Anda di halaman 1dari 11

laporan produktivitas perairan

Published by saifulrizal at 00:05 under Tak Berkategori Laporan Produktifitas Perairan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat produktivitas primer merupakan deskripsi kualitatif yang menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat di dalam suatu badan air atau merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organic yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Tingkat produktivitas primer perairan berasal dari ketersediaan unsur hara N dan P. Dimana kedua unsur ini merupakan unsur hara yang esensial yang dibutuhkan dalam pertumbuhan organisme. Dan apabila kekurangan unsur ini maka akan menyebabkan rendahnya produktivitas primer suatu perairan, khususnya pada laut. Laut merupakan perairan terbuka dan mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua buangan berbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertanian dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam laut akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia dan biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang esensial dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan. Berkembangnya kegiatan penduduk di Daerah Aliran Laut (DAS), seperti bertambahnya pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah tanggadan kegiatan pertanian, dapat berpengaruh mempengaruhi kualitas air karena limbah yang dihasilkan dari kegiatan penduduk tersebut dibuang langsung ke laut. Adanya masukan bahan-bahan terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar DAS sampai pada batas-batas tertentu tidak akan menurunkan kualitas air laut. Namun apabila beban masukan bahan-bahan terlarut tersebut melebihi kemampuan laut untuk membersihkan diri (self purification), maka timbul permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan, sehingga berpengarus negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air laut tersebut. 1.2. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui besarnya produksi primer yang terjadi di perairan melalui metode oksigen (botol gelap-terang). 2. Untuk mengetahui kandungan nitrat (metode reduksi kadmium) dan Orthopospat (metode asam asorbik) yang terdapat dalam perairan. Kegunaan dari praktikum ini adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa untuk mengetahui besarnya produktivitas primer perairan khususnya pada perairan mengalir seperti laut. II. TINJAUAN PUSTAKA Faktor Fisika a. Suhu Suhu secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme, seperti terganggunya pertumbuhan dan reproduksi sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen (Huet, 1971 dalam Alfan, 1995). Sastrawidjaya (1991) menambahkan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen. Populasi thermal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi yang menyebabkan suhu bahan organisme naik dan

menaikkan kebutuhan oksigen yang biasanya meningkat akibat keracunan bahan pencemar kimia ke dalam air. Whitten (1995) mengemukakan bahwa pada aliran laut, tidak terdapat pengaruh langsung dari suhu sebab pada aliran laut yang mengalir dan bergerak terus-menerus cenderung terjadi pencampuran massa air, stratifikasi tidak ada, sehingga suhu relatif sama pada permukaan dan dasar. b. Kecerahan Kecerahan menurut Raharja (1997) adalah ukuran transparansi perairan yang dapat diamati secara visual dengan menggunakan alat bantu yang disebut secchi disc maka perairan yang kecerahannya baik akan memberi pengaruh yang baik pula terhadap daya tembus sinar matahari di perairan tersebut yang berguna bagi proses fotosintesis. Kedalaman suatu perairan merupakan salah faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerahan juga sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air (Sidabutar dan Edward, 1995). Penetrasi cahaya sering laut dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering laut menjadi faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh fitoplankton, ukuran kekeruhan ini merupakan indikasi produktifitas (Odum, 1993) Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air yang masih bisa dilihat oleh mata kita yang berada di atas permukaan air. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerahan dikenal dengan nama secchi disc. Alat ini berbentuk bundar datar dengan garis tengah 20 cm yang dihubungkan dengan seutas tali. Pada tali tersebut dibuat simpul setiap jarak setengah meter atau setiap jarak 1 meter. Sedangkan pada permukaan plat dicat hitam putih untuk mempermudah observasi. Selanjutnya untuk mengukur tingkat kecerahan perairan, secchi disc ditenggelamkan ke dalam kolom air sambil menghitung simpul-simpul pada tali yang terentang sehingga mendapat angka dalam satuan meter (Wibisono, 2005). Faktor Kimia a.Nitrat Pemeriksaan kandungan nitrat sebagai kandungan hara perlu dilakukan karena parameter tersebut termasuk parameter yang menentukan tingkat kesuburan perairan. Bila kadarnya terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin (Wibisono, 2005). Muchtar (1980) dalam Simanjuntak (1995) menambahkan bahwa nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan akan tetapi pada konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang. Nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas sehingga air akan mengalami kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian organisme air (Alaerts dan Santika, 1984). Kadar nitrat yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 0,9-3,5 mg/liter dan kandungan nitrat yang kurang dari 0,114 mg/liter dan lebih besar dari 4,5 mg/liter akan menjadi faktor pembatas (Wardoyo, 1978). b. Phospat Phospat merupakan unsur esensial perairan yang terdapat dalam bentuk senyawa phospat organik dan anorganik. Ortophospat (PO4) adalah contoh senyawa phospat anorganik

