Anda di halaman 1dari 6

PRELAB

MANAJEMEN KUALITAS AIR


Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Praktikum Manajemen Kualitas Air
Pertemuan ke-2

Oleh:
HENDRO SAPTONO
20181026031153

LABORATORIUM PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parameter Fisika
2.1.1. Suhu
Suhu merupakan parameter lingkungan yang sangat besar pengaruhnya pada hewan
akuatik. Ikan merupakan hewan poikilothermal yaitu hewan yang memiliki suhu tubuh yang
sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. Suhu sangat dipengaruhi oleh radiasi sinar
matahari. Oleh karena itu, setiap spesies hewan akuatik memiliki suhu optimal untuk
pertumbuhannya. Suhu mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air serta menyebabkan
interaksi berbagai faktor lain dalam parameter kualitas air. Hasil pengamatan suhu air pada
kolam budidaya ikan sidat selama penelitian menggunakan alat ukur thermometer air (GA
Adhywirawan, 2013).
Suhu adalah suatu sifat fisika perairan yang secara langsung dipengaruhi oleh adanya
radiasi dan perambatan kedalam perairan. Suhu air mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap proses kimiawi dan biologis dalam suatu perairan. Suhu air yang optimal didaerah
tropis biasaanya berkisar 25°C-35°C. Suhu air yang ideal adalah perbedaan antara siang dan
malam tidak lebih dari 5°C, yaitu antara 25° sampai 30°C. Oksigen yang berkurang
berdampak pada aktivitas ikan berkurang atau berhenti karena nafsu makannya berhenti.
Makanan akan tersisa dan berdampak pada meningkatnya akumulasi ammoniak di air. Suhu
juga berpengaruh terhadap munculnya serangan penyakit dan jumlah ikan yang terkena
penyakit. Secara umum imun sistem dari ikan akan optimum pada suhu 15 oC.
2.1.2. Kecerahan
Kecerahan perairan berkaitan dengan kekeruhan perairan. Kecerahan yang rendah
disebabkan karena kekeruhan yang tinggi. Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung pada
partikel-partikel koloid dan bahan-bahan tersuspensi yang terkandung pada partikel-partikel
koloid dan bahan-bahan tersuspensi yang terkandung diperairan. Kecerahan air yang baik
untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 30 sampai 60 Cm. Kecerahan perairan
berkaitan dengan kekeruhan perairan, mkecerahan yang rendah disebabkan oleh kekeruhan
yang tinggi. Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung pada partikel-partrikel koloid dan
padatan tersuspensi yang terkandung dalam perairan. Padatan tersebut berupa lumpur, bahan
organik, plankton, dan zat-zat garam, dimana tingkat kecerahan suatu perairan tersebut
menunjukkan tingkat kedalaman perairan. Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya
yang diteruskan ke dalam kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa
panjang gelombang yang ada yang jatuh agak lurus pada permukaan air.

2.2. Parameter kimia


2.2.1. DO
Oksigen terlarut adalah jumlah miligram mol Oksigen per liter atau konsentrasi
kelarutan O2 dalam air. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan
dan penyebaran hewan dan tumbuhan air yang hidup didalamnya. DO adalah jumlah oksigen
yang terlarut di dalam air. Maksimum oksigen yang terlarut di dalam air dikenal dengan
“oksigen jenuh”. Oksigen masuk ke dalam air ketika permukaan air bergolak dan berasal dari
proses photosinthesis. Peningkatan salinitas dan suhu air akan menurunkan tingkat oksigen
jenuh di dalm air. Air yang mengandung oksigen jenuh cukup untuk mendukung kehidupan
organisme air, tetapi oksigen akan cepat habis bila organisma/ikan ditebar dalam jumlah yang
padat.
Tingkat oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan ketinggian dari permukaan
laut (dpl). Salinitas, suhu, dan ketinggian dpl meningkat maka oksigen terlarut akan menurun.
Oksigen terlarut di air laut lebih rendah dibanding dengan air tawar. Faktor biologi yang
mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah proses respirasi dan fotosintesis.
Respirasi mengurangi oksigen di dalam air sedangkan fotosintesis menambah oksigen ke
dalam air. Dari sisi lain oksigen terlarut akan berkurang akibat organisme aerobik yang
menghancurkan bahan organik di dalam air dan oleh proses respirasi berbagai organisme
yang ada di dalam air.
2.2.2. pH
Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen, yangh
menunjukan suasana asam atau basah. Derajat keasaman merupakan indikator baik buruknya
lingkungan air, sehingga angka pH ini digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya
produksi potensial air. Skala pH berkisar antara 0 sampai 14, pH 7 adalah bersifat netral
artinya air tersebut tidak bersifat asam dan tidak basa. Apabila nilai pH dibawah 7, berarti air
tersebut bersifat asam. Dan juga apabila pH diatas 7, maka air terrsebut bersifat basa.
Sedangkan menurut Usman (2012), dalam hasil penelitiannya menyatakan, derajat keasaman
(pH) merupakan satu dari parameter kimia perairan yang dapat dijadikan indikasi kualitas
perairan. Berdasarkan pengukuran di lapangan nilai pH pada masing-masing stasiun tidak
jauh berbeda. Rata-rata nilai pH pada masingmasing stasiun berkisar antara 7,75 - 8,0,
Stabilisasi pH dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan photosintesis. Respirasi akan
menurunkan pH, dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai pH.

