Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PENENTUAN KUALITAS AIR BOOZEM FMIPA UNESA


UJI KOMPETENSI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Oleh :
SISILIA FIL JANNATI
18030194012
PENDIDIKAN KIMIA 2018

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
A. Judul Percobaan : Penentuan Kualitas Air Limbah Boozem
FMIPA UNESA
B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui kualitas air di Boozem
FMIPA UNESA
C. Waktu Percobaan : Jum’at, 11 November 2022 Pukul 13.00 WIB
D. Selesai Percobaan : Jum’at, 11 November 2022 Pukul 14.00 WIB
E. Dasar Teori
1. Karakteristik Air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan
faktor utama pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
2010). Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam
secara berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi
syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai
faktor (Effendi, 2003).
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh
senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0° C (32° F) –
100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku dan suhu
100°C merupakan tit ik didih.
b. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat
sebagai penyimpan panas yang sangat baik.
c. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan.
Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air.
Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar.
Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi)
melepaskan energi panas yang besar.
d. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai
jenis senyawa kimia. Sifat ini memungkinkan air digunakan sebagai
pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang
masuk ke badan air.
e. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan
yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan
secara baik (higher wetting ability).
f. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika
membeku. Pada saat membeku, air merenggang sehinga es memiliki
nilai densitas (massa/volume) yang lebih rendah dari pada air (Effendi,
2003).
2. Kualitas Air
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam
kehidupan manusia dan digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan
sehari-hari, termasuk kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, rekreasi, olahraga dan sebagainya. Dengan perannya yang
sangat penting, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kondisi/komponen lainnya (Hendrawan, 2005). Dewasa ini, masalah
utama sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu
memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat dan kualitas air
untuk keperluan domestik terus menurun khususnya untuk air minum.
Sebagai sumber air minum masyarakat, air harus memenuhi beberapa
aspek yang meliputi kuantitas, kualitas dan kontinuitas (WHO, 2004).
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang
dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu.Dengan demikian
kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain sebagai
contoh kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air
untuk keperluan air minum. Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi
oleh lingkungan fisik daerah seperti curah hujan, topografi dan jenis
batuan sedangkan kualitas air sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
seperti kepadatan penduduk dan kepadatan social (Lutfi, 2006).
Jika kita tinjau dari segi kualitas, air bersih yang digunakan harus
memenuhi syarat secara fisik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Sutrisno
dan Suciastuti (2002), persyaratan secara fisik meliputi air harus jernih,
tidak berwarna, tidak berasa/tawar, tidak berbau, temperatur normal dan
tidak mengandung zat padatan (dinyatakan dengan TS, TSS dan TDS).
Persyaratan secara kimia meliputi derajat keasaman, kandungan oksigen,
bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, dan TOC), mineral atau
logam, nutrien/hara, kesadahan dan sebagainya (Kusnaedi, 2002).
Adapun Penilaian kualitas perairan secara biologi dapat menggunakan
organisme sebagai indikator (Sutjianto, 2003). Pengukuran kualitas air
dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah pengukuran
kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O 2 terlarut, CO2
bebas, pH, konduktivitas, kecerahan, alkalinitas), sedangkan yang kedua
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter biologi (plankton dan
benthos) (Sihotang, 2006).
Dilihat dari syarat fisik, menurut peraturan menteri kesehatan RI
Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak
dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air yang
mempunyai kualitas baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air
bersih) antara lain tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak
berwarna. Dilihat dari syarat kimia, menurut peraturan menteri kesehatan
RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, air bersih yang baik adalah air
yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya
bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As),
Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Mangan ( Mn ),
Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya.
3. Parameter Fisika
a. Suhu
Hardjojo dan Djokosetiyanto ( 2005 ) menyatakan bahwa suhu air
normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat
melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan
faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama- sama dengan
zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis
air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk
menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat digunakan
untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada
tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air
penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan
menimbulkan akibat sebagai berikut:
 Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
 Kecepatan reaksi kimia meningkat.
 Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi, volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan
gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya) (Haslam, 1995
dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu
optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC –
30 oC. Dijelaskan oleh (Romimohtarto, 2002) bahwa suhu yang
berkisar antara 27 0C – 32 0C baik untuk kehidupan organisme
perairan.
Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan
menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati. Suhu dapat
mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi
suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan
pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur
hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi
fitoplankton.
b. Kecerahan
Kecerahan merupakan ciri penentu untuk pencerahan, penglihatan
yang mana suatu sumber dilihat memancarkan sejumlah kandungan
cahaya.dalam kata lain kecerahan adalah pencerahan yang terhasil
dari pada kekilauan sasaran penglihatan, kecerahan merupakan suatu
ukuran dimana cahaya didalam air yang disebabkan oleh adanya
partikel-partikel kaloid dan suspensi dari suatu bahan pencemaran,
antara lain bahan organik dari buangan-buangan industri, rumah
tangga, pertanian yang terkandung di perairan. Kecerahan yang
mendukung adalah apabila pinggan secchi disk mencapai 20-40 cm
dari permukaan. ( Chakroff dalam Syukur, 2002).
c. Total Dissolved Solid
Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat
organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS
menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau
sama dengan milligram per liter (mg/L). Umumnya berdasarkan
definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus
dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6
meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur
kualitas cairan pada pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam
renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan lain-lain. Total
padatan terlarut (TDS) juga dapat diartikan sebagai bahan dalam
contoh air yang lolos melalui saringan membran yang berpori 2,0 m
atau lebih kecil dan dipanaskan 180°C selama 1 jam. Total dissolved
solids yang terkandung di dalam air biasanya berkisar antara 20
sampai 1000 mg/L. Pengukuran total solids dikeringkan dengan suhu
103 sampai 105°C. Digunakan suhu yang lebih tinggi agar air yang
tersumbat dapat dihilangkan secara mekanis.
Analisa total padatan terlarut merupakan pengukuran kualitatif
dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau
hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan
dalam masalah kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total
padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan
kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup
semua kation dan anion terlarut (Oram, B.,2010). Sumber utama
untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,limbah
rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah
kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Bahan kimia
dapat berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan
molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang
timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami
berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah. Sesuai regulasi
dari Enviromental Protection Agency (EPA) USA, menyarankan
bahwa kadar maksimal kontaminan pada air minum adalah sebesar
500 mg/L (500 ppm). Kini banyak sumber-sumber air yang mendekati
ambang batas ini. Saat angka penunjukan TDS mencapai 1000 mg/L
maka sangat dianjurkan untuk tidak dikonsumsi manusia. Dengan
angka TDS yang tinggi maka perlu ditindaklanjuti, dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Umumnya, tingginya angka TDS
disebabkan oleh kandungan potassium, khlorida, dan sodium yang
terlarut di dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka pendek (short-
term effect) tapi ion-ion yang bersifat toksik (seperti timah arsenic,
kadmium, nitrat dan banyak lainnya) banyak juga yang terlarut di
dalam air. Air minum ideal adalah yang memiliki level TDS 0 – 50
ppm, dihasilkan dengan proses reverse osmosis, deionizationm
microflitration, distillation, dan banyak lainnya. Air gunung
(mountain spring) dan yang melalui proses filtrasi karbon berada di
standar kedua. Rata-rata air tanah (air sumur) adalah 150 – 300 ppm,
masih dalam batas aman, namun bukan yang terbaik terutama untuk
para penderita penyakit ginjal.
d. Kecepatan arus
Kecepatan arus adalah gerakan massa air dari satu tempat ke
tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara
horizontal (gerakan ke samping) dengan satuan m/s. Kecepatan arus
dapat dibedakan dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-0,25 m/dtk
yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/dtk yang