sedangkan senyawa phospat organik terdapat dalam tubuh organisme (Wardoyo, 1981 dalam Pangerang dan Taena, 1994). Phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktifitas badan air. Phospat berada dalam sedimen dan lumpur air bersama kehidupan biologis yang berada di atas air. Phospat dapat dijadikan sebagai parameter untuk mendeteksi pencemaran air (Michael, 1994). Kadar phospat yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 0,09-1,80 mg/liter damn merupakan faktor pembatas apabila nilainya dibawah 0,02 mg/liter (Mackentum, 1975 dalam Haryani, 1989). c. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air. Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi (Afrianti, 2000). Sumber utama oksigen terlarut dalam air menurut Basyarie (1995) adalah difusi udara dan dari hasil fotosintesis biota berklorofil yang hidup di perairan. Sutarman (1993) menambahkan bahwa pada suhu perairan yang tinggi, aktifitas metabolisme perairan akan semakin meningkat dimana pada kondisi tersebut kadar oksigen yang dikonsumsi semakin bertambah dan kelarutan oksigen dalam air menurun dengan bertambahnya suhu air, dan sebaliknya pada suhu perairan rendah, laju metabolisme dan kadar oksigen yang dikonsumsi juga rendah. Fardiaz (1992) mengemukakan, oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk hidup dalam air tersebut tergantung pada kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan. Kandungan oksigen di dalam air untuk dapat mendukung kehidupan organisme air menurut Afrianto dan Liviawati (1994) berkisar antara 4-8 mg/liter. Parameter kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO) menurut (Schmitz, 1971 dalam Alfan, 1995) d. Derajat Keasaman (pH) Unsur hidrogen adalah kunci untuk menentukan sifat asam atau basa suatu larutan dimana ion hidrogen (H+) menunjukkan kondisi asam dan ion hidroksida (OH-) menunjukkan kondisi basa (Nybakken, 1992). Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi, makin lama pH air akan makin menurun menuju keadaan asam. Hal ini disebabkan pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 saat proses penguraian (Sastrawijaya, 1991). Nilai pH air normal umumnya antara 6 sampai 8. sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, juga berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah allaut (pH naik) maupun ke arah air asam pH turun), sangat mengganggu kehidupan organisme akuatik di sekitarnya (Fardiaz, 1992). Pada dasarnya jenis ikan air tawar menurut Lesmana (2005) memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap pH. Ikan dewasa akan lebih baik toleransinya terhadap pH disbanding ikan berukuran kecil, larva ataupun telur. Sedangkan toleransi yang umum dari ikan air tawar terhadap pH pada kisaran 6,5-7,5. e. Salinitas Salinitas menggambarkan kadar garam-garam yang terlarut dalam air . Brotowidjoyo (1995) menyatakan bahwa salinitas dapat berbedabeda tergantung evaporasi dan transparansi, perbedaan salinitas akan mempengaruhi densitas air, tekanan osmosis didalamnya dan

