Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air,
atmosfer). Sementara air bersih adalah air yang digunakan dalam keperluan sehari-hari
oleh makhluk hidup yang memenuhi standar kesehatan dan akan menjadi air minum
setelah dimasak terlebih dahulu (Radianta Triadmaja, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang syarat-


syarat dan pengawasan kualitas air bersih, air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.

Air adalah salah satu kebutuhan yang terpenting dari keberlangsungan makhluk hidup
yang ada di bumi ini. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai salah satu makhluk
hidup tak luput dari kebutuhan akan air terutama kebutuhan akan air bersih. Untuk
memenuhi kebutuhannya, manusia dapat menentukan jumlah air bersih yang berguna
dalam kehidupan sehari-harinya. Baik untuk keperluan rumah tangga misalnya
pemakaian untuk mandi dan minum, maupun yang digunakan dalam keperluan lain
seperti dalam industri dan pertanian (Wardhana, 2001).

Air dapat dikatakan sebagai air bersih dilihat dari 3 indikator fisik yaitu warna, bau dan
rasa. Sementara dalam air minum indikator yang dipakai selain indikator fisik terdapat
indikator kimia dan indikator biologi. Dalam indikator kimia parameter yang dipakai
berupa pH, total solid, besi, mangan, klorida, seng dan lain-lain. Untuk indikator biologi
biasanya indikator yang digunakan berupa ada atau tidaknya bakteri atau kuman di
dalam air. Dalam pelayanannya air minum harus memperhatikan 3K yaitu kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas. Peningkatan kuantitas air merupakan syarat kedua setelah
kualitas air, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi
pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk keperluan minum maka
dibutuhkan air rata-rata sebesar 5 liter/hari, sedangkan secara keseluruhan kebutuhan air

Universitas Sumatera Utara


di suatu rumah tangga untuk masyarakat Indonesia diperlukan sekitar 60 liter/hari (Tri
Joko, 2010).

2.2. Sumber Air

Sumber air menurut letak dapat dibedakan menjadi (Notoadmojo, 2003) :

2.2.1. Air laut

Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut mempunyai sifat asin, karena
mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%, gas-gas terlarut,
bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Dengan keadaan ini, maka air
laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

2.2.2. Air Permukaan

Air permukaan terbagi menjadi dua yaitu air sungai dan air danau/waduk.

a. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang
sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat
pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air
minum pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air Danau/Waduk

Kebanyakan air rawa ini berwarna hitam atau kuning kecoklatan, hal ini disebabkan
oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang terlarut
dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar
zat organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam
keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini terlarut.
Pada permukaan air akan tumbuh algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2.

II-2

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah
permukaan tanah pada lajur/ zona jenuh air. Air tanah merupakan salah satu sumber
daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak
yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. Air tanah berasal dari air hujan dan air
permukaan, yang meresap mula-mula ke zona tak jenuh dan kemudian meresap makin
dalam hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah. Air tanah berinteraksi
dangan air permukaan serta komponen-komponen lain seperti jenis batuan penutup,
penggunaan lahan, serta manusia yang di permukaan.

Menurut Sutrisno (1991), Air tanah terbagi atas :


a. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan
tertahan, sedemikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air akan jernih tetapi lebih
banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan
tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah.
Lapisan tanah ini berfungsi sebagai saringan. Di samping penyaringan, pengotoran
masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah,
setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul menjadi air tanah dangkal dimana
air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

b. Air Tanah Dalam


Terdapat sebuah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tak
semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan
pipa ke dalamnya sehingga dalam suatu kedalaman akan didapat satu lapis air. Jika
tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini,
sumur ini disebut dengan sumur artetis atau sumur bor. Jika air tidak dapat keluar
dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air.

2.2.4. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau pada saat
prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer dapat

II-3

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas. Misalnya karbon dioksida,
nitrogen, dan amonia. Maka untuk menjadikan air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih banyak terdapat kotoran pada air hujan tersebut.

2.2.5. Mata Air

Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang
berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama
dengan keadaan air tanah. Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga
mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitarnya.

2.3. Kualitas Air

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas air berdasarkan
mutu dibedakan menjadi :

1. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

2. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

3. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

II-4

Universitas Sumatera Utara


2.4. Pencemaran Air

Pada dasarnya pencemaran air merupakan perubahan pada air yang disebabkan oleh
aktifitas manusia disekitar tempat penampungan air tersebut. Parameter pencemaran air
dibagi atas (Tri Joko, 2010) :

2.4.1. Parameter Fisik

Air bersih atau air minum secara fisik harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah suhu.

a. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung dalam air seperti gas
H2S, NH3, senyawa fenol, klorofenol dan lain-lain. Pengukuran biologis senyawa
organik dapat menghasilkan bau pada zat cair dan gas. Bau yang disebabkan oleh
senyawa organik ini selain mengganggu dari segi estetika, juga beberapa senyawa
lainnya dapat bersifat karsiogenik. Pengukuran secara kuantitatif bau sulit diukur
karena hasilnya terlalu subjektif.

b. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh adanya kandungan Total Suspended Solid baik yang
bersifat organik maupun anorganik. Zat organik biasanya berasal dari lapukan
tumbuhan dan hewan, sementara zat anorganik berasal dari lapukan batuan dan
logam. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri sehingga mendukung
perkembangannya. Kekeruhan dalam air minum/air bersih tidak boleh lebih dari 5
NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan karena selain ditinjau dari segi
estetika yang kurang baik juga karena proses desinfeksi untuk air keruh juga sangat
sukar dilakukan. Hal ini disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat
melindungi organisme dari desinfektan.

c. Rasa
Syarat air minum/air bersih adalah air itu tidak boleh berasa. Air yang berasa dapat
menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efeknya
tergantung penyebab timbulnya rasa tersebut. Sebagai contoh rasa asam dapat

