Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Untuk Memenuhi Praktikum Matakuliah Pengolahan Air Minum


Jurusan Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Nama : Yesinta Bella Savitri
NIM : G1B013087
Kelompok :5

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
ACARA I
PEMERIKSAAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TSS)

Disusun Untuk Memenuhi Praktikum Matakuliah Pengolahan Air Minum


Jurusan Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Nama : Yesinta Bella Savitri
NIM : G1B013087
Kelompok :5

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam
kehidupan manusia dan digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan
sehari-hari, termasuk kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, rekreasi, olahraga dan sebagainya. Dewasa ini, masalah utama
sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi
kebutuhan manusia yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan
domestik terus menurun khususnya untuk air minum. Sebagai sumber air
minum masyarakat, air harus memenuhi beberapa aspek yang meliputi
kuantitas, kualitas dan kontinuitas (WHO, 2004).
Jika kita tinjau dari segi kualitas, air bersih yang digunakan harus
memenuhi syarat secara fisik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Sutrisno dan
Suciastuti (2002), persyaratan secara fisik meliputi air harus jernih, tidak
berwarna, tidak berasa/tawar, tidak berbau, temperatur normal dan tidak
mengandung zat padatan (dinyatakan dengan TS, TSS dan TDS). Persyaratan
secara kimia meliputi derajat keasaman, kandungan oksigen, bahan organik
(dinyatakan dengan BOD, COD, dan TOC), mineral atau logam, nutrien/hara,
kesadahan dan sebagainya (Kusnaedi, 2002). Adapun Penilaian kualitas
perairan secara biologi dapat menggunakan organisme sebagai indikator
(Sutjianto, 2003).
Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan untuk mengetahui baku
mutu air adalah melalui pengukuran kandungan zat padatan TSS ( Total
Suspended Solid) dan TDS (Total Dissolve Solid ).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui zat padat
tersuspensi dalam sampel air sungai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor
utama pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010). Air
merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-
limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan
manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi, 2003).
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0° C (32° F) –
100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku dan suhu 100°C
merupakan tit ik didih.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat
sebagai penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini
memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses
perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas
yang besar.
4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia. Sifat ini memungkinkan air digunakan sebagai pencuci
yang baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan
air.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan yang
tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik
(higher wetting ability).
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehinga es memiliki nilai densitas
(massa/volume) yang lebih rendah dari pada air (Effendi, 2003).

B. Sumber Air
Sumber air yang digunakan sehari-hari haruslah memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Air di bumi selalu mengalami siklus hidrologi sehingga
dikenal 4 (empat) sumber air di bumi yaitu : (Sutrisno, 2006)
1. Air Laut
Air laut merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat
luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Mempunyai sifat
asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut
3%. Dengan keadaan ini; maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air
minum. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan
garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya
natrium, ka lium, ka lsium, dll. Apabi la air sungai menga lir ke laut an, air
tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat
menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air
laut menjadai asin karena banyak mengandung garam.
2. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah
merupakan sumber air tawar terbesar, mencakup kira-kira 30% dari total
air tawar atau 10,5 juta km3. Air tanah terbentuk dari air hujan yang jatuh
ke permukaan bumi dan meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah
dan akar tanaman, dan kemudian tertahan pada lapisan tanah membentuk
lapisan yang mengandung air tanah (Aquifer). Akhir-akhir ini
pemanfaatan air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa
tempat tingkat eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan.
Air tanah biasanya diambil, baik untuk sumber air minum dan air bersih
maupun untuk irigasi (Suripin, 2002).
3. Air Atmosfir, Air Meteorologik
Dalam keadaan murni, air sangat bersih, karena dengan adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan
lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan
mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupu n bak-
bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan).
Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun
4. Air Permukaan.
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun,
kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini, untuk masing-
masing air permukaan akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran
air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia
dan bakteriologi (Sutrisno, 2002).
Air permukaan ada 2 macam yakni :
a. Air sungai
Sungai mempunyai karakteristik umum yaitu debit aliran,
pengeluaran, dan fluktuasi kualitas air sepanjang tahun, hari bahkan jam.
Debit aliran minimum biasanya terjadi pada akhir periode musim kering.
Debit aliran maksimum yang disertai kualitas air yang buruk biasanya
terjadi sesudah hujan lebat selama periode musim hujan. Dalam
penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan
yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat
mencukupi.
b. Air rawa/danau
Air danau adalah sejumlah air tawar yang terakumulasi di suatu tempat
yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran
sungai, atau karena adanya mata air. Kebanyakan air rawa/danau ini
berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah
membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan warna kuning coklat. Danau dapat memiliki manfaat serta
fungsi seperti untuk irigasi pengairan sawah, ternak serta kebun, sebagai
objek pariwisata, sebagai PLTA atau pembangkit listrik tenaga air, sebagai
tempat usaha perikanan darat, sebagai sumber penyediaan air bagi
makhluk hidup sekitar dan juga sebagaipengendali banjir dan erosi
(Sutrisno, 2002).

