Anda di halaman 1dari 19

ALAT INCINERATOR

1. Pengertian Incinerator

Incinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang


mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash
dan fly ash). Incinerator merupakan suatu alat penghancur atau pemusnah limbah
organik melalui pembakaran dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari
lingkungan sekitarnya. Incinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi
lainnya didefinisikan sebagai pengolahantermal.
Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil
pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari
polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan
sebagai energi pembangkit listrik. Incinerator adalah alat untuk menghancurkan
limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari
senyawa organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.

1.1 Deskripsi Proses Incinerator :


Incinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam
waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga
menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistim pembakaran
bertingkat (doublechamber), sehingga Emisi yang melalui cerobong tidak
berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada
akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Pemilihan incinerator yang akan digunakan disesuaikan dengan keadaan
lingkungan, jenis dan komposisi sampah, serta volume sampah, sehingga dapat
dilakukan secara lebih efisien baik prosesnya maupun transportasi dan tenaga
operasionalnya, serta pula penggunaan lahan lebih efisien. Meminimalkan sampah

yang berukuran besar dan berat untuk dapat dipilah masuk ke dalam tempat
tersendiri.
Untuk menjaga kesempurnaan pembakaran di incinerator dan mencegah
kerusakan pada dinding pembakar, maka Gelas dan Logam tidak ikut dibakar.
Volume sampah yang berlebihan diatas mungkin tercecer (tumpah keluar)
sehingga menurunkan efesiensi pemilihan. Oleh karenanya pada lokasi
pembakaran perlu disediakan tempat, dan bila diperlukan diadakan pengaturan
pemulung yang akan menangani pemilahan sampah dengan baik, “ Sangat
memungkinkan terjadi perebutan lahan kerja dari pemulung dan akan menjadikan
friksi-friksi sosial ”.

Gambar 1. Desain Sistem Pembakaran Sampah pada Incinerator


1.2 Komponen-kompenen pada Alat Incinerator
a. Ruang Bakar Utama:
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ efisiensi
udara “ dimana udara yang dimasukan didistribusikan degan merata kedasar ruang
bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran,
keluaran dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan
dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas
ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal
dalam waktu pembakaran.
Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 8000 – 1.0000 C dengan
sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari
sebuah Blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing
almunium dan Motor Listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama
didistribusikan ke koil.

b. Ruang Bakar Tingkat Kedua:


Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri
dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas gas karbonisasi
yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah
terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua,
kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar
habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas
karbonisasi suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi
selesai maka Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari,
gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih
tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.1000 C
dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang
pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor.

c. Panel Kontrol Digital:


Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting
suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol
secara “ automatic “ dengan sitem close loop. Pada panel digital dilengkapi
dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan
dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya
lampu isarat yang memadai dan memudahkan operasi.

d. Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya
dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang
bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua
dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam
cerobong,. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan
gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan
terlempar kedinding cerobong siklon.
Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka
butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang
disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat
dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu
halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air ditampung dan
didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon
kembali.

e. Burner dan Blower:


Incinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan
secara otomatis. Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat,
serta dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga
mampu menghasilkan panas yang tinggi Dalam lingkup perlakuan termal limbah
padat, Gambar 1 menunjukkan perbedaan dalam hal pirolisis, gasifikasi dan
pembakaran dengan memperhatikan jumlah udara yang ada. Pada proses pirolisis
limbah padat tidak memerlukan jumlah dan proses gasifikasi diperlukan sebagian
jumlah udara, sedangkan pada proses pembakaran limbah padat diperlukan jumlah
udara berlebih

Gambar 2. Klasifikasi teknologi termal pada MSW (Municipal Solid Waste)


(sumber: Defra, 2007 dalam Wahyu Prastikasari, 2013)

1.3 Jenis-Jenis Incinerator


Secara umum jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, dan fluidized bed

a. Diagram Alir Moving Grate

Gambar 3. Detail Diagram Alir Kerja Moving Grate

Jenis insinerasi moving grate (MG) sangat banyak diaplikasikan pada


PLTSa di dunia, dimana MG memungkinkan pergerakan sampah dengan
menggunakan conveyor pada ruang pembakaran agar terjadi pembakaran yang
efektif dan sempurna pada sampah. Tujuan utama dari tipe moving grate ini
adalah distribusi udara yang baik pada ruang bakar sesuai kebutuhan pembakaran.
PLTSa dengan jenis moving grate dapat membakar 35 metrik ton sampah per jam.
Tipe moving grate stoker tidak membutuhkan pre-treatment, sehingga dapat
mengolah sampah dengan variasi dan jumlah yang besar.