II-5

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh asam organik maupun anorganik, sedangkan rasa asin dapat
disebabkan oleh garam yang terlarut dalam air.

d. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25°C), dengan batas toleransi yang
diperbolehkan yaitu 25°C ± 3°C. Suhu yang normal mencegah terjadinya pelarutan
zat kimia pada pipa, menghambat reaksi biokimia pada pipa dan mikroorganisme
tidak dapat tumbuh. Jika suhu air terlalu tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam
air akan berkurang dan juga akan meningkatkan reaksi dalam air.

e. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk alasan estetika dan
untuk mencegah berbagai keracunan dari zat kimia maupun organisme lain yang
berwarna. Pada dasarnya warna dalam air dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
warna semu (apperent colour) yang disebabkan oleh unsur tersuspensi dan warna
sejati (true colour) yang disebabkan oleh zat organik dan zat koloidal. Air yang telah
mengandung zat organik seperti daun, potongan kayu, rumput akan memperlihatkan
warna kuning kecoklatan, oksida besi akan menyebabkan air berwarna kemerah-
merahan, dan oksida mangan akan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau
kehitaman.

2.4.2. Parameter Kimia

Air bersih/air minum tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah
tertentu yang melebihi batas. Bahan kimia yang dimaksud adalah bahan kimia yang
memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan. Beberapa indikator tersebut adalah
(Tri Joko, 2010) :

a. pH
pH merupakan faktor yang penting bagi air minum, pada pH < 6,5 dan > 8,5 akan
mempercepat terjadinya korosi pada pipa distribusi air bersih/air minum.

b. Zat Padat Total (Total Suspended Solid)


Total suspended solid merupakan bahan yang tertinggal sebagi residu pada
penguapan dan pengeringan pada suhu 103-105 °C.

II-6

Universitas Sumatera Utara


c. Zat Organik sebagai KMnO4
Zat organik dalam air berasal dari alam (tumbuh-tumbuhan, alkohol, sellulosa, gula
dan pati), sintesa (proses-proses produksi) dan fermentasi. Zat organik yang
berlebihan dalam air akan mengakibatkan timbulnya bau tidak sedap.

d. CO2 Agresif
CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan dekomposisi zat organik. CO2
agresif adalah CO2 yang dapat merusak bangunan, perpipaan dalam distribusi air
bersih.

e. Kesadahan Total (Total Hardness)


Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion kation logam
valensi, misalnya Mg2+, Ca2+, Fe+, dan Mn+. Kesadahan total adalah kesadahan yang
disebabkan oleh adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air sadah
menyebabkan pemborosan pemakaian sabun pencuci dan mempunyai titik didih yang
lebih tinggi dari air biasa.

f. Besi
Keberadaan besi dalam air mempunyai sifat terlarut, menyebabkan air menjadi
merah kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis, dan membentuk lapisan seperti
minyak. Besi merupakan logam yang menghambat desinfeksi. Hal ini disebabkan
karena adanya daya pengikat klor (DPC) selain digunakan untuk mengikat zat
organik, juga digunakan untuk mengikat besi. Akibatnya sisa klor menjadi sedikit
dan hal ini memerlukan desinfektan yang lebih banyak dalam proses pengolahan air.
Dalam air minum kadar maksimum besi adalah 0,3 mg/l, sedangkan untuk nilai
kadar ambang rasa pada kadar 2 mg/l. Besi dalam tubuh dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin namun dalam dosis berlebihan dapat merusak dinding
halus.

g. Mangan
Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk MnO2. Kadar mangan
dalam air maksimum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l. Adanya mangan yang
berlebihan dapat menyebabkan flek pada benda-benda putih oleh deposit MnO2,

II-7

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan rasa dan menyebabkan warna (ungu/hitam) pada air minum, serta
dapat bersifat toksik.

h. Tembaga (Cu)
Pada kadar yang lebih besar dari 1 mg/l akan menyebabkan rasa tidak enak pada
lidah dan dapat menyebabkan gejala ginjal, muntaber, pusing, lemah dan dapat
menimbulkan kerusakan pada hati. Dalam kadar rendah menimbulkan rasa kesat,
warna , dan korosi pada pipa.

i. Seng (Zn)
Tubuh memerlukan seng sebagai proses metabolisme, tetapi pada dosisi tinggi dapat
bersifat racun. Pada air minum kelebihan kadar Zn > 3 mg/l dalam air minum
menyebabkan rasa kesat/pahit dan bila dimasak timbul endapan seperti pasir dan
menyebabkan muntaber.

j. Klorida
Klorida mempunyai tingkat toksisitas yang tergantung pada gugus senyawanya. Klor
biasanya digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Kadar klor
yang melebihi 250 mg/l akan menyebabkan rasa asin dan korosif pada logam.

k. Nitrit
Kelemahan nitrit dapat menyebabkan methamoglobenia terutama pada bayi yang
mendapat konsumsi air minum yang mengandung nitrit.

l. Flourida (F)
Kadar F < 2 mg/l menyebabkan kerusakan pada gigi, sebaliknya bila terlalu banyak
menyebabkan warna kecoklatan pada gigi.

m. Logam berat lainnya (Pb, As, Se, Cd, Hg, Cn)


Adanya logam-logam berat pada air akan menyebabkan gangguan pada jaringan
syaraf, pencernaan, metabolisme oksigen dan kanker.

II-8

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Parameter Biologi

Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan parasit seperti kuman-
kuman thypus, kolera, dysentri, gastroenteritis. Untuk mengetahui adanya bakteri
patogen dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E.Coli yang
merupakan bakteri indikator pencemar air. Parameter ini terdapat pada air yang
tercemar oleh tinja manusia dan dapat menyebabkan gangguan pada manusia berupa
penyakit perut (diare) karena mengandung bakteri patogen. Proses penghilangannya
dilakukan dengan desinfeksi (Tri Joko, 2010).