2.2.3. Alkalinitas
Kadar alkalinitas berasal dari Nilai pH berkorelasi positif dengan daya hantar listrik.
Menurunnya nilai pH dapat mengakibatkan sifat korosif air. Peningkatan nilai pH dapat dilakukan
dengan mengurangi asimilasi karbon dioksida dan bikarbonat pada aktivitas fotosintesis. Nilai pH
semakin tinggi dapat berkorelasi dengan rendahnya kadar karbon dioksida dan terjadi keseimbangan
antara karbonat-bikarbonat yang dipengaruhi oleh adanya perubahan fisikokimia air. Nilai alkalinitas
tertinggi terdapat di mata air Langgar dengan nilai sebesar 155,23 mg/L, sedangkan nilai alkalinitas
terendah terdapat di mata air Leses sebesar 79,63 mg/L, (Rahmawati,2015).
2.2.4. TOM
Jumlah karbon yang ditemukan dalam senyawa organik dan sering digunakan sebagai
indikator non-spesifik kualitas air dalam perairan. Bahan organik total atau Total Organic Matter
(TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan
organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Total Organic Matter (TOM) mg/L
Titrimetri, Keberadaan bahan organik di perairan, selain ditunjukkan oleh parameter TOM
(Total Organic Matter) juga bisa ditunjukkan dari nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand).
(Retnaningdyah,2015).

2.2.5. TSS
TSS dipengaruhi oleh bahan tersuspensi. Konsentrasi TSS akan mempengaruhi nilai turbiditas
sehingga mampu menurunkan penetrasi cahaya dalam air. Hal ini dapat mengakibatkan proses
fotosintesis organisme perairan terhambat. Penyerapan panas dari cahaya matahari dapat
meningkatkan suhu sehingga menyebabkan tingkat oksigen rendah dan dapat mempengaruhi
kemampuan organisme perairan untuk tumbuh dan bernafas Keberadaan bahan organik di
perairan, selain ditunjukkan oleh parameter TOM (Total Organic Matter) juga bisa ditunjukkan dari
nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) (Retnaningdyah, 2015)
2.2.6. BOD
BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biologis yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk memecah bahan organik secara
aerobik (Santoso, 2018) dalam Arisandi, dkk., 2020) Proses dekomposisi bahan organik ini
diartikan bahwa mikroorganisme memperoleh energi dari proses oksidasi dan memakan
bahan organik yang terdapat di perairan. Mengetahui nilai BOD di perairan dapat bermanfaat
untuk mendapatkan informasi berkaitan tentang jumlah beban pencemaran yang terdapat di
perairan akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk merancang sistem pengolahan
biologis di perairan yang tercemar tersebut (Arisandi, dkk., 2020).
2.2.7. Ammonia
Ammonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah rumah tangga
ataupun industri. Di lain pihak bisa berasal dari sisa pakan dan sisa feses (sisa metabolisme
protein oleh ikan) yang dihasilkan ikan itu sendiri dan bahan organik lainnya. Hampir 85%
nitrogen pakan untuk udang dikonversi menjadi ammonia. Ammonia di dalam air ada dalam
bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk NH3 dan ada dalam bentuk ion
ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4+. Kedua bentuk ammonia tersebut sangat bergantung
pada kondisi pH dan suhu air (Emilia, 2019). Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion
ammonia (NH4+), akan tetapi ammonia (NH3) akan mudah didifusi melewati jaringan jika
konsentrasinya tinggi dan berpotensi menjadi racun bagi tubuh ikan. Sehingga kondisi normal
ada dalam kondisi asam seimbang pada hubungan air dengan jaringan. Jika keseimbangan
dirubah, seperti nilai pH di salah satu bagian turun akan mengudang terjadinya penambahan
molekul ammonia. Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor pH dan ammonia juga
dipengaruhi oleh kandungan oksigen di dalam air (Gambar 1) (Tabel 4). Air dengan nilai pH
rendah maka yang dominan adalah ammonium (NH4+), sebaliknya bila nilai pH tinggi yang
dominan adalah ammonia (NH3). Ammonia adalah bentuk yang paling beracun dari
ammonia, (Emilia,2019).
2.2.8. Phospat
Konsentrasi fosfat di Sungai Ogan berkisar antara 0,01-0,64 mg / L. Konsentrasi
tertinggi ditemukan di stasiun 3 di pagi hari dengan nilai 0,63 mg/L dan disore hari dengan
nilai 0,64 mg/L. Fosfor adalah komponen limbah, karena unsur ini sangat penting dalam
metabolisme, dan selalu ada dalam limbah metabolisme hewan. Fosfor terjadi dalam keadaan
teroksidasi penuh (fosfat) dalam air. standar kualitas untuk fosfat adalah 0,2 mg/ L. Jadi,
konsentrasi fosfat Sungai Ogan telah melebihi kriteria yang disyaratkan ( Wijaya, 2019).
Kandungan phospat yang terkandung pada ketiga kolam masih berada pada batas normal hal
ini sesuai dengan kandungan total phospat dalam perairan umum seperti danau dan sungai
sesuai dengan (SNI 06-6989.31-2005 dalam (GA Adhywirawan, 2012).
2.2.9. Nitrat
Senyawa nitrogen (nitrit, nitrat dan amonia) di perairan secara alami berasal dari
metabolisme organisme perairan dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri
(Indrayani dkk., 2015). Selain itu, nitrit dan nitrat di alam dapat dihasilkan secara alami
maupun dari aktivitas manusia. Sumber alami nitrit dan nitrat adalah siklus nitrogen
sedangkan sumber dari aktivitas manusia berasal dari penggunaan pupuk nitrogen, limbah
industri dan limbah organik manusia. Pembentukan nitrit dan nitrat pada siklus nitrogen
terjadi melalui proses fiksasi nitrogen oleh bakteri Rhizobium, nitrifikasi dan dinitrifikasi
oleh bakteri Pseudomonas denitrifican. Nitritifikasi melibatkan dua proses yaitu nitritasi oleh
bakteri Nitrosomonas dan nitratasi oleh bakteri Nitrobacter (Wijaya, 2019). Menurut, (GA
Adhywirawan, 2012) Menurut, (GA Adhywirawan, 2012) Nitrit (NH4 ) diukur menggunakan
reagen.

