Insinerasi adalah salah satu teknologi pengolahan limbah yang melibatkan pembakaran langsung
dan terus-menerus (kontinyu selama 24 jam) menggunakan udara yang mencukupi dan pada
temperatur tinggi. Teknologi insinerasi dan system pengolahan limbah temperature tinggi lainnya
digambarkan sebagai “perlakuan termal”. Pada hakekatnya, insinerasi barang-barang sisa atau sampah
mengkonversi limbah menjadi panas yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi seperti listrik.
Pada ruang bakar insinerasi (yang disebut insinerator), temperatur pembakaran pada ruang
bakar mencapai 800 hingga 1100 °C, dan menghasilkan flue gas (gas buang) dengan temperatur tinggi.
Dengan pembakaran temperatur tinggi, sampah mengalami oksidasi dan berubah fasa dari padatan atau
cairan menjadi gas, utamanya dalam bentuk CO2 (karbon dioksida) dan H2O (air). Dengan perubahan fasa
ini, insinerasi menjadi sangat efektif untuk mengurangi volume sampah sebanyak 80 hingga 90 persen,
dengan abu dan partikulat sebagai residu.
Termal insinerasi harus dirancang, dibuat dan digunakan sebagai satu kesatuan komponen agar
dapat berjalan sesuai tujuan, yaitu memusnahkan sampah padat/cair dan memanfaatkan panas yang
dibangkitkan menjadi energi listrik. Secara umum, termal insinerasi memiliki komponen-komponen
utama berikut :
Fluidized bed incinerator berorientasi bentuk tegak lurus, vertikal dengan kerangka baja yang
dilapisi bahan tahan api, berisi hamparan pasir (sand bed) dan distributor untuk fluidasi udara. Fluidized
bed incinerator normalnya tersedia dalam ukuran berdiameter dari 9 sampai 34 feet (3-11 meter).
1. Bahan bakar sampah minimal harus memiliki nilai kalori (Lower Heating Value/LHV) sebesar 7 MJ/kg
sepanjang tahun. Jika nilai kalori dari sampah kurang dari nilai kalori yang disyaratkan, maka
diperlukan pre-treatment atau bahan bakar tambahan agar nilai kalori meningkat dan proses
insinerasi bisa berlanjut.
2. Pasokan yang stabil untuk proses insinerasi sampah adalah minimal 50.000 ton/ tahun
3. Sampah dikategorikan sebagai mampu untuk diproses secara insinerasi tanpa menggunakan bahan
bakar tambahan (auxilliary fuel) apabila sampah tersebut memiliki kadar abu dibawah 60% dan
kadar air dibawah 50%.
4. Perkiraan komposisi dan jumlah sampah harus dibuat berdasarkan survei pada Tempat Pembuangan
Akhir sampah yang akan menjadi bahan bakar insinerasi, dan harus dilakukan oleh institusi yang
berpengalaman.
Proses Fluidized Bed incinerator
a. Tahap pre-treatment
Proses pre-treatment sampah meliputi kegiatan penyortiran dan homogenisasi. Penyortiran berfungsi untuk
meningkatkan nilai kalori rata-rata sampah sebelum masuk ke insinerator. Fluidized bed incinerator membutuhkan
proses penyortiran sampah sebelum masuk insinerator. Kegiatan homogenisasi bisa berupa pencampuran sampah
(mixing) ataupun pencabikan sampah (shredding). Pencampuran sampah dilakukan untuk mengontrol masukan
energi dan proses insinerasi. Sedangkan pencabikan sampah dilakukan untuk menangani sampah jenis bulky waste
yang berjumlah besar. Pencabikan sampah merupakan persyaratan minimal untuk fluidized bed incinerator.
b. Proses pembakaran
Hamparan pasir diletakkan di atas distributor yang berupa grid logam dengan dilapisi bahan tahan
api. Grid ini berisi suatu pelat berpori berisi nosel-nosel injeksi udara atau tuyere di mana udara dialirkan
ke dalam ruang bakar untuk menfluidisasi hamparan (bed) tersebut. Aliran udara melalui nozzel
menfluidisasi hamparan sehingga berkembang menjadi dua kali volume sebelumnya. Fluidisasi
meningkatkan pencampuran dan turbulensi serta laju perpindahan panas yang terjadi. Proses
pemanasan dilakukan dengan alat bantu berupa burner. Burner memanaskan pasir sampai temperatur
operasi (750 – 900 oC) sehingga pembakaran dapat terjaga pada temperatur konstan. Untuk lebih
mempercepat proses pemanasan dapat juga ditambahkan bahan bakar lain ke dalam reaktor seperti
kayu, cangkang kelapa atau pun batu bara. Dalam beberapa instalasi, suatu sistem water spray
digunakan untuk mengendalikan temperatur ruang bakar.