Selain ketiga parameter tersebut, terdapat syarat lagi dalam parameter air bersih/air
minum yaitu syarat radiologis. Air bersih/air minum tidak boleh mengandung zat yang
menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta, dan
gamma (Tri Joko, 2010).

2.5. Pengolahan Air Bersih

Tujuan dari dilakukannya pengolahan air bersih untuk mengupayakan agar mendapat air
bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air. Proses pengolahan air bersih
merupakan proses fisik, kima, dan biologi air baku agar memenuhi syarat dapat
digunakan sebagai air minum (Mulia, 2005).

Sumber air untuk keperluan domestik dapat berasal dari beberapa sumber, misalnya dari
aliran sungai yang relatif masih sedikit terkontaminasi, berasal dari mata air
pegunungan, berasal dari danau, berasal dari tanah, ataupun berasal dari sumber lain
misalnya seperti air laut. Air tersebut harus terlebih dahulu diolah didalam wadah
pengolahan air sebelum didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan
mengandung senyawa yang tentu saja berbeda satu sama lainnya, maka sudah wajib
bagi pengelola air untuk menjadikan air aman dikonsumsi bagi pengguna, yaitu air yang
tidak mengandung bahan berbahaya untuk kesehatan berupa senyawa kimia untuk
mikrooganisme (Manihar, 2007).

Menurut Manihar (2007), ada beberapa bagian atau langkah penting dalam pengolahan
air yang sering dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah :

II-9

Universitas Sumatera Utara


1. Menghilangkan Zat Padat
Sebelum air diolah untuk air bersih, sering ditemukan bahan baku air mengandung
bahan-bahan yang terbawa ke dalam arus air menuju bak penampungan. Bahan padat
yang mengapung dan melayang dengan ukuran besar tersebut dapat dihilangkan
dengan proses penyaringan (filtrasi). Sedangkan untuk bahan padat ukuran kecil
dihilangkan dengan proses pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses
penghilangan bahan ukuran kecil yang dikenal sebagai koloid perlu ditambahkan
dengan koagulan.

Bahan koagulan yang sering dipakai adalah alum (tawas). Tawas didalam air akan
terhidrolisa dan membentuk senyawa kompleks aluminium yang siap bereaksi
dengan senyawa basa di dalam air. Endapan berupa senyawa aluminium hidroksida
akan terbentuk dan membawa serta mengikat senyawa-senyawa lain yang tersuspensi
ke dalamnya dan mengendap bersama-sama berupa lumpur.

2. Menghilangkan Kesadahan Air


Kalsium dan magnesium dalam bentuk senyawa bikarbonat dan sulfat sering
ditemukan dalam air yang dapat menyebabkan kesadahan air. Salah satu pengaruh
kesadahan air adalah dalam proses pencucian dengan menggunakan sabun karena
terbentuknya endapan garam yang sukar larut bila sabun bereaksi dengan ion kalsium
dan magnesium.

Cara untuk menghilangkannya kesadahan air, misalnya air untuk konsumsi


masyarakat digunakan proses penghilangan kesadahan air dengan penambahan soda
Ca(OH2) dan abu soda Na2CO3, sehingga kalsium akan mengendap sebagai
Mg(OH)2. Bila kesadahan hanya disebabkan oleh kesadahan karbonat maka cukup
hanya dengan menambahkan Ca(OH)2 untuk menghilangkannya.

3. Menghilangkan Bakteri Patogen


Penghilangan mikroba patogen dapat dilakukan dengan menggunakan disinfectan.
Umumnya bahan-bahan disinfectan ini bersifat oksidator, sehingga dapat membunuh
mikroba patogen.

II-10

Universitas Sumatera Utara


Menurut Waluyo (2005) bahan-bahan disinfectan yang banyak dipakai adalah :

a. Kaporit
Apabila klorin ditambahkan kedalam air akan terjadi hidrolisis dengan cepat yang
menghasilkan ion klur dan asam hipoklorit.

b. Ozon
Ozon atau O3 bersifat mudah larut dalam air dan mudah terdekomposisi pada
temperatur dan pH yang tinggi. Penggunaan ozon lebih aman dibanding dengan
kaporit, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap klor.

2.6. Rencana Desain

2.6.1. Bangunan Pengambil Air Baku (Intake)

Intake merupakan bangunan penangkap atau pengambil air baku dari suatu badan air
sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah untuk selanjutnya
dilakukan pengolahan. Unit ini berfungsi untuk :
1. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang dibutuhkan
oleh instalasi pengolahan.
2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
3. Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi pengolahan
yang direncanakan demi menjaga kontiniuitas penyediaan dan pengambilan air dari
sumber.
4. Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran pembawa.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu sistem intake adalah
keandalan, keamanan, dan minim biaya pengoperasian serta pemeliharaan. Pemilihan
sistem intake yang akan dibangun harus mempertimbangkan kondisi aliran, kualitas
sumber air baku, kondisi iklim, fluktuasi debit, peraturan yang berlaku, informasi
geografis dan geologis, serta aspek ekonomi (Kawamura, 2000).

II-11

Universitas Sumatera Utara


Rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan intake adalah :

 Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).
= ............................................................................................................................(2.1)

Dimana :
: kecepatan (m/s)
: debit aliran (m3/s)
: luas bukaan (m2)

 Volume bak pengumpul


= × ...............................................................................................................(2.2)
= × × ...........................................................................................................(2.3)

Dimana :
: Volume (m3)
: Waktu detensi
: Debit aliran (m3/s)
: Panjang (m) ( = (3-4) )
: Lebar (m)
: Tinggi/ kedalaman (m) (1m – 1,5m)

Kriteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :


 Kecepatan aliran pada saringan kasar < 0,08 m/s.
 Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s.
 Kecepatan aliran pada saringan halus < 0,2 m/s.
 Lebar bukaan saringan kasar 5 - 8 cm.
 Lebar bukaan saringan halus ± 5cm.