2.2.10. Nitrit
Senyawa nitrogen (nitrit, nitrat dan amonia) di perairan secara alami berasal dari
metabolisme organisme perairan dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri
(Indrayani dkk., 2015). Selain itu, nitrit dan nitrat di alam dapat dihasilkan secara alami
maupun dari aktivitas manusia. Sumber alami nitrit dan nitrat adalah siklus nitrogen
sedangkan sumber dari aktivitas manusia berasal dari penggunaan pupuk nitrogen, limbah
industri dan limbah organik manusia. Pembentukan nitrit dan nitrat pada siklus nitrogen
terjadi melalui proses fiksasi nitrogen oleh bakteri Rhizobium, nitrifikasi dan dinitrifikasi
oleh bakteri Pseudomonas denitrifican. Nitritifikasi melibatkan dua proses yaitu nitritasi oleh
bakteri Nitrosomonas dan nitratasi oleh bakteri Nitrobacter (Wijaya, 2019). Menurut, (GA
Adhywirawan, 2012) Nitrit (NH4 ) diukur menggunakan reagen.
DAFTAR PUSTAKA

Sari, T. E. Y. (2012). Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan
Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Jurnal perikanan dan
kelautan, 17(01).
Emilia, I., & Mutiara, D. (2019). Parameter fisika, kimia dan bakteriologi air minum alkali
terionisasi yang diproduksi mesin kangen water LeveLuk SD 501. Sainmatika: Jurnal
Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 16(1), 67-73.
Sari, E. K., & Wijaya, O. E. (2019). Penentuan status mutu air dengan metode indeks
pencemaran dan strategi pengendalian pencemaran sungai ogan kabupaten Ogan
Komering Ulu. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(3), 486-491.
Samsundari, S., & Wirawan, G. A. (2013). Analisis penerapan biofilter dalam sistem
resirkulasi terhadap mutu kualitas air budidaya ikan sidat (Anguilla bicolor). Jurnal
gamma, 8(2).
Indrayani, E., Nitimulyo, K. H., Hadisusanto, S., & Rustadi, R. Analisis Kandungan
Nitrogen, Fosfor Dan Karbon Organik Di Danau Sentani-Papua (Analysis of Nitrogen,
Phosphor and Organic Carbon Content at Lake Sentani-Papua). Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 22(2), 217-225.
Setiowati, S., Roto, R., & Wahyuni, E. T. (2016). Monitoring Kadar Nitrit Dan Nitrat Pada
Air Sumur Di Daerah Catur Tunggal Yogyakarta Dengan Metode Spektrofotometri Uv-
vis (Monitoring of Nitrite and Nitrate Content in Ground Water of Catur Tunggal
Region of Yogyakarta by Uv-vis Spectrophotometry). Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 23(2), 143-148.
Daroini, T. A., & Arisandi, A. (2020). Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) Di
Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan
dan Perikanan, 1(4), 558-566.
Retnaningdyah, C., & Arisoesilaningsih, E. (2018). Efektivitas Proses Fitoremediasi Air Irigasi
Tercemar Bahan Organik melalui Sistem Batch Culture menggunakan Hidromakrofita
Lokal. Jurnal Biologi Indonesia, 14(1).
Rahmawati, R., & Retnaningdyah, C. (2015). Studi kelayakan kualitas air minum delapan mata air di
Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Biotropika: Journal of Tropical Biology, 3(1), 50-
54.

Anda mungkin juga menyukai