disebut arus sedang, kecepatan arus 50 - 1 m/dtk yang disebut arus
cepat, dan kecepatan arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat
cepat (Harahap dalam Ihsan, 2009).
4. Parameter Kimia
a. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh
semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobiik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme
yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya
proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk
pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik).
Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung
kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya, kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70% (HUET,
1970).
Status Kualitas Air berdasarkan kadar Oksigen Terlarut
Kadar Oksigen Terlarut
No. Status Kualitas Air
(DO)
1. Tidak tercemar sampai
> 6,5
tercemar sangat ringan
2. 4,5 – 6,4 Tercemar ringan
3. 2,0 – 4,4 Tercemar sedang
4. < 2,0 Tercemar berat
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas
perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan
reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga
menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik
atau anaerobik.
Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya
adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan
perairan. Sedangkan dalam kondisi anaerobik, oksigen yang
dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih
sederhanna dalam bentuk nutrien dan gas. Oksigen terlarut dapat
dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metode ini secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis
terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2, NaOH-KI, sehingga
akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4atau
HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul iodium (I2) yang ekuivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan
menggunakan indikator larutan amilum.
2. Metoda elektrokimia
Metode ini, menggunakan cara langsung dalam menentukan
oksigen terlarut yakni dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya
adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan
anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO
meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag)dan
anoda timbal (pb). Secara keseluruhan, elektrode ini dilapisi
dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap
oksigen. Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran
oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda
berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut
b. BOD (Biological Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Biologis
BOD (Biological Oxygen Demand) adalah indeks yang
menunjukkan kekotoran air dari buangan dan menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dipakai dalam periode tertentu (biasanya 5 hari),
sewaktu zat organik yang ada di dalam air buangan diuraikan dan
dioksidasikan oleh mikroba. Nilai BOD tersebut digunakan sebagai
tolok ukur adanya kandungan senyawa organik yang dapat di
biodegradasi. Senyawa organik yang berada di dalam perairan akan
dirombak oleh bakteri menggunakan oksigen terlarut, yang akan
menyebabkan turunnya kada oksigen perairan sampai mencapai
tingkat terendah, keadaan ini akan mengganggu keseimbangan
ekologi perairan yang menerima limbah (Yuliana, 2003)
Semakin besar kadar BOD, maka merupakan indikasi bahwa
perairan tersebut telah tercemar. Contohnya berdasarkan
UNESCO/WHO/UNEP tahun 1992, kadar maksimum BOD yang
diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang
kehidupan organisme aquatik adalah 3,0 – 6,0 mg/l (Warlina, 2004).
Selama pemeriksaan BOD, sampel yang diperiksa harus bebas
dari udara luar untuk mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di
udara bebas. Konsentrasi air sampel tersebut juga harus berada pada
suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting untuk
diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas hanya
berkisar + 9 ppm pada suhu 200 C (Sawyer & Mc Carty, 1978).
Berikut ini adalah tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran
perairan.
Tingkat Parameter
Pencemaran DO (ppm) BOD
Rendah >5 0 – 10
Sedang 0–5 10 – 20
Tinggi 0 25
c. CO2
Kandungan CO2 dalam air murni pada tekanan 1 atm dan
temperatur 25 ˚C adalah sekitar 0,4 ppm. Pamungkas (2002).
Karbondioksida (CO2) merupakan gas yang sangat penting dalam
proses fotosintesis pada tumbuhan. Konsentrasi karbondioksida yang
baik adalah kurang dari 25 ppm dan tidak boleh kurang dari 10 ppm.
d. pH
pH adalah ukuran tingkat keasaman dari air atau besarnya
konsentrasi ion H dalam air dan merupakan gambaran keseimbangan
antara asam (H+) dan basa(H-) dalam air. Nilai sangat dipengaruhi
oleh daya produktifitas suatu perairan. Tambunan (2006). pH perairan
dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu
perairan. Nilai pH yang normal adalah sekitar antara 6-8. Air laut
umumnya bersifat alkalis (pH > 7) karena bergaram.
O2 terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan hewan
dan tanaman dalam air. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh
yang besar terhadap biota air sehingga sering digunakan sebagai
parameter atau sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya
keadaan perairan sebagai lingkungan hidup. Fardiez (2000).
Hubungan antara pH air dan kehidupan hewan (ikan) budidaya
pH air Kondisi kultur