II-12

Universitas Sumatera Utara


2.6.1.1. Bangunan Intake dan Jenisnya

Bangunan intake memiliki tipe yang bermacam-macam diantaranya adalah :

1. Direct Intake
Digunakan untuk sumber air yang dalam seperti sungai atau danau dengan kedalaman
yang cukup tinggi. Intake jenis ini memungkinkan terjadinya erosi pada dinding dan
pengendapan pada bagian dasarnya.

2. Indirect Intake

a. River Intake
Menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake ini lebih
ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka air pada musim
hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi.

b. Canal Intake
Digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber sebagian terbuka ke
arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan selanjutnya.

c. Reservoir Intake
Digunakan untuk air yang berasal dari dam dan dengan mudah menggunakan menara
intake. Menara intake dengan dam dibuat terpisah dan diletakkan di bagian hulu.
Untuk mengatasi fluktuasi level muka air. Inlet dengan beberapa level diletakkan
pada menara.

d. Spring Intake
Digunakan untuk air baku dari mata air atau air tanah.

e. Intake Tower
Digunakan untuk air permukaan dengan kedalaman air berada dalam level tertentu.

f. Gate Intake
Berfungsi sebagai screen dan merupakan pintu air pada prasedimentasi.

II-13

Universitas Sumatera Utara


2.6.1.2. Komponen Pada Intake

Beberapa hal dibawah ini merupakan komponen dari suatu intake, yaitu :
1. Bangunan sadap
Bangunan sadap berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju sumur
pengumpul.
2. Sumur pengumpul (sump well)
Waktu detensi pada sumur pengumpul setidaknya 20 menit atau luas area yang
cukup untuk pembersihan. Dasar sumur minimal 1 m dibawah dasar sungai atau
tergantung pada kondisi geologis wilayah perencanaan. Konstruksi sumur
disesuaikan dengan kondisi sungai dan setidaknya terbuat dari beton dengan
ketebalan minimal 20 cm atau lebih.
3. Screen
Screen terdapat pada inlet sumur pengumpul yang memiliki fungsi untuk menyaring
padatan atau bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku. Penyaringan kasar
(screening) dimaksudkan untuk menyaring benda-benda kasar yang terapung atau
melayang di air agar tidak terbawa ke dalam unit pengolahan. Contoh benda-benda
kasar yaitu daun, plastik, kayu, kain, botol, plastik, bangkai binatang, dan
sebagainya. Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air
yang terdiri atas batang-batang besi yang disusun berjajar/ paralel (selanjutnya
disebut screen). Screening juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang
menghubungkan sungai (sumber air) menuju ke bak pengumpul.

2.6.1.3. Kriteria Desain Intake :

1. Bell Mouth Strainer


 Kecepatan melalui lubang strainer 0,15 – 0,3 m/dtk.
 Letak strainer 0,6 – 1 m dibawah tinggi muka air minimum.

2. Sumur pengumpul
 Dasar sumur diambil 1 m dibawah strainer.
 Konstruksi harus kuat dan penempatan pipa dan perlengkapannya dapat mudah
dioperasikan dan dipelihara.
 Waktu detensi tidak lebih dari 20 menit.

II-14

Universitas Sumatera Utara


3. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran gravitasi
 Kecepatan aliran 0,6 – 1,5 m/dtk untuk mencegah iritasi dan sedimentasi pada
pipa.
 Ukuran diameter pipa ditetapkan dengan menjaga aliran 0,6 m/dtk pada saat level
air terendah, dan tidak lebih dari kecepatan aliran 1,5 m/dtk pada saat level air
tertinggi.

4. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran menggunakan pompa


 Kecepatan aliran berkisar antara 1 – 1,5 m/dtk dengan pengaturan diameter sama
seperti kriteria pipa penyalur secara gravitasi.
 Pusat pompa ditempatkan tidak kurang dari 3,7 m di bawah level air terendah dan
tidak lebih dari 4 m diatas level air terendah.

5. Screen
 Jarak antar kisi adalah 25,4 – 76,2 mm.
 Lebar kisi 0,25 ; 5 inchi.
 Kemiringan kisi 30° - 45° dari horizontal.
 Kehilangan tekanan pada kisi 0,01 – 0,8 m.

2.6.2. Koagulasi

Koagulasi didefenisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel


tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Secara umum koagulasi
adalah proses dimana ion-ion yang berlawanan dengan muatan koloid, dimasukkan
kedalam air sehingga meniadakan kestabilan koloid. Jadi, koagulasi adalah proses
pembentukan koloid yang stabil menjadi koloid yang tidak stabil dan membentuk flok-
flok dari gabungan koloid yang berbeda muatan. Secara umum proses koagulasi
berfungsi untuk :
1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik di
dalam air.
2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.
3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme
plankton lain.
4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air.

II-15

Universitas Sumatera Utara


Pemilihan koagulan sangat berperan penting dalam menentukan kriteria desain dari
sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan sebagai
bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya juga memiliki beberapa sifat atau
kriteria-kriteria tertentu, diantaranya :
 Kation trivalen (+3)
 Non toksik
 Tidak terlarut pada batasan pH netral
Koagulan yang ditambahkan harus dapat berpresipitasi di luar larutan sehingga ion tidak
tertinggal di dalam air. Presipitasi ini sangat membantu dalam proses penyisihan koloid.