C. Zat padat
Zat padat yang berada dalam air (solid) dapat didefinisikan sebagai
materi yang tersisa (residu) jika contoh air diuapkan dan dikeringkan pada
temperature 103-105°. Untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada
waktu penguapan ataupun pada waktu pengeringan pada temperature tersebut
tidak termasuk dalam definisi diatas. Residu dari penguapan dan pemanasan
tersebut dapat berupa senyawa organik atau anorganik, baik dalam bentuk
terlarut ataupun yang tersuspensi dalam air. Adapun pengukuran solid dalam
air dibedakan atas : Total Solid (TS), Total Suspended Solid (TSS), Total
Dissolved Solid (TDS), Fixed Total Solid (FTS), Fixed Suspended Solid
(FSS), Fixed Dissolved Solid (FDS), Volatile Total Solid (VTS), Volatile
Suspended Solid (VSS), Volatile Dissolved Solid (VDS). Pada percobaan kali
ini, kita hanya akan membahas mengenai Total Solid (TS), Total Suspended
Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS).
1. Total Solid
Total padatan (total solids) adalah semua bahan yang terdapat dalam
contoh air setelah dipanaskan pada suhu 103°-105°C selama tidak kurang
dari 1 jam. Bahan ini tertinggal sebagai residu melalui proses evaporasi.
Total solid pada air terdiri dari total padatan terlarut (total dissolved
solids) dan total zat padat tersuspensi (total suspended solids).
2. Total Dissolved Solid
Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat
organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS
menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau
sama dengan milligram per liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi
diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat
melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter).
Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan
pada pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia,
pembuatan air mineral, dan lain-lain. Total padatan terlarut (TDS) juga
dapat diartikan sebagai bahan dalam contoh air yang lolos melalui
saringan membran yang berpori 2,0 m atau lebih kecil dan dipanaskan
180°C selama 1 jam. Total dissolved solids yang terkandung di dalam air
biasanya berkisar antara 20 sampai 1000 mg/L. Pengukuran total solids
dikeringkan dengan suhu 103 sampai 105°C. Digunakan suhu yang lebih
tinggi agar air yang tersumbat dapat dihilangkan secara mekanis.
Analisa total padatan terlarut merupakan pengukuran kualitatif dari
jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau hubungan ion.
Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah kualitas
air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan
sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber
padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion terlarut
(Oram, B.,2010). Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah
limpahan dari pertanian,limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia
yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan
klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi
dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida
yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami
berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah. Sesuai regulasi dari
Enviromental Protection Agency (EPA) USA, menyarankan bahwa kadar
maksimal kontaminan pada air minum adalah sebesar 500 mg/L (500
ppm). Kini banyak sumber-sumber air yang mendekati ambang batas ini.
Saat angka penunjukan TDS mencapai 1000 mg/L maka sangat dianjurkan
untuk tidak dikonsumsi manusia. Dengan angka TDS yang tinggi maka
perlu ditindaklanjuti, dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Umumnya,
tingginya angka TDS disebabkan oleh kandungan potassium, khlorida,
dan sodium yang terlarut di dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka
pendek (short-term effect) tapi ion-ion yang bersifat toksik (seperti timah
arsenic, kadmium, nitrat dan banyak lainnya) banyak juga yang terlarut di
dalam air. Air minum ideal adalah yang memiliki level TDS 0 – 50 ppm,
dihasilkan dengan proses reverse osmosis, deionizationm microflitration,
distillation, dan banyak lainnya. Air gunung (mountain spring) dan yang
melalui proses filtrasi karbon berada di standar kedua. Rata-rata air tanah
(air sumur) adalah 150 – 300 ppm, masih dalam batas aman, namun bukan
yang terbaik terutama untuk para penderita penyakit ginjal.
3. Total Suspended Solid
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran
partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS
menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak
dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-
bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution,
2008).
TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang
heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling
awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu
perairan (Tarigan dan Edward, 2003). Penetrasi cahaya matahari ke
permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat
terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga fotosintesis tidak
berlangsung sempurna. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan
penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan dengan
membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan.
Oleh karena itu nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.
Kekeruhan sendiri merupakan kecenderungan ukuran sampel untuk
menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya
partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat
optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan
ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung
1.000 mg/L dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang
berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung 1.000 mg/L coarsely
ground talcum . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang
berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg/L ground pepper,
meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama. TSS
berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran sungai. TSS
sangat bervariasi, mulai kurang dari 5 mg/L yang yang paling ekstrem
30.000 mg/L di beberapa sungai. TSS ini menjadi ukuran penting erosi di
alur sungai. TSS tidak hanya menjadi ukuran penting erosi di alur sungai,
juga berhubungan erat dengan transportasi melalui sistem sungai nutrisi
(terutama fosfor), logam, dan berbagai bahan kimia industri dan pertanian.

