PENDAHULUAN
1
itu, untuk dapat menggunakan air sungai, diperlukan adanya suatu pengolahan air
baku menjadi air bersih/air minum dengan melihat kualitas air baku yang ada.
1.2 Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang, tujuan analisis Sedimentasi Type 1 yang ingin
dicapai pada praktikum yaitu :
1. Mengetahui secara nyata batas pemisahan antara liquid dan solid pada
interval waktu tertentu
2. Mengetahui kecepatan pengendapan partikel dan persen partikel
terendapkan pada interval waktu tertentu
3. Menghitung kedalaman zona settling
1.3 Ruang Lingkup Praktikum
Adapun ruang lingkup yang terdapat pada penulisan laporan Analisis
Sedimentasi Type 1, diantaranya:
1. Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 11 November 2022 pukul 10.00
WIB secara luring.
2. Praktikum dilakukan dengan memfokuskan pada proses percobaan
sedimentasi tipe 1.
3. Sampel air yang digunakan yaitu air sungai di kawasan SIER surabaya
yang diambil pada 11 November 2022 pukul 08.35 WIB.
4. Proses pelaksanaan praktikum dilaksanakan oleh satu kelompok yang
beranggotakan 8 orang di Laboratorium Air Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, UPN “Veteran” Jawa Timur.
1.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan padatan dalam cairan karena adanya
gaya gravitasi. Ketika suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh
dari dinding atau padatan partikel lainnya maka kecepatan jatuhnya tidak
dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun partikel lainnya, peristiwa ini disebut
free settling. Sedangkan apabila partikel padatan berada pada keadaan saling
berdesakan maka partikel akan mengendap pada kecepatan rendah, peristiwa ini
disebut hindred settling. Hal ini menyebabkan pada proses sedimentasi kecepatan
endapan yang turun ke bawah semakin lama semakin lambat, sehingga untuk
memperoleh hasil sedimentasi sampai proses pengendapan berhenti memerlukan
waktu yang cukup lama. Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah melalui
proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel
padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu yang
lebih singkat (Roessiana et al, 2014).
Menurut Pipkin (1977), sedimen adalah pecahan, mineral, ataupun material
organic yang disalurkan dari berbagai sumber yang diendapkan melalui media
udara, angin, es, atau air yang didalamnya termasuk pengendapan material
melayang dalam air dalam bentuk larutan kimia. Mineral ataupun material organik
yang di laut akan terakumulasi di dasar laut sehingga sedimen laut memiliki
cakupan yang luas dalam segi komposisi dan karakteristik fisik yang mana
sebagai fungsi dari kedalaman air; jarak dari daratan; variasi dari sumber endapan;
serta karakteristik fisik, kimia, biologi, dan lingkungan tempat terbentuknya.
Pengetahuan tentang karakteristik tekstur sedimen muara sangat penting
dalam membedakan berbagai pengendapan mikro lingkungan (Ganesh et al,
2013). Proses pengendapan sedimen dapat diperkirakan melalui penyebaran
ukuran butir sedimen (Nugroho et al, 2014). Sifat-sifat sedimen yang penting
untuk diketahui antara lain ukuran partikel dan butir sedimen, rapat massa, bentuk
dan juga kecepatan sedimen (Bayhaqi et al, 2015).
3
2.1.1 Sedimentasi Type 1
Sedimentasi tipe 1 (Free Settling) merupakan proses pengendapan dari
partikel-partikel diskrit yang bukan merupakan flok. Partikel diskrit ini
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel. Contoh
dari pengendapan tipe 1 adalah pengendapan benda pasir, batu halus, dan
lainnya bukan merupakan hasil dari flokulasi. Material ini bisanya terbawa
oleh pompa air baku atau pompa intake (Juliana, 2016). Sebagai contoh
sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir
pada grit chamber (Tauhid et al, 2018).