Koagulan yang umumnya digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti
alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan
sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan berupa garam logam dengan polimer
sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam mengalami hidrolisis
ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer sintetik tidak mengalaminya.
Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode yang singkat, yaitu kurang
dari 1 detik dan produk tersebut langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta
menyebabkan destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut. Setelah itu, produk
hidrolisis secara cepat terpolimerisasai melalui reaksi hidrolitik. Oleh sebab itu, pada
pembubuhan koagulan garam logam, proses pengadukan cepat (rapid mixing) sangat
penting karena :
a. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat.
b. Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk pembentukan
produk hidrolitik.
c. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.

Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu kritis karena
reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat karena ukuran
fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar 2-5 detik. Pada penggunaan alumunium
sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk
bereaksi dengan alumunium sulfat sehingga menghasilkan flok hidroksida. Umumnya,
pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam

II-16

Universitas Sumatera Utara


bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai
berikut :

Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2

Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan
penambahan alkalinitas. Umumnya, alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh
dengan cara menambah kalsium hidroksida. Sehingga persamaan reaksi koagulasinya
menjadi sebagai berikut :

Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O

Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak diperlukan
penambahan bahan kima selain alumunium sulfat. Rentang pH optimum yang
diperlukan alum antar 4,5-8, karena pada rentang tersebut alumunium hidroksida realtif
tidak larut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain :


 Intensitas pengadukan.
 Gradien kecepatan.
 Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi.
 Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu.

2.6.2.1. Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)

Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan
gradien kecepatan yang tepat dapat diklafikasikan sebagai berikut :

1. Pengaduk Mekanis
Pengaduk secara mekanis adalah metode paling umum yang digunakan karena
metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya.
Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau
propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).
Pengadukan tipe inipun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss
yang sangat kecil. Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan,

II-17

Universitas Sumatera Utara


aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan
kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan
harus dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.

2. Pengaduk Pneumatis
Pengadukan tipe ini menggunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira-kira mirip
dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi
dan gradien kecepatan yang digunakan sama.dengan pengadukan secara mekanis.
Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran udara.
Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang
relatif kecil.

3. Pengaduk Hidrolis
Pengadukan hidrolisis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan
menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat
dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen
karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak
dipergunakan di negara berkembang terutama di daerah yang jauh dari kota besar,
sebab pengadukan ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai
gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah
dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/ Okun, 1984).
Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan
keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik.
Persamaan waktu detensi dan gradient kecepatan (G) yang digunakan untuk unit
koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :

= .........................................................................................................................(2.4)

.
= .
....................................................................................................................(2.5)

Dimana :
: Gradien kecepatan (dtk-1)
: Volume bak (m3)

II-18

Universitas Sumatera Utara


: Percepatan gravitasi (m/dtk2)
ℎ : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
: Viskositas kinematik (m2/dtk)
: Waktu detensi (dtk)

2.6.2.2. Kriteria Desain Unit Koagulasi

Kriteria desain unit koagulasi sebagai berikut (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :
 Gradien kecepatan, G = 100 – 1000 (detik-l).
 Waktu detensi, td = 10 detik – 5 menit.
 G x td = (30000 – 60000)

Tabel 2.1. Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat)

Unit Kriteria
Pengaduk Cepat

Hidrolis :
1. Terjunan
2. Saluran bersekat
3. Dalam pipa prainstalasi pengolahan air bersekat
Tipe
Mekanis :
1. Bilah (blade), pedal (padle)
Kinstalasi pengolahan air
2. Flotasi

Waktu Pengadukan 1-5


Nilai G/detik > 750
Sumber : SNI 6674: 2008

2.6.3. Flokulasi

Flokulasi adalah proses pengadukan lambat setelah proses pencampuran cepat. Tujuan
pengadukan lambat ini adalah untuk mempercepat penggabungan partikel yang
disebabkan oleh proses aglomerasi dari partikel koloid non stabil bermuatan sehingga
menjadi bentuk yang dapat diendapkan dan tersisa dalam partikel dalam bentuk yang
dapat disaring.

Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar


flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga
kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu

II-19

Universitas Sumatera Utara


detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena
flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak dapat menahan gaya tarik dari aliran air
dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu
detensi dibatasi.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam desain unit flokulasi antara lain :
 Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi.
 Kualitas tujuan dari proses pengolahan.
 Headloss tersedia dan variasi debit instalasi.
 Kondisi lokal.
 Aspek biaya.

Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan proses flokulasi ini,
yaitu :
1. Flokulasi mekanis
Flokulasi mekanis dapat dibedakan menjadi :
 Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin
 Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontall berbentuk paddle
 Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator, dan
NU-treat
2. Flokulasi hidrolis dengan sekat (baffle channel basins)
Unit flokulasi hidrolis dengan sekat dibedakan atas :
 Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal
 Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal

Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak
horizontal baffle channel didasarkan pada persamaan :

1. Perhitungan gradien kecepatan (G)


Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini
sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, &
Zhu, 2000) :

II-20

Universitas Sumatera Utara


.
= .
....................................................................................................................(2.6)

Dimana :
: Gradien kecepatan (dtk-1)
: Percepatan gravitasi (m/dtk2)
ℎ : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
: Viskositas kinematik (m2/dtk)
: Waktu detensi (dtk)

2. Perhitungan kehilangan tekanan total (Htot)


Kehilangan tekanan total sepanjang saluran horizontal baffle channel ini diperoleh
dengan menjumlahkan kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada saluran
belokan.

= + ..........................................................................................................(2.7)

Dimana :
a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar
180°. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ini adalah sebagai
berikut :

= .
...................................................................................................................(2.8)

Dimana :
: Kehilangan tekanan di belokan (m)
: Koefisien gesek, diperoleh secara empiris
: Kecepatan aliran pada belokan (m/s)
: Percepatan gravitasi (m/s)

b. adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi
pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan Manning.