b. Proses Pada Moving Grate (MG)

Pada tipe moving grate stoker ini, pembakaran terdiri dari tiga zona seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2, yaitu zona pengeringan (drying), pembakaran
(combustion), dan pasca pembakaran (post- combustion). Pada zona pengeringan,
sampah dikeringkan terlebih dahulu sebelum dibakar, sehingga bahan-bahan
volatile atau bahan yang mudah menguap seperti uap air yang terkandung pada
sampah kemudian dapat ber-evaporasi. Pada fase pembakaran, sampah terbakar
sempurna, mengalami distilasi kering yang dilanjutkan dengan oksidasi aktif pada
suhu tinggi, dan menghasilkan flue gas. Kemudian fase pasca pembakaran akan
membakar sisa sampah yang belum terbakar dan tersisa pada abu insinerator
hingga habis.

Gambar 4. Tipe pembakaran stoker dengan moving grate


(piringan yang bergerak)
Udara primer yang dipakai dalam proses pembakaran disuplai melalui celah
piringan. Suplai udara pembakaran sekunder dilakukan dengan memompa udara
menuju bagian atas piringan. Jika dilakukan dengan kecepatan tinggi, hal ini dapat
memicu turbulensi yang memastikan terjadinya pembakaran yang lebih baik dan
surplus oksigen. Turbulensi ini juga penting untuk pengolahan gas sisa hasil
pembakaran sampah. Berdasarkan jenis pendinginannya, tipe insinerasi ini dapat
dibagi menjadi pendinginan dengan udara dan air.
Secara umum, tipe insinerasi dengan pendinginan air seperti di Gambar 3
digunakan untuk sampah dengan nilai kalor (LHV) yang tinggi, untuk menjaga
reliabilitas dari grate. Namun pendinginan dengan air ini kurang disukai karena
membutuhkan sistem sirkulasi & pendingin air untuk pendinginannya, sehingga
akan memakan banyak tempat dan biaya.

Gambar 5. Contoh moving grate tipe water-cooled

Pada umumnya beberapa material halus (disebut juga sifting) jatuh melalui grate.
Material ini kemudian ditampung pada bottom ash hopper. Material-material
halus ini dapat di-recover untuk produk lainnya, atau dikembalikan lagi ke proses
insinerasi. Peralatan stoker harus dibuat dan dioperasikan sehingga tahan terhadap
kerusakan api, dan mencegah jatuhnya aluminium, kaca, dan material meleleh
lainnya. Sehingga harus menggunakan material berkualitas yang memiliki
ketahanan panas yang baik dan mencegah keausan.

c. Konsep Insinerasi Jenis Moving Grate


Pada sisi feedstock (tempat masuknya sampah), untuk menjaga pembakaran
yang stabil maka diberikan anjuran segitiga karakteristik sampah (lower heating
value, moisture, dan ash content) seperti ditunjukan pada Gambar 4 berada dalam
daerah yang diarsir.

Gambar 6. Anjuran segitiga karakteristik sampah untuk mencapai


pembakaran yang stabil

Pada perkembangan teknologi terkini secara praktis, nilai kalor LHV bahan
baku diharapkan lebih besar dari 6 MJ/kg dengan fluktuasi variasi antara 6-12
MJ/kg sebagai acuan. Kebutuhan operasi yang diperlukan jika bahan baku di luar
batas tersebut adalah kebutuhan pre-heater udara jika nilai kalor LHV bahan baku
rendah dan kapasitas uap cadangan jika nilai kalor melebihi nilai LHV.
Penggambaran daerah rancangan bahan baku terhadap produksi energi termal

terlihat pada Gambar 5.