kelarutan gas dalam air. Salinitas air laut umunya tinggi (35.000 mg/1), sedangkan salinitas air payau dapat lebih rendah dari air laut cukup air tawar dan dapat jauh lebih tinggi karena proses penguapan (Cholik dkk., 1989). Plankton Nontji (2005) menyatakan, plankton adalah organisme renik yang umumnya melayanglayang dalam air atau kemampuan renangnya lemah sehingga pergerakannya sangat tergantung dari pergerakan air. Plankton dapat berupa tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton). Plankton yang hidup di air tawar terdiri dari lima kelompok besar yaitu Cyanophyta (alga biru), Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta (alga kuning), Pyrophyta dan euglenophyta. Dari setiap jenis plankton yang ada tersebut, mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kondisi perairan khususnya unsur hara, sehingga komposisi jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain (Whitten, 1995). Kelimpahan plankton secara terus-menerus berubah pada berbagai tingkatan (skala) sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik yang ada di suatu perairan mempunyai penyebaran dan aktivitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor fisik dan kimiawi perairan (Effendi, 2000). Produktivitas Primer Perairan Produktivitas primer perairan didefinisikan sebagai laju pembentukan senyawa-senyawa organik dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas primer kotor atau produksi total ini digunakan oleh tumbuhtumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup yang secara kolektif disebut respirasi, tinggal sebagian dari produksi total yang tersedia bagi pemindahan kalori atau pemanfaatan oleh organisme tersebut. Produktivitas primer bersih merupakan selisih dari produktivitas primer kotor dengan respirasi oleh tumbuhan (Nybakken, 1992). Produktivitas primer dibedakan atas dua macam, yaitu produktivitas primer kotor (Gross Primary Productivity) dan produktivitas primer bersih (Net Primary Productivity). Produktivitas primer kotor adalah laju produksi zat organik secara keseluruhan, sedangkan produktivitas primer bersi adalah laju produksi primer zat organik dikurangi dengan yang digunakan untuk respirasi (Boyd, 1981 dalam Nasrawati, 2000). III. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum lapang ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 14 Desember 2008, dan bertempat di kelurahan Bungkutoko, kec. Nambo, Sulawesi Tenggara. Praktikum Laboratorium di laksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Desember 2008 dan Kamis tanggal 18 Desember 2008 bertempat dilaboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Haluoleo Kendari. 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini beserta kegunaannya: Plankton net Handrefraktometer Thermometer

pH Botol roll Ember Alkohol 70% Mikroskop Botol terang Botol gelap DO meter Erlenmeyer Pipet/Spoit Buret Spektrofotometer Rak tabung Kompor listrik 3.3. Prosedur Kerja a. Plankton 1. Menentukan lokasi pengambilan contoh resfrentatif 2. Menyaring sampel air sebanyak 50 liter dengan menggunakan plankton net 3. Memasukan sampel plankton kedalam botol sampel dan diberikan larutan pengawet alkohol 70% sebanyak tetes , kemudian diinkubasi pada suhu 270 C selama 46 jam dan selanjutnya dianalisis di laboratorium. 4. Mengamati plankton dengan menggunakan mikroskop kemudian Mengidentifikasi jenisjenis plakton. 5. Menghitung kelimpahan plankton yang ditemukan diperairan. b. Oksigen Terlarut (DO) dengan Metode Titrasi 1. Memasukkan air yang diambil pada kedalaman tertentu ke dalam tiap botol. 2. Menginkubasikan botol gelap dan botol terang pada kedalaman dimana sampel air diambil selama 4 jam. 3. Memasukkan 2 ml larutan Mangan sulfat ke dalam sampel yang sudah ada dalam botol dengan menggunakan pipet. 4. Menambahkan 2 ml larutan alkali-iodida-azida (NaOH-KI). Kemudian botol ditutup sambil dikocok sampai mengendap. 5. Menyimpan selama 10 menit kemudian ditambahkan 2 ml larutan H2SO4. 6. Menambahkan larutan kanji 2 3 tetes kemudian ditambah larutan Natrium tiosulfat. 7. Menghitung kandungan oksigen terlarut, laju respirasi, produksi primer kotor, dan produksi primer bersih. c. Nitrat 1. Memasukkan air yang diambil pada kedalaman tertentu ke dalam botol, kemudian di ingkubasikan selama 48 jam. 2. Mengambil sampel sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan pipet tetes kemudian ditambahkan NaCl sebanyak 1 ml lalu dikocok. 3. Memanaskan kedalam air selama 20 menit, di dinginkan, kemudian menghitung konsentrasi d. Phosfat 1. Memasukkan air yang diambil pada kedalaman tertentu ke dalam botol, kemudian di ingkubasikan selama 48 jam.