Sesuai dengan pengertian di atas, maka pengendapan terjadi karena
adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya
impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi
oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya drag adalah gaya yang melawan gaya impelling sehingga partikel
dalam kondisi setimbang, dimana arah gaya ini adalah ke arah atas
(Muchammad, 2006). Gaya impelling adalah resultan dari gaya yang
disebabkan oleh gaya berat partikel atau gaya gravitasi (ke arah bawah) dan
gaya apung (buoyant, ke arah atas) (Santoso, 2017). Arah gaya impelling
adalah ke bawah dan dinyatakan dengan persamaan berikut :
FI = Fg – Fb = (ρS - ρ) g V
Keterangan :
FI = gaya impelling, N
4
2.2 Proses Mekanisme Sedimentasi
Sedimentasi adalah salah satu proses pemisahan campuran padatan dan cairan
(slurry) menjadi cairan beningan dan sludge. Setelah melalui proses koagulasi-
flokulasi, air akan mengalir ke unit pengendapan dan melakukan proses
pengendapan. Proses ini memanfaatkan gaya gravitasi, yaitu dengan mendiamkan
suspensi hingga terbentuk endapan yang terpisah dari larutan bening. Suatu
partikel yang mengendap dalam air karena adanya gaya gravitasi akan mengalami
percepatan sampai gaya dari tahanan dapat mengimbangi gaya gravitasi. setelah
terjadi kesetimbangan partikel akan terus mengendap pada kecepatan kostan yang
dikenal sebagai kecepatan akhir atau kecepatan pengendapan bebas. Laju
pengendapan partikel padat dalam zat cair dapat dibagi beberapa faktor antara
lain:
a. Berat jenis dan partikel
b. Bentuk dan ukuran partikel
c. Viskositas air
d. Aliran dalam bak pengendap
Laju pengendapan lumpur berbeda-beda satu sama lainnya, demikian pula
tinggi relatif berbagai zona pengendapannya. Untuk menentukan karakteristik
pengendapannya secara teliti, setiap lumpur itu harus diperiksa dengan melakukan
eksperimen terhadap masing- masingnya (Mc Cabe, WL, 1985).
2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sedimentasi Type 1
Berikut merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
sedimentasi tipe 1 diantaranya yakni :
1. Ketinggian
Semakin dalam kolom pengendapan maka semakin besar nilai TSS yang
didapat karena partikel-partikel yang telah membentuk flok akan langsung
mengendap ke bawah. Semakin besar konsentrasi TSS, maka persen
penyisihannya akan semakin kecil (Masduqi, 2016).
2. Ukuran Partikel
Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter partikel. Jika ukuran
partikel semakin besar maka semakin besar pula permukaan dan volumenya.
5
Luas permukaan partikel berbanding lurus dengan gaya drag dan volume
partikelnya berbanding lurus dengan gaya apungnya. Hal ini disebabkan gaya
ke atas (gaya drag dan gaya apung) semakin besar sehingga gaya total untuk
mengendapkan partikel semakin kecil sehingga kecepatan pengendapan
semakin menurun (Masduqi, 2016).
3. Waktu
Semakin lama waktu yang digunakan, semakin banyak endapan / lumpur
yang dihasilkan (Masduqi, 2016).
2.4 Bangunan Sedimentasi Type 1
2.3.1 Grit Chamber
Grit Chamber dalam pengolahan air limbah diletakkan setelah bar
screen dan sebelum bak pengendap pertama. Dimana fungsi dari bak
pengendap pertama adalah menghilangkan bahan – bahan organik. Adanya
screen di depan grit chamber akan membuat proses dan perawatan grit
chamber semakin mudah.
Menurut Hammer Mark,J (1997), Grit Chamber merupakan tempat
proses pengolahan air yang berfungsi menghilangkan tanah kasar, pasir dan
partikel halus mineral dari air yang akan diolah sehingga tidak mengendap
dalam saluran ataupun pipa dan melindungi pompa dan mesin dari abrasi.
Secara teoritis, partikel yang bisa diendapkan oleh Grit Chamber ini adalah
partikel yang berukuran >200 mm.
Tujuan penerapan Grit Chamber adalah untuk melindungi peralatan
mekanis dari abrasi akibat partikel padat dan keras, mengurangi endapan di
dalam pipa, terutama di belokan pipa. Pada instalasi digester aerob dan
anaerob, unit Grit Chamber digunakan untuk mengurangi frekuensi
pembersihan digester akibat akumulasi grit. Tanpa unit yang mengawali
rangkaian IPAL ini (biasanya IPAL domestik, terutama yang combined
sewer, yakni saluran air limbah yang juga berfungsi untuk menyalurkan air
hujan) dikhawatirkan terjadi kerusakan pompa dan penyumbatan pipa atau
kanal penyalur air limbah. Untuk IPAL industri, terutama industri yang air
limbahnya lebih banyak mengandung senyawa terlarut dan koloid, maka
6
Grit Chamber ditiadakan, diganti dengan equalization tank (Metcalf &
Eddy, 2003).