Gambar 7. Daerah rancangan ruang bakar
Pada sisi moving grate, aspek desain dalam perencanaan dimensi grate antara
lain:
a. Firing capacity (MW)
b. Nilai kalor bahan bakar LHV (MJ/kg)
c. Waste throughput (ton/jam)
d. Thermal grate load (kW/m2) dan mechanical grate load (ton/m2)
Perbedaan mendasar masing masing jenis grate terletak pada mekanisme
pergerakan elemen grate untuk membuat gerakan relatif sehingga sampah secara
otomatis dapat bergerak sepanjang combustion zone (pusher, reciprocating,
roller grate). Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah lifetime dari material
grate, bagian permukaan grate selalu ter-ekspose oleh temperatur pembakaran
yang tinggi dan gesekan sehingga tidak terhindarkan dari wear dan tear.
Konsekuensinya adalah grate dirancang menggunakan pendingin udara atau
pendingin air sehingga temperatur dari elemen grate dapat terkontrol. Trade off
antara efisiensi pembakaran dan lifetime moving grate akan terjadi dikarenakan
adanya penurunan kapasitas termal sebanyak yang terserap oleh media pendingin
grate (udara / air).
Pada bagian akhir dari grate, ruang bakar akan dilengkapi dengan sistem
Shifting Discharge yaitu sistem pengumpul dan pengangkut kotoran
(abu/sampah) yang lolos ke bawah grate seperti ditunjukan pada Gambar 6.
Kotoran yang lolos dari grate dikumpulkan pada shifting hopper, disemprot air
untuk menurunkan temperaturnya dan kemudian diangkut oleh konveyor ke
ekstraktor abu bersama-sama dengan bottom ash. Ruang bakar juga akan
dilengkapi dengan sistem pengumpul abu (ash extractor) yang berupa pendorong
abu otomatik dengan penggerak hidrolik atau pneumatic. Baik bottom ash
maupun shifting ash didinginkan terlebih dahulu hingga temperatur 60 °C
sebelum dimasukkan ke pengangkut abu.
Gambar 8. Sistem pengumpul abu (ash handling and discharge)

Pada sisi operasi, proses pembakaran secara umum dilakukan pada dua
bagian yakni: pembakaran udara primer dan pembakaran udara sekunder.
Pembakaran udara primer akan terjadi ketika feedstock berada di atas grate dan
disuplai oleh udara primer dari bawah grate, sedangkan kebutuhan udara
sekunder dalam proses pembakaran diinginkan untuk mencapai pembakaran
sempurna dengan kondisi:

a. Cukup oksigen sehinggaproses pembakaran masih dapat berlangsung


b. Cukup waktu tinggal pada temperatur diatas 850 °C (lebih dari 2 detik),
untuk memastikan dioxin dapat terurai
c. Cukup bercampur sehingga tiga aspek pembakaran dapat terpenuh (waktu,
temperatur, dan tercampur)
d. Tekanan ruang bakar di bawah tekanan atmosfer (mencegah terjadinya
kebocoran dan ledakan)
Kondisi rasio campuran udara terhadap bahan bakar (λ) pun akan
berpengaruh saat pembakaran karena akan menentukan tingkatan emisi (NOx,
Dioxin, CO) dan temperatur pembakaran. Dalam hal ini, penyusun dokumen
AMDAL harus menyertakan BAT (best available technology) dalam rangka
mencapai emisi gas buang yang rendah.
Gambar 7 menunjukkan pengaruh dari jumlah udara suplai terhadap bahan
bakar atau biasa disebut dengan istilah air fuel ratio. Variasi pasokan jumlah
udara pada ruang bakar direkayasa sedemikian sehingga dapat menekan produksi
emisi gas NOx. Pada kondisi pembakaran dengan pasokan udara normal emisi
NOx sebesar 400 mg/Nm3, namun dengan penurunan jumlah pasokan udara pada
bagian secondary combustion sesuai skema LN emisi NOx turun menjadi 300
mg/Nm3, sedangkan pada skema VLN emisi NOx sebesar 250 mg/Nm3.