D. Metode Gravimetri
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat
atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen
dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan, demgan kata lain
metode gravimetric menitikberatkan pada prinsip pemurnian dan
penimbangan. Selain itu juga, Analisis gravimetric dapat didefinisikan sebgai
suatu proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu.
Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi
transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera
diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Adapun kinerja
metode ini yakni memerlukan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya,
selain itu memerlukan peralatan yang cukup sederhana seperti neraca dan
oven, tidak memerlukan kalibrasi karena hasilnya didasarkan pada berat
molekul, berkerja pada padatan yang mudah larut ataupun yang tidak mudah
larut. Persiapan Larutan Sampel dan pereaksi :
1. Pengendapan
2. Penyaringan
3. Pencucian
4. Pengeringan atau pemijaran
5. Penimbangan
6. Perhitungan
Analisis gravimetric dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut
dapat terpenuhi :
1. Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna,
endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut
2. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dengan
larutan (dengan penyaringan)
3. Endapan yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik tertentu
(dapat diubah menjadi system senyawa tertentu dan harus bersifat murni
atau dapat dimurnikan lebih lanjut

E. Dasar perhitungan kosentrasi TS, TDS dan TSS


1. TS = 1000/V x (E-A) x 1000 = …..mg/L
2. TDS = 1000/V × (F – B) × 1000 = …. mg/L
3. TSS = 1000/V × {G (C + D)} × 1000 = …. mg/L
Keterangan:
A = berat Cawan penguap 1 (g)
B = berat Cawan penguap 2 (g)
C = berat Cawan penguap 3 (g)
D= berat Kertas Saring (g)
E = berat Cawan penguap 1 + residu total (g)
F = berat Cawan penguap 2 + residu terlarut (g)
G= berat Cawan penguap 3 + kertas saring filtrate (g)
V = volume sampel air (mL)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. METODE
Metode analisis yang digunakan yaitu Gravimetri
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Oven
b. Timbangan analitik
c. Gelas kimia
d. Penjepit stainless steel
e. Cawan petri
f. Eelenmeyer 100ml
g. Gelas ukur
2. Bahan
a. Kertas saring Wathman
b. Aquades
c. Sampel aing sungai masjid Ar-Razy
C. PROSEDUR KERJA
1. Persiapan Kertas Saring

Kertas saring dioven pada suhu ±105°C selama 1jam

Diamkan dalam desikator selama 15 menit

Ditimbang dengan neraca analitik


2. Perlakuan Sampel

Sampel 50 ml dituang kecorong yang telah


dilapisi kertas saring

Ambil dan masukan ke dalam desikator selama


15 menit

Kertas saring dimasukan ke dalam oven demgan


suhu 103°C  105°C selama 1 jam

Timbang kertas saring dengan neraca analitik


D. HASIL
No. Hasil Keterangan
1. Kertas saring sebelum
diberi perlakuan beratnya
sebesar 0,3 gr.

Kertas saring setelah diberi


perlakuan, dengan air
sungai dan telah di oven
pada suhu 103°C  105°C
selama 1 jam. Setelah
ditimbang didapatkan hasil
yang sama yaitu 0,3 gr.
Persiapan kertas saring di dapatkan berat konstan
a = 0,3 gr  0,0003 mg
b = 0,3 gr  0,0003 mg
1000 (𝑏−𝑎)𝑚𝑔
TSS = ×
50 𝐿
1000 (0,0003−0,0003)𝑚𝑔
= ×
50 𝐿

= o mg/L
Interpretasi hasil
Tidak ada kandungan TSS dalam sampel air sungai di dekat masjid
(0mg/L), hal ini sesuai dengan Permen LH No 1 tahun 2010 bahwa NAB
TSS adalah 100 mg/L.

E. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, kita menggunakan sampel air yang berisi
padatan yang terlarut dan yang tersuspensi. Pada uji coba,kita menentukan
padatan tersuspensi dengan langsung menuangkan sampel air. Pada penentuan
kadar padatan tersuspensi di dalam sampel air ini digunakan metode
gravimetri dengan cara mengendapkan padatan tersuspensi yang terkandung
di dalam sampel air yang akan dianalisa. Pengendapan dilakukan dengan cara
menyaring sampel air menggunakan kertas saring sehingga keduanya menjadi
terpisah, dimana padatan tersuspensi memiliki ukuran molekul yang lebih
besar dari pada padatan terlarut sehingga padatan tersuspensi ini akan
tertinggal pada kertas saring saat penyaringan dilakukan, sedangkan padatan
terlarut berhasil lewat dari saringan.
Persiapan pertama dalam praktikum ini yaitu dilakukan penimbangan
kertas saring yang sudah dioven sebelum dituangkan sampel air. Setelah
ditimbang didapat berat kertas saring sebelum perlakuan yaitu 0,0003 mg/L.
Kemudian mempersiapkan sampel air sungai 50ml yang terlebih dahulu di
tuangkan ke gelas ukur kemudian dituangkan ke corong yang telah dilapisi
kertas saring yang sebelumnya telah dioven terlebih dahulu pada suhu 105°C
selama 1 jam. Endapan yang tertinggal pada kertas saring sebagai padatan
tersuspensi (TSS) dan juga padatan yang tidak ikut tersaring (TDS) ini
kemudian diletakkan pada wadah berupa cawan penguap kemudian dilakukan
pemanasan di dalam oven dengan suhu 103°-105⁰C selama 1 jam yang juga
bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada kertas saring
maupun endapan sehingga akan diperoleh berat padatan tersuspensi yang
akurat dan padatan yang terlarut juga.
Tahap terakhir yaitu dilakukan penimbangan kertas saring setelah
perlakuan, didapatkan berat kertas saring yaitu 0,0003 mg/L. Setelah
ditimbang dan setelah dimasukan kedalam perhitungan maka didapatkan hasil
konsentrasi total solid yaitu 0 mg/L. Berdasarkan hasil perhitungan dapat di
intepretasi bahwa tidak ada kandungan TSS dalam sampel air sungai di dekat
masjid. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
tahun 2015, hasil pengukuran TSS air selama penelitian memperlihatkan
bahwa TSS air pada masing-masing stasiun penelitian tidak menunjukan
variasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan PERMEN LH No.1 tahun 2010
bahwa NAB TSS adalah 100 mg/L. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Mutiara pada tahun 2015 bahwa kandungan TSS dapat dipengaruhi oleh
kecepatan arus dan masing-masing lokasi sungai.
Kondisi lokasi pada saat pengambilan sampel yaitu pada saat setelah
hujan. Namun pada hasil uji, didapatkan hasil bahwa tidak ada kandungan
TSS dalam sampel air. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Mutiara, bahwa kondisi setelah hujan mempengaruhi kekeruhan pada air
akibat debit air sungai meningkat. Hal serupa juga dijelaskan pada penelitian
Ratna pada tahun 2011 yang berpendapat pada musim hujan, kekeruhan
semakin meningkat dengan nilai TSS yang semakin besar. Air sungai
berwarna coklat keruh. Nilai TSS dari hulu, tengah dan hilir berturut 3-126
mg/L, 114-164 mg/L dan 172-181 mg/L.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Pengukuran Total Suspended Solid dengan metode gravity meliputi proses


pengendapan dan penyaringan, pengeringan atau pemijaran, penimbangan dan
perhitungan
2. Persiapan kertas saring didapatkan berat konstan
a = 0,3 gr atau 0,0003 mg
b = 0,3 gr atau 0,0003 mg
3. Nilai konsentrasi Total suspended Solid sampel air yakni sebesar 0 mg/L
4. Tidak ada kandungan TSS dala sampel air sungai di dekat masjid (0mg/L)
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. 2015. Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran di Danau Pondik
Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Edward dan Tarigan, M.S. (2003). “Pengaruh Musim Terhadap fluktuasi Kadar
Fosfat dan Nitrat di Laut Banda”. Makara, Sains. 7, (2), 82-89

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Air dan
Lingkungan, Kanisius, Yogyakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No.03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan
Industri

Mutiara, R., 2015. Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) pada Perairan Sungai
Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung. Jurnal Online Institusi
Teknologi Nasional.

Nasution, M.I., 2008, Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi
Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok
Merangkir,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14242/1/09E00091.pdf,
diakses tanggal 12 Desember 2016

Oram, B., 2010. Total Dissolved Solids, http://www.water-


research.net/totaldissolvedsolids.htm, diakses tanggal 12 Desember 2016

Ratna, S., 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten. Jurnal Institut
Pertanian Bogor.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sutjianto., 2003. Biodeversitas Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan, FMIPA


UNHAS, Makassar.