< 4.5 Air bersifat toksik

5 – 6.5 Pertumbuhan ikan terhambat; pengaruh pada ketahanan


tubuh
6.5 – Pertumbuhan optimal
9.0
> 9.0 Pertumbuhan ikan terhambat

e. Salinitas
Air tawar memiliki sedikit garam, biasanya kurang <0,5 ppt.
Air dengan salintas 0,5-17 ppt disebut sebagai air payau, yang
ditemukan dimuara sungai dan rawa-rawa garam pantai. Tergantung
pada lokasi dan sumber air tawar, beberapa muara dapat memiliki
salinitas setinggi 30 ppt. Air laut rata-rata 35 ppt, tetapi dapat berkisar
antara 30-40 ppt. Hal ini terjadi karena perbedaan penguapan, curah
hujan, pembekuan, dan lokasi yang berbeda. Salinitas air laut juga
bervariasi dengan kedalaman air karena massa jenis air dan tekanan
meningkat dengan kedalaman. Air dengan salinitas diatas 50 ppt
adalah air asin, meskipun tidak banyak organisme bisa bertahan
dalam konsentrasi garam yang tinggi.
Klasifikasi air berdasarkan tingkat salinitas :
Istilah Salinitas (ppt)

Air tawar
Fresh water < 0,5

Oligohaline 0,5 – 3,0

Air payau
Mesohaline 3,0 – 16,0

Polyhaline 16,0 – 30,0

Air asin (marine) 30,0 – 40,0

5. Parameter Biologi
Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi
perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton.
Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi kesuburan perairan. Fitoplankton merupakan salah satu
parameter biologiyang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi
kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton juga
merupakan penyumbang oksigen terbesar didalam perairan. Pentingnya
peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari menjadikan
fitoplankton berperan penting bagi kehidupan biota laut. Dengan
demikian, keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas
perairan yaknni gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis
fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton
yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena
zat-zat tertentu yang sedang blooming, dapat memberikan gambaran
mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya (Melati dkk, 2005).
Plankton adalah makhluk ( tumbuhan atau hewan ) yang hidupnya,
mengaoung, mengambang, atau melayang didalam air yang kemampuan
renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus.
Plankton berbeda dengan nekton yang berupa hewan yang memiliki
kemampuan aktif berenang bebas, tidak bergantung pada arus air,
contohnya : ikan, cumi – cumi, paus, dll. Bentos adalah biota yang
hidupnya melekat pada, menancap, merayap, atau membuat liang didasar
laut, contohnya: kerang, teripang, bintang laut, karang, dll. Plankton
merupakan kumpulan dari organisme pelagis yang sangat mudah hanyut
oleh gerakan massa air. Plankton berbeda dengan nekton (ikan) yang juga
merupakan organisme pelagis yang dapat berenang cukup kuat sehingga
dapat melawan gerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaan
dengan bentos yang terdiri dari organisme yang hidup di dasar perairan
(Stewart, 1986).
Analisis keanekaragaman, dapat memberi gambaran mengenai
stabilitas komunitas yang ada di suatu lokasi. Indeks keanekaragaman
tinggi menunjukkan komunitas yang berada pada suatu lokasi tersebut
berada dalam keadaan stabil karena jenis komunitas yang mampu hidup
dan beradaptasi dengan kondisi lingkungannya sangat banyak (Ferianita,
2005). Menurut Ferianita, (2005) indeks keanekaragaman Shannon
Wiener dapat diketahui menggunakan rumus pada persamaan :

Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman Shannon Wiener
N = total jumlah individu
Ni = total individu spesies ke-i
Dengan kriteria sebagai berikut :
H` : Keanekaragaman rendah
1 <H`< 3 : Keanekaragaman sedang
H`> 3 : Keanekaragaman tinggi
Plankton sebagai bioindikator kualitas suatu perairan terutama
perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi
plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut. Fluktuasi
dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama perubahan berbagai
faktor lingkungan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi populasi
plankton adalah ketersediaan nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi
berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan
menyebabkan terjadinya ledakan populasi fioplankton dan proses ini akan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas
perairan (Umar, 2002). Dalam klasifikasinya, organisme plankton dapat
dibedakan berdasakan:
1) Berdasarkan Fungsi
Plankton digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu:
a) Fitoplankton
Fitoplankton atau plankton nabati adalah tumbuhan yang
hidupnya mengapung atau melayang di perairan. Ukurannya
sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang.
Umumnya fitoplankton berukuran 2 µm – 200 µm (1 µm = 0,001
mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal
(Anonim1, 2010).
Fitoplankton mempunyai fungsi penting di perairan karena
bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan sendiri bahan
organik makanannya. Selain itu, fitoplankton juga mampu
melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik karena mengandung klorofil dan karena kemampuannya
ini fitoplankton disebut sebagai primer producer (Stewart, 1986).
Bahan organic yang diproduksi fitoplankton menjadi
sumber energi untuk menjalan segala fungsi faalnya. Tetapi,
disamping itu energi yang terkandund didalam fitoplankton
dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti
udang, ikan, cumi – cumi sampai ikan paus yang berukuran
raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara langsung atau
tidak langsung melalui rantai makanan.
b) Zooplankton
Zooplankton atau plankton hewani adalah hewan yang
hidupnya mengapung atau melayang dalam perairan.
Kemampuan berenangnya sangat terbatas hingga keberadaannya
sangat ditentukan kemana arus membawanya. Zooplankton
bersifat heterotrofik, artinya tidak dapat memproduksi sendiri
bahan organik dari bahan anorganik. Jadi zooplankton lebih
berperan sebagai konsumen (consumer) bahan organik (Mukayat,
1994).
Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2 – 2 mm, tetapi
ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa
berukuran sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum
ditemui antara lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid),
misid (mysid), amfipod (amphipod, kaetognat (chaetognath).
Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan
estuaria di depan muara sampai ke perairan di tengah samudra,
dari perairan tropis hingga ke perairan kutub.
Zooplankton ada pula yang dapat melakukan migrasi
vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua
hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di
dasar laut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai
zooplankton yaitu ketika masih berupa telur dan larva (Mukayat,
1994).
c) Bakterioplankton
Bakterioplankton merupakan bakteri yang hidup sebagai
plankton. Bakterioplankton mempunyai ciri yang khas,
ukurannya sangat halus (umumnya < 1 µm), tidak mempunyai
inti sel dan umumnya tidak mempunyai klorofil yang dapat
berfotosintesis (Dianthani, 2003). Fungsi utamanya dalam
ekosistem laut adalah sebagai pengurai (decomposer). Semua
biota laut yang mati akan diuraikan oleh bakteri sehingga akan
menghasilkan hara seperti fosfat, nitrat, silikat, dan sebagainya.
Hara ini kemudian akan didaurulangkan dan dimanfaatkan lagi
oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis (Dianthani, 2003).
d) Virioplankton
Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plankton.
Virus ini ukurannya sangat kecil (kurang dari 0,2 μm) dan
menjadikan biota lainnya, terutama bakterioplankton dan
fitoplankton, sebagai inang (host). Tanpa inangnya virus ini tak
menunjukkan kegiatan hayati. Virioplankton dapat memecahkan
dan mematikan sel-sel inangnya (Dianthani, 2003).
2) Berdasarkan ukuran
Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil
kingga yang besar. Dulu orang menggolongkan plankton dalam tiga
kategori berdasarkan ukurannya, yakni:
a. Plankton jaring (netplankton): plankton yang dapat tertangkap
dengan jaring dengan mata jaring (mesh size) berukuran 20 ,um,
atau dengan kata lain plankton berukuran lebih besar dari 20 ,um.
b. Nanoplankton: plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar
dari 2,um. Atau berukuran 2-20 ,um;
c. Ultrananoplankton: plankton yang berukuran lebih kecil dari 2
µm.
Kini, dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik
memilah-milah partikel yang sangat halus, penggolongan plankton
berdasarkan ukurannya lebih berkembang. Penggolongan di bawah
ini diusulkan oleh Sieburth dkk. (1978) yang kini banyak diacu orang.
a. Megaplankton (20-200 cm)
Ada juga yang menyebutnya megaloplankton. Banyak ubur-
ubur termasuk dalam golongan ini. Ubur-ubur Schyphomedusa,
misalnya bisa mempunyai ukuran diameter payungnya sampai