Gambar 9. Pengaruh λ terhadap emisi NOx (LN = Low NOx ;


VLN = Very Low NOx)
Beberapa teknologi dan pengembangan dari insinerator jenis moving grate
adalah
1. Tumbling & Sliding Tiles Moving Grate
Tipe ini digunakan untuk mengakomodasi fluktuasi komposisi sampah yang
berbeda sebagai input ruang bakarnya. Sebagaimana terlihat pada Gambar 8, tipe
aktuator yang terkontrol secara terpisah yang digunakan untuk
pergerakan/pemindahan sampai pada grate sekaligus pencampuran sampah. Dua
hal ini diakomodasi dengan menggunakan sliding tiles (untuk pergerakan sampah
horizontal secara kontinu dan lambat) dan tumbling tiles (pergerakan sampah

secara vertikal miring untuk pencampuran dan aerasi)


Gambar 10. Tumbling & Sliding Tiles Moving Grate

2. Two-way gas flow with intermediate ceiling


Pada teknologi ini, gas tak terbakar (unburned gas) dan gas terbakar (burned
gas) dipisahkan di dalam ruang bakar dengan intermediate ceiling dan
dicampurkan kembali di ruang pencampuran untuk mendapatkan pembakaran
yang sempurna, sebagaimana terlihat pada Gambar 9. NOx yang tergenerasi pada
zona pembakaran utama (zona merah) berkurang dan terdekomposisi di dalam
ruang pencampuran gas ketika beraksi dengan NH3, HCN, dan lain-lain yang
terdenitrasi sendiri (self- denitrated) pada zona pengeringan (zona biru).
Gambar 11. Skematik two-way gas flow

Dengan teknologi ini, produksi dioksin berkurang karena reaksi terjadi pada
temperatur tinggi, waktu retensi yang cukup, dan terjadi pencampuran/turbulensi
sebagai syarat pengontrolan produksi dioksin (3T). Selain itu, korosi pada boiler
juga berkurang karena gas yang tereduksi.

3. Low-excess air combustion


Pada ruang bakar stoker normal, aliran gas dan daerah temperatur pada ruang
bakar adalah heterogen, sehingga udara berlebih dari nilai teoritiknya harus
diberikan untuk kestabilan pembakaran. Pada Gambar 10, udara pembakaran
temperatur tinggi yang berasal dari flue gas setelah filter bag (sebelum induced
draft fan) ditiupkan diatas bagian refuse layer membentuk zona pembakaran yang
stabil pada lapisan sampah bagian atas (refuse layer).

Gambar 12. Low-excess air combustion

Hal ini membuat dekomposisi termal dipercepat dengan menjamin


pembakaran stabil walaupun rasio udara berlebihnya rendah (1.3-1.5 kali).
Sehingga pembentukan NOx, CO, dan dioksin berkurang, heat loss berkurang dan
efisiensi recovery dari exhaust gas bertambah.
4. Back & forth moving grate
Moving grate jenis dyna grate adalah sistem pembakaran yang terdiri dari
seri piringan api (fire grates) yang terdiri dari beberapa langkah. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 11, grate tersebut bergerak ke belakang dan depan untuk
mengakomodasi kontak yang efisien antara sampah dan udara untuk mendapatkan
pembakaran yang stabil dari sampah.

Gambar 13. Back & Forth Moving Grate

5. DynaGrate merupakan teknologi terkini dari moving grate sebagaimana


dapat dilihat pada Gambar yang memiliki keunggulan sebagai berikut
1. Agitasi yang kuat pada tempat pembakaran dari sampah menghasilkan
pembakaran sempurna. Dimana pergerakan antar grate seperti pergerakan
longitudinal gelombang untuk mengoptimasi pembakaran dengan grate yang
dipasang pada shaft membentuk sudut kurang lebih 60 derajat.
2. Desain unik, dimana tidak ada kontak antara batangan-batangan grate,
sehingga dapat meminimalisir gaya mekanis antar grate, dan mengurangi
kebutuhan spare part. Keausan dapat jauh dikurangi.
3. Tersedia untuk kapasitas bervariasi dari 4-55 ton/jam, dengan lebar grate
mencapai 6 meter. Serta terdapat empat bagian dari sistem pembakaran pada
grate, sehingga memungkinkan untuk mengatur kecepatan dan kelebihan udara di
tiap-tiap bagiannya.
Gambar 14. Moving Grate jenis DynaGrate
e. Kelebihan dan Kekurangan insinerator tipe moving grate
- Kelebihan dari insinerator tipe moving grate ini adalah

a. Tidak memerlukan pemilahan atau pre-treatment limbah padat yang


masuk ke insinerator
b. Dapat mengakomodasi variasi nilai kalor dan komposisi limbah padat
yang cukup besar.
c. Teknologi telah secara luas dipakai, telah banyak dibangun di dunia
dan teruji performanya secara teknis
d. Efisiensi termal keseluruhan mencapai 85%
e. Kapasitas dari sampah yang akan dibakar cukup besar, dimana
mencapai 1200 ton/hari tiap ruang bakarnya.