7
BAB III
PERALATAN DAN BAHAN
8
BAB IV
PROSEDUR KERJA
9
No
Prosedur Kerja Gambar Kerja Alat
.
10
No Prosedur Kerja Gambar Kerja Alat
.
11
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menit ke-
Parameter
0 0,5 1 2 4 6 8 10 12
Kekeruhan
0,55 0,59 0,60 0,61 0,64 0,66 0,67 0,70 0,74
(NTU)
a
0,1134 0,1126 0,1121 0,1134 0,1129 0,1138 0,1134 0,1124 0,1133
(gr)
TSS
b
0,1146 0,1137 0,1123 0,1138 0,1134 0,1140 0,1135 0,1126 0,1136
(gr)
12
5.2 Perhitungan
Hasil perhitungan analisa sedimentasi tipe 1 terhadap sampel uji air berupa
air limbah industri sier dengan 9 variasi waktu sampling yaitu :
5.2.1 Perhitungan Nilai TSS
Rumus
(b−a)(mg )
TSS (mg/l) =
Volume sampel ( L)
Berat Berat kertas
Waktu Vol. TSS
kertas saring +
sampling sampel (misal x)
saring (a) residu (b)
x=
(114,6−113,4)mg
0 menit 113,4 mg 114,6 mg
0,025 L
x = 48 mg/l
0,025 L
x=
(113,7−112,6)mg
0,5 menit 112,6 mg 113,7 mg
0,025 L
x = 44 mg/l
Berat Berat kertas
Waktu Vol. TSS
kertas saring +
sampling sampel (misal x)
saring (a) residu (b)
0,025 L x =
(112,3−112,1)mg
1 menit 112,1 mg 112,3 mg
0,025 L
x = 8 mg/l
x=
(113,8−113,4)mg
2 menit 113,4 mg 113,8 mg
0,025 L
x = 16 mg/l
4 menit 112,9 mg 113,4 mg x=
(113,4−112,9)mg
0,025 L
13
x = 20 mg/l
x=
(114,0−113,8)mg
6 menit 113,8 mg 114,0 mg
0,025 L
x = 8 mg/l
x=
(113,5−113,4)mg
8 menit 113,4 mg 113,5 mg
0,025 L
x = 4 mg/l
x=
(112,6−112,4)mg
10 menit 112,4 mg 112,6 mg
0,025 L
x = 8 mg/l
x=
(113,6−113,3)mg
12 menit 113,3 mg 113,6 mg
0,025 L
x = 12 mg/l
Rumus
Waktu
pH awal pH akhir %Removal pH
sampling
5,8−5,8
%Removal = x 100 %
semua 5,8 5,8 5,8
%Removal = 0 %
14
Rumus
Kondisi awal−Kondisi akhir
%Removal = x 100%
Kondisi awal
Waktu Kekeruhan Kekeruhan
%Removal Kekeruhan
sampling awal akhir
0,55−0,55
%Removal = x 100
0,55
0 menit 0,55 NTU
%
%Removal = 0 %
0,55−0,59
%Removal = x 100
0,55
0,5 menit 0,59 NTU
%
%Removal = -7,27 %
0,55−0,60
%Removal = x 100
0,55
1 menit 0,60 NTU
%
%Removal = -9,09 %
0,55−0,61
%Removal = x 100
0,55
2 menit 0,55 NTU 0,61 NTU
%
%Removal = -10,91 %
0,55−0,64
%Removal = x 100
0,55
4 menit 0,64 NTU
%
%Removal = -16,36 %
0,55−0,66
%Removal = x 100
0,55
6 menit 0,66 NTU
%
%Removal = -20,00 %
0,55−0,67
%Removal = x 100
0,55
8 menit 0,67 NTU
%
%Removal = -21,82 %
15
0,55−0,70
%Removal = x 100
0,55
10 menit 0,70 NTU
%
%Removal = -27,27 %
0,55−0,74
%Removal = x 100
0,55
12 menit 0,74 NTU
%
%Removal = -34,55 %
Rumus
Kondisi awal−Kondisi akhir
%Removal = x 100%
Kondisi awal
Waktu
TSS awal TSS akhir %Removal TSS
sampling
48 mg/l 48−48
%Removal = x100%
0 menit 48 mg/l 48
%Removal = 0 %
48−44
%Removal = x100%
0,5 menit 44 mg/l 48
%Removal = 8,33 %