2. Mengambil sampel 5 ml ke dalam gelas ukur dengan menggunakan pipet tetes kemudian ditambahkan Amonium molibdat sebanyak 2,5 ml 3. Mengencerkan ke 12,5 ml 4. Mengamati perubahan warna lalu menghitung konsentrasinya 3.4. Analisis Data a. Kelimpahan Plankton Keterangan : N = Jumlah total Individu / liter Oi = Luas gelas penutup (mm2) Op = Luas satu lapang pandang (mm2) Vo = Volume satu tetes air yang diamati (ml) Vr = Volume air yang tersaring dalam total sampel (mm) Vs = Volume air yang tersaring (liter) n = Jumlah plankton pada seluruh lapang pandang p = Jumlah lapang pandang b. Keanekaragaman Jenis H = - Pi log Pi = - (ni/N) log (ni/N) Keterangan : H = Indeks keanekaragaman jenis Pi = ni/N ni = Jumlah Individu ke-i N = Jumlah total individu Kriteria : H< 1= keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan stabilitas komunitas rendah. 1 < H 3 = Keanekaragamn tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan stabilitas komunitas tinggi. c. Keseragaman Jenis E = H/ Hmax Keterangan : E = Indeks keseragaman jenis H = Indeks keanekaragaman jenis Hmax = Log2S S = Jumlah spesies d. Dominansi C = (ni/N)2 Keterangan ; C = Indeks dominansi ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Tabel 2. Hasil pengukuran faktor lingkungan pada perairan pantai Bungkutoko 12 Suhu pH Salinitas Nitrat Phosfat DO inisial DO botol terang DO botol gelap 1.suhu Suhu merupakan faktor kualitas air yang sangat mempengaruhi kehidupan organisme perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti pernyataan Huet (1971) dalam Alfan (1995), bahwa suhu secara langsung mempengharuhi proses kehidupan organisme seperti terganggunya pertumbuhan dan reproduksi, Sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen. Berdasarkan hasil pengamatan suhu di perairan laut Bungkutoko, didapatkan bahwa suhunya 27o C, suhu ini tergolong normal untuk pertumbuhan organisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1993), bahwa suhu optimum yang dapat ditoleransi oleh organisme laut adalah berkisar 27-31 oC. Suhu ini memungkinkan badan air untuk mengikat oksigen bebas dari udara secara optimal. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), bahwa suhu lingkungan yang normal menyebabkan kemampuan air untuk mengikat oksigen terlarut (DO) menjadi maksimal. Selain itu, suhu yang sesuai dapat mengakibatkan proses metabolisme berjalan normal sehingga konsumsi oleh organisme dalam air juga akan berjalan dengan normal. 2. Kecerahan Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air yang masih dapat dilihat oleh mata kita yang berada di atas permukaan air. Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan perairan. Menurut Sidabutar dan Edward (1995), bahwa kecerahan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Berdasarkan hasil pengamatan dari pengukuran tingkat kecerahan pada perairan laut Bungkutoko dengan menggunakan alat Sechi dick, diperoleh kecerahan sebesara 24 cm dengan kedalaman 79 cm. Hal ini disebabkan karena penetrasi cahaya dihalangi oleh partikelpartikel zat terlarut seperti Lumpur dan partikel-partikel lain yang mengendap. Dengan tingkat kecerahan yang rendah tersebut akan mengakibatkan organisme nabati tidak akan dapat melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan energi dan bahan makanan. Menurut Odum (1993), bahwa bila kekeruhan disebabkan oleh fotoplankton, maka ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas perairan. b. Faktor Kimia 1. Nitrat Nitrat merupakan salah satu senyawa kimia yang penting untuk mendukung kehidupan organisme perairan. Nitrat merupakan salah satu bahan dasar dalam proses fotosintesis organisme primer, yang dapat memberi suplay makanan bagi organisme lain di perairan. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992) bahwa nutrien (phospat dan nitrat) dibutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk sintesa zat organik dalam fotosintesis. Selanjutnya dijelaskan bahwa persediaan nutrien esensial ini dalam beberapa hal dapat menjadi pembatas produksi tumbuhtumbuhan. Meskipun sangat dibutuhkan, namun konsentrasi nitrat yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi kehidupan organisme di perairan. Konsentrasi nitrat yang tinggi dapat memacu pertumbuhan ganggang yang berlebihan yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan Santika (1984) bahwa nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas, sehingga air dapat kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian ikan. Berdasarkan hasil pengukuran kandungan Nitrat di perairan laut Bungkutoko adalah 0,359 absorbansi. Kandungan nitrat tersebut menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak tercemar. Hal ini sesuai penyataan Wardoyo, 1978 bahwa kadar nitrat yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 0,9-3,5 mg/liter dan kandungan nitrat yang kurang dari 0,114 mg/liter dan lebih besar dari 4,5 mg/liter akan menjadi faktor pembatas . 2. Phosfat Phosfat merupakan salah satu bentuk senyawa yang terdapat dalam perairan. Unsur Phosfat terdapat dalam bentuk senyawa Phosfat organik dan anorganik. Senyawa Phosfat organik terdapat dalam tubuh organisme sedangkan senyawa phosfat anorganik terdapat dalam bentuk orthofosphat (Wardoyo, 1975). Phosfat juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme di perairan. Phospat berperan dalam pertumbuhan organisme dan merupakan salah satu faktor penentu kesuburan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Michael (1994) bahwa phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktifitas badan air. Selanjutnya dijelaskan bahwa phospat berada dalam sedimen dan lumpur air bersama dengan kehidupan biologis yang berada di atas air, dan phospat dapat dijadikan sebagai parameter untuk mendeteksi pencemaran perairan. Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan phosfat di perairan laut Bungkutoko adalah 0,057 absorbansi, Nilai phosfat yang terdapat di perairan ini menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut baik. Hal ini sesuai penyataan Anggoro (1983) bahwa kandungan phosfat antara 0,5 0,1 menunjukkan perairan tersebut dalam kondisi baik. 3. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan suatu senyawa kimia yang sangat dibutuhkan oleh organisme air dalam melakukan proses respirasi dan dapat mendukung eksistensi organisme. Hal ini didukung oleh pernyataan Muson (1981, dalam Putri, 1997) bahwa oksigen terlarut dalam ekosistem perairan sangat penting untuk mendukung eksistensi organisme dan proses-proses terjadi di dalamnya. Hal ini terlihat dari peranan oksigen selain digunakan unutuk respirasi organisme air, juga dipakai untuk organisme dekomposer (bakteri dan fungi) dalam proses dekomposisi bahan organik dalam perairan. Pada praktek lapang ini, dilakukan pengukuran oksigen terlarut (DO) di perairan laut Bungkutoko, dengan menggunakan 3 buah botol sampel yaitu botol Inisial (BI), Botol Terang (BT) dan Botol Gelap (BG). Dimana dari hasil pengukuran tersebut diperoleh nilai Oksigen Terlarut (DO) dari masing-masing botol sampel. Nilai DO untuk botol inisial adalah 0,2717mg/L, botol terang sebesar 0,4046 mg/L dan botol gelap sebesar 0,2410 mg/L. Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa kandungan Oksigen terlarut pada perairan laut Bungkutoko sangat rendah dan tidak dapat mendukung kehidupan organisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Schmitz, 1971 dalam Alfan, 1995), bahwa

