PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu sistem bioflok
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara membuat sistem bioflok pada ikan gurami
3. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari sistem bioflok
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknologi Bioflok Untuk Budidaya Ikan Gurame
Teknologi bioflok pertama kali dikembangkan pada awal 1970 di Ifremer-
COP dengan spesies penaeid yang berbeda termasuk Penaeus monodon,
Fenneropenaeus merguiensis, Litopenaeus vannamei dan L. stylirostris. Pada
tahun 1980an dan awal 1990an Israel dan Amerika Serikat memulai teknologi
bioflok (BFT) dengan menggunakan ikan nila dan udang putih L. vannamei.
Salah satu keunggulan dari budidaya sistem bioflok adalah hemat air,
karena tidak memerlukan pergantian air sepanjang proses budidaya. Bagi
pembudidaya ikan gurame, keunggulan ini akan memberikan dua keuntungan.
Keuntungan pertama adalah akan sedikit kontak pembudidaya dengan ikan,
sehingga akan dapat mengurangi stress bagi ikan gurame dan kematian ikan
akibat stres juga dapat dihindari. Keuntungan kedua adalah tidak adanya
pergantian air akan mengurangi biaya pengadaan air dan juga mengurangi biaya
listrik, sehingga biaya produksi akan lebih murah dan secara ekonomi
memberikan keuntungan yang lebih besar.
2.2 Bioflok Dan Mortalitas Ikan Gurame
Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa perlakuan C/N ratio
berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap mortalitas
ikan Gurame. Hasil uji lanjut pada Penelitian Tahun I menggunakan beda nyata
terkecil, terlihat bahwa kontrol berbeda nyata dengan perlakuan C/N ratio 12, 16,
dan 20. Perlakuan C/N ratio 12 sama dengan C/N ratio 16, tetapi berbeda dengan
perlakuan C/N ratio 20. C/N rasio 20 pada Penelitian Tahun I memberikan tingkat
mortalitas terbaik yaitu 0 (tidak ada ikan yang mati).
Suhu air selama penelitian berkisar antara 25,0-28,4 oC pada Tahun I dan
23,3–30,0 oC (Tabel 2). Nilai suhu tersebut masih tergolong baik sampai optimal
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan Gurame. [12] menetapkan
kisaran sushu untuk kehidupan ikan adalah antara 12-35 oC dengan kisaran terbaik
anatara 24-30 oC.
Kisaran suhu pada setiap perlakuaan relatif sama, menunjukkan C/N rasio
yang berbeda tidak mempengaruhi suhu. Dengan demikian sekalipun pada
perlakuan C/N rasio tidak dilakukan pergantian air akan tetapi memiliki suhu
yang relatif sama dengan kontrol.
Nilai pH air menunjukkan derajat keasamaan air, semakin rendah pH derajat
keasamaannya semakin tinggi. Nilai pH air selama penelitian berkisar antara 6,3-7,2
(Penelitian Tahun I) dan 6,4-8,8 (Penelitian Tahun II) (Tabel 1). Sebaran nilai pH
tersebut masih tergolong normal, bahkan optimal. Menurut Bhatnagar and Devi
(2013) ikan masih dapat hidup pada kisaran pH 4-11, akan tetapi mencapai daya
dukung yang optimum pada pH 6,0-9,0.
Kelarutan Oksigen (DO)
Nilai TAN pada semua perlakuan masih dalam batas yang layak untuk
kelangsungan hidup ikan Gurame. Pada penelitian Tahun pertama didapatkan nilai
TAN antara 0,4-1,2 mg/L. Nilai TAN terendah diperoleh pada perlakuan konrol,
proses penyiponan dan pergantian air efektif mengeliminasi bahan organik, sehingga
kadar amonianya juga rendah. Pada perlakuan C/N rasio 12 dan 20 diperoleh nilai
TAN yang cukup tinggi yaitu 1,2 mg/L, akan teapi nilai tersebut masih dibawah
ambang batas amonia aman yang ditetapkan Bhatnagar and Devi 2013. Penambahan
karbon untuk meningkatkan C/N rasio terbukti mampu mengendalikan amonia
sekalipun tidak dilakukan pergantian air.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Hasil Pengamtan Amonia Awal Dan Akhir Penelitian Terjadi Penurunan
Nilai Tan, Yang Dapat Mengindikasikan Bahwa Bahan Organik Dimanfaatkan
Oleh Bakteri Untuk Pertumbuhannya. Menurut Hargreaves (2006), Untuk
Pertumbuhannya Bakteri Memanfaatkan Nitrogen, Sehingga Menurunkan
Konsentrasi Ammonium Yang Ada Di Dalam Air. Akumulasi Bahan Organik
Menurun Karena Adanya Aktivitas Bakteri (Avnimelech 2012). Pada Kontrol,
Nilai Tan Relatif Tidak Begitu Berfluktuasi Dibandingkan Pada Perlakuan C/N
Ratio, Dan Nilainya Juga Lebih Rendah. Rendahnya Nilai Tan Pada Perlakuan
Kontrol Dikarenakan Adanya Pergantian Air Sebanyak 20% Setiap Harinya.
Selain Itu Rendahnya Nilai Tan Pada Kontrol Dikarenakan Adanya Proses
Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Oleh Bakteri, Yang Merubah Tan Menjadi Nitrit Dan
Nitrat.
DAFTAR PUSTAKA
Y. Avnimelech and G. Ritvo, “Shrimp and fish pond soils : processes and
management,” vol. 220, no. 1–4, pp. 549–567, 2003.