- Sementara kekurangan dari insinerator tipe moving grate adalah:


a. Kebutuhan udara berlebih, yang menyebabkan volume flue gas yang
lebih banyak
b. Biaya investasi dan perawatan cukup besar
c. Kurang sesuai untuk nilai kalor yang cukup tinggi (lebih dari 3000
kcal/kg

b. Incinerator RotaryKiln
Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah sludge ex WWT atau limbah
yang mempunyai kandungan air (water content) yang cukup tinggi dan
volumenya cukup besar. Sistem incinerator ini berputar pada bagian primary
chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan pembakaran limbah yang merata
keseluruhbagian.
Proses pembakarannya sama dengan type static, terjadi dua kali
pembakaran dalam Ruang Bakar 1 (Primary Chamber) untuk limbah dan Ruang
Bakar 2 (Secondary Chamber untuk sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar
dalam Primary Chamber.
Gambar 14. Incinerator Rotary Kiln
(Sumber : http://www.pollutionissues.com/Ho-Li/Incineration.html)

a. Konsep Ruang bakar insinerasi jenis Rotary Kiln


Ruang bakar rotary kiln sangat cocok digunakan untuk jenis sampah
campuran tanpa proses pre-treatment (pencacahan dan pemilahan). Secara
skematis rancangan sistem insinerator dengan ruang bakar rotary kiln ditunjukan
pada Gambar 15. Bahan baku (feedstock) berupa sampah kota akan masuk
melalui ujung atas rotary kiln. Putaran rotary kiln digerakan oleh motor penggerak

dengan kecepatan rendah (< 5 rpm) yang memungkinkan sampah akan terbakar
dengan waktu tinggal antara 30-90 menit. Temperatur pembakaran kiln berkisar
antara 850–1,000 °C atau dapat lebih tinggi antara 1,000–1,200 °C untuk
memastikan hancurnya komponen berbahaya dioxin dan furan.
Gambar 16. Diagram AlirSkema ruang bakar rotary kiln dalam sistem PLTSa

Ruang bakar rotary kiln, merupakan suatu ruang bakar pembakaran


tertutup yang dijaga agar bertekanan negatif dengan suplai udara sebagai
oksidator pembakaran. Pembakaran dilakukan secara bertingkat, pada tingkat
pertama bahan baku (feedstock) dibakar sehingga menghasilkan gas hasil
pembakaran dan panas. Pada tingkat berikutnya, rotary kiln dilengkapi oleh
afterburner yang akan aktif jika temperatur pembakaran turun akibat tingginya
kandungan air komponen ataupun turunnya kualitas sampah bahan baku.
Pada bagian akhir dari rotary kiln, komponen abu akan meleleh dan
membentuk slag. Pada bagian pengumpul abu, sejumlah abu akan dicampurkan
dengan air sehingga terjadi proses de-slagging sehingga akan terbentuk
granulated slag. Sistem pengumpul abu pada rotary kiln, tidak berbeda pada
sistem moving grate seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Gambar 17. Skema proses ruang bakar rotary kiln
Secara skematik rancangan ruang bakar rotary kiln ditunjukan oleh
Gambar 17 dengan aspek dasar rancangan dibuat berdasarkan kebutuhan
meliputi:
a. Karakteristik olah bahan baku (nilai kalor, kandungan air, ukuran,
komposisi sampah)
b. Kapasitas olah ruang bakar (kg/jam)
c. Temperatur pembakaran
d. Residence time dan kecepatan putar kiln
e. Limit emisi (tar, NOx, slagging)
Sehingga didapatkan beberapa parameter rancangan yakni :
a. Diameter kiln dan panjang kiln, tebal dinding ruang bakar refraktori dan
insulasi
b. Sudut inklinasi, kecepatan putar kiln, daya motor penggerak kiln
c. Sistem pembakar tambahan dan Air fuel ratio
d. Komposisi gas hasil pembakaran dan rendemen produk
Kondisi operasional dari rotary kiln dapat mencapai suhu 800-1650 °C,
sehingga insinerator jenis ini memiliki resistansi paling baik terhadap pembakaran
temperatur tinggi. Sistem insinerator jenis rotary kiln merupakan sistem
pengolahan limbah yang paling universal dari segi jenis dan kondisi limbah
sampah yang dikelola. Insinerator jenis ini dapat digunakan untuk mengolah
berbagai jenis limbah padat dan sludge (cair) dengan kuantitas sangat besar.