kandungan Oksigen terlarut (DO) didalam air yang dapat mendukung kehidupan organisme air berkisar antara 4-8 mg/L. 4. Derajat Keasaman (pH) pH merupakan salah satu parameter kimia yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu perairan. Nilai pH yang didapatkan yaitu 7,0. Ini berarti kadar pH pada kolam yaitu bersifat netral. Wardoyo (1981) menyatakan bahwa nilai pH dibawah 7,0 adalah asam, diatas 7,0 adalah basa dan 7,0 adalah netral. Keasaaman air dipengaruhi oleh keasamaan tanah, bila keasaman tanah tinggi, maka keasaman air pun tinggi. 5. Salinitas Salinitas merupakan jumlah garam-garam yang terlarut dalam kolom perairan, variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis dalam perairan, terutama di daerah estuari (Anonim, 1985). Berdasarkan hasil pengukuran, kisaran salinitas yang diperoleh sebesar 4% . Tingginya kadar salinitas yang diperoleh disebabkan oleh lokasi pengambilan sampel yang dipengaruhi pasang-surut air laut. c. Plankton Plankton dalam hal ini fitoplankton merupakan komponen yang penting di perairan, karena besarnya produktivitas primer dalam suatu perairan ditentukan oleh seberapa besar jumlah populasi fitoplankton dalam perairan tersebut. Seperti pernyataan Hamid (2006), bahwa fitoplankton merupakan komponen perairan yang menentukan besarnya produktivitas primer di perairan tersebut, karena jumlah populasi fitoplankton merupakan nilai dari produktivitas primer. Dari hasil pengamatan terhadap kelimpahan fitoplankton, diketahui bahwa jenis Nitzschia sp. memiliki kelimpahan tertinggi yaitu 0,0143 ind/l. Sedangkan jenis Achantoceros sp, Stauroineis sp, Surire sp, Cryptomonas sp, Achananthes hauckiana,Oxyphysis sp, Dinophysis acuminata memiliki kelimpahan 0,0024. Hal ini disebabkan karena jenis ini memiliki toleransi yang sesuai terhadap kondisi perairan laut Bungkutoko. Ini sesuai dengan penyataan Whitten (1995), bahwa plankton mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kondisi perairan khususnya unsur hara, sehingga jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. d. Produktivitas Perairan Produktivitas primer perairan didefinisikan sebagai kemampuan organisme produsen dalam badan air untuk menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik. Produktivitas pimer juga merupakan parameter indeks banyak sedikitnya fitoplankton di perairan. Penentuan produktivitas primer dapat diketahui dengan metode perhitungan seluruh karbon yang dihasilkan oleh fitoplankton dan organisme produsen lainnya. Produktivitas primer perairan tidak dapat langsung ditetapkan dari nilai produktivitas secara keseluruhan, sebab dari laju produksi zat organik oleh fitoplankton ternyata juga digunakan oleh fitoplankton itu sendiri dalam bentuk respirasi sehingga diperoleh produktivitas primer bersih yang lebih sedikit dari total laju produktivitas. Berdasarkan hasil pengukuran karbon dalam perairan, diperoleh nilai produktivitas primer kotor (GPP) 0,1636 mg/L, nilai produktifitas primer bersih 0,1329 mg/L sedangkan laju respirasi 0,0307 mg/L Produktivitas primer sangat dipengaruhi oleh Nitrat (N) dan Phospat (P). Bila dikorelasi dengan konsentrasi Nitrat dan Phospat yang tergolong dalam taraf perairan mesotrof. Untuk konsentarsi Nitrat terletak pada taraf sedang pada konsentarsi P berarti produktivitas primer di perairan laut Bungkutoko dalam keadaan yang kurang subur.