48−8
%Removal = x100%
1 menit 8 mg/l 48
%Removal = 83,33 %
48−16
%Removal = x100%
2 menit 16 mg/l 48
%Removal = 66,67 %
4 menit 20 mg/l 48−20
%Removal = x100%
48
16
%Removal = 58,33 %
48−8
%Removal = x100%
6 menit 8 mg/l 48
%Removal = 83,33 %
48−4
%Removal = x100%
8 menit 4 mg/l 48
%Removal = 91,67 %
48−8
%Removal = x100%
10 menit 8 mg/l 48
%Removal = 83,33 %
48−12
%Removal = x100%
12 menit 12 mg/l 48
%Removal = 75,00 %
Rumus
V (m/detik) = h/t
Kedalaman
Waktu Konversi titik Kecepatan Pengendapan
sampling ke detik sampling Partikel (V)
(h)
1,2 meter V = 1,2 m/0 detik
0 menit 0 detik
V = 0 m/detik
V = 1,2 m/30 detik
0,5 menit 30 detik
V = 0,04 m/detik
V = 1,2 m/60 detik
1 menit 60 detik
V = 0,02 m/detik
2 menit 120 detik V = 1,2 m/120 detik
17
V = 0,01 m/detik
V = 1,2 m/240 detik
4 menit 240 detik
V = 0,005 m/detik
V = 1,2 m/360 detik
6 menit 360 detik
V = 0,003 m/detik
V = 1,2 m/480 detik
8 menit 480 detik
V = 0,0025 m/detik
V = 1,2 m/600 detik
10 menit 600 detik
V = 0,002 m/detik
V = 1,2 m/720 detik
12 menit 720 detik
V = 0,0017 m/detik
Rumus
mg
Kadar TSS akhir ( )
l
%Fraksi Tersisa = x 100
mg
Kadar TSS awal( )
l
Waktu
TSS awal TSS akhir %Fraksi Tersisa
sampling
48 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = x100
0 menit 48 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = 0 %
44
%Fraksi Tersisa = x100
0,5 menit 44 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = 91,67 %
1 menit 8 mg/l 8
%Fraksi Tersisa = x100
48
18
%Fraksi Tersisa = 16,67 %
16
%Fraksi Tersisa = x100
2 menit 16 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = 33,33 %
20
%Fraksi Tersisa = x100
4 menit 20 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = 41,67 %
8
%Fraksi Tersisa = x100%
6 menit 8 mg/l 48
%Fraksi Tersisa = 16,67 %
0,004
%Fraksi Tersisa =
0,048
8 menit 4 mg/l
x100%
%Fraksi Tersisa = 8,33 %
0,008
%Fraksi Tersisa =
0,048
10 menit 0,008 mg/l
x100%
%Fraksi Tersisa = 16,67 %
0,012
%Fraksi Tersisa =
0,048
12 menit 0,012 mg/l
x100%
%Fraksi Tersisa = 25 %
19
Grafik Fraksi Tersisa dan Kecepatan Settling Type 1
100
90
80
70
Fraksi Tersisa (%)
60
50
40
30
20
10
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045
Kecepatan Pengendapan (m/s)
5.4 Pembahasan
Pada praktikum sedimentasi tipe 1 dilakukan dengan sampel air yang berasal
dari Air Permukaan Limbah Industri Sier di Kota Surabaya dan dilakukan
pengujian sampel di Laboratorium. Analisis yang dilakukan pada sampel yaitu
pengukuran pH, kekeruhan dan TSS. Analisa dilakukan menggunakan 9 variasi
waktu yaitu 0 menit, 0,5 menit, 1 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10
menit dan 12 menit.