Kelebihan dari pembakaran dengan rotary kiln adalah:


a. Variasi jenis sampah yang luas dapat dibakar, termasuk jenis padatan dan
cairan limbah untuk variasi komposisi dan nilai kalor yang luar
b. Tidak membutuhkan pemilahan atau pre-treatment lainnya
c. Efisiensi termal dapat mencapai 80%
d. Memiliki waktu retensi yang lama, sehingga mampu mengatasi limbah
berbahaya
e. Memiliki isolasi termal yang baik
Sementara kekurangan dari pembakaran dengan rotary kiln adalah:
a. Biaya investasi, serta biaya operasi dan perawatan mesin yang tinggi
karena masalah teknis yang sering terjadi untuk limbah padat yang
tercampur seperti erosi pada material refraktori, deposisi plastik.
b. Kapasitas untuk tiap ruang bakar pada umumnya dibatasi pada 480
ton/hari
c. Belum ada rekam jejak yang baik untuk tipe insinerasi jenis ini, karena
teknologi yang belum cukup dikenal
d. Operasi secara kontinu sulit untuk ditebak

e. Prinsip Kerja Incinerator


Prinsip kerja incinerator adalah sebagai tempat pembakaran dengan suhu
tinggi (>800oC) sehingga bahan yang dibakar tidak dapat didaur ulang lagi. Proses
incinerasi digunakan untuk mereduksi sampah yang tergolong mudah terbakar
(combustible) dan tidak boleh didaur ulang lagi karena berbagai alas an. Sasaran
incinerasi adalah untuk mereduksi massa dan volume buangan, membunuh bakteri
dan virus, mereduksi materi kimia toksik, serta memudahkan penanganan limbah
selanjutnya. Inserasi dapat mengurangi volume buangan padat domestic sampai
85 % - 95 % dan pengurangan berat sampai 70 % - 80%.

a. Tahapan Proses Insenerasi


Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu (Dodika, 2009)
b. Pengeringan
Merupakan penguapan air yang terkandung di dalam sampah, pada sampah
organik yang mengandung kadar air > 70%. Penguapan air mulai terjadi pada
temperatur 100 ⁰C. Pada tahap ini dibutuhkan energi (panas) untuk menjaga
temperatur tetap berada pada > 100 ⁰C.
c. Pembakaran 'volatile matters'
Yaitu reaksi oksigen dengan unsur unsur kimia yang terkandung di dalam
sampah terutama unsur N, S, P, Alkali dan lainnya sehingga tersisa unsur
C16 (Karbon) yang kita kenal sebagai arang. Secara kumulatif reaksi oksidasi ini
akan menghasilkan kalor (panas). Untuk mencapai temperatur reaksi oksidasinya
maka dibutuhkan panas, meskipun pada akhir reaksinya akan dihasilkan panas.
d. Pembakaran Sempurna (Karbon)
Yaitu reaksi oksigen dengan Karbon (arang) pada temperature 400 - 600 ⁰C
dengan tahapan reaksi sbb:

Secara kumulatif reaksi ini menghasilkan panas (eksotermik). Reaksi


inilahyang menjelaskan mengapa selalu terbentuk gas CO (karbon monoksida)
pada pembakaran arang.
Proses insinerasi berlangsung melalui tiga tahap, yaitu :
a. Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya
limbah menjadi kering yang akan siap terbakar pada suhu105oC
b. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak
sempurna, dimana temperatur belum terlalu tinggi (150oC – 300oC)
c. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna(>800oC)
d.
Aspek keterbakaran : menyangkut nilai kalor, agar terjadi proses optimal maka
ada beberapa aspek yang haris diperhatikan dalam menjalankan suatu incinerator,
antara lain :
a. kadar air, dan kadar abu dari buangan padat, khususnyasampah.
b. Aspek keamanan : menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi
logam berart, dan operasional incinerator.
c. Aspek pencegahan pencemaran udara : menyangkut penanganan debu
terbang, gas toksik dan uapmetalik

Anda mungkin juga menyukai