Sutrisno, T.dan E. Suciastuti. 2002. Teknologi Penyedian Air Bersih, Rineka


CiptaJakarta.

WHO., 2004. Guidelines for Drinking Water Quality, World Health Organization,
Geneva
LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran II

Gambar 1. Alat dan bahan praktikum

Gambar 2. Penimbangan kertas saring


Gambar 3. Air sampel sebanyak 50ml

Gambar 4. Proses penyaringan


Gambar 5. Hasil akhir praktikum
ACARA II
PEMERIKSAAN COLIFORM

Disusun Untuk Memenuhi Praktikum Matakuliah Pengolahan Air Minum


Jurusan Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Nama : Yesinta Bella Savitri
NIM : G1B013087
Kelompok :5

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air minum adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Air
minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Air minum yang baik adalah air yang memenuhi persyaratan seperti bebas
dari cemaran mikroorganisme maupun bahan kimia yang berbahaya dan tidak
berasa, berwarna, dan berbau (Kepmenkes, 2002).
Manusia sering dihadapkan pada situasi yang sulit dimana sumber air
tawar sangat terbatas dan di lain pihak terjadi peningkatan kebutuhan. Namun
tidak semua air baku dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan air
minum, hanya air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum yang
dapat digunakan untuk air minum (Meidhitasari, 2007). Air minum aman
untuk kesehatan apabila memenuhi persyaratan secara fisika, mikrobiologi,
kimia, dan radioaktif. Secara mikrobiologi sendiri parameter penentuan
kualitas airnya adalah total bakteri Coliform dan Eschericia coli (Permenkes,
2010). Uji kualitas secara mikrobiologi sendiri dilakukan dengan Most
Probable Number Test. Jika di dalam 100 ml sampel air didapatkan sel bakteri
Coliform memungkinkan terjadinya diare dan gangguan pencernaan lain
(Suriawiria, 2008).
Sebagian besar kebutuhan air minum masyarakat selama ini dipenuhi
dari air sumur dan juga air yang disuplai oleh Perusahaan Air Minum (PAM).
Akan tetapi, dengan semakin majunya teknologi diiringi dengan semakin
sibuknya aktivitas manusia maka masyarakat cenderung memilih cara yang
lebih praktis dalam memenuhi kebutuhan air minum. Salah satu alternatif
pemenuhan kebutuhan air minum adalah dengan menggunakan air minum
dalam kemasan (AMDK) (Pracoyo, 2006).
Meskipun dianggap praktis bagi sebagian masyarakat, namun belum
tentu air tersebut terjamin keamanan produksinya. Banyak berbagai masalah
kesehatan yang disebabkan oleh air minum, salah satu contohnya yaitu
kontaminasi bakteri coliform. Hal ini mengindikasikan buruknya kualitas air
minum. Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis untuk sanitasi
pengolahan air minum (Suprihatin, 2003).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui keberadaan bakteri
coliform dalam sampel air kemasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Air
Air merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup, baik untuk
kebutuhan pokok, sanitasi, ekosistem, pertanian, industry dan lainya.
(Mulyanto, 2007) terutama manusia, bagi sumber kehidupan itu sendiri 70%
tubuh manusia terdiri dari air (Irwan, 2007) yang kesemuanya memiliki fungsi
yang amat penting, terutama untuk fungsi metabolise sel didalam tubuh
(Irwan, 2007). Oleh karena kebutuhan yang penting itu, maka kualitas dan
kuantitas harus tercukupi demi tetap menjaga kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia.
1. Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai
sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air
angkasa (hujan), air permukaan dan air tanah (Budiman, 2014) :
a. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau
pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut
cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer.
Pencemaran yang berlangsung diatmosfer itu dapat disebabkan oleh
partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon dioksida,
nitrogen, dan aonia.
b. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,
telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar
berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan
tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah,
sampah, maupun lainya.
c. Air tanah
Ait tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau
penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara
alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam
perjalananya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik
dan lebih murni dibandingkan ai permukaan. Air tanah memiliki
beberapa kelebihan dibanding sumber air lain. Pertama, air tanah
biasanya bebas dari kuan penyakit dan tidak perlu mengalami proses
purifikasi atau penyernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia
sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air
tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding
sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral semacam
magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan
kesadahan air. Selain itu, untuk engisap dan mengalirkan air ke atas
permukaan, diperlukan pompa.
(Budiman, 2014).
2. Sumber Air Bersih dan Aman
Air yang dipruntukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari
sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih
dan aman tersebut, antara lain :
a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c. Tidak berasa dan tidak berbau
d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domistik dan rumah
tangga.
e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departmen Kesehatan RI.
Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-
bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri (Budiman,
2014).