II-21

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (Pengaduk Lambat)
Flokulator Mekanis
Flokulator Flokulator
Kriteria Umum Sumbu Horizontal Sumbu Vertikal
Hidrolis Clarifier
dengan Pedal dengan Bilah
G (Gradient
70 (menurun) –
Kecepatan) 60 (menurun) – 5 60 (menurun) - 10 100 – 10
10
1/detik
Waktu Tinggal 30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100
Tahap Flokulasi
6 – 10 3-6 2-4 1
(buah)
Pengendalian Bukaan Pintu/ Kecepatan Kecepatan
Kecepatan Putaran
Energi Sekat Putaran Aliran Air

Kecepatan
Aliran Max.
(m/detik)
0,9 0,9 1,8 - 2,7 1,5 - 0,5
Luas
Bilah/Pedal
- 5 - 20 0,1 - 0,2 -
Dibandingkan
Luas Bak (%)
Kecepatan
Perputaran - 1-5 8 – 25 -
Sumbu (rpm)
Tinggi (m) 2 - 4*
Sumber : BSN : SNI 6674: 2008
Keterangan : *termasuk ruang sludge blanket

2.6.4. Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan


pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang terdapat
dalam cairan tersebut (Reynolds, 1982).

Menurut Kawamura (2000), sedimentasi adalah suatu proses yang dirancang untuk
menghilangkan sebagian besar padatan yang dapat mengendap secara gravitasi. Tujuan
digunakannya unit sedimentasi yaitu untuk menghilangkan pasir atau kerikil halus,
particulate-matter, biological-floc, chemical-floc serta untuk pemekatan padatan dalam
tangki pemekat lumpur.

II-22

Universitas Sumatera Utara


Proses sedimentasi dari suatu partikel yang berada di dalam air dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
 Ukuran partikel
 Bentuk partikel
 Berat jenis/ kecepatan partikel
 Viskositas cairan
 Konsentrasi partikel dalam suspensi
 Sifat-sifat partikel dalam suspensi

Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh Camp (1946)
dan Fitch (1956) dan dikutip oleh Reynolds (1982),pengendapan yang terjadi pada bak
sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada
konsentrasi dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai keempat jenis
pengendapan ini adalah sebagai berikut :

1. Pengendapan tipe I, Free Settling


Pengendapan tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan
flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat
flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I
adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.

2. Pengendapan tipe II, Flocculent Settling


Pengendapan tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang berupa flok pada
suatu suspensi. Partikel-partikel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan
terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih
cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan
pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.

3. Pengendapan tipe III, Zone/ Hindered Settling


Pengendapan tipe III adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang,
dimana partikel-partikel ini tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel
mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel tersebut
berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan
kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona.

II-23

Universitas Sumatera Utara


Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara
padatan dan cairan.

4. Pengendapan tipe IV, Compression Settling


Pengendapan tipe IV adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi
tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama laindan pengendapan bisa
terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet, zona
lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu
rectangular, circular, dan square. Ada beberapa cara untuk meningkatkan performa
dari proses sedimentasi, antara lain :

1. Peralatan aliran laminar yang meningkatkan performa dengan membuat kondisi


aliran mendekati kondisi ideal. Alat yang digunakan antara lain berupa tube settler
ataupun plate settler yang dipasang pada outlet bak. Alat tersebut meningkatkan
penghilangan padatan karena jarak pengendapan ke zona lumpur berkurang,
sehingga surface loading rat berkurang dan padatan mengendap lebih cepat (Qasim,
Motley, & Zhu, 2000).

2. Peralatan solid-contact yang didesain untuk meningkatkan efisiensi flokulasi dan


kesempatan yang lebih besar untuk partikel berkontak dengan sludge blanket
sehingga memungkinkan pembentukan flok yang lebih besar.

Rumus-rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan sedimentasi yaitu :

 Rasio panjang-lebar bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Rumus rasio = .........................................................................................................(2.9)

Dimana :
: Panjang bak
: Lebar bak

II-24

Universitas Sumatera Utara


 Surface loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= ........................................................................................................................(2.10)

Dimana :
: Surface loading rate
: Debit bak
: Luas permukaan bak

 Kecepatan aliran di tube settler (Montgomery, 1985)

= ................................................................................................................(2.11)

Dimana :
: Kecepatan aliran pada settler (m/s)
: Debit bak (m3/s)
: Luas permukaan bak (m2)
: Kemiringan settler = 60°

 Weir loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= .......................................................................................................................(2.12)

Dimana :
: Weir loading rate (m3/ m.hari)
: debit bak (m3/hari)
: Panjang total weir (m)

 Bilangan Reynold dan bilangan Froude (Montgomery, 1985)

= .........................................................................................................................(2.13)

.
= .....................................................................................................................(2.14)

= .
.....................................................................................................................(2.15)

II-25

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
: Jari-jari hidrolis (m)
: Luas permukaan (m2)
: Keliling settler (m)
: Kecepatan aliran di settler (m/s)
: Viskositas kinematik (m2/s)
: Reynolds number
: Froude number

 Waktu detensi bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= .......................................................................................................................(2.16)

Dimana :
: Waktu detensi (s)
: Volume bak (m3)
: debit bak (m3/s)

 Waktu detensi settler (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= ........................................................................................................................(2.17)

Dimana :
: Waktu detensi (s)
: Volume settler (m3)
: debit bak (m3/s)

Menurut Montgomerty (1985), kriteria desain suatu bak sedimentasi :


 Surface loading rate = (60-150) m3/m2.day
 Weir loading rate = (90-360) m3/m.day
 Waktu detensi bak = 2 jam
 Waktu detensi settler = 6-25 menit
 Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1
 Kecepatan pada settler = (0,05 – 0,13) m/menit

II-26

Universitas Sumatera Utara


 Reynolds number < 2000
 Froude number > 10-5

2.6.5. Filtrasi

Filtrasi merupakan proses pengolahan dengan cara mengalirkan air melewati suatu
media filter yang disusun dari bahan-bahan butiran dengan diameter dan tebal tertentu.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut dan tak terlarut
(biological floc) yang masih tersisa setelah pengolahan secara biologis.

Berdasarkan kontrol terhadap laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi :


 Filter dengan aliran tetap (Constan Rate Filter)
 Filter dengan aliran menurun (Declining Rate Filter)

Berdasarkan driving force-nya, filter dibedakan menjadi :


 Filter dengan gravitasi
 Filter bertekanan

Berdasarkan susunan media penyaring di dalamnya, filter dapat dibedakan menjadi :


 Filter dengan media tunggal, media filter yang digunakan hanya satu lapisan dari
jenis media yang sama, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit.
 Filter dengan media ganda, media filter yang digunakan dua lapisan dari jenis media
yang berbeda, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit.
 Filter dengan multi media, media filter yang digunakan lebih dari dua lapisan yang
bermacam-macam, biasanya berupa pasir, hancuran antrasit, dan garnet.

Berdasarkan laju filtrasinya (hydraulic loading), filter dibedakan menjadi :


 Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
 Saringan pasir lambat (slow sand filter)

Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum umumnya digunakan adalah saringan
pasir cepat dengan media ganda. Hal ini dilakukan karena filter media ganda memiliki
kelebihan dibandingkan dengan filter media tunggal, yaitu waktu filtrasi yang lebih
panjang, laju filtrasi yang lebih besar, kemampuan untuk memfilter air dengan turbiditas
dan partikel tersuspensi yang tinggi.

II-27

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Karakteristik Media Filter

Porositas Ukuran
Material Bentuk Spherita Berat Relatif
(%) (mm)

Pasir Silika Rounded 0.82 2.65 42 0.4 - 1.0


Pasir Silika Angular 0.73 2.65 53 0.4 - 1.0
Pasir Ottawa Spherical 0.95 2.65 40 0.4 - 1.0
Kerikil Silika Rounded 2.65 40 1.0 - 5.0
Garnet 3.1 - 4.3 0.2 - 0.4
Antrasit Angular 0.72 1.50 - 1.75 55 0.4 - 1.4
Sumber : Droste,1997

Menurut Reynolds (1982), kriteria desain unit saringan pasir cepat :


 Ketinggian air di atas pasir : 90 – 120 cm
 Kedalaman media penyangga : 15.24 – 60.96 cm
 Ukuran efektif media penyangga : 0.16 – 5.08 cm
 Perbandingan panjang dan lebar bak filtrasi : (1-2) : 1
 Kecepatan aliran saat backwash : 880 – 1173.4 m3/hari-m2
 Ekspansi media filter : 20 -50 %
 Waktu untuk backwash : 3 – 10 menit
 Jumlah bak minimum : 2 buah
 Jumlah air untuk backwash : 1- 5 % air terfiltrasi

2.6.6. Desinfeksi

Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan menghilangkan bakteri


patogen untuk memenuhi baku mutu air minum. Desinfeksi sering menggunakan klor
sehingga desinfeksi dikenal juga dengan khlorinasi. Keefektifan desinfektan dalam
membunuh dan menonaktifkan mikroorganisme berdasarkan pada tipe desinfektan yang
digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontak air dengan
desinfektan, temperatur air, dan karakter kimia air (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).

Klorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan. Ukuran dari wadah klorin biasanya
tergantung pada kuantitas klorin yang digunakan, teknologi yang dipakai, ketersediaan

II-28

Universitas Sumatera Utara


tempat, dan biaya transportasi dan keamanan. Salah satu klorin yang umum digunakan
adalah sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya bisa dalam fase liquid, biasanya
mengandung konsentrasi klorin sebesar 12,5-17 % saat dibuat. Sodium hipoklorit
bersifat tidak stabil, mudah terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam
pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaanya. Selain itu larutan sodium hipoklorit
dapat dengan mudahnya terdekomposisi karena cahaya ataupun panas, sehingga harus
disimpan di tempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan terlalu lama. Metode
yang dapat digunakan untuk mencampur klorin dengan air adalah metode mekanis,
dengan menggunakan baffle, hydraulic jump, pompa buster pada saluran
(Tchobanoglous, 2003).

Klorinasi memiliki beberapa kriteria desain, diantaranya :


 Jumlah feeder: minimal 2 buah dengan 1 sebagai cadangan.
 Sisa klor: 0,3-0,5 mg/L. Setelah proses desinfeksi perlu diperiksa nilai pH dan
agresifitas akhir yang akan menentukan perlu atau tidaknya penambahan kapur.
Desinfeksi juga disebut dengan pengolahan post-klorinasi.

2.6.7. Reservoir

Reservoir adalah tanki penyimpanan air yang berlokasi pada instalasi (Qasim, Motley,
& Zhu, 2000). Reservoir memiliki arti penting dalam pendistribusian air minum. Fungsi
reservoir antara lain :
 Equalizing Flows, yaitu untuk menyeimbangkan aliran-aliran, sedangkan debit yang
keluar bervariasi atau berfluktuasi, unsur ini diperlukan suatu penyeimbangan aliran
yang selain melayani fluktuasi juga dapat dipergunakan untuk menyimpan cadangan
air untuk keadaan darurat.
 Equalizing Pressure atau menyeimbangkan tekanan, pemerataan tekanan diperlukan
akibat bervariasinya pemakaian air di daerah distribusi.
 Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan

Sistem distribusi mencakup aliran secara gravitasi penggunaan pompa bertekanan, dan
suatu kombinasi aliran secara gravitasi dan dengan pompa. Perhitungan kapasitas
resevoir distribusi dilakukan berdasarkan pemakaian air dari jam ke jam yang selalu

II-29

Universitas Sumatera Utara


berbeda, selain itu metode pengaliran juga mempengaruhi besarnya kapasitas reservoir
yang harus disediakan.