Dilakukan analisa pH dengan pH meter dimana didapatkan pH yang sama
yaitu sebesar 5,8. Setelah melakukan analisa pH, kemudian melakukan analisa
kekeruhan dengan menggunakan alat turbidimeter. Berdasarkan data yang
didapatkan semakin lama pengendapan semakin besar nilai kekeruhan yang
menandakan banyaknya endapan. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan
sampel air di titik 120 cm, diambil dari bawah alat settling column sehingga pada
saat pengambilan sampel semakin lama waktu pengendapan maka padatan
tersuspensi yang ada akan semakin mengendap ke bawah dan nilai kekeruhan
akan semakin naik. Kekeruhan ini dipengaruhi oleh adanya bahan - bahan zat
organik maupun non organik yang halus, plankton, mikroorganisme serta suatu
zat padat seperti ion, senyawa dan koloid.
Selain pH dan kekeruhan juga dilakukan analisa TSS. Dilakukan pengujian
TSS dengan volume sampel 25 ml dengan sampel 9 variasi waktu yang sama.
20
Pada hasil data kadar TSS yang didapatkan terlihat bahwa mengalami nilai yang
naik turun atau tidak stabil, dengan kadar TSS tertinggi yaitu 48 mg/L.
Kecepatan Pengendapan dihitung berdasarkan ketinggian titik sampling yaitu
120 cm atau sama dengan 1,2 m dibagi dengan masing-masing variasi waktu
sampling. Maka didapatkan nilai dimana dengan waktu sampling 0,5 menit
didapatkan kecepatan pengendapan 0,04 m/detik dan waktu 12 menit didapatkan
kecepatan pengendapan 0,0017 m/detik sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin lama waktu pengendapan, maka kecepatan pengendapan semakin cepat.
Dilakukan perhitungan terkait persen fraksi tersisa dari data-data analisa
pengujian TSS yang telah dilakukan terhadap sampel. Dari hasil perhitungan
persen fraksi tersisa terlihat bahwa semakin kecil nilai TSS akhir maka persen
fraksi tersisa yang dihasilkan akan semakin kecil, begitu pula jika semakin besar
nilai TSS akhir maka persen fraksi tersisa yang dihasilkan akan semakin besar.
Dan pada hasil data kali ini tidak didapatkan korelasi antara waktu sampling
dengan persen fraksi tersisa terlihat dari nilai yang fluktuatif tersebut. Sama
halnya juga dengan hasil data grafik korelasi fraksi tersisa dengan kecepatan
pengendapan yang diperoleh hasil dari data kali ini tidak terlihat korelasi
dikarenakan fluktuatif, yang seharusnya semakin besar nilai kecepatan maka
semakin besar pula fraksi tersisa yang dihasilkan.
21
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum Sedimentasi Type 1 dengan menggunakan sampel air sungai
Kawasan SIER Surabaya dapat disimpulkan bahwa :
1. Praktikum sedimentasi tipe 1 bertujuan untuk kecepatan pengendapan dan
partikel persen partikel terendapkan pada sampel air sungai.
2. Pada praktikum ini digunakan sampel dari Air Permukaan Limbah Industri
Sier di Kota Surabaya.
3. Praktikum ini menggunakan 9 variasi waktu yaitu 0 menit, 0,5 menit, 1
menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10 menit dan 12 menit.
4. Semakin lama waktu pengendapan, maka kecepatan pengendapan akan
semakin cepat. Kecepatan Pengendapan dihitung berdasarkan ketinggian
titik sampling yaitu 120 cm = 1,2 m dibagi dengan masing-masing variasi
waktu sampling. Maka didapatkan nilai dimana dengan waktu sampling
0,5 menit didapatkan kecepatan pengendapan 0,04 m/detik dan waktu 12
menit didapatkan kecepatan pengendapan 0,0017 m/detik.
5. Dari hasil perhitungan persen fraksi tersisa terlihat bahwa semakin kecil
nilai TSS akhir maka persen fraksi tersisa yang dihasilkan akan semakin
kecil, begitu pula jika semakin besar nilai TSS akhir maka persen fraksi
tersisa yang dihasilkan akan semakin besar.
6. Pada praktikum ini tidak didapatkan korelasi antara waktu sampling
dengan persen fraksi tersisa terlihat dari nilai yang fluktuatif. Sama halnya
juga dengan hasil data grafik korelasi fraksi tersisa dengan kecepatan
pengendapan yang diperoleh hasil dari praktikum kali ini tidak terlihat
korelasi antara dikarenakan hasil yang diperoleh fluktuatif, yang
seharusnya semakin besar nilai kecepatan maka semakin besar pula fraksi
tersisa yang dihasilkan.