lebih dari satu meter, sedangkan umbai-umbai tentakelnya bisa
sampai beberapa meter pajangnya. Plankton raksasa yang
berukuran terbesar di dunia adalah ubur-ubur Cyanea arctica
yang payungnya bisa berdiameter lebih dua meter dan dengan
panjang tentake130 m lebih .
b. Makroplankton (2-20 cm)
Contohnya adalah eufausid, sergestid, pteropod. Larva ikan
banyak pula termasuk dalam golongan ini.
c. Mesoplankton (0,2-20 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini,
seperti kopepod, amfipod, ostrakod, kaetognat. Ada juga beberapa
fitoplankton yang berukuran besar masuk dalam golongan ini
seperti Noctiluca.
3) Berdasarkan daur hidupnya plankton dibagi menjadi :
a) Holoplankton
Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh daur
hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari telur, larva,
hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton termasuk dalam
golongan ini. Contohnya: kokepod, amfipod, salpa, kaetognat.
Fitoplankton termasuk juga umumnya adalah holoplankton
(Anonim1, 2010).
b) Meroplankton
Plankton dari golongan ini berperan sebagai plankton hanya
pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yaitu pada tahap
sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah
menjadi nekton, yaitu hewan yang dapat aktif berenang bebas,
atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar
laut. Oleh sebab itu, meroplankton disebut sebagai plankton
sementara (Anonim1, 2010).
Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya
mempunyai bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya.
Larva crustacea seperti udang dan kepiting mempunyai
perkembangan larva yang bertingkat-tingkat dengan bentuk yang
sedikitpun tidak menunjukkan persamaan dengan bentuk yang
dewasa (Anonim1, 2010).
c) Tikoplankton
Tikoplankton sebenarnya bukan plankton yang sejati karena
biota ini dalam keadaan normalnya hidup di dasar laut sebagai
bentos. Namun karena gerak air menyebabkan ia terlepas dari
dasar dan terbawa arus mengembara sementara sebagai plankton
(Anonim1, 2010).
F. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Botol Pengambilan Sampel 1 Buah
b. DO Meter 1 Set
c. pH Pen 1 Set
d. Refraktometer Salinitas 1 Set
e. Secchi disk 1 Buah
f. Gelas Kimia 1 Buah
g. Termometer 1 Buah
h. TDS Meter 1 Buah
i. Botol vial 1 Buah
j. Pipet Tetes 1 Buah
2. Bahan
a. Air Sampel (contoh uji) Secukupnya
b. Aquades Secukupnya
G. Alur Kerja
 Pengambilan Sampel Uji
1. Menyiapkan alat pengambil contoh uji sesuai saluran pembuangan
dalam keadaan steril
2. Membilas alat dengan contoh uji sebanyak 3 kali
3. Mengambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan
dalam penampung kemudian dihomogenkan
4. Melakukan pengujian parameter suhu, kekeruhan, oksigen terlarut,
salinitas, dan pH dengan segera
 Pengukuran Kecerahan/Kedalaman
1. Memasukkan secchi disk ke dalam titik pengambilan samper air
limbah (Boozem)
2. Menurunkan tali hingga alat tidak terlihat lalu ditandai
3. Mengukur panjang tali dari secchi disk dan yang terlihat sampai ujung
tali
4. Mencatat hasil yang diperoleh
 Mengukur TDS (Total Dissolved Solid)
1. Menyiapkan TDS meter
2. Membilas dengan aquades dan bersihkan dengan tissue
3. Menyalakan TDS meter
4. Memasukkan TDS meter kedalam contoh uji
5. Menunggu hingga TDS contoh uji muncul pada layar TDS
6. Mencatat hasil yang diperoleh
 Pengukuran pH
1. Menyiapkan pH Pen
2. Membilas dengan aquades dan bersihkan dengan tissue
3. Menyalakan pH Pen
4. Memasukkan pH Pen kedalam contoh uji
5. Menunggu hingga pH contoh uji muncul pada layar pH Pen
6. Mencatat hasil yang diperoleh
 Pengukuran Oksigen Terlarut dan Suhu
1. Menyiapkan alat DO Meter dalam keadaan steril
2. Mengkalibrasi alat DO Meter
3. Membilas dengan aquades dan dibersihkan dengan tissue
4. Menyalakan DO Meter
5. Memasukkan alat DO Meter ke dalam larutan sampel
6. Menunggu hingga keluar kadar oksigen dengan satuan ppm
7. Mencatat hasil yang diperoleh
 Pengukuran Salinitas
1. Membersihkan Refraktometer salinitas dan dibilas dengan akuades
2. Meneteskan contoh uji pada prisma hingga basah
3. Menutup penutup prisma hingga terlihat basah sempurna
4. Membaca hasil salinitas air
5. Mencatat hasil yang diperoleh
H. Data Pengamatan
Berikut ini merupakan data pengamatan kualitas air di Boozem FMIPA
UNESA :
Tabel Hasil Pengamatan Kualitas Air Boozem FMIPA UNESA
No Parameter Hasil Pengamatan
1 Suhu 31,8oC
2 Kecerahan/Kedalaman 79 cm
3 TDS 8,59 ppm
4 pH 8,67
5 DO 10,23 ppm
6 Salinitas 0

I. Analisis dan Pembahasan


Pada percobaan ini berjudul “Penentuan Kualitas Air Boozem FMIPA
UNESA” yang bertujuan untuk mengetahui kualitas air di Boozem FMIPA
UNESA. Penentuan kualitas air ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengetahui tingkat pencemaran air di Boozem UNESA, sehingga dapat
dilakukan suatu pengolahan air limbah jika tingkat pencemaran air di
Boozem UNESA tinggi.Kualitas air ini diuji dengan menggunakan dua
parameter yaitu parameter fisika dan parameter kimia. Parameter fisika
ditinjau dari 3 aspek yaitu suhu, kedalaman/kecerahan dan Total Dissolved
Solid (TDS). Parameter kimia ditinjau dari 3 aspek yaitu pH, DO, dan
Salinitas.
Langkah peirtama dalam percobaan ini ialah menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam uji. Selanjutnya ialah mengambil sampe
J. Kesimpulan dan Saran

K. Daftar Pustaka

L. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai