Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pengolahan air minum merupakan proses perubahan parameter fisik, kimia, dan
biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dari
kegiatan pengolahan air minum adalah menurunkan kekeruhan, mengurangi bau, rasa,
warna, menurunkan dan mematikan mikroorganisme. Tujuan lainnya adalah menurunkan
kesadahan, dan memperbaiki derajat keasaman (pH).

Air minum adalah air yang mutunya memenuhi syarat baku mutu sesuai peraturan terkait
yang digunakan untuk kegiatan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Air yang dimaksud harus
aman bagi kesehatan oleh karena itu air minum harus memenuhi persyaratan baku mutu
mikrobiologis, kimia, dan radioaktif yang dinyatakan dalam parameter wajib dan
parameter tambahan. Parameter baku mutu wajib dipenuhi dan ditaati oleh seluruh
produsen air minum. Pemerintah daerah dapat menetapkan parameter baku mutu
tambahan sesuai dengan kondisi mutu lingkungan dengan mengacu ke peraturan
kesehatan tentang air minum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Air yang tidak
memenuhi parameter yang ditentukan oleh persyaratan baku mutu tidak aman untuk
dikonsumsi terus-menerus oleh masyarakat oleh karena itu air minum yang dikonsumsi
harus memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditetapkan.

Salah satu teknologi pengolahan air yang sering digunakan dan berwawasan lingkungan
adalah aerasi. Aerasi merupakan istilah lain dari transfer gas yang dikhususkan pada
transfer gas (khususnya oksigen) dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam
pengolahan air adalah melarutkan oksigen ke dalam air dan menaikkan kadar DO
(Dissolved Oxygen) dalam air serta mengoksidasi beberapa bahan kimia, bahan organik,
dan bahan anorganik di dalam air yang mengurangi kualitas air. Kadar DO di dalam air
menentukan kualitas air di mana makhluk hidup di dalam air memerlukan oksigen untuk
metabolisme, pernapasan, dan/atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi.
Oleh karena itu praktikum Penyediaan Air Minum II tentang Aerasi dilakukan untuk
mengetahui hasil perhitungan kadar DO di awal dan akhir percobaan air sampel Sungai
Mahakam. Praktikum juga dilakukan untuk mengetahui hasil perhitungan kandungan
oksigen terlarut pada setiap interval waktu. Praktikum juga dilakukan untuk mengetahui
hasil perhitungan nilai kejenuhan oksigen pada setiap interval waktu.

1.2 Tujuan Praktikum

Berdasarkan latar belakang tersebut diketahui tujuan praktikum Aerasi yaitu:


1. Mengetahui kadar DO di awal dan akhir percobaan air sampel Sungai Mahakam
2. Mengetahui hasil perhitungan kandungan oksigen terlarut pada setiap interval waktu.
3. Mengetahui hasil perhitungan nilai kejenuhan oksigen pada setiap interval waktu.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Air Minum

Air merupakan komponen terpenting dalam keberlangsungan hidup makhluk hidup


karena merupakan kebutuhan yang tak pernah tergantikan. Namun pada keadaannya air
bersih di muka bumi semakin hari semakin berkurang. Kemudian bermunculan
pencemaran yang terjadi pada air bersih. Pada zaman modern ini tingkat pencemaran air
semakin meningkat sebanding dengan pesatnya perkembangan industri, sehingga
penggunaan air bersih di muka bumi ini menjadi tidak seimbang dan di beberapa wilayah
terjadi krisis akan air bersih (Hadisantoso dkk, 2018).

Proses pengolahan air minum merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi
air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dari kegiatan
pengolahan air minum adalah menurunkan kekeruhan, mengurangi bau, rasa, warna,
menurunkan dan mematikan mikroorganisme, mengurangi kadar bahan-bahan yang
terlarut dalam air, menurunkan kesadahan, dan memperbaiki derajat keasaman (pH).
Pengolahan air dapat dilakukan secara individu maupun kolektif. Berkembangnya
penduduk dan teknologi di perkotaan, pengolahan air khusus dilakukan oleh Perusahaan
Air Minum (PAM), selain mengolah air, PAM juga mendistribusikannya ke rumah-rumah
penduduk. Air yang kualitasnya kurang baik perlu dilakukan pengolahan dengan teknik
sederhana dan tepat guna sesuai dengan bahan yang ada di lokasi. Proses kimia pada
pengolahan air minum di antaranya meliputi koagulasi, aerasi, reduksi, dan oksidasi.
Semua proses kimia tersebut dapat dilakukan secara sederhana ataupun dengan
menggunakan teknik modern. Pengolahan air secara biologis untuk mematikan patogen
dapat berlangsung bersama-sama dengan reaksi kimia dan fisika atau secara khusus salah
satunya dengan pemberian desinfektan tertentu. Cara yang paling sederhana untuk
mematikan mikroorganisme yaitu dengan melakukan pemanasan sampai dengan suhu
100°C atau lebih. Cara ini juga merupakan cara paling sederhana dan paling efektif untuk
mematikan mikroorganisme dalam air yang akan dibersihkan. (Hadisantoso dkk, 2018).
Menurut Mulia (2005), pengambilan dan pemanfaatan sumber air dapat berasal dari
sebagai berikut :
1. Air hujan, jenis sumber air hujan banyak digunakan dengan tampungan langsung
sederhana. Air hujan pada umumnya dipanen atau ditampung dan digunakan di daerah
yang sulit air pada saat kemarau, banyak cara menampung air hujan selama musim
hujan. Air hujan yang jatuh ke atap rumah dialirkan ke bak atau tampungan. Jumlah
air yang tertampung sangat bergantung pada ukuran tampungan. Embung adalah salah
satu cara menampung air hujan dengan volume yang agak besar.
2. Mata air, sumber air umumnya memenuhi syarat sebagai air minum atau mendekati air
minum. Mata air biasanya tersedia di daerah pegunungan. Ini karena elevasi muka air
dala tanah, baik sebagai akuifer tertekan maupun akuifer bebas masih lebih tinggi dari
daerah di bawahnya, dengan demikian terjadilah mata air (spring water) yaitu air
keluar dari tanah.
3. Air sungai, sumber air sungai cukup banyak terdapat di Indonesia. Kualitas air sungai
sangat bervariasi bergantung pada lokasi, muatan sedimen dan polutan yang
dibawahnya, dan sebagainya.
4. Waduk atau danau buatan, walaupun menyimpan air sungai dalam waktu yang cukup
lama, waduk juga tidak luput dari masalah kekurangan air. Musim kering yang tidak
terlalu lama biasanya tidak menjadi masalah lagi bagi daerah di hilir waduk tersebut
selama musim hujan, waduk menyimpan air sungai dan mengeluarkan aliran untuk
berbagai keperluan.

Air merupakan sumber daya alam yang paling unik jika dibandingkan dengan sumber
daya lain karena sifatnya yang terbarukan dan dinamis. Sumber utama air ini yang berupa
hujan akan selalu datang pada musimnya sesuai dengan waktu. Kondisi tertentu
mengakibatkan air bisa bersifat tak terbarukan, misal pada kondisi geologi tertentu
dimana proses perjalanan air tanah memerlukan waktu ribuan tahun, sehingga bila
pengambilan air tanah dilakukan secara berlebihan, air akan habis. Pemanfaatan air
sebagai sumber daya alam harus diatur dan dimanfaatkan dengan baik, oleh karena itu
pengelolaan sumber daya air harus dimaksimalkan dan penggunaannya harus dibatasi
untuk mengatasi krisis air. Pembatasan penggunaan air bisa dilakukan melalui banyak hal
seperti menghemat penggunaan air dalam rumah tangga dan kegiatan lain (Mulia, 2005).
2.2 Kualitas Air dan Persyaratan Kualitas Air Minum

Jarang atau mungkin tidak ada air dalam keadaan murni (H2O) tersedia di alam. Berbagai
zat, baik organik maupun anorganik, baik larut maupun tidak larut, biasanya ada dalam
air. Uap air bersinggungan dengan udara dan terkontaminasi oleh zat organik maupun
anorganik. Air tersebut pada akhirnya jatuh ke bumi setelah tercampur atau melarutkan
berbagai zat lain. Adanya usaha distilasi air dan bahkan distilasi ganda menunjukkan
sulitnya memperoleh air yang benar-benar murni. Campuran atau material yang ada di
dalam air menentukan kualitas air untuk setiap kebutuhan. Air dengan mineral tertenu
justru dikatakan lebih baik untuk air minum dibanding air murni. Air dengan mineral
tertentu lebih baik digunakan untuk air minum karena tubuh manusia juga memerlukan
mineral-mineral tertentu untuk kesehatannya. Air yang tersedia di alam kebanyakan
bukan air murni dan bukan pula air yang sehat untuk diminum secara langsung, sehingga
secara umum air yang berada di alam tidak aman diminum secara langsung oleh
masyarakat (non-potable water) dan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan apabila
dikonsumsi khusunya secara terus menerus (Budiman, 2007).

Pemerintah Indonesia (melalui Menteri Kesehatan) mengeluarkan Peraturan No.