B. Air Minum Dalam Kemasan


Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam
Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung
tanpa harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air dalam kemasan
mencakup air mineral dan air demineral. Air mineral adalah air minum dalam
kemasan yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa
menambahkan mineral, sedangkan air demineral merupakan air minum dalam
kemasan yang diperoleh melalui proses pemurnian seperti destilasi, reverse
osmosis, dan proses setara (BSN, 2006).
Air minum dalam kemasan secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu kemasan galon (19 liter) dan small/single pack. Kemasan
galon biasanya dilakukan pengisisan ulang baik oleh prodeusen bermerek
maupun depot air minum isi ulang (tanpa merek), dan lebih banyak
dikonsumsi oleh konsumen yang berada di perkantoran, hotel, dan rumah
tangga. Sedangkan konsumen utama AMDK kemasan Small/single pack atau
kemasan yang dapat dibawa secara praktis seperti kemasan 1500 ml/600 ml
(botol), 240 ml/220 ml (gelas) dikonsumsi orang-orang yang sedang
melakukan perjalanan (Arif, 2009).
Penyediaan air bersih selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus
memenuhi standar yang berlaku. Karena air baku belum tentu memenuhi
standar, maka dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum.
Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks
tergantung kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin
tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan
kuman, maka disinfeksi saja sudah cukup, tetapi apabila air baku semakin
jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap (Budiman, 2014).
Diperlukan empat persyaratan pokok air minum:
a. Persyaratan biologis, berarti air minum itu tidak boleh mengandung
mikroorganisme.
b. Persyaratan fisik, kondisi fisik air minum terdiri dari kondisi fisik air
pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan
bau.
c. Persyaratan kimiawi menjadi penting karena banyak sekali
kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan
karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh.
d. Persyaratan radiologis sering juga dimasukkan sebagai persyaratan
fisik, pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar
reaktor nuklir.
Keempat persyaratan air minum diatas yang paling mudah diatasi adalah
masalah pencemaran biologis karena dapat diatasi dengan mendidihkan air
agar mikroorganisme mati (Kepmenkes, 2002)

C. Definisi Bakteri Coliform


Bakteri coliform sesuai dengan famili Enterobacteriaceae dan bagian
karakter kultur yang hamper sama. Typical genus-genus dijumpai dalam
suplai air adalah Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafria, Klebsiela,
Serratia dan Yersinia. Bakteri coliform didefinisikan sebagai bakteri gram
negative, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang mampu tumbuh
pada kondisi aerobik dan fakultatif aerobik yang ada di garam empedu atau
agen permukaan aktif lainya dengan kekhasan penghambat pertumbuhan yang
hamper sama. Biasanya fermentasi laktosa pada suhu 37°C dalam 48 jam,
proses enzin β galctosidase dan oxsidase-negative (Westwood, 2002)
Karakter proses bakteri fekal Coliform dari bakteri coliform tapi
mampu untuk membawa keluar fermentasi laktosa pada suhu 44°C. Istilah
fekal colirom adalah tidak terdapat dan digunakan untuk mendeskripsikan
bakteri koliform yang disangkakan berasal dari fekal istilah “thermotolerant
coliform” digunakan untuk mendiskripsikan bakteri coliform (Westwood,
2002).

D. Pemeriksaan Coliform Metode MPN (most probable number)


MPN adalah metode estimasi perhitungan jumlah mikroba dalam air
berdasarkan statistic. Hasil positif dan negative diperoleh ketika menguji
sejumlah tabung dari peningkatan dilusi yang terdokumentasi. Metode MPN
dapat digunakan untuk mengestimasikan jumlah coliform atai E. coli di dalam
air atau limbah air lima kali lipat atau sepuluh kali lipat dilusi sampel secara
berturut-turut, jadi beberapa hasil negative. Sampel dari tiga dilusi berturut-
turut dimasukan kedalam MacConkey’s broth dan di inkubasi selama 48 jam
pada suhu 37°C untuk perhitungan coliform total atau (untuk E. coli) pada
suhu 44°C. sebuah tes positif akan terlihat melalui perubahan warna dengan
perkembangan gas, terkupul dalam tabung kecil. Hasilnya adalah sebuah
presumptive coliform count (Smith & scoot, 2005)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. METODE
1. Alat
a. Alkohol 70%
b. Inkubator
c. Pipet volume + karet hisap
d. Rak tabung
e. Lampu Bunsen + korek api
f. Media Lactosa Broth (LB) Single Strength
g. Media Lactosa Broth (LB) Double Strength
2. Bahan
Sampel air minum kemasan merk Tirta
3. Cara Kerja
Uji Pendugaan