V. PENUTUP A.Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengukuran suhu di perairan laut Bungkutoko yaitu sebesar 27oC.kondisi suhu ini menunjukkan bahwa suhu di perairan tersebut berada dalam keadaan stabil. Sedangkan salinitasnya sebesar 4%, tingginya salinitas ini disebabkan oleh lokasi pengambilan sampel yang dipengaruhi oleh pasang surut. 2. Berdasarkan hasil pengukuran untuk parameter kimia diperoleh konsentrasi Nitrat dan Phospat di perairan Laut Bungkutoko, yaitu untuk nitrat sebesar 0,359 mg/L dan Phospat sebesar 0,057 mg/L, yang artinya perairan tersebut merupakan oligotrof. 3. Dari hasil pengamatan terhadap kelimpahan plankton, diketahui bahwa jenis Nitzschia sp. memiliki kelimpahan tertinggi yaitu 0,0143 ind/l. Sedangkan jenis Achantoceros sp, Stauroineis sp, Surire sp, Cryptomonas sp, Achananthes hauckiana,Oxyphysis sp, Dinophysis acuminata memiliki kelimpahan 0,0024. 4. Berdasarkan hasil pengukuran karbon dalam perairan, diperoleh nilai produktivitas primer kotor (GPP) 0,1636 mg/L, nilai produktifitas primer bersih 0,1329 mg/L sedangkan laju respirasi 0,0307 mg/L B. Saran Diharapkan agar dilakukan pengamatan tidak hanya pada perairan laut saja, tetapi perlu dilakukan pengamatan pada perairan tenang (lentik) seperti kolam agar dapat dibandingan tingkat produktivitas primer kedua perairan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Afrianti, 2000. Kamus Istilah Perikanan. Kanisius. Yogyakarta. Afrianto, L. dan Liviawati, 1994. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Yogyakarta. Alaerts, G. dan S. Santika, 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Alfan, M.S., 1995. Evaluasi Kualitas Fisika Kimia Air, sungai Ciliwung di Wilayah Kota Administrasi Depok bagi Kepentingan Perikanan. Skripsi. IPB. Bogor. Anggoro, S., 1983. Permasalahan Kesuburan Pertanian Bagi Peningkatan Produksi Ikan di Tambak. Paper M.A. Kolokium. Jurusan Ilmu Perairan. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Basyarie, A., 1995. Pengamatan Kualitas Perairan di kawasan Pemeliharaan Ikan Ekor Kuning (Yellow Tail) dalam Keramba Jaring Apung. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Bojonegoro. Serang. Effendi, H., 2000. Telaahan Kualitas Air. IPB Press. Bogor. Fardiaz, S., 1995. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Haryani, S.B.E., 1989. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Phytoplankton dalam Kaitannya dengan Pertumbuhan Udang di Perairan Tambak yang Berbada Warna. PKM. Fakultas Pertanian. UNHALU. Kendari.

Lesmana, D.S., 2005. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Malaha, K.P., 2004. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur hara Nitrat (N) dan Phospat (P) di Perairan Sungai Balandete Kabupaten Kolaka. Skripsi. FPIK. UNHALU. Kendari.

Anda mungkin juga menyukai