22
6.2 Saran
Diharapkan praktikan melakukan percobaan sesuai dengan prosedur kerja dan
standar yang telah ditetapkan, selain itu proses sterilisasi alat juga harus
diperhatikan agar tidak terjadi kontaminasi. Praktikan harus lebih teliti dalam
memasukkan data karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil dan kesimpulan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Bayhaqi, A & Caesar M.A. Dungga. (2015). Distribusi butiran sedimen di pantai
Dalegan, Gresik, Jawa Timur. Depik 4(3): 153-159p.
Ganesh, B., Naidu, A.G.S.S., Jagannadha Rao, M., Karuna Karudu, T. &
Avatharam, P. (2013). Studies on textural characteristics of sediments
from Gosthani River Estuary - Bheemunipatnam, A.P., East Coast of
India. J.Ind. Geophys.Union 17(2): 139-151p.
Hammer Mark, J. Water and Wastewater Technologi. John Wiley & Sons, 1977.
Chapter 11
Juliana. (2016) “Tinjauan proses pengolahan Air Baku (Raw water) menjadi air
bersih pada BPAB Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu”.
Khurotul Aniyah, Yoshafat Abiya S. (2019). Sedimentasi 1. Praktikum Operasi
Teknik Kimia, 4-8.
L.Huisman,. Sedimentation and floatation Mechanical Filtration”, Delf University
of Technology.
Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill
Higher Education, 2003. Chapter 5.
Mc Cabe, W.L., Smith, J.C. and Harriot, P., 1985. Unit Operation of Chemical
Engineering, 5th edition. Mc. Graw Hill Book Co.: Singapore.
Muchammad, M. (2006). Perhitungan Gaya Drag Pada Benda Uji Pelat Persegi
Datar Menggunakan Low Speed Wind Tunnel. Jurnal Momentum
UNWAHAS, 2(1), 114239.
24
Pipkin, B.W. (1977). Laboratory Exercises in Oceanography. Second
Edition.W.H. Treeman and Company. New York. 257 p.
Roessiana, D. L., Setiyadi, S., & Sandy, B. H. (2014). Model Persamaan Faktor
Koreksi pada Proses Sedimentasi dalam Keadaan Free Settling. Jurnal
Sains & Teknologi Lingkungan, 6(2), 98-10
Tauhid, A. I., Oktiawan, W., & Samudro, G. (2018). Penentuan Surface Loading
Rate (Vo) dan Waktu Detensi (td) Air Baku Air Minum Sungai Kreo
dalam Perencanaan Prasedimentasi dan Sedimentasi HR-WTP Jatibarang.
Jurnal Sains &Teknologi Lingkungan, 10(2), 77–87.
https://doi.org/10.20885/jstl.vol10.iss2.art1
25
Nama : Arini Sayyidah Achmad
NPM : 20034010031
26
bahan yang potensial untuk memproduksi bahan bakar nabati (BBN). Salah
satu kelemahan dari proses produksi biomassa mikroalga adalah kerumitan
dalam proses pemanenannya yang disebabkan karena kepadatan
biomassanya yang rendah dan diameter strain mikroalga yang relatif kecil
(3-30 µm). Akibat dari kondisi biomassa tersebut menyebabkan proses
pemanenan biomassa ini banyak menyerap energi. Proses pemanenan
biomassa mikroalga ini diperkirakan menyerap biaya hingga 20-30% dari
total biaya produksi biomassa. Oleh karenanya optimasi kegiatan
pemanenan biomassa menjadi salah satu faktor kunci utama untuk
menentukan kelayakan produksi biomassa mikroalga di masa depan
8. LANDASAN TEORI
Kegiatan panen biomassa mikroalga merupakan masalah yang menantang
untuk skala produksi komersial biofuel alga. Proses pemanenan mikroalga
secara konvensional yang sering digunakan antara lain secara sedimentasi,
sentrifugasi, flokulasi, elektro-flokulasi, flotasi, dan filtrasi. Dari beberapa
metode pemanenan tersebut ternyata masih belum bisa memberikan hasil
yang memuaskan untuk dapat menghasilkan hasil panen yang murah dan
efisien. Salah satu upaya untuk mengurangi beban biaya yang tinggi dari
proses pemanenan adalah dengan mensubsidi biaya panen dengan pemilihan
produk biomassa yang berharga tinggi seperti biomassa untuk kepentingan
seperti nutraceuticals (Girma et al., 2003).
Sedimentasi merupakan salah satu metode pemisahan material secara fisik
dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara kerjanya adalah dengan
memisahkan biomassa dari medianya air berdasarkan perbedaan berat jenis
atau ukuran antara biomassa adan air. Sehingga kecepatan pengendapan
biomassa ditentukan oleh selisih perbedaan antara berat jenis dan ukuran
partikel dengan medianya. Semakin besar perbedaan berat jenis dan ukuran
partikel/materi maka akan menyebabkan proses laju sedimentasi semakin
cepat, demikian sebaliknya bila perbedaan densitas/ukuran material kecil,
maka proses sedimentasi juga akan
9. METODE PENELITIAN
27
Bahan dan sampel penelitian ini adalah data tentang kegiatan proses
pemanenan mikroalga dengan metode sedimentasi pada skala komersial
yang dikumpulkan dari literatur jurnal dan laporan yang terpercaya dan up
to date. Pendekatan penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif, dengan melakukan analisis sistem kerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem pemanenanan dengan sedimentasi.
10. HASIL DAN PEMBAHASAN
- Sistem pemanenan merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan
budidaya mikroalga hingga penanganannya hingga menghasilkan produk
biomassa alga. Sistem ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu sistem pemanenan
dengan pengendapan, sistem pembekuan dan sistem dewatering. Dalam
proses sedimentasi, bak media tempat partikel diendapkan memegang
peranan yang penting. Bak sedimentasi dirancang sebagaimana rupa
sehingga media yang akan diperlakukan dapat ditampung. Beberapa variasi
bak sedimentasi yang biasa digunakan untuk kepentingan pemisahan
partikel antara lain, bak lamella separator dan bak generik sedimentasi. Bak
lamella separator memiliki rangkaian pemisah aliran input sehingga
memperlebar areal pemukaan media yang menyebabkan kesempatan
pengendapan berlangsung lebih efektif. Piranti lamella bekerja dengan
melalukan larutan ke sayap sayap lamella, biomassa yang berbeda masa
jenis akan tertangkap dalam sayap lamella. Dalam bentuk koloni/gumpalan,
maka biomasa akan lebih mudah dan cepat mengendap ke dasar kolam. Bak
generik sedimentasi berbentuk bak silinder dengan ujung berbentuk corong.
Dengan bentuk kerucut tersebut, biomassa lebih terkonsentrasi untuk
mengendap di dasar bak.
- Faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi antara lain, berat jenis
biomassa/partikel, ukuran partikel, temperatur, umur sel, cahaya dan waktu.
Laju pengendapan biomassa mikroalga ditentukan oleh berat jenis dan
ukuran alga. Semakin berat massa suatu biomassa atau semakin besar
ukuran sel mikroalga maka laju pengendapannya semakin besar. Dengan
mengetahui berat jenis dari sel mikroalga dan media tumbuhnya, maka akan
28
dapat diperkirakan kecepatan pengendapan dari sel mikroalga tersebut. Suhu
mempengaruhi laju pengendapan biomassa mikroalga. Pada kondisi suhu
rendah, maka laju pengendapan biomassa mikroalga menjadi meningkat. Sel
biomassa berserta organel selnya berkembang seriing dengan laju
pertumbuhannya. Perkembangan organel sel akan meningkatkan berat dan
ukuran sel, sehingga akan juga mempengaruhi laju pengendapan sel
tersebut. Waktu yang diperlukan agar proses sedimentasi biomassa
berlangsung optimal adalah sekitar 24 jam.
- Kelebihan Proses pemanenan biomassa mikroalga dengan sedimentasi yaitu
kebutuhan energi kecil, tidak menghasilkan limbah dan toksik, tidak
memakai bahan kimia, dan biaya operasional rendah. Sedangkan
kekurangannya yaitu ketergantunggan yang tinggi pada jenis strain alga.
11. KESIMPULAN
29
kebutuhan pengolahan lanjutan biomassa untuk berbagai kepentingan
13. SOFT COPY JURNAL
30