10 ml 1 ml 0,1 ml

Sampel air LBDS LBSS LBSS


minum Tirta
Inkubasi 2x 24 jam 370 C

Siapkan botol sampel berisi air yang akan diperiksa

Siapkan media LB (3 LBDS, 3 LBSS, 3 LBSS)


Siapkan pipet volume serta karet hisap

Letakkan bunsen di meja kerja, lakukan aseptisasi dengan


alcohol 70%. Lalu nyalakan bunsen

Aseptisasi tangan dengan alkohol 70%

Buka tutup sampel, bakar mulut botol dengan api Bunsen,


lalu bakar ujung pipet volum lalu pasang karet hisap

Ambil sampel sebanyak 10ml untuk LBDS, 0,1ml


dan 1ml untuk LBSS

Masukkan ke dalam incubator dengan suhu 37°C,


selama 2×24 jam

Baca hasilnya
B. HASIL
No Hasil Keterangan
1. 3 tabung LBDS 10ml :
a. LBDS (A), terbentuk
gas dan perubahan
warna menjadi keruh
b. LBDS (B), terbentuk
gas dan perubahan
warna menjadi keruh
c. LBDS (C), terbentuk
gas dan perubahan
warna enjadi keruh

2. 3 tabung LBSS 0,1ml :


a. LBSS (1), perubahan
warna menjadi keruh
b. LBSS (2), Tterbentuk
gas dan perubahan
warna menjadi keruh
c. LBSS (3), terbentuk
gas
No. Hasil Keterangan
3. 3 tabung LBSS 1ml :
a. LBSS (1), terbentuk
sedikit gas
b. LBSS (2), terbentuk
gas dan perubahan
warna menjadi keruh
c. LBSS (3), terbentuk
gas
C. PEMBAHASAN
Praktikum ini yaitu uji dugan, uji dugaan merupakan tes pendahuluan
tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya
asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri
golongan koli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa,
dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung Durham berupa
gelembung udara. Dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau
lebih dari volume di dalam tabung Durham.
Pada sampel air yang digunakan, pada praktikum kali ini kelompok 5
menggunakan air kemasan merk Tirta. Dari hasil percobaan dengan enam
tabung yang diamati hasil yang didapat yaitu tabung berlabel 1, 2 da 3 pada
volume 10 ml, terbentuk gelembung pada tabung durham dan terjadi
perubahan warna yang awalnya bening menjadi kuning (asam) yang
mengindikasikan adanya bakteri coliform pada air sampel. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bambang tahun 2014 yang
berpendapat bahwa Adanya bakteri coliform di dalam makanan/minuman
menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan.
Pada tabung yang lainnya yaitu pada volume media 1 mL pada tabung
berlabel 1 dan 3 terbentuk gas tanpa ada perubahan warna, sedangkan pada
tabung berlaber 2 terbentuk gas dan ada perubahan warna menjadi keruh. Hal
ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad tahun 2012 yang
memperlihatkan bahwa tabung pada sampel air minum depot B, positif
adanya bakteri Coliform karena terjadi pembentukan gas pada tabung Durham
dan terjadi perubahan warna medium Laktosa Broth (LB) dari warna hijau
menjadi warna kuning menunjukkan terbentuknya asam.
Sedangkan pada tabung volume media 0,1 mL, tabung dengan label 1
terjadi perubahan warna menjadi keruh. Kemudian pada tabung berlabel 3
terbentuk gas tanpa adanya perubahan warna. Sedangkan pada tabung berlabel
2 terbentuk gas dan perubahan warna menjadi keruh. Hal ini menunjukan
pada tabung berlabel 2 mengindikasikan adanya bakteri coliform pada sampel
air.
Berdasarkan praktikum uji coliform pada sampel air kemasan tirta di
duga mengandung coliform. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
1. Praktikan kurang aseptis saat melakukan pengambilan sampel. Karena
sampel yang digunakan yaitu berbentuk gelas dengan penutup plastic yang
dimana pada saat pengambilan sampel tidak dijaga keaseptisanya, karena
tutup terbuat dari plastic sehingga tidak dapat ditutup lagi saat
pengambilan sampel, sehingga di duga terjadi kontaminasi pada saat
pengabilan sampel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Genta pada tahun 2012 yang mengatakan bahwa kemasan minuman yang
tidak menggunakan cup sealer sangat berpotensi terkontaminasi oleh
mikrooranisme dari udara. Seperti yang terlihat pada empat sampel
minuman yang menggunakan cup sealer No.1 (MPN = 290), No.5 ( MPN
= 35 ), No.9 ( MPN = 52 ), No.10 ( MPN = 150 ) jumlah total Coliform
yang ditemukan cukup rendah dibandingkan sampel lain.
2. Kelalaian praktikum tidak memperhatikan kelengkapan alat, sehingga
terdapat satu tabung reaksi yang tidak terdapat tabung durham
3. Kualitas air sampel kurang baik, sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Genta bahwa suhu mempengaruhi adanya mikroorganisme dalam sampel
air.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh bambang tahun 2014
tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas produk air yang
dihasilkan adalah bahan baku, penanganan terhadap wadah pembeli,
kebersihan operator, dan kondisi depot.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Praktikum uji coliform pada sampel air kemasan tirta di dapatkan hasil 3
tabung LBDS 10ml diduga pisitif mengandung bakteri coliform, dilihat dari
terbentuknya gas dan terjadi perubahan warna menjadi keruh.
2. Pada pemeriksaan coliform dengan media LBSS 1ml didapatkan hasil
terdapat 1 tabung yang diduga positif mengandung bakteri coliform yaitu pada
tabung berlabel 2, hal ini didasarkan pada terbentuknya gas dan terjadi
perubahan warna menjadi keruh. Sedangkan pada 2 tabung lainya hanya
mengandung sedikit gas.
3. Pada pemeriksaan coliform dengan media LBSS 0,1 ml didapatkan hasil
terdapat 1 tabung yang diduga positif mengandung bakteri coliform yaitu pada
tabung berlabel 2, dimana terbentuk gas dan terjadi perubahan warna menjadi
keruh. Sedangkan pada tabung lainya ada yang hanya terbentuk gas tanpa
adanya perubahan warna dan tabung lainya lagi hanya terjadi perubahan
warna tanpa adanya gas.
DAFTAR PUSTAKA
Andrian, G. B., 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform Dan Identifikasi
Escherichia Coli Pada Air Isi Ulang Dari Depot Di Kota Manado. Jurnal
Ilmiah Farmasi UNSRAT. Vol. 3 No. 3 ISSN 2302 -2493
Arif, M. 2009. Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK).Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
BSN. 2006. Air Dalam Kemasan. SNI-01-3553-2006. Hal. 1
Badan Standardisasi Nasional. 2006. (SNI) 06-6989.3-2006. Air dan Air Limbah-
Cara Uji Kadar Padatan Tersuspensi Total (TSS) secara Gravimetri. Badan
Standardisasi Nasional Serpong.
Chandra, B. 2014. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Genta, Pradana., 2012. Uji Kualitas Mikrobiologis Minuman Teh Poci yang Dijual
Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya Padang. Jurnal Penelitian.
Hay, F.C. & Westwood, O.M.R., 2002, Practical Immunology 4th Edition, Blackwell
Science, United Kingdom.
Irwan, Z. D., 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. Jakarta : Bumi Aksara.
Kepmenkes, RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII
Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta. Depkes
RI.Hal. 2-3.
Kusnaedi., (2002), Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Muhammad, Alwi., 2012. Pengujian Bakteri Coliform dan Escherichia Coli Pada
Beberapa Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Palu Timur Kota Palu.
Jurnal Universitas Tadulako.
Mulyanto, H.R. 2007. Ilmu Lingkungan.Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pracoyo, NE. 2006. Penelitian Bakteriologi Air Minum Isi Ulang di Daerah
Jabotabek 2003– Maret2004.Cermin Kedokteran.
http://www.kalbefarma.com/cdk. Diakses Tanggal 12 Desember 2016
Suprihatin, 2003. Hasil Studi Kualitas Air Minum Depot Isi Ulang. Makalah pada
Seminar Sehari Permasalahan Depot Air Minum dan Upaya Pemecahannya
Suriawiria, U., 2003. Mikrobiologi Air. Penerbit Alumni Bandung, Bandung.
Sutjianto. 2003. Biodeversitas Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan, FMIPA
UNHAS, Makassar.
WHO., 2003. Guidelines for Drinking Water Quality, World Health Organization,
Geneva
LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran II

Gambar 1. Peralatan praktikum

Gambar 2. Tabung berisi media LBDS dan LBSS


Gambar 3. Perlakuan aseptis saat pengambilan sampel

Gambar 4. Kondisi tabung setelah diberi perlakuan sampel


Gambar 5. Hasil praktikum

Anda mungkin juga menyukai