Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ARINI SAYYIDAH ACHMAD

NPM : 20034010031
KELAS :B

RESUME OPERASIONAL INCINERATOR SAMPAH KOTA

Insinerasi adalah teknologi pengolahan sampah melalui pembakaran langsung dan


terus meners (kontinyu selama 24 jam) menggunakan udara yang mencukupi dan pada
temperatur tinggi. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi gas panas sisa hasil
pembakaran, abu dan partikulat. Gas yang dihasilkan insinerator dibersihkan dahulu dari
polutan sebelum dilepas ke atmosfer di dalam Air Pollution Control (APC) dan dipantau
secara kontinyu melalui Continuous Emission Monitoring System (CEMS).

Pada ruang bakar insinerasi (yang disebut insinerator), temperatur pembakaran pada
ruang bakar mencapai 800 hingga 1100°C, dan menghasilkan flue gas (gas buang) dengan
temperatur tinggi. Dengan pembakaran temperatur tinggi, sampah mengalami oksidasi dan
berubah fasa dari padatan atau cairan menjadi gas, utamanya dalam bentuk CO 2 (karbon
dioksida) dan H2O (air). Dengan perubahan fasa ini, insinerasi menjadi sangat efektif untuk
mengurangi volume sampah sebanyak 80 hingga 90 persen, dengan abu dan partikulat
sebagai residu.

Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary Chamber dan
Secondary Chamber :

a. Primary Chamber Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi


pembakaran dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari
semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa.
b. Secondary Chamber  Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut
agar tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut dapat berlangsung
dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara oksigen (udara) dengan gas
hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal (retention time) yang cukup.

Pemanfaatan energi panas insinerasi identik dengan combustion, yaitu dapat


menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan. Faktor penting yang harus diperhatikan
adalah kuantitas dan kontinuitas limbah yang akan dipasok. Kuantitas harus cukup untuk
menghasilkan energi secara continue agar suplai energi tidak terputus (Damanhuri, E., 2008).
Berbagai macam kapasitas dan jenis PLTSa atau WtE Termal Insinerasi telah
dibangun di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Beberapa negara
memiliki PLTSa dengan kapasitas yang sangat besar, sebagai contoh adalah Tuas
Incineration Plant di Singapura dengan kapasitas mencapai 4320 ton/hari.

Saat ini Singapura memiliki empat incinerator berkapasitas besar dan modern.
Incinerator pertama dioperasikan sejak tahun 1979 di Ulu Pandan dangan kapasitas 1.100
ton/hari, kedua di Tuas sejak tahun 1986 dengan kapasitas 1.700 ton/hari, ketiga di Senoko
sejak tahun 1992 dengan kapasitas 2.400 ton/hari. Sedangkan incinerator yang paling akhir
dioperasikan sejak tahun 2000 berada di Tuas Selatan. Incinerator tersebut merupakan
incinerator yang paling lengkap dan modern. Pada tahun 2001, keempat incinerator tersebut
telah berhasil membakar 2,55 juta ton sampah atau sekitar 91 % dari total sampah yang
dihasilkan oleh Singapura. Dari sini sekitar 1.158 juta kWh listrik dihasilkan atau sekitar 2
sampai 3% dari total listrik yang dihasilkan oleh Singapura. Sedangkan scrap metal (logam
bekas) yang berhasil dikumpulkan sebanyak 24.000 ton.

Tuas South Incineration Plant, Singapore, Plant insinerasi yang cukup terkenal di
Asia Tenggara secara khususnya yang dibangun oleh MHI (Mitsubishi Heavy Industries)
dimana PLTSa ini merupakan salah satu yang terbesar di Asia, bahkan dunia, dengan
kapasitas desain mencapai 4.320 ton/hari (720 x 6 ton/hari) dengan menghasilkan listrik
maksimum 66.3 x 2 MW (desain).

TSIP menggunakan konsep insinerasi moving grate pada ruang bakarnya untuk
pembakaran sampah, dimana temperatur pada ruang bakar dijaga pada 1000°C. TSIP
menggunakan treatment flue gas berupa dry lime reactor untuk menetralkan asam pada flue
gas dan electrostatic precipitator untuk menangkap debu pada flue gas.
Limbah padat yang berasal dari sumbernya dan telah terkumpul di-transfer station
diangkut ke plant incinerator atau pelabuhan sampah di Tuas. Proses pembakaran limbah
padat (incinerasi) secara garis besar sebagai berikut. Pertama-tama sampah dibawa ke plant
incinerator dan ditampung di dalam bak penampung (bunker). Penampungan tersebut
dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas operasi incinerator. Sementara itu bulky waste,
seperti cabang pohon dan furnitur bekas, dicacah menjadi serpihan kecil sebelum dicampur
dengan sampah lainnya. Sampah yang telah bercampur di bunker kemudian dipindahkan ke
bagian pembakaran (furnace) dengan ekskavator melalui corong masuk (hopper).

Pada awal proses incinerasi, bahan bakar minyak digunakan untuk memulai
pembakaran sampah melalui alat pemicu api. Sekali sampah dibakar dan temperatur furnace
mulai stabil, proses pembakaran akan bekerja dengan sendirinya, dan pemberian bahan bakar
minyak dapat dihentikan. . Temperatur normal di furnace sekitar 1000oC. Gas buang (flue
gas) dengan temperatur tinggi dari proses pembakaran mengalir melalui ruang dimana
tabung-tabung boiler menyerap panas sehingga dihasilkan uap super panas. Flue gas
didinginkankan sampai di bawah 600oC sebelum masuk peralatan ketiga dimana tabung-
tabung superheater ditempatkan. Setelah melalui economizer tube-bundles, flue gas
didinginkan sampai dibawah 280oC. Flue gas kemudian melewati heat excehanger yang lain
menuju temperatur 180oC. Kemudian flue gas masuk ke reaktor dry lime diikuti oleh
electrostatic presipitator dan sistem filter bag. Filter bag didesain untuk menghilangkan 85%
HCl dan 99.5% kandungan debu flue gas. Flue gas yang telah tersaring tersebut akhirnya
dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap setinggi 150 meter.

Residu abu dari furnace di transportasikan ke penampung abu oleh konveyor getar
(vibrating conveyor). Ferous metal dipisahkan dengan magnet (electromagnetic separator)
dan dijual sebagai scrap. Sisa abu dikirim ke pelabuhan sampah di Tuas (Tuas Marine
Transfer Station, TMTS).

Uap yang dihasilkan boiler dialirkan ke turbin, yang bersatu dengan generator untuk
memproduksi listrik. Uap air di turbin diembunkan dengan air-cooled condenser. Generator
disesuaikan dengan level listrik pembangkit listrik nasional. Setelah dipakai sendiri untuk
plant, sekitar 75% listrik yang dihasilkan dijual melalui grid via stop-up transformer.

Sumber :

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan


Infrastruktur Wilayah. (2018). Modul Pelatihan Teknologi WtE Termal Berbasis
Proses Pembakaran (Insinerasi). Bandung.

Wahyono,Sri. (2004). Penerapan Teknologi Tinggi Untuk Pengelolaan Limbah Padat Di


Singapura. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT.5(1): 63-68.

Anda mungkin juga menyukai