Variasi reservoir disesuaikan dengan sistem pengaliran, yaitu :


1. Reservoir tinggi, yaitu pengalihan distribusi dilakukan secara gravitasi, reservoir ini
bisa berupa ground tank (reservoir), atau berupa reservoir menara (roof tank) yang
ketinggiannya harus diperhitungkan agar pada titik kritis masih ada sisa tekan.
2. Reservoir rendah yaitu pengaliran distribusi dilakukan dengan pemompaann,
resevoirnya berupa ground tank.
3. Penggunaan reservoir pembantu, misalkan karena adanya batasan konstruksi,
sehingga volume yang keluar dari reservoir tidak mencukupi.

Kriteria desain reservoir :


 Jumlah unit atau kompartemen > 2
 Kedalaman (H) = (3 – 6) m
 Tinggi jagaan (Hj) > 30 cm
 Tinggi air minimum (Hmin) = 15 cm
 Waktu tinggal (td) > 1 jam

Air baku harus melalui proses pengolahan agar memenuhi baku mutu air minum.
Berikut ini adalah parameter air baku yang belum memenuhi baku mutu dan alternatif
pengolahannya. Alternatif cara pengolahan untuk menyisihkan parameter yang melebihi
baku mutu dapat dilihat pada tabel 2.4.

II-30

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4. Alternatif Pengolahan Untuk Penyisihan Parameter Yang Melebihi
Baku Mutu
Parameter Alternatif Pengolahan
Kekeruhan Koagulasi-Flokulasi, Pengendapan, Filtrasi, dan
Prasedimentasi

BOD Pengendapan dengan penambahan bahan kimia, Desinfeksi,


Filtrasi, Karbon Aktif

COD Pengendapan dengan penambahan bahan kimia, Filtrasi, dan


Desinfeksi

Khromium Koagulasi-Flokulasi, Pengendapan, Filtrasi,


dan Karbon Aktif

Nitrit Desinfeksi, Filtrasi

Kadmium Koagulasi-Flokulasi, Pengendapan, Filtrasi, dan


Prasedimentasi

Bakteri E. Coli Desinfeksi, Filtrasi

Total Bakteri Coliform Desinfeksi, Filtrasi

Sumber : Tambo, 1974 dalam Oktiawan, 2012.

2.7. Metode Proyeksi Penduduk

Proyeksi penduduk diperlukan dalam perancangan instalasi pengolahan air minum yang
akan digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini penting dilakukan agar
bangunan tersebut dapat digunakan sesuai dengan periode desain yang telah
direncanakan dan tidak menimbulkan masalah pada masa yang akan datang. Begitu juga
hal nya dalam mendesain instalasi pengolahan air minum bagi penduduk di suatu
wilayah studi, maka jumlah penduduk haruslah diketahui. Untuk mengetahui jumlah
penduduk pada masa yang akan datang, digunakanlah metode proyeksi penduduk.

2.7.1 Metode Aritmatika/Linear

Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahun. Metode ini
digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama setiap
tahunnya. Persamaan umumnya adalah:

II-31

Universitas Sumatera Utara


Y =a + bX……....………..............…………….…..……………..….…..….(2.18)

 ( )
a= ………………..................……....………………….…..…...(2.19)

( ) ( )( )
b= ( ) ( )
……………………………………............................(2.20)

dimana:

Y = nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n

X = nilai independen, bilangan yang dihitung dari tahun ke tahun

a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

2.2.2 Metode Geometri (Power)

Metode ini didasarkan pada rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan. Sering
digunakan untuk meramal data yang perkembangannya melaju sangat cepat.
Pertumbuhan penduduk diplot pada semilog. Persamaan umumnya adalah:

Y = a + bX.....................................………..………………………….…......(2.21)

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linear dengan mengambil logaritma

napirnya (ln). Persamaannya adalah:

ln Y = ln a + b ln X.........……………..………………......………..……….(2.22)

Persamaan tersebut linear dalam ln X dan ln Y:

 ( )  ( )
ln a= …….…………...…..…………………........………....(2.23)

II-32

Universitas Sumatera Utara


( )( )–( )( )
b= ( ) ( )
…………..…...………………..………….....(2.24)

dimana:

Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi,populasi ke-n

X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal

a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

2.2.3 Metode Eksponensial

Pada metode ini rumus digunakan adalah:

Y = aeb …………...……………………………..……..….……..................(2.25)

dimana:

x = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n

y = jumlah penduduk

n = jumlah data

a = Konstanta

b = Koefisien arah garis (gradien) regresi linear

 ( ) ( )
ln a = ……………………...………..……………..……........(2.26)

( )–( )( )
b= ( ) ( )
……..……………...……………………….....…(2.27)

Pemilihan metode proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan


baku)dan koefisien korelasi.

II-33

Universitas Sumatera Utara


Rumus standar deviasi:

………...…..................……………………………..(2.28)

Rumus Koefisien Korelasi:

……........………………………................(2.29)

dimana:

xI = P – P’

yI = P = Jumlah penduduk awal

y = Pr = Jumlah penduduk rata-rata

y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari

Metode pilihan ditentukan dengan cara melihat nilai S yang terkecil dan nilai R yang
paling mendekati 1.

II-34

Universitas Sumatera Utara


BAB III

ALUR PERANCANGAN

3.1. Konsep Alur Perancangan

Langkah perancangan yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir perancangan pada
gambar 3.1

Mulai

Survey

Tinjauan Pustaka

Data primer Pengumpulan Data Data sekunder


1. Kualitas air baku 1. Jumlah SR
2. Kondisi eksisting 2. Kebutuhan Air

Analisa data

Perancangan unit
pengolahan

Rancangan Anggaran Biaya

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai