yang didukung dengan tersedianya bahan organik didalam
reaktor. Seperti yang dijelaskan Gamayanti dkk., (2012) menyatakan bahwa hasil
peningkatan produksi metan disebabkan oleh bakteri yang semakin lama tinggal
didalam digester maka bakteri sudah beradaptasi dalam lingkungan digester,
sehingga bila nutrien yang ada dalam digester masih ada maka pertumbuhan
bakteri pembentuk gas metan masih berjalan dan produksi biogas masih
dihasilkan.
Pada hari ke-21 di variasi HRT 15, CH4 yang dihasilkan kembali turun.
Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya pengaruh penambahan nutrisi
yang semakin meningkat sebagai sumber energi untuk bakteri anaerobik sehingga
terjadinya wash out. maka dari itu di dalam reaktor belum mampu berada pada
HRT yang singkat yaitu di HRT 15.
Hubungan antara konsentrasi metana dengan ketersediaan bahan organik
serta produktivitas bakteri dapat dikatakan berbanding lurus, karena semakin
besar produktivitas bakteri asidogen maka semakin besar pula produktivitas
bakteri metanogen karena tersedianya substrat yang cukup untuk membentuk
30

metana (Harahap, 2007). Namun untuk produksi biogas tidak dapat dijadikan
acuan bahwa hasil metana yang dihasilkan juga tinggi. Dikarenakan bahan
organik yang diubah oleh bakteri tidak sepenuhnya menjadi gas metana. Tetapi
ada gas-gas lainnya yang ikut terbentuk akibat perombakan yang tidak seimbang
seperti CO2, H2S, N2, dan H2 yang kemudian ikut terakumulasi sebagai volume
biogas. Pada Hasil CH4 optimum pada penelitian ini didapatkan di HRT 20 hari
ke-14 sebesar 75893,36 ppm. Dapat dibuktikan, alasan kenapa hasil CH 4 di variasi
HRT 20 hari ke-14 mencapai kondisi optimum, dikarenakan nilai pH yang
dihasilkan pada variasi tersebut mencapai nilai pH 6,5. Dapat disimpulkan bahwa
hasil CH4 juga sangat terpengaruh terhadap nilai pH, karena bakteri di dalam
reaktor sangat sensitif terhadap pH. Bakteri anaerob penghasil gas metan dapat
bekerja dengan baik membutuhkan nilai pH optimal antara 6,2-7 (Weimer et al.,
1999).
Dari Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil
metana (CH4) yang dihasilkan mencapai kondisi yang optimal yang dikarenakan
semakin besar HRT atau semakin singkat HRT, maka hasil gas metan juga
semakin besar. Tetapi pada variasi HRT 15 yang terjadi penurunan dikarenakan
beberapa faktor, yaitu bahan isian (feeding) yang dimasukkan kedalam reaktor
semakin besar mengakibatkan mikroorganisme ikut keluar sebagai effluent dan
juga dapat mengakibatkan nilai pH menurun sehingga menjadikan faktor gas
metan (CH4) yang dihasilkan menjadi sedikit.

Anda mungkin juga menyukai