a. Suhu 02 (Triyanto d, Nugroho w, Ursula V, Pratama Mr, Almadi IF, Putri NP, Aipasa MI, Muliyanto T, Sineri A S, Zulkarnaen) Tiyanto DKK_ 2013) Suhu merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam kehidupan suatu lingkungan. Dalam kaitannya dengan dengan kualitas perairan, suhu sangat berpengaruh terhadap keberadaan komponen ekosistem. Peranan tersebut terutama terhadap kehidupan organisme perairan maupun proses-proses fisika- kimia yang berlangsung dalam badan air. Suhu berpengaruh terhadap kehidupan organisme air, misalnya, kenaikan suhu air dapat mengakibatkan bertambah lajunya proses metabolisme dalam tubuh organisme air. Setiap kenaikan suhu sebesar 10oC dapat meningkatkan kecepatan metabolisme dua kali lipat. Kenaikan suhu air sampai pada batas tertentu dapat menimbulkan stress pada kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kualitas air secara kimiawi. Semakin tinggi suhu air misalnya, dapat menurunkan tingkat kelarutan oksigen dalam air yang sangat dibutuhkan oleh hewan air.Pengaruh lainnya adalah suhu juga berperan penting dalam berbagai reaksi kimia lainnya dalam perairan. Misalnya proses penguraian bahan organik dapat berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kondisi suhu air secara in situ di areal rencana kegiatan penambangan batubara PT. MPR menunjukkan bahwa kualitas air di areal ini berdasarkan suhu adalah berkisar antara 30,00oC hingga 32,20oC dan berada dalam batas baku mutu. Secara umum pada kisaran suhu ini ikan masih dapat hidup dengan baik. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi suhu termasuk baik (skala 4). b. Kekeruhan Kekeruhan merupakan salah satu komponen lingkungan perairan yang mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air. Sinar matahari sangat diperlukan phytoplankton selaku produsen primer pada perairan untuk proses fotosintesis. Terhalangnya sinar matahari dapat menurunkan produksi phytoplankton yang berpengaruh terhadap mata rantai makanan pada suatu ekosistem akibat terganggunya proses fotosintesis. Selain itu kekeruhan yang tinggi juga dapat mengganggu proses respirasi pada ikan dan rusaknya spawning area. Kekeruhan pada suatu perairan secara umum disebabkan oleh partikel bahan organik dan partikel anorganik, misalnya yang berasal dari lumpur maupun erosi. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa tingkat kekeruhan air di wilayah studi berkisar antara 2 mg/l hingga 25 mg/l. Dari kisaran tersebut, tingkat kekeruhan tertinggi pada sungai Bangalun (Batu Lidung) yang dalam operasional kegiatan akan melalui wilayah ini . Tingginya kekeruhan di areal tersebut khususnya di Sungai Bengalun (Desa Batu Lidung) akibat akumulasi partikel-partikel bahan organik dan anorganik dari kegiatan sekitar seperti kegiatan pengolahan batubara yang dilakukan oleh PT. AMNK yang tergabung dalam satu manajemen bersama PT.MPR dan aktivitas lainnya di sekitarnya. c. Warna Warna air merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas air. Air murni tidaklah memiliki warna melainkan bening. Secara umum warna air dapat bervariasi pada perairan umum. Warna air secara empiris dapat menggambarkan kondisi perairan tersebut. Air yang berwarna kecoklatan seperti yang ditemukan pada rawa mengindikasikan adanya kandungan organik yang cukup tinggi yang berasal dari serasah yang masuk ke dalam perairan. Pada air yang berwarna hijau misalnya, menandakan adanya blooming plankton pada perairan tersebut akibatnya adanya eutrofikasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran diketahui bahwa warna air di wilayah studi didominasi oleh warna coklat bening hingga coklat keruh dan berkisar antara 0,00 hingga 12,00 PtCo. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa warna air tersebut masih berada di bawah baku mutu lingkungan (200 PtCo). Berdasarkan skala kualitas termasuk sedang (skala 3). d. Total Solid Suspended (TSS) Padatan tersuspensi (TSS) merupakan salah satu indikator fisik ualitas air yang berasal dari partikel-partikel koloid yang tersuspensi dalam air. Secara alami partikel - partikel ini berasal dari proses pelapukan tanah atau erosi baik yang berlangsung di kawasan sekitar sungai akibat pengupasan lahan maupun yang berasal dari badan sungai. Secara gravimetrik nilai TSS berkorelasi erat dengan massa partikel- partikel yang tertinggal dalam air pada saat proses penguapan pada suhu 103-105 0 C. Semakin tingginya TSS akan meningkatkan kekeruhan pada suatu perairan dan berdampak pada intensitas penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan bagi proses photosintesis pada phytoplankton maupun tumbuhan air lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai TSS di areal rencana pertambangan PT. MPR adalah berkisar antara 13,00 mg/L hingga 93,00 Mg/L yang menujukkan bahwa kondisi TSS di wilayah studi adalah berada di bawah baku mutu yaitu 300 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan konsentrasi TSS di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5).
e. Total Dissolved Solid (TDS)
TDS (total dissolved solid) merupakan padatan terlarut pada suatu perairan yang berasal dari partikel-partikel yang lebih halus ukurannya dan secara fisik tidak akan mengendap dengan sendirinya. Umumnya partikel-partikel ini berasal dari senyawa garam, organik dan anorganik serta mineral yang terlarut dalam badan air. Seperti halnya TSS, TDS juga berpengaruh terhadap intensitas penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai TDS pada areal rencana pertambangan batubara PT. MPR berkisar antara 42,90–61,60 mg/L. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi TDS di wilayah studi masih berada di bawah baku mutu lingkungan (1000 Mg/l). Berdasarkan skala kualitas termasuk sangat baik (skala 5). f. Konduktifitas Konduktifitas atau daya hantar listrik, menggambarkan banyaknya ion-ion yang berada dalam suatu perairan. Ion-ion ini dapat berperan dalam menghantarkan arus listrik dalam medium air. Secara umum ion-ion ini dapat berasal dari logam maupun garam. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai konduktifitas pada perairan di areal rencana pertambangan batubara PT.MPR adalah berkisar antara 62,0-87,80 µs/cm. 2. Parameter Kimia Kualitas Air a. Derajad keasamanan (pH) Derajad keasaman atau pH merupakan komponen kimia yang umum dikenal sebagai menggambarkan sifat senyawa-senyawa dalam air yang terbagi menjadi asam atau basa. Asam adalah suatu senyawa yang menghasilkan ion hidrogen (H +), sedangkan basa adalah senyawa-senyawa yang menghasilkan ion hidroksil (OH -) bila terlarut dalam air. Pedoman derajad keasaman air ditentukan oleh konsentrasi ion H+ yang digambarkan dari angka 1 hingga 14. Angka dibawah 7 menunjukkan bahwa air bersuasana asam (reaksi asam), sedangkan lebih dari 7 menunjukkan suasana alkalis atau basa. Secara garis besar nilai pH pada perairan umum dipengaruhi senyawa-senyawa organik dalam air dan kation-kation logam. Nilai pH berpengaruh terhadap kehidupan ikan yang dapat menghambat pertumbuhan atau pertumbuhan kerdil maupun menimbulkan kematian. Nilai keasaman dalam suatu perairan juga berperan mempengaruhi proses-proses kimia yang berlangsung dalam perairan. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai pH di areal rencana kegiatan pertambangan batubara PT. MPR berkisar antara 4,37 - 7,30 atau masih berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 6 - 9, kecuali pada sungai Senturan (4,37), sungai Malinau Inlet (5,23) dan Sungai Sidi (5,46) yang telah berada di atas baku mutu lingkungan. Berdasarkan skala kualitas termasuk sedang (skala 3). b. Dissolved Oxygen (DO) Dissolved Oxygen (DO) atau Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang menggambarkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam air. Kelarutan oksigen sangat berguna bagi kehidupan organisme akuatik yang mengambil oksigen dari dalam air. Oksigen merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan, apabila tidak terpenuhi maka kehidupan ikan dapat terhambat atau menimbulkan kematian. Secara kimiawi tingginya kelarutan oksigen dalam air dapat berperan mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi anaerob yang menghasilkan zat- zat toksik bagi kehidupan organisme akuatik. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu air, semakin tinggi suhu air juga semakin rendah kelarutan oksigen dalam air. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air adalah proses fotosintesis oleh phtyoplankton dan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen dalam perairan. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kondisi DO di areal rencana kegiatan pertambangan batubara PT. MPR berkisar antara 3,00 – 6,20 Mg/l. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kondisi DO di wilayah studi masih berada di atas baku mutu lingkungan yaitu >3,00 mg/l. Berdasarkan skala kualitas termasuk baik (skala 4). c. Amonia (NH3-N ), Nitrit (NO2-N) dan Nitrat (NO3-N ) Amonia adalah hasil dekomposisi asam-asam amino oleh aktifitas berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Sumber utama amoniak dalam air adalah dekomposisi dari bahan-bahan organik dari hewan (misalnya bangkai, faeses) dan tumbuhan. Amonia adalah salah satu produk penting dari hasil akhir metabolisme protein namun di sisi lain amoniak dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH 3-N) merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang rendah (Zonneveld dkk. 1991). Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa secara keseluruhan kandungan Amoniak (NH3-N) di wilayah studi adalah <0,01 mg/l. Kadar amoniak yang baik bagi kehidupan ikan adalah kurang dari 5 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi Amoniak (NH3-N) di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). Nitrit (NO2-N) berasal dari oksidasi amonia bebas. Komponen ini diketahui cukup mempengaruhi kondisi kualitas perairan. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kandungan nitrit (NO2-N) di wilayah studi berkisar antara 0,01 mg/l sampai 0,12 mg/l atau masih berada di bawah baku mutu lingkungan kecuali di sungai Sidi yang telah melebihi baku mutu lingkungan. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi Nitrit (NO2-N) di wilayah studi termasuk sedang (skala 3). Nitrat (NO3-N) merupakan racun bagi ikan karena dapat mengoksidasi besi di dalam haemoglobin, dalam kondisi ini kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat berkurang. Meskipun demikian nitrat dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga dapat meningkatkan produktifitas perairan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar Nitrat (NO3-N) di wilayah studi berkisar antara < 0,01 sampai 0,27 mg/l atau masih berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 20,00 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi Nitrat (NO3-N) di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). d. Phosphat Phospat dalam perairan dapat berasal dari proses-proses pelapukan batuan secara alami dan berasal dari lahan-lahan pertanian yang ada di sekitar sungai sehingga mengakibatkan eutrofikasi. Phosphat dibutuhkan phytoplankton dan tumbuhan air selaku produsen primer. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar phosphat di wilayah studi berkisar antara <0,01 sampai 2,27 mg/l yang mana ketiga lokasi sampling diantaranya berada di atas baku mutu yang ditetapkan (1,00 mg/l) yaitu sungai Sidi, sungai Bengalun (Batu Lidung) dan sungai Bengalun (Sempayang Baru). Kandungan phosphat ini dapat mengakibatkan eutrofikasi pada perairan, diantaranya dapat meyuburkan pertumbuhan gulma air. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi phosphate (PO4-p) di wilayah studi termasuk sedang (skala 3). e. Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) Biological Oxygen Demand (BOD) menggambarkan kadar oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik dalam kondisi aerobik. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) di wilayah studi berkisar antara 0,20 mg/l sampai 2,90 mg/l atau berada di bawah baku mutu lingkungan (6,00 mg/l). Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi Biological Oxygen Demand (BOD) di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan kadar oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi-reaksi oksidasi baik pada bahan organik maupun anorganik. Nilai COD hasil pengukuran berkisar antara 77,00 -135,0 mg/l. Tingginya nilai COD ini diduga erat kaitannya dengan dekomposisi serasah yang terjadi pada lantai hutan maupun dalam badan air. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi Chemical Oxygen Demand (COD) di wilayah studi termasuk sangat buruk (skala 1). f. Oil dan grease Oil dan grease adalah senyawa hidrokarbon yang berasal dari proses pengolahan minyak bumi. Secara umum oil atau minyak adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari berbagai macam senyawa hidrokarbon diantaranya meliputi senyawa alkana, senyawa aromatik dan aspal. Setiap bagian dari minyak ini mempunyai sifat fisik dan kimia yang unik, misalnya warna, bau dan viskositasnya. Grease adalah salah satu produk turunan dari minyak bumi yang banyak digunakan sebagai bahan pelumas pada mesin. Keberadaan minyak dan grease pada perairan dalam jumlah besar dapat mengganggu kehidupan hewan air, seperti ikan, katak, udang maupun burung dan organisme fotosintetik lainnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar oil dan grease di wilayah studi secara keseluruhan <0,01 mg/l atau berada di bawah batas baku mutu 1000 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi oil dan grease termasuk sangat baik (skala 5). g. Klorine Klorine merupakan salah satu komponen yang menjadi indikator kualitas air. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan klorine perairan wilayah studi adalah < 0,01 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, secara umum kandungan klorine pada perairan tersebut berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 0,03 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kandungan klorine termasuk sangat baik (skala 5). h. Flourine Kandungan fluorine berasal dari dalam tanah/air tanah yang terlarut dalam air, kandungan fluor dalam air dapat mengakibatkan kerusakan gigi dan email gigi pada kadar tertentu. Akan tetapi pada kadar 0,8 sampai 1,7 mg/l dapat mempercepat pertumbuhan gigi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan Fluorida (F -) di areal rencana penambangan batubara PT. MPR berkisar antara 0,07-0,12 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, secara umum kandungan Fluorine (F-) pada perairan di wilayah studi masih berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 1,50 mg/l. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan fluor dalam tanah atau air tanah sekitar sungai rendah. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kandungan flourida (F-) termasuk sangat baik (skala 5). i. Sulfida (H2S) Pada umumnya kandungan hidrogen sulfida mudah dikenali pada lumpur dasar perairan yang berwarna hitam dengan baunya yang khas mirip telur busuk. Hidrogen sulfida merupakan gas yang beracun yang dapat larut dalam air yang sumber utamanya berasal dari dekomposisi bahan organik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan pada kondisi anaerobik. Beberapa jenis bakteri mampu meman- faatkan senyawa-senyawa organik belerang maupun sulfat anorganik sebagai sumber energinya dan menghasilkan ion belerang. Ion belerang ini selanjutnya membentuk reaksi yang menghasilkan H2S yang bersifat toksik. Sulfida merupakan hasil dari pembusukan zat-zat organik dan akibat penurunan dari belerang yang terjadi di alam mengakibatkan bau yang tidak sedap dan timbulnya korosifitas logam-logam dan semen. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan H 2S di wilayah studi secara keseluruhan < 0,001 mg/l. Hasil pengukuran tersebut berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 0,002 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kandungan sulfida di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). j. Phenol Phenol merupakan senyawa aromatik dengan gugus hidroksil. Sifat umum phenol adalah toksik, tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Senyawa ini digunakan luas untuk membunuh kuman-kuman karena bersifat antiseptik. Dalam industri, phenol digunakan untuk pembuatan kosmetik dan herbisida. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar phenol di wilayah studi <0,01 mg/l di bawah baku mutu lingkungan (1 mg/l). Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi phenol di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). k. Sianida Sianida merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai ikatan rangkap tiga antara atom karbon dan atom nitrogen. Sianida secara alami dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri, jamur dan alga. Pada tumbuhan tingkat tinggi sianida ditemukan dalam tanaman singkong dan dalam jumlah kecil ditemukan dalam biji apel dan mangga. Senyawa sianida juga digunakan dalam dunia kedokteran untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat. Selain itu senyawa sianida juga digunakan untuk meracuni dan membunuh ikan. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar sianida di wilayah studi secara keseluruhan <0,01 mg/l atau berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 0,02 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kandungan sianida termasuk sangat baik (skala 5). l. Methylene Blue Active Substances (MBAS) Deterjen (MBAS) mengandung bahan aktif baik berupa bahan organik maupun sintetik yang berasal dari turunan produk minyak bumi. Peranan bahan ini adalah untuk menurunkan tegangan permukaan, sehingga kotoran yang melekat pada suatu permukaan benda dapat dengan mudah terlepas. Deterjen banyak digunakan meluas dalam rumah tangga dan industri. Persoalan yang muncul adalah deterjen ini dapat menimbulkan kematian pada hewan akuatik, misalnya ikan. Selain itu busa atau buih yang ditimbulkan dapat mengganggu keindahan perairan. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa konsentrasi MBAS <0,01 mg/l yang berati dibawah batas baku mutu lingkungan yaitu 200 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi MBAS termasuk sangat baik (skala 5). m. Chrom Krom merupakan salah satu komponen kimia air yang menjadi indikator kualitas air. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan krom di perairan wilayah studi adalah < 0,01 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, secara umum dapat disimpulkan kandungan krom pada perairan tersebut berada di bawah baku mutu lingkungan yaitu 0,05 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kandungan krom di wilayah studi termasuk sangat baik (skala 5). n. Logam berat (Cd, Pb, Hg, B, Co, Zn, Se, As, Cu, Mn,) Logam berat merupakan salah komponen lingkungan yang digunakan sebagai indikator dalam menentukan kualitas air. Salah satu sifat umum dari unsur yang termasuk dalam kelompok logam berat adalah kemampuannya untuk membentuk senyawa komplek yang lebih kuat dari unsur lainnya. Sebagai contoh Hg atau raksa akan lebih terikat erat dengan hemoglobin pada sel darah manusia, sehingga menghalangi pengikatan oksigen yang dibutuhkan untuk pernafasan. Pada perairan senyawa ini dapat terakumulasi dalam tubuh organisme melalui rantai makanan dan terakumulasi paling banyak pada kerang dan ikan misalnya. Oleh karena itu keberadaan logam berat dalam air perlu mendapatkan perhatian serius. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Raksa (Hg), Boron (B), Cobalt (Co), Zink (Zn), Silenium (Se), Arsen (As) dan Tembaga (Cu) secara keseluruhan <0,001 mg/l yang berarti dibawah nilai baku mutu lingkungan untuk masing-masing parameter tersebut. Hasil pengukuran juga terlihat bahwa kadar Mangan (Mn) di wilayah studi berkisar antara 0,004 mg/l sampai 0,012 mg/l. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi logam berat (Cd, Pb, Hg, B, Co, Zn, Se, As, Cu, Mn,) termasuk sangat baik (skala 5). o. Colliform Keberadaan colliform dalam perairan menggambarkan masuknya limbah domestik berupa feses manusia dan hewan berdarah panas ke dalam perairan umum. Secara umum masyarakat masih menggunakan sungai sebagai jamban atau kakus, demikian halnya untuk keperluan lainnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari 9 (sembilan) lokasi sempling yang diukur hanya 1 (satu) lokasi yang memiliki jumlah individu Colliform melebihi baku mutu lingkungan (10000 individu/100 ml) yaitu di sungai Bengalun (Batu Lindung) sebesar 11000 individu/100 ml, selanjutnya 4 (empat) lokasi/sungai lainnya jumlahnya lebih rendah dari baku mutu lingkungan dengan kisaran jumlah coliform antara 0 sampai 430 individu/100 ml, sedangkan 4 lokasi/sungai lainnya tidak diidentifikasi adanya coliform. Berdasarkan skala kualitas lingkungan kondisi coliform termasuk sedang (skala 3). Hasil analisis kualitas air pada kesembilan lokasi yang diamati sebagaimana terlihat pada Tabel 3.18, menunjukkan bahwa seluruh parameter fisika dan kimia masih dibawah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas III, kecuali parameter phospat pada lokasi sungai Sidi, Bengalun (Sempayang Baru) dan Sungai Bengalun (Batu Lindung), selain itu parameter COD atau chemical Oxygen Demand juga melebihi baku mutu untuk semua lokasi. Phospat di alaml berasal dari pelapukan batuan tetapi penggunaan deterjen dan sabun untuk mandi dan cuci memiliki potensi phospat yang besar, hal ini yang diduga yang menyuplai posdcphat yang besar di sungai. COD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegredasi secara biologis maupun sukar didegredasikan secara non biologis menjadi CO 2 dan H2O. Ekspos bahan organik disepanjang Daerah Aliran Sungai akan sangat besar untuk mempengaruhi jumlah COD di perairan, namun secara keseluruhan kualitas air di wilayah studi berada pada kondisi baik (skala 4). Masyarakat di sekitar lokasi kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih sebagian besar masih bergantung pada sumber air bersih yang berasal dari sungai. Pemanfaatan sungai bagi masyarakat sekitar, umumnya sebagai sumber air bersih maupun sebagai sarana transportasi serta tempat mencari ikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Beroperasinya perusahaan diprakirakan akan mempengaruhi kualitas air di wilayah ini sehingga diharapkan perlu pengelolaan secara baik terhadap dampak-dampak yang timbul akibat aktivitas perusahaan secara khusus terhadap kualitas air. Hal tersebut penting untuk menjadi perhatian pihak pemrakarsa dan manajemen karena demikian pentingya sungai bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kehidupan lingkungan secara luas. 3.1.1. Geokimia dan Pembentukan Air Asam Tambang Fenomena acid mine drainage sering terjadi di daerah penambangan batubara, pada waktu hujan yang disebabkan oleh timbulnya asam sulfat yang dihasilkan oleh oksidasi pirit (FeS2), di atas dan di bawah lapisan batubara, meskipun jumlahnya kecil sebagaimana terlihat pada reaksi di bawah ini : a. 2 FeS2 + 2 H2O + 7O2 4H+ + 4SO4= + 2Fe++ b. 4Fe+++ O2 + 4H+ 4Fe+++ + 2H2O c. FeS2 + 14Fe+++ + 8H2O 15Fe+++ 2SO4=+ 16H+ Berdasarkan reaksi kimia tersebut, oksidasi pirit akan menghasilkan Fe ++, SO4= dan H+ yang menyebabkan pH air menjadi rendah dan meningkatnya kandungan sulfat serta besi. Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam oksidasi pirit adalah Thiobacillus thiooxidans dan Thiobacillus ferroxidans. Parameter komponen air yang diprakirakan berubah karena kegiatan pengupasan tanah penutup serta penggalian batubara adalah kekeruhan air, muatan padatan tersuspensi, pH, sulfat dan besi yang menimbulkan dampak terutama di perairan. Berdasarkan hasil analisis batubara terlihat kandungan sulfur total berkisar antara 0,45 – 2,08 % dan secara umum kandungan unsur ini <2 % sehingga kemungkinan terjadinya air asam di daerah ini relatif kecil. Untuk mengantisipasi terjadinya air asam tambang, maka dilakukan penangganan air asam tambang melalui pembuatan kolam penampung pada masing-masing lokasi kegiatan seperti Pit penambangan (Pit 5ª dan Pit 5B), stock pile dan lokasi CCP dengan tujuan mengendalikan kualitas air sebelum menuju perairan umum.