416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Air Minum. Peraturan tersebut
menuntut syarat air minum sedikit lebih tinggi yang dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO). Syarat-syarat penting tertentu dalam peraturan menteri tersebut
bahkan tidak diatur oleh WHO karena tidak berpengaruh bagi kesehatan atau oleh sebab
lainnya, misalnya Fe (Besi) dan Mg (magnesium). Kandungan yang bersifat biologis
dalam hal ini, WHO memberikan syarat yang lebih terperinci dibanding persyaratan di
Indonesia agar memastikan kualitas air yang digunakan lebih baik. Kualitas air dapat
diketahui pada suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter
kimia seperti oksigen terlarut (DO). Jumlah DO yang semakin banyak, jika jumlah DO
yang semakin banyak maka kualitas air semakin baik. Kadar oksigen terlarut yang terlalu
rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang
mungkin saja terjadi dalam air karena aktivitas mikroorganisme. Oksigen terlarut
dibutuhkan oleh jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau pertukaran zat
yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan (Joko, 2010).
2.3 Aerasi

Aerasi adalah penambahan oksigen ke dalam air sehingga oksigen terlarut di dalam air
semakin tinggi. Pada prinsipnya aerasi itu mencampurkan air dengan udara atau bahan
lain sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara. Aerasi
termasuk pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan unsur mekanisasi dari
pada unsur biologi. Aerasi merupakan proses pengolahan di mana air dibuat mengalami
kontak erat dengan udara dengan tujuan meningkatkan kandungan oksigen dalam air
tersebut. Peningkatan oksigen mengakibatkan zat-zat mudah menguap seperti hidrogen
sulfida (H2S) dan metana (CH4) yang mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan.
Kandungan karbondioksida dalam air akan berkurang. Mineral yang larut seperti besi (Fe)
dan mangan (Mn) akan teroksidasi membentuk endapan yang dapat dihilangkan dengan
sedimentasi dan filtrasi (Yuniarti dkk, 2019).

Aerasi yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan zat besi dan mangan
yang ada dalam air baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara membentuk
senyawa besi dan senyawa mangan yang dapat diendapkan dan dapat dihilangkan. Proses
aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang tak diinginkan dari air yang
diaerasi. Gas-gas yang dimaksud misalnya adalah gas H2S, metana, karbondioksida dan
gas-gas lainnya (Prasetiyo & Fidiastuti, 2010)

2.4 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)

Menurut Abuzar dkk, (2015), proses aerasi ini merupakan suatu usaha penambahan
konsentrasi oksigen yang terkandung dalam air limbah, agar proses oksidasi biologi oleh
mikroba akan dapat berjalan dengan baik, dalam praktiknya terdapat 2 (dua) cara untuk
menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu :
1. Memasukan udara ke dalam air limbah, yaitu proses memasukan udara atau oksigen
murni ke dalam air limbah melalui nozzle. Nozzle tersebut diletakkan di tengah-tengah
sehingga akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara tersebut dengan air
limbah, dan proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat, oleh karena itu
biasanya nozzle ini diletakkan pada dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah
berasal dari udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan
ke dalam air limbah oleh pompa tekan.
2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen, adalah cara mengontakkan air
limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada
permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas
dan dengan terangkatnya maka air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan
udara sekitarnya.

Prediksi kecepatan transfer oksigen dalam sistem aerasi hampir selalu berdasakan pada
model kecepatan transfer oksigen seperti pada persamaan perubahan konsentrasi.
Koefisien transfer oksigen, KLA juga merupakan fungsi suhu, intensitas pencampuran
(jenis aerator dan ruangan pencampuran) dan konstituen dalam air. Pengaruh suhu,
ketergantungan suhu untuk tetapan kecepatan reaksi biologis sangat penting dalam
menilai efisiensi proses pengolahan secara biologis. Suhu tidak saja berpengaruh pada
aktivitas metabolic populasi mikroba, juga amat berpengaruh pada faktor-faktor, seperti
transfer gas dan sifat-sifat pengendapan padatan biologis. Pengaruh suhu pada transfer
gas sama dengan pengaruh suhu pada kecepatan proses biologis. Pengaruh intensitas
pencampuran dan geometri tangki (proporsi fisik tangki), pengaruh tersebut sulit untuk
dipertahankan secara teori dengan pertimbangan (Yuniarti dkk, 2019).

Penambahan oksigen ke dalam air dengan proses aerasi akan meningkatkan kadar
Dissolve Oxygen (DO) dalam air. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, disingkat DO) atau
sering juga disebut dengan oksigen terlarut (Oxygen Demand) merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam
bentuk konsentrasi ini menunjukkan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu
badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki
kualitas yang bagus, sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut
telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana air mampu
menampung biota di dalam air seperti ikan dan mikroorganisme. Kemampuan air untuk
membersihkan pencemaran dalam air akibat hal yang mencemari air juga ditentukan oleh
banyaknya oksigen dalam air yang dimasukkan melalui aerasi, karena itu proses aerasi
merupakan metode penambahan kadar DO dalam air yang baik (Abuzar dkk, 2015).
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum PAM II tentang Aerasi yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan, yaitu:
1. Berdasarkan praktikum PAM II tentang aerasi dapat diketahui kadar DO di awal dan
akhir percobaan air sampel Sungai Mahakam. Kadar DO pada awal pengukuran
sebelum diturunkan kadar DO dengan Na2SO3 (Natrium Sulfit) adalah 0,47 mg/L.
Kadar DO pada akhir percobaan setelah dilakukan proses aerasi selama 30 menit
adalah 0,53 mg/L. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar DO air sampel pada awal
pengukuran lebih rendah daripada kadar DO air sampel setelah aerasi selama 30 menit.
2. Berdasarkan praktikum PAM II tentang Aerasi dapat diketahui hasil perhitungan
kandungan oksigen terlarut pada setiap interval waktu. Aerasi yang dilakukan
menggunakan aerator terhadap air sampel Sungai Mahakam diukur kadar DO setiap
interval 0, 3, 7, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit aerasi. Hasil pengukuran kadar DO dari
interval 0, 3, 7, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit berturut-turut yaitu 0,5 mg/L, 0,47 mg/L,
0,46 mg/L, 0,46 mg/L, 0,48 mg/L, 0,49 mg/L, 0,51 mg/L, dan 0,53 mg/L. Hasil
pengukuran menunjukkan terjadi kenaikan kadar DO akibat proses aerasi dari interval
waktu yang telah ditentukan. Kenaikan kadar DO yang diukur juga dipengaruhi oleh
suhu dari air sampel, dimana semakin rendah suhu air sampel maka semakin besar DO
yang terukur dari proses aerasi.
3. Mengetahui hasil perhitungan nilai kejenuhan oksigen pada setiap interval waktu.
Nilai kejenuhan oksigen menunjukkan seberapa jenuh oksigen di dalam air sampel,
apabila kadar DO selama aerasi tidak meningkat setelah beberapa saat menandakan
oksigen sudah jenuh. Hasil perhitungan nilai kejenuhan oksigen yaitu 7,226 mg/L pada
interval 0 menit, 7,661 mg/L pada interval 3 menit, 7,661 mg/L pada interval 7 menit,
7,661 mg/L pada interval 10 menit, 7,674 mg/L pada interval 15 menit, 7,674 mg/L
pada interval 20 menit, 7,674 mg/L pada interval 25 menit, dan 7,674 mg/L pada
interval 30 menit. Perhitungan nilai kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh nilai DO dan
suhu yang diukur pada tiap interval dari air sampel menggunakan DO meter.
5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum PAM II tentang Aerasi selanjutnya dapat menggunakan


interval waktu yang lebih daripada 30 menit. Saran lainnya adalah membandingkan hasil
pengukuran DO dari dua air sampel dengan suhu yang berbeda untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap aerasi lebih jauh. Saran terakhir adalah menggunakan dua atau
lebih air sampel dengan karakteristik fisik yang berbeda dalam aerasi untuk mengetahui
pengaruh karakteristik fisik air sampel terhadap aerasi lebih jauh.
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar, dkk., 2015, Koefisien Transfer Gas Pada Proses Aerasi Menggunakan Tray
Aerator, Volume 9, Nomor 2, Jurnal Teknik Lingkungan, Universitas Andalas, Padang.
(Diakses pada hari Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 21.00 WITA.)

Budiman., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Kedokteran EGC, Jakarta.

Hadisantoso, dkk., 2018, Pengolahan Limbah Air Wudhu Wanita dengan Metode Aerasi
dan Adsorpsi Menggunakan Karbon Aktif, Volume 5, Nomor 1, Jurnal Al-Kimiya, UIN
Sunan Gunang Djati, Bandung. (Diakses pada hari Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 22.10
WITA.)

Joko., 2010, Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Mulia., 2005, Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Prasetiyo dan Fidiastuti., 2015, Kajian Pengaruh Kecepatan Aerasi dan Waktu Inkubasi
terhadap Kemampuan Konsorsia Bakteri Indigen dalam Mendegradasi Limbah Cair
Kulit di Industri Penyamakan Kulit Kota Malang, Volume 17, Nomor 1, Jurnal Saintifika,
Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang. (Diakses pada hari Kamis, 12 Oktober
2023 pukul 22.01 WITA.)

Yuniarti, dkk., 2019, Pengaruh Aerasi Terhadap Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit Di PTPN VII Secara Aerobik, Volume 6, Nomor 1, Universitas Tamansiswa,
Palembang. (Diakses pada hari Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 21.38 WITA.)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai