Anda di halaman 1dari 144

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air tidak luput dari aktifitas sehari-hari ,air juga menjadi kebutuhan pokok
bagi makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan manusia akan air bersih untuk
kehidupan dan menunjang berbagai kegiatannya harus ditunjang dengan
ketersediaan air yang cukup secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Dalam hal
ini pemenuhan air bersih untuk dikonsumsi, baik untuk air minum, maupun untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya.
Dalam suatu perancangan kebutuhan air daerah perkotaan pengolahan dan
distribusi air yaitu sebagai air minum. Keberadaan air minum di daerah perkotaan
menjadi sangat penting mengingat aktifitas kehidupan masyarakat kota yang sangat
dinamis. Untuk memenuhi kebutuhan air minum, penduduk perkotaan tidak dapat
mengandalkan air dari sumber air langsung seperti air permukaan dan air hujan
karena kedua sumber air tersebut sebgian besar telah tercemar baik secara langsung
maupun tidak langsung dari aktivitas manusia itu sendiri. Air sungai merupakan
salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi mempunyai
keterbatasan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Sistem penyediaan air minum kota mencakup sistem jaringan perpipaan
dan/atau bukan jaringan perpipaan. Air minum yang memenuhi syarat kesehatan
adalah air yang memenuhi syarat kesehatan baik fisik, kimia, maupun bakteriologi
juga air minum harus memenuhi kebutuhan manusia baik secara kuantitas maupun
kontinuitas. Dalam memenuhi kebutuhan air minum perkotaan salah satu usaha
yang dilakukan adalah pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPAM) serta sistem
jaringan distribusinya. Hal ini dilakukan agar air baku yang diambil memenuhi
persyaratan kualitas untuk dikonsumsi, kemudian dapat didistribusikan ke seluruh
wilayah perkotaan.
Untuk memenuhi kebutuhan air minum di daerah perkotaan perlu di bangun
sebuah pengolahan air minum yang dikelola oleh pemerintah atau Perusahaan
Daerah Air Minum Setempat. Dalam tugas perancangan ini, distribusi air minum di
khususkan pada daerah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Sumber air baku yang
diambil dan didistribusikan diambil dari sungai setempat. Sistem distribusi air
minum ini menggunakan suatu jaringan perpipaan yang tersusun atas sistem pipa,
pompa dan perlengkapan lainnya. Kondisi topografi wilayah perancangan menjadi
1 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
factor-faktor perhitungan dalam distribusi air minum dan akan menentukan sistem
distribusi air minum baik secara gravitasi maupun dengan pemompaan.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembangunan suatu Instalasi Pengolahan
Air Minum (IPAM) dan jaringan distribusinya yang direncanakan dengan baik agar
operasional pengolahan dan distribusi air minum pada IPAM tersebut dapat
terlaksana secara efisien dan efektif. Dan sumber air baku yang diambil dari sungai
tersebut dapat disalurkan ke wilayah perancangan sesuai standart pemerintah yang
tertuang dalam Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 mengenai
Persyaratan Kualitas Air Minum.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Meningkatkan kemampuan dalam merencanakan suatu pelayanan
distribusi dan pengolahan Instalasi Pengolahan Air Minum sesuai standart
yang berlaku.

1.2.2 Tujuan
Mengetahui serta dapat merencanakan suatu desain Instalasi
Pengolahan Air Minum berdasarkan perhitungan distribusi air minum suatu
perkotaan, serta memperkirakan beban biaya pengolahan air dari penggunaan
air daerah setempat.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari Instalasi Pengolahan Air Minum Kabupaten Ponorogo, Jawa
Timur ini mencakup :
1. Lokasi dalam perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum adalah
Kabupaten Ponorogo
2. Periode Desain selama 10 tahun
3. Proyeksi Penduduk
4. Kebutuhan Air Domestik dan Non domestik
5. Diagram Alir Pengolahan Air Bersih
6. Preliminary Sizingbangunan
7. Bangunan Intake
8. Bangunan Prasedimentasi
9. Bangunan Flokulasi
10. Bangunan Sedimentasi
2 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
11. Bangunan Filtrasi
12. Bangunan Desinfeksi
13. Bangunan Reservoir
14. Tata Letak Instalasi Pengolahan Air Minum
15. Profil Hidrolis
16. BOQ RAB

3 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Air Baku


Dalam usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pelayanan air bersih
bagi penduduk maka diperlukan sumber air baku dengan kualitas yang memadai
dan kuantitasnya dapat diolah sebagai air bersih. Sumber air baku memegang
peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air baku atau raw water
merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih
(Kamala,K,R 1999). Berdasarkan SNI 6774:2008 tentang spesifikasi unit paket
instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit
paket instalasi pengolahan air pada bagian istilah dan definisi yang disebut dengan
air baku yaitu air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan
atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk
air minum.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sumber air
adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.

2.2.1 Air Permukaan


Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan
air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau,
waduk, rawa dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah.
Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheads atau
drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut
limpasan permukaan (surface run off) dan air yang mengalir di sungai menuju laut
disebut aliran air sungai (river run off). Air permukaan dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu :
a. Perairan Darat
Perairan darat adalah air permukaan yang berada di atas daratan misalnya
seperti rawa-rawa, danau, sungai, dan lain sebagainya.
b. Perairan Laut
Perairan laut adalah air permukaan yang berada di lautan luas. Contohnya
seperti air laut yang berada di laut.
4 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
2.2.2 Air Bawah Permukaan Tanah
Air tanah (groundwater) merupakan air yang berada di bawah permukaan
tanah. Air tanah ditemukan pada aliran air di bawah permukaan tanah. Pergerakan
air tanah sangat lambat, kecepatan arus berkisar antara 10-10-10-3 m/det dan
dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengisian kembali
air. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah
pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat
mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat
dan waktu yang tinggal lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika
mengalami pencemaran.
Daerah di bawah tanah yang terisi air disebut daerah saturasi. Pada daerah
saturasi, setiap pori tanah dan batuan berisi oleh air, yang merupakan air tanah
(groundwater). Batas atas daerah saturasi yang banyak mengandung air dan daerah
belum saturasi/jenuh yang masih mampu menyerap air. Jadi, daerah saturasi berada
di bawah daerah unsaturated.
Pada dasarnya air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses
infiltrasi secara langsung ataupun secara tidak langsung dari air sungai, danau,
rawa, dan genangan air lainnya. Air yang terdapat di rawa-rawa sering kali
dikategorikan sebagai peralihan antara air permukaan dan air tanah.
Pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri atas pergerakan horizontal air
tanah, infiltrasi air hujan, sungai, danau dan rawa ke lapisan akifer, dan
menghilangnya atau keluarnya air tanah melalui spring (sumur), pancaran air tanah,
serta aliran air tanah memasuki sungai dan tempat-tempat lain yang merupakan
tempat keluarnya air tanah. Daerah yang merupakan tempat masuknya air tanah
disebut recharge area, sedangkan daerah tempat keluarnya air tanah atau tempat
penyadapan/pengambilan air tanah disebut discharge area. Sungai, danau, rawa,
waduk, dan genangan air lainya dapat berperan sebagai recharge maupun discharge
area.
Air tanah yang berasal dari lapisan deposit pasir memiliki kandungan
karbondioksida tinggi dengan kandungan bahan terlarut (total dissolved solid/TDS)
rendah. Air tanah yang berasal dari lapisan deposit kapur juga memiliki kadar
karbondioksida yang rendah(karena karbondioksida bereaksi dengan kapur),
namun memiliki nilai TDS yang tinggi.

5 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Air tanah biasanya memiliki kandungan besi relatif tinggi. Jika air tanah
mengalami kontak dengan udara dan mengalami oksigenasi, ion ferri pada ferri
hidroksida yang banyak terdapat dalam air tanah akan teroksidasi menjadi ion ferro,
dan segera mengalami pengendapan serta membentuk warna kemerahan pada air.
(Hefni E,2003)
Air yang berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh
berat air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena akuifer
terisolasi oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeable
dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air
melewatinya. Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah air tanah seperti lapisan
pasir kerikil disebut lapisan permeable. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti
lempung, disebut lapisan kedap air, atau disebut juga impermeable. (Sasrodarsono
dan Takeda,1993)

Gambar 2.1 Lapisan Permukaan Tanah

Permukaan air tanah di sumur dari air tanah bebas adalah permukaan air bebas
dan permukaan air tanah dari akuifer terkekang adalah permukaan airterkekang.
Jadi permukaan air bebas adalah batas antara zona aerasi atau zona yang tidak jenuh
di atas zona jenuh. (Linsley dan Franzini,1991) Uraian mengenai terbentuknya air
tanah menunjukkan bahwa peranan formasi geologi atau akuifer amatlah penting.
Formasi geologi tertentu, baik yang terletak pada zona bebas (unconfined aquifer)
maupun zona terkekang (confined aquifer), dapat memberikan pengaruh tertentu
pula terhadap keberadaan air tanah. Dengan demikian, karakteristik akuifer
mempunyai peranan yang menentukan dalan proses pembentukan air tanah.
Dengan demikian, karakteristik akuifer mempunyai peranan yang menentukan
dalam proses pembentukan tanah.
6 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
2.2 Kualitas Air Baku
Air baku yang berasal dari sumber yang berlainan akan mempunyai
karakteristik yang berbeda pula, bahkan air baku yang berasal dari sumber yang
sama akan memiliki karakteristik yang berbeda karena perbedaan musim, misalnya
air baku yang berasal dari sungai akan mempunyai karakteristik yang berfluktuasi
pada setiap musim. Pada musim hujan debit air besar sehingga terjadi pengenceran
bahan-bahan pencemar, kandungan bahan organik cendrung turun tetapi, kekeruhan
akan cendrung naik karena air mengandung lumpur. Pada musim kemarau debit air
mengecil, bahan pencemar tetap tidak berubah. Akibatnya konsentrasi bahan
organik tinggi, tingkat kekeruhan akan turun karena tidak terlalu ada lumpur yang
terbawa. Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang
bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum adalah :
a. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l
SiO2.
b. Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan
warna sementara mengikuti kekeruhan air baku.
c. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP No. 82 tahun
2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
d. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan
atau bahan organic melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah
(<50 NTU) maka digunakan IPA system DAF (Dissolved Air Flotation) atau
system lainnya yang dapat di pertanggung jawabkan.

Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh suatu air baku sistem
pengolahan air minum, yaitu:
 Segi Kualitas
Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat-syarat kualitas fisik,
kimia dan biologi yang menjamin bahwa air tersebut akan aman dikonsumsi
oleh masyarakat tanpa khawatir akan terkena penyakit bawaan air. Dalam hal
ini, air harus memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001.

 Segi Kuantitas
Air yang akan dipergunakan harus tersedia dalam jumlah yang cukup
sehingga dapat dipergunakan selama dibutuhkan. Untuk menjaga kehidupan

7 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


akuatik di dalam sumber air maka terdapat persyaratan pengambilan debit
maksimum yang diijinkan yaitu sekitar 20 – 40% dari kapasitas sumber.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun


2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas sebagai berikut :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan
,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.3 Standar Kualitas Air Bersih


Dalam penyediaan air bersih, terdapat 2 faktor penting yang harus
diperhatikan, yaitu kuantitas dan kualitas dengan memenuhi standar yang berlaku.
Dalam menentukan kualitas dan kuantitas dikaitkan dengan karakteristik air dalam
suatu baku mutu air. Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang karakteristik
air baku, seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut
parameter kualitas air.
Berikut ini adalah parameter air dalam standar kualitas air bersih diatur oleh
Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, , PP RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.

8 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Parameter-parameter yang digunakan sebagai standar kualitas air :

9 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


10 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
Gambar 2.2 Persyaratan Kualitas Air Minum

2.4 Pengolahan Air Bersih


Secara umum pengolahan air minum dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Pengolahan lengkap
2. Pengolahan tidak lengkap
Pemilihan metode pengolahan air minum didasarkan pada karakteristik air
baku. Air baku yang berasal dari sumber air baku yang berlainan akan memiliki
karakteristik yang berbeda pula, bahkan air baku yang berasal dari sumber yang
sama akan memiliki karakteristik yang berbeda, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
perbedaan musim pada titik letak sumber air baku. Misalnya jika kita menggunakan
air baku dari sungai pada saat musim hujan akan memiliki debit yang besar
sehingga terjadi pengenceran bahan-bahan pencemar, kandungan bahan organik
yang cenderung menurun, namun kekeruhan akan cenderung menaik karena
mengandung lumpur. Sedangkan pada musim kemarau debit air akan mengecil
namun bahan pencemar tetap tidak berubah. Akibatnya kensentrasi bahan organik
tinggi dan tingkat kekeruhan akan menurun karena lumpur yang terbawa tidak
terlalu signifikan.
Beda halnya dengan air baku dari air tanah. Air tanah banyak mengandung
mineral seperti Fe, Ce, Mn, dan Mg. Air tanah memiliki tingkat kekeruhan rendah
dengan kesadahan yang tinggi, namun kandungan bahan organik rendah atau
bahkan tidak ada.

11 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Perbedaan karakteristik air baku tersebut akan menentukan cara pengolahan.
Cara pengolahan akan menentukan metode pengolahan. Metode pengolahan akan
memengaruhi unit-unit pengolahan yang akan dibutuhkan. Sehingga sebelum
mendesain suatu bangunan pengolahan air minum terlebih dahulu mengetahui
karakteristik air baku.

2.4.1 Pengolahan Lengkap


Pengolahan lengkap biasanya dipakai untuk mengolah air yang berasal dari
air permukaan seperti air sungai, danau, kolam, dll. Karakteristik umum yang
dimiliki oleh air permukaan adalah kekeruhan tinggi dan kandungan bahan organik
serta mikroorganisme yang tinggi. Untuk mengolah air dengan karakteristik seperti
ini maka diperlukan unit-unit pengolahan sebagai berikut :
Koagulasi/
Sumber Air Baku Intake Prasedimentasi
Flokulasi

Desinfeksi Filtrasi Sedimentasi

Reservoir Distribusi

Gambar 2.3 Diagram Alir Pengolahan Lengkap

2.4.2 Pengolahan Tidak Lengkap


Pengolahan tidak lengkap dipakai apabila kualitas air sudah tidak memenuhi
standar baku mutu air. Biasanya air baku yang akan diolah memiliki karakteristik
yang spesifik, jadi pengolahan tidak lengkap hanya untuk memperbaiki kualitas
parameter tertentu seperti :
 Bakterologis
 Fe dan Mn
 Ca dan Mg
 CO2 dan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
 Mikroorganisme
 Logam berat

12 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Beberapa alternatif pengolahan tidak lengkap:

1. Air baku air tanah dengan kesadahan sementara berlebih (>10gr)

Rapid mix Slow mix Sedimentasi


Intake
Ca (OH)2 (CO2)

Chlorinasi
Rekarbonasi Filtrasi Reservoir
(Chlor)

Distribusi

GambarGambar
1. 1 Pengolahan
2. 1 Persyaratan
Air Tanah
Kualitas
denganAir
Kesadahan
Minum Berlebih
2. Air baku air tanah dengan Fe dan Mn berlebihan

Intake Aerasi Sedimentasi Filtrasi

Chlorinasi Reservoir Distribusi

Gambar 2.2 Pengolahan Air Tanah dengan Fe dan Mn Berlebih


3. Air baku air tanah dengan kandungan Fe berlebihan, CO2 berlebihan dan pH
rendah

Rapid mix Slow


Sedimentasi
Intake mix
(CO2)
Ca (OH)2

Chlorinasi
Rekarbonasi Filtrasi Reservoir
(Chlor)

Distribusi

Gambar 2. 3 Pengolahan Air Tanah dengan Kandungan Fe, CO2 Berlebih


dan pH rendah.

13 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

3.1 Batas Administrasi


Secara umum Kabupaten Ponorogo terletak di wilayah barat propinsi Jawa
Timur dengan luas wilayah 1.371,78 km2 yang secara administratif terbagi dalam
21 kecamatan dan 307 desa atau kelurahan. Menurut kondisi geografisnya,
Kabupaten Ponorogo terletak antara 111° 17’ - 111° 52’ Bujur Timur (BT) dan 7°
49’ - 8° 20’ Lintang Selatan (LS) dengan ketinggian antara 92 – 2.563 meter di atas
permukaan laut yang dibagi menjadi 2 sub area yaiyu area dataran tinggi yang
meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pudak, Ngebel dan 17 kecamatan lainnya
merupakan daerah daratan rendah.

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Ponorogo

Jarak ibukota Kabupaten Ponorogo dengan ibukota Provinsi Jawa Timur


kurang lebih 200 km ke arah timur laut dan jarak dengan ibukota negara 800 km ke
arah barat. Adapun batas-batas wilayah kabupaten Ponorogo adalah sebagai
berikut:

 Utara : Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk


 Timur : Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek
 Selatan : Kabupaten Pacitan
 Barat : Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)

14 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Secara administratif wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi 21
kecamatan, 307 desa atau kelurahan, 947 dusun atau lingkungan. 2.272 Rukun
warga (RW) dan 6.842 Rukun Tetangga (RT).

Berikut ini nama-nama kecamatan di Ponorogo :

1. Kecamatan Ponorogo

2. Kecamatan Siman

3. Kecamatan Mlarak

4. Kecamatan Jetis

5. Kecamatan Balong

6. Kecamatan Kauman

7. Kecamatan Sukorejo

8. Kecamatan Babadan

9. Kecamatan Jenangan

10. Kecamatan Ngebel

11. Kecamatan Pulung

12. Kecamatan Pudak

13. Kecamatan Sooko

14. Kecamatan Sawoo

15. Kecamatan Sambit

16. Kecamatan Bungkal

17. Kecamatan Ngrayun

18. Kecamatan Slahung

19. Kecamatan Jambon

20. Kecamatan Badegan

21. Kecamatan Sampung

15 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3.2. Kondisi Morfologi
Keadaan geografisnya, Kabupaten Ponorogo di bagi menjadi 2 sub area, yaitu
area dataran tinggi yang meliputi kecamatan Ngrayun, Sooko dan Pulung serta
Kecamatan Ngebel sisanya merupakan daerah dataran rendah. Sungai yang
melewati ada 14 sungai dengan panjang antara 4 sampai dengan 58 Km sebagai
sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan produksi padi maupun hortikultura.
Sebagian besar dari luas yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan sawah
sedang sisanya digunakan untuk tegal pekarangan Kabupaten Ponorogo
mempunyai dua iklim yaitu penghujan dan kemarau.

3.3 Kondisi Topografi


Berdasarkan pencitraan di atas, bahwa Kabupaten Ponorogo terbentuk karena
adanya beberapa pegunungan kapur. Terjadi karena adanya proses dari pergeseran
lempeng eurasia dengan lempeng australia. Salah satunya di Provinsi Jawa Timur
yang terletak di Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo.

3.4 Sumber Air Baku


Berdasarkan dari kondisi topografi wilayah Kabupaten Ponorogo sebagian
dibatasi langsung oleh sungai Bengawan Solo Sumber air baku sendiri dipilih
berdasarkan ketinggian dan kontur Kecamatan Kota dimana pemilihan sumber air
baku berdasarkan dari elevasi muka tanah yang tertinggi dan mendekati sungai

3.4.1 Letak Sumber Air Baku dan Kontur


Letak Sumber Air Baku dalam perencanaan ini didasarkan atas elevasi
muka tanah yang tertinggi yaitu pada ketinggian 300 m dari muka tanah.
Sumber air baku yang akan digunakan yaitu dari Air sungai yang terletak di
Kecamataan Pulung. Kecamatan ini dipilih karena dinilai dekat dengan
sumber air baku dan unit ini akan mempermudah distrbusi air serta dapat
menekan biaya perpipaan.

16 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Gambar 3.2 Letak Sumber Air Baku

3.4.2 Jarak Sumber Air Baku dengan Intake


Perencanaan unit intake dari sumber air baku atau sungai Kecamatan
Kota direncakan berjarak 50 m dari sumber air baku. Pengaliran dilakukan
dengan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul dan jarak tersebut
dipilih berdasarkan ketersediaan lahan dan tidak terlalu dekat dengan sungai.
Karena kegiatan aktifitas penduduk disekitar sungai biasanya mengganggu
sanitasi atau kegiatan dalam unit IPAM sendiri.

3.4.3 Jarak Intake dengan Lokasi Unit IPAM


Dari jarak Intake ke lokasi Unit IPAM juga mempertimbangkan kondisi
ketersediaan lahan di Kecamatan Kota. Pemilihan unit-unit pengolahan yang
akan digunakan dalam instalasi pengolahan air minum tergantung kepada
kualitas air baku yang akan diolah, dengan mempertimbangkan segi teknis
dan segi ekonomis. Jarak yang digunakan yaitu sebesar 100 meter, jarak ini
digunakan agar tidak terlalu jauh dari Intake karena terlalu panjangnya pipa
tentu memperjauh jarak ke lokasi IPAM dan hal ini bisa mempengaruhi biaya
pemasangan serta segi keselamatan pipa. Sehingga sebaiknya pipa yang
direncanakan tidak terlalu jauh dari Unit IPAM untuk mencegah kerusakan

3.4.4. Kualitas Sumber Air Baku


Air Sungai adalah air hujan yang jatuh kepermukaan bumi dan tidak
meresap ke dalam tanah akan mengalir secara grafitasi searah dengan

17 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


kemiringan permukaan tanah dan mengalir melewati aliran sungai. Sebagai
salah satu sumber air minum, air sungai harus megalami pengolahan secara
sempurna karena pada umumnya memiliki derajat pengotoran yang tinggi.
Oleh karena itu diperlukan suatu standar dan kualitas air sungai sehingga
perencanaan unit IPAM memenuhi syarat.

Tabel 3.1 Kualitas Sumber Air Baku


Paramater Karakteristik Air Baku
Kekeruhan 75 NTU
Warna 25 PtCo
Bahan Organik 15mg/L
Sumber : Persyaratan Pribadi

3.5 Rencana Lokasi Lahan Unit IPAM

3.5.1 Letak Lahan dan Kontur


Unit IPAM yang akan direncanakan berada dalam kawasan Kecamatan
Pulung dan yang berada di wilayah Timur dari pusat Kabupaten. Kontur dari
kecamatan ini memiliki ketinggian kontur tanah dengan elevasi 300 m diatas
permukaan laut. Lahan yang dipilih yaitu lahan kosong yang tidak terlalu luas
namun cukup menampung Unit IPAM sesuai kriteria perencanaan yang
dibutuhkan serta dekat dengan sumber air baku ( Sungai ) Seperti kemudahan
operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang panjang, kemudahan
konstruksi dari segi ekonomis, akses yang baik sehingga tidak mengganggu
penduduk sekitar.

3.5.2 Sistem Pengaliran


Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan kuantitas,
kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik,
reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Sistem pengaliran yang dipakai
adalah cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini cukup
ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi. Seperti pada
penetuan letak IPAM yaitu menggunakan ketinggian elevasi muka tanah
sehingga metode gravitasi ini bisa diterapkan.

18 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Pada cara ini pompa juga bisa digunakan untuk meningkatkan tekanan
yang diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke
konsumen. Sistem ini digunakan apabila elevasi antara sumber air atau
instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan
yang cukup.

3.6 Jumlah Penduduk Eksisting


Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil
kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang
berkesinambungan dari tahun ke tahun. Seperti diketahui bahwa hampir semua
rencana pembangunan perlu ditunjang dengan data jumlah penduduk, persebaran
dan susunannya menurut umur penduduk yang relevan dengan rencana tersebut.
Data yang diperlukan tidak hanya menyangkut keadaan pada waktu rencana itu
disusun, tetapi juga informasi masa lampau dan yang lebih penting lagi adalah
informasi perkiraan pada waktu yang akan datang. Data penduduk pada waktu yang
lalu dan waktu kini sudah dapat diperoleh dari hasilhasil survei dan sensus,
sedangkan untuk memenuhi kebutuhan data penduduk pada masa yang akan datang
perlu dibuat proyeksi penduduk yaitu perkiraan jumlah penduduk dan
komposisinya di masa mendatang.
Perhitungan pertumbuhan penduduk perlu dilakukan agar mengetahui jumlah
penduduk sesuai perencanaan yang diharapkan. Pertumbuhan penduduk adalah
perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu
dibandingkan waktu sebelumnya. Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat
berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah dimasa yang akan
datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula
kebutuhan dasar penduduk ini, termasuk kebutuhan dalam bidang sosial dan
ekonomi.
Proyeksi penduduk suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi
dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian
dan perpindahan (migrasi). Ketiga komponen inilah yang menentukan besarnya
jumlah penduduk dan struktur umur penduduk di masa yang akan datang.

19 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo

Nama
No 2013 2014 2015 2016 2017
Kecamatan

1. Ngrayun 56.413 56.237 56 373 56 497 56,600

2. Slahung 48.407 49.441 49 424 49 397 49,350

3. Bungkal 34.246 34.554 34 590 34 620 34,634

4. Sambit 34.957 35.694 35 684 35 666 35,632

5. Sawoo 51.941 54.298 54 136 53 964 53,770

6. Sooko 22.423 21.954 21 974 21 988 21,995

7. Pudak 9.159 9.289 9 378 9 465 9,550

8. Pulung 46.128 46.590 46 681 46 762 46,826

9. Mlarak 36.963 36.725 36 829 36 924 37,004

10. Siman 43.678 42.669 42 870 43 063 43,240

11. Jetis 28.260 29.062 29 030 28 992 28,943

12. Balong 40.665 41.656 41 628 41 591 41,539

13. Kauman 37.165 39.450 39 266 39 076 38,869

14. Jambon 38.470 39.137 39 141 39 138 39,118

15. Badegan 29.080 29.347 29 377 29 401 29,413

16. Sampung 34.377 35.695 35 617 35 530 35,430

20 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


17. Sukorejo 51.281 50.556 50 742 50 918 51,073

18. Ponorogo 78.583 76.383 76 785 77 182 77,545

19. Babadan 68.317 64.947 65 452 65 949 66,423

20. Jenangan 53.867 52.718 52 956 53 183 53,391

21. Ngebel 19.520 19.407 19 460 19 508 19,549

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2013-2018

3.7 Fasilitas Non Domestik


Fasilitas non domestik yang tersedia pada kecamatan Kota antara lain tempat
pendidikan, tempat ibadah, pasar, dan berbagai pelayanan kesehatan. Lembaga
pendidikan yang tersedia pada Kabupaten Ponorogo mulai dari tingkat SD sederajat
hingga SMA sederajat, selain itu juga terdapat pasar umum sebagai penunjang
kegiatan perekonomian. Berikut data berbagai fasilitas yang ada pada Kabupaten
Ponorogo, Jawa Timur tahun 2018

3.7.1 Fasilitas Pendidikan


Dalam Kecamatan Kota jumlah sekolah dengan jenjang pendidikan
Sekolah Dasar (SD) mempunyai urutan tertinggi dibandingkan dengan
jenjang yang lainnya yaitu sebanyak 695 unit, 599 unit berstatus Sekolah
Dasar dan 96 unit berstatus Madrasah Ibtidaiyah. Urutan selanjutnya adalah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 174 unit dimana 91 unit
berstatus Sekolah Menengah Pertama dan 83 unit lainnya berstatus Madrasah
Tsanawiyah. SMA ada 137 unit sekolah dimana 27 unit berstatus Sekolah
Menengah Atas , 46 berstatus Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah
Aliyah sebanyak 64. Selanjutnya juga terdapat 8 perguruan tinggi dimana 1
berstatus negeri dan 7 lainnya berstatus swasta. Pendidikan jenjang SD,SMP
terdapat di setiap Kecamatan, sementara tingkat SMA hingga perguruan
tinggi hanya terdapat di beberapa kecamatan saja, namun karena jarak antar
kecamatan cukup dekat, akses ke sekolah terdekat cukup mudah. Tersedia
juga berbagai lembaga kursus di Kecamatan yang dapat diikuti oleh penduduk
yang ingin meningkatkan keterampilannya di bidang tertentu.
21 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
Tabel 3.3 Jumlah Fasilitas Pendidikan Di Kabupaten Ponorogo
Nama Perguruan
No SD MI SMP Mts SMA SMK MA
Kecamatan Tinggi

49 1 10 7 2 3 3
1 Ngrayun 0

38 5 5 7 1 2 6
2 Slahung 0

29 3 3 4 1 1 3
3 Bungkal 0

23 5 4 2 1 1 2
4 Sambit 0

40 2 6 4 - 1 4
5 Sawoo 0

22 1 2 1 1 - -
6 Sooko 0

8 - 1 - - - -
7 Pudak 0

40 6 5 2 1 1 1
8 Pulung 0

25 4 4 4 1 3 3
9 Mlarak 0

23 9 2 3 1 - 3
10 Siman 1

21 5 4 5 2 2 4
11 Jetis 1

27 4 4 3 2 2 3
12 Balong 0

25 4 4 3 1 3 3
13 Kauman 0

Nama Perguruan
No SD MI SMP Mts SMA SMK MA
Kecamatan Tinggi

24 6 3 4 1 1 3
14 Jambon 0

22 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


20 3 2 2 - 1 1
15 Badegan 0

32 3 4 3 1 1 2
16 Sampung 0

36 7 2 4 - 1 2
17 Sukorejo 0

34 6 13 9 7 13 11
18 Ponorogo 6

31 11 5 7 2 7 4
19 Babadan 0

34 11 5 8 2 3 5
20 Jenangan 0

18 - 3 1 - - 1
21 Ngebel 0

Sumber : BPS Kabupaten Ponorogo 2018

3.7.2 Fasilitas Kesehatan


Fasilitas kesehatan di wilayah Kabupaten Ponorogo jumlahnya cukup
memadai dengan tersedianya puskesmas dan puskesmas pembantu di seluruh
kelurahan, serta didukung dengan adanya bidan dan dokter praktek, balai
pengobatan, rumah sakit bersalin, dan rumah sakit yang mudah dijangkau.

Tabel 3.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

No Nama Rumah Puskes Puskesmas Posyandu Balai Polind


Kecamatan Sakit mas Pembantu Pengob es
atan

1 Ngrayun - 1 4 56 - 3

2 Slahung - 2 6 69 - 12

3 Bungkal - 1 3 71 - 4

4 Sambit - 2 2 48 - 6

5 Sawoo - 2 4 59 1 2

23 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


6 Sooko - 1 2 29 - 3

7 Pudak - 1 2 12 - 3

8 Pulung - 2 4 71 2 4

9 Mlarak - 1 2 51 - 4

10 Siman - 2 2 48 1 3

11 Jetis - 1 2 44 - 2

12 Balong - 1 3 66 2 3

13 Kauman - 2 1 59 - 3

14 Jambon - 1 2 47 1 3

15 Badegan - 1 2 39 - 8

16 Sampung - 2 3 50 - 3

17 Sukorejo - 1 4 63 5 3

18 Ponorogo 6 2 2 76 17 12

19 Babadan - 2 2 59 8 5

20 Jenangan - 2 2 75 3 2

21 Ngebel - 1 3 37 1 1

JUMLAH 6 31 57 1129 41 89
TOTAL

Sumber : BPS Kabupaten Ponorogo 2018

24 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3.7.3 Fasilitas Ibadah
Untuk memenuhi kebutuhan keagamaan penduduk Kabupaten
Ponorogo, hampir seluruh jenis tempat ibadah tersedia di Kabupaten
Ponorogo . Berikut tabel jumlah tempat ibadah di Kabupaten Ponorogo.

Tabel 3.5 Jumlah Tempat Ibadah Kabupaten Ponorogo

No Nama Kecamatan Masjid Musholla Gereja Pura Vihara

1 Ngrayun 183 149 1 - -

2 Slahung 98 174 3 - -
3 Bungkal 80 162 - - -

4 Sambit 57 172 - - -
5 Sawoo 107 183 - - -

6 Sooko 74 71 1 - -
7 Pudak 23 35 - - -

8 Pulung 101 218 3 - -


9 Mlarak 64 145 - - -

10 Siman 75 128 - - -
11 Jetis 43 124 - - -

12 Balong 73 176 - - -
13 Kauman 69 158 - - -

14 Jambon 49 146 - - 1
15 Badegan 44 117 - - -

16 Sampung 54 141 1 1 1
17 Sukorejo 87 200 1 - -

25 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


18 Ponorogo 105 175 4 - -
19 Babadan 114 205 - - -

20 Jenangan 116 228 1 - -


21 Ngebel 58 105 1 - -

JUMLAH TOTAL 1674 3212 16 1 2


Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo 2018

3.7.4 Fasilitas Perdagangan


Jumlah Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( SIUP ) di
Kabupaten Ponorogo sebanyak 913 buah, dimana rata – rata pedagang di
Kabupaten Ponorogo merupakan Pedagang Kecil dan Pedagang Mikro.
Pedagang Kecil terdapat paling banyak di Kecamatan Ponorogo, sedangkan
paling sedikit berada di Kecamatan Ngrayun. Pedagang Mikro terdapat paling
banyak di Kecamatan Ponorogo, sedangkan paling sedikit berada di
Kecamatan Pudak. Berikut Tabel Jumlah Kepemilikan Surat Ijin
Perdagangan Usaha di Kabupaten Ponorogo.

Tabel 3.6 Jumlah Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( Siup )


Kabupaten Ponorogo

No Nama Kecamatan Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang

Besar Menengah Kecil Mikro

1 Ngrayun - - 7 7

2 Slahung - 2 17 12
3 Bungkal - 1 14 15

4 Sambit - 2 9 5
5 Sawoo - - 24 13

6 Sooko - 1 11 7

26 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


7 Pudak - - 16 2

8 Pulung - 1 25 15
9 Mlarak - 1 12 11

10 Siman - 1 39 13
11 Jetis - 4 11 5

12 Balong - - 29 17

13 Kauman - 7 27 18

14 Jambon - 1 17 12
15 Badegan - 1 8 10

16 Sampung - - 10 11
17 Sukorejo - 3 26 15

18 Ponorogo 4 34 143 60

19 Babadan - 4 61 5

20 Jenangan 1 1 34 34
21 Ngebel - - 14 3

JUMLAH TOTAL 5 64 554 290


Sumber : BPS Kabupaten Ponorogo 2018

3.8 Periode Desain dan Pentahapan


Periode Desain dalam perancangan desain IPAM Kecamatan Kota
direncanakan Dalam 10 tahun dan menggunakan 1 tahapan. Tahapan langsung
menggunakan proyeksi selama 10 tahun

3.9 Perhitungan Proyeksi Penduduk


Lingkup sistem air minum, proyeksi penduduk ini digunakan untuk
mengetahui jumlah penduduk dalam area perencanaan dalam hal ini di Kabupaten
Ponorogo. Karena jumlah penduduk merupakan faktor penting sebagai cara untuk
menghitung kebutuhan air yang diperlukan sekaligus berapa debit air minum yang

27 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


dihasilkan. Dalam perhitungan ini mengambil data awal dari tahun 2014 sampai
dengan tahun 2018. Kemudian memproyeksikan jumlah penduduk untuk 10 tahun
mendatang. Berikut adalah data awal jumlah penduduk per Kecamatan di
Kabupaten Ponorogo:

Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo

Nama
No 2013 2014 2015 2016 2017
Kecamatan

1. Ngrayun 56.413 56.237 56 373 56 497 56,600

2. Slahung 48.407 49.441 49 424 49 397 49,350

3. Bungkal 34.246 34.554 34 590 34 620 34,634

4. Sambit 34.957 35.694 35 684 35 666 35,632

5. Sawoo 51.941 54.298 54 136 53 964 53,770

6. Sooko 22.423 21.954 21 974 21 988 21,995

7. Pudak 9.159 9.289 9 378 9 465 9,550

8. Pulung 46.128 46.590 46 681 46 762 46,826

9. Mlarak 36.963 36.725 36 829 36 924 37,004

10. Siman 43.678 42.669 42 870 43 063 43,240

11. Jetis 28.260 29.062 29 030 28 992 28,943

12. Balong 40.665 41.656 41 628 41 591 41,539

13. Kauman 37.165 39.450 39 266 39 076 38,869

28 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Nama
No 2013 2014 2015 2016 2017
Kecamatan

14. Jambon 38.470 39.137 39 141 39 138 39,118

15. Badegan 29.080 29.347 29 377 29 401 29,413

16. Sampung 34.377 35.695 35 617 35 530 35,430

17. Sukorejo 51.281 50.556 50 742 50 918 51,073

18. Ponorogo 78.583 76.383 76 785 77 182 77,545

19. Babadan 68.317 64.947 65 452 65 949 66,423

20. Jenangan 53.867 52.718 52 956 53 183 53,391

21. Ngebel 19.520 19.407 19 460 19 508 19,549


Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo 2013- 2018

Perhitungan proyeksi dapat dilakukan dengan Analisa koefisien korelasi.Yaitu


menghitung nilai koefisien korelasi menggunakan metode Aritmatik, metode Geometri
dan metode Least Square. Berikut ini merupakan table perhitungan ketiga metode
tersebut:

29 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


1. Metode Aritmatik

Untuk menentukan korelasi penduduk dengan metode ini, maka x didefinisikan


sebagai nomor data dan y sebagai selisih jumlah penduduk tiap tahun.

Tabel 3.8 Perhitungan Nilai Korelasi Metode Aritmatik


NO TAHUN X X2 Y X.Y Y2

1 2013 0 0 0 0 0

2 2014 1 1 1,909 1909 3,644,281

3 2015 2 4 1,584 3168 2,509,056

4 2016 3 9 1,421 4263 2,019,241

5 2017 4 16 1,080 4320 1,166,400

JUMLAH 10 30 5994 13660 9338978

Sumber: Hasil Perhitungan

2. Metode Geometri

Untuk menentukan korelasi penduduk dengan metode ini, maka x didefinisikan


sebagai nomor data, dan y sebagai Ln jumlah penduduk.

Tabel 3.9 Perhitungan Nilai Korelasi Metode Geometri

NO TAHUN X X2 Y X.Y Y2

1 2013 1 1 13.67 13.67 186.85

2 2014 2 4 13.67 27.34 186.91

3 2015 3 9 13.67 41.02 186.96

4 2016 4 16 14 54.70 187.00

5 2017 5 25 13.68 68.38 187.04

JUMLAH 15 55 68.36 205.11 934.75

Sumber: Hasil Perhitungan

30 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3. Metode Least Square

Untuk menentukan korelasi penduduk dengan metode ini, maka x didefinisikan


sebagai nomor data, dan y sebagai jumlah penduduk.

Tabel 3.10 Perhitungan Nilai Korelasi Least Square

NO TAHUN X X2 Y X.Y Y2

1 2013 1 1 863,900 863900 746,323,210,000

2 2014 2 4 865,809 1731618 749,625,224,481

3 2015 3 9 867,393 2602179 752,370,616,449

4 2016 4 16 868,814 3475256 754,837,766,596

5 2017 5 25 869,894 4349470 756,715,571,236

JUMLAH 15 55 4,335,810 13022423 3,759,872,388,762

Sumber: Hasil Perhitungan

Perhitungan nilai korelasi dihitung menggunakan rumus :

Dari nilai R ketiga metode, maka nilai yang mendekati satu digunakan
sebagai metode proyeksi. Dari hasil perhitungan makan di dapatkan nilai R
Geometri yang mendekati satu.

Tabel 3.11 Perbandingan Nilai R Korelasi

NO METODE NILAI KORELASI

1 ARITMATIK 0.36

2 GEOMETRI 0.99

3 LEAST SQUARE 0.99

Sumber: Hasil Perhitungan

31 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Setelah ditentukan Metode menggunakan Nilai Korelasi maka perhitungan
mencari nilai r presentase setiap kecamatan :

Tabel 3.12 Nilai Presentase Kecamatan Ngrayun

KECAMATAN NGRAYUN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 56.413 0 0
2 2014 56.237 -176 -0,31
3 2015 56.373 136 0,24
4 2016 56.497 124 0,22
5 2017 56.600 103 0,18
JUMLAH 0,33
RATA-RATA 0,08
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 3.13 Nilai Presentase Kecamatan Slahung


KECAMATAN SLAHUNG
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 48.407 0 0
2 2014 49.441 1.034 2,14
3 2015 49.424 -17 -0,03
4 2016 49.397 -27 -0,05
5 2017 49.350 -47 -0,10
JUMLAH 1,95
RATA-RATA 0,49
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.14 Nilai Presentase Kecamatan Bungkal


KECAMATAN BUNGKAL
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 34.246 0 0
2 2014 34.554 308 0,90
3 2015 34.590 36 0,10
4 2016 34.620 30 0,09
5 2017 34.634 14 0,04
JUMLAH 1,13
RATA-RATA 0,28
Sumber: Hasil Perhitungan

32 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.15 Nilai Presentase Kecamatan Sambit

KECAMATAN SAMBIT
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 34.957 0 0
2 2014 35.694 737 2,11
3 2015 35.684 -10 -0,03
4 2016 35.666 -18 -0,05
5 2017 35.632 -34 -0,10
JUMLAH 1,93
RATA-RATA 0,48
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.16 Nilai Presentase Kecamatan Sawoo


KECAMATAN SAWOO
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 51.941 0 0
2 2014 54.298 2.357 4,54
3 2015 54.136 -162 -0,30
4 2016 53.964 -172 -0,32
5 2017 53.770 -194 -0,36
JUMLAH 3,56
RATA-RATA 0,89
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.17 Nilai Presentase Kecamatan Sooko


KECAMATAN SOOKO
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 22.423 0 0
2 2014 21.954 -469 -2,09
3 2015 21.974 20 0,09
4 2016 21.988 14 0,06
5 2017 21.995 7 0,03
JUMLAH -1,90
RATA-RATA -0,48

Sumber: Hasil Perhitungan

33 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.18 Nilai Presentase Kecamatan Pudak
KECAMATAN PUDAK
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 9.159 0 0
2 2014 9.289 130 1,42
3 2015 9.378 89 0,96
4 2016 9.465 87 0,93
5 2017 9.550 85 0,90
JUMLAH 4,20
RATA-RATA 1,05
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.19 Nilai Presentase Kecamatan Pulung


KECAMATAN PULUNG
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 46.128 0 0
2 2014 46.590 462 1,00
3 2015 46.681 91 0,20
4 2016 46.762 81 0,17
5 2017 46.826 64 0,14
JUMLAH 1,51
RATA-RATA 0,38
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.20 Nilai Presentase Kecamatan Mlarak


KECAMATAN MLARAK
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 36.963 0 0
2 2014 36.725 -238 -0,64
3 2015 36.829 104 0,28
4 2016 36.924 95 0,26
5 2017 37.004 80 0,22
JUMLAH 0,11
RATA-RATA 0,03
Sumber: Hasil Perhitungan

34 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.21 Nilai Presentase Kecamatan Siman
KECAMATAN SIMAN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 43.678 0 0
2 2014 42.669 -1.009 -2,31
3 2015 42.870 201 0,47
4 2016 43.063 193 0,45
5 2017 43.240 177 0,41
JUMLAH -0,98
RATA-RATA -0,24
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.22 Nilai Presentase Kecamatan Jetis


KECAMATAN JETIS
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 28.260 0 0
2 2014 29.062 802 2,84
3 2015 29.030 -32 -0,11
4 2016 28.992 -38 -0,13
5 2017 28.943 -49 -0,17
JUMLAH 2,43
RATA-RATA 0,61
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.23 Nilai Presentase Kecamatan Balong


KECAMATAN BALONG
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 40.665 0 0
2 2014 41.656 991 2,44
3 2015 41.628 -28 -0,07
4 2016 41.591 -37 -0,09
5 2017 41.539 -52 -0,13
JUMLAH 2,16
RATA-RATA 0,54
Sumber: Hasil Perhitungan

35 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.24 Nilai Presentase Kecamatan Kauman
KECAMATAN KAUMAN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 37.165 0 0
2 2014 39.450 2.285 6,15
3 2015 39.266 -184 -0,47
4 2016 39.076 -190 -0,48
5 2017 38.869 -207 -0,53
JUMLAH 4,67
RATA-RATA 1,17
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.25 Nilai Presentase Kecamatan Jambon


KECAMATAN JAMBON
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 38.470 0 0
2 2014 39.137 667 1,73
3 2015 39.141 4 0,01
4 2016 39.138 -3 -0,01
5 2017 39.118 -20 -0,05
JUMLAH 1,69
RATA-RATA 0,42
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.26 Nilai Presentase Kecamatan Badegan


KECAMATAN BADEGAN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 29.080 0 0
2 2014 29.347 267 0,92
3 2015 29.377 30 0,10
4 2016 29.401 24 0,08
5 2017 29.413 12 0,04
JUMLAH 1,14
RATA-RATA 0,29
Sumber: Hasil Perhitungan

36 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.27 Nilai Presentase Kecamatan Sampung
KECAMATAN SAMPUNG
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 34.377 0 0
2 2014 35.695 1.318 3,83
3 2015 35.617 -78 -0,22
4 2016 35.530 -87 -0,24
5 2017 35.430 -100 -0,28
JUMLAH 3,09
RATA-RATA 0,77
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.28 Nilai Presentase Kecamatan Sukorejo


KECAMATAN SUKOREJO
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 51.281 0 0
2 2014 50.556 -725 -1,41
3 2015 50.742 186 0,37
4 2016 50.918 176 0,35
5 2017 51.073 155 0,30
JUMLAH -0,39
RATA-RATA -0,10
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.29 Nilai Presentase Kecamatan Ponorogo


KECAMATAN PONOROGO
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 78.583 0 0
2 2014 76.383 -2.200 -2,80
3 2015 76.785 402 0,53
4 2016 77.182 397 0,52
5 2017 77.545 363 0,47
JUMLAH -1,29
RATA-RATA -0,32
Sumber: Hasil Perhitungan

37 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 3.30 Nilai Presentase Kecamatan Babadan
KECAMATAN BABADAN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 68.317 0 0
2 2014 64.947 -3.370 -4,93
3 2015 65.452 505 0,78
4 2016 65.949 497 0,76
5 2017 66.423 474 0,72
JUMLAH -2,68
RATA-RATA -0,67
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.31 Nilai Presentase Kecamatan Jenangan


KECAMATAN JENANGAN
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 53.867 0 0
2 2014 52.718 -1.149 -2,13
3 2015 52.956 238 0,45
4 2016 53.183 227 0,43
5 2017 53.391 208 0,39
JUMLAH -0,86
RATA-RATA -0,22
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3.32 Nilai Presentase Kecamatan Ngebel


KECAMATAN NGEBEL
No TAHUN JUMLAH PENDUDUK SELISIH PRESENTASE %
1 2013 19.520 0 0
2 2014 19.407 -113 -0,58
3 2015 19.460 53 0,27
4 2016 19.508 48 0,25
5 2017 19.549 41 0,21
JUMLAH 0,15
RATA-RATA 0,04
Sumber: Hasil Perhitungan

38 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Dari nilai R presentase tiap kelurahan maka perhitungan proyeksi menggunakan
Metode Geometri yaitu :

Pn = Po (1+r)dn
Keterangan : Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun periode

Po = jumlah penduduk pada awal proyeksi

r = rata-rata prosentase tambahan penduduk tiap


tahun.(%) dn = kurun waktu proyeksi

39 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 4. 27 Proyeksi Penduduk Kecamatan Di Kabupaten Ponorogo Dalam 10 Tahun Kedepan

No Nama Kecamatan 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027

1 Ngrayun 56,600 56,748 56,896 57,045 57,194 57,344 57493 57644 57794 57945 58097

2 Slahung 49,350 49,479 49,608 49,738 49,868 49,998 50129 50260 50391 50523 50655

3 Bungkal 34,634 34,725 34,815 34,906 34,998 35,089 35181 35273 35365 35457 35550

4 Sambit 35,632 35,725 35,819 35,912 36,006 36,100 36194 36289 36384 36479 36574

5 Sawoo 53,770 53,911 54,051 54,193 54,334 54,476 54619 54761 54905 55048 55192

6 Sooko 21,995 22,052 22,110 22,168 22,226 22,284 22342 22401 22459 22518 22577

7 Pudak 9,550 9,575 9,600 9,625 9,650 9,675 9701 9726 9752 9777 9803

8 Pulung 46,826 46,948 47,071 47,194 47,317 47,441 47565 47689 47814 47939 48064

9 Mlarak 37,004 37,101 37,198 37,295 37,392 37,490 37588 37686 37785 37884 37983

10 Siman 43,240 43,353 43,466 43,580 43,694 43,808 43923 44037 44152 44268 44384

11 Jetis 28,943 29,019 29,094 29,171 29,247 29,323 29400 29477 29554 29631 29708

40 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


12 Balong 41,539 41,648 41,756 41,866 41,975 42,085 42195 42305 42416 42526 42638

13 Kauman 38,869 38,971 39,072 39,175 39,277 39,380 39483 39586 39689 39793 39897

14 Jambon 39,118 39,220 39,323 39,426 39,529 39,632 39735 39839 39943 40048 40153

15 Badegan 29,413 29,490 29,567 29,644 29,722 29,799 29877 29955 30034 30112 30191

16 Sampung 35,430 35,523 35,615 35,709 35,802 35,895 35989 36083 36178 36272 36367

17 Sukorejo 51,073 51,206 51,340 51,475 51,609 51,744 51879 52015 52151 52287 52424

18 Ponorogo 77,545 77,748 77,951 78,155 78,359 78,564 78769 78975 79181 79388 79596

19 Babadan 66,423 66,597 66,771 66,945 67,120 67,296 67471 67648 67825 68002 68180

20 Jenangan 53,391 53,531 53,670 53,811 53,951 54,092 54234 54376 54518 54660 54803

21 Ngebel 19,549 19,600 19,651 19,703 19,754 19,806 19858 19909 19962 20014 20066

Jumlah Total 869,894 872,168 876,466 878753 881045 881,321 883625 885934 888250 890571 892899

Sumber: Hasil Perhitungan

41 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3.10 Proyeksi Fasilitas Non Domestik

Fasilitas dalam hal ini adalah unit-unit non-domestik. Proyeksi fasilitas ini bertujuan untuk menghitung jumlah fasilitas yang
dibutuhkan oleh masyarakat kecamatan Rungkut, Surabaya untuk 10 tahun mendatang. Berikut adalah rumus untuk menghitung proyeksi
penduduk :
4.

Seperti rumus diatas, untuk menghitung proyeksi fasilitas umum terlebih dahulu harus mengetahui jumlah fasilitas umum tahun
terakhir, jumlah penduduk tahun terakhir, serta jumlah penduduk tahun proyeksi.

Tabel 4.28 Hasil Proyeksi Fasilitas Pendidikan

Tabel Fasilitas Pendidikan Proyeksi Fasilitas Pendidikan

Jumlah Penduduk

Jenis Fasilitas Jenis Fasilitas

No Nama Kecamatan Sd Mi Smp Mts Sma Smk Ma Perguruan Tinggi 2017 2027 Sd Mi Smp Mts Sma Smk Ma Perguruan Tinggi

49 1 10 7 2 3 3 56,600 58097 50 1 10 7 2 3 3 0
1 Ngrayun 0

42 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


38 5 5 7 1 2 6 49,350 50655 39 5 5 7 1 2 6 0
2 Slahung 0

29 3 3 4 1 1 3 34,634 35550 30 3 3 4 1 1 3 0
3 Bungkal 0

23 5 4 2 1 1 2 35,632 36574 24 5 4 2 1 1 2 0
4 Sambit 0

40 2 6 4 - 1 4 53,770 55192 41 2 6 4 0 1 4 0
5 Sawoo 0

22 1 2 1 1 - - 21,995 22577 23 1 2 1 1 0 0 0
6 Sooko 0

8 - 1 - - - - 9,550 9803 8 0 1 0 0 0 0 0
7 Pudak 0

40 6 5 2 1 1 1 46,826 48064 41 6 5 2 1 1 1 0
8 Pulung 0

25 4 4 4 1 3 3 37,004 37983 26 4 4 4 1 3 3 0
9 Mlarak 0

23 9 2 3 1 - 3 43,240 44384 24 9 2 3 1 0 3 1
10 Siman 1

21 5 4 5 2 2 4 28,943 29708 22 5 4 5 2 2 4 1
11 Jetis 1

27 4 4 3 2 2 3 41,539 42638 28 4 4 3 2 2 3 0
12 Balong 0

25 4 4 3 1 3 3 38,869 39897 26 4 4 3 1 3 3 0
13 Kauman 0

24 6 3 4 1 1 3 39,118 40153 25 6 3 4 1 1 3 0
14 Jambon 0

43 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


20 3 2 2 - 1 1 29,413 30191 21 3 2 2 0 1 1 0
15 Badegan 0

32 3 4 3 1 1 2 35,430 36367 33 3 4 3 1 1 2 0
16 Sampung 0

36 7 2 4 - 1 2 51,073 52424 37 7 2 4 0 1 2 0
17 Sukorejo 0

34 6 13 9 7 13 11 77,545 79596 35 6 13 9 7 13 11 6
18 Ponorogo 6

31 11 5 7 2 7 4 66,423 68180 32 11 5 7 2 7 4 0
19 Babadan 0

34 11 5 8 2 3 5 53,391 54803 35 11 5 8 2 3 5 0
20 Jenangan 0

18 - 3 1 - - 1 19,549 20066 18 0 3 1 0 0 1 0
21 Ngebel 0

599 96 91 83 27 46 64 869894 892899 615 99 93 85 28 47 66 8


Jumlah Total 8

44 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


TABEL FASILITAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO PROYEKSI FASILITAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO

JUMLAH
PENDUDUK

Jenis Fasilitas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Jenis Fasilitas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

N Nama Rumah Puskes Puskesmas Posya Balai Polin Rumah Puskes Puskesmas Posya Balai Polin
2017 2027
o Kecamatan Sakit mas Pembantu ndu Pengobatan des Sakit mas Pembantu ndu Pengobatan des

1 Ngrayun - 1 4 56 - 3 56.600 58097 0 1 4 57 0 3

2 Slahung - 2 6 69 - 12 49.350 50655 0 2 6 71 0 12

3 Bungkal - 1 3 71 - 4 34.634 35550 0 1 3 73 0 4

4 Sambit - 2 2 48 - 6 35.632 36574 0 2 2 49 0 6

5 Sawoo - 2 4 59 1 2 53.770 55192 0 2 4 61 1 2

6 Sooko - 1 2 29 - 3 21.995 22577 0 1 2 30 0 3

7 Pudak - 1 2 12 - 3 9.550 9803 0 1 2 12 0 3

8 Pulung - 2 4 71 2 4 46.826 48064 0 2 4 73 2 4

9 Mlarak - 1 2 51 - 4 37.004 37983 0 1 2 52 0 4


1
Siman - 2 2 48 1 3 43.240 44384 0 2 2 49 1 3
0
1
Jetis - 1 2 44 - 2 28.943 29708 0 1 2 45 0 2
1
1
Balong - 1 3 66 2 3 41.539 42638 0 1 3 68 2 3
2
1
Kauman - 2 1 59 - 3 38.869 39897 0 2 1 61 0 3
3
1
Jambon - 1 2 47 1 3 39.118 40153 0 1 2 48 1 3
4
1
Badegan - 1 2 39 - 8 29.413 30191 0 1 2 40 0 8
5
1
Sampung - 2 3 50 - 3 35.430 36367 0 2 3 51 0 3
6
1
Sukorejo - 1 4 63 5 3 51.073 52424 0 1 4 65 5 3
7

45 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


1
Ponorogo 6 2 2 76 17 12 77.545 79596 6 2 2 78 17 12
8
1
Babadan - 2 2 59 8 5 66.423 68180 0 2 2 61 8 5
9
2
Jenangan - 2 2 75 3 2 53.391 54803 0 2 2 77 3 2
0
2
Ngebel - 1 3 37 1 1 19.549 20066 0 1 3 38 1 1
1
JUMLAH 869.89
6 31 57 1129 41 89 892.899 6 32 59 1159 42 91
TOTAL 4

Tabel Jumlah Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( SIUP ) Proyeksi Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( SIUP )
Kabupaten Ponorogo Kabupaten Ponorogo
JUMLAH
PENDUDUK
Jenis Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( SIUP ) Kabupaten Jenis Kepemilikan Surat Ijin Perdagangan Usaha ( SIUP )
Ponorogo Kabupaten Ponorogo

N Nama Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang


2017 2027
o Kecamatan Besar Menengah Kecil Mikro Besar Menengah Kecil Mikro

1 Ngrayun - - 7 7 56.600 58097 0 0 7 7


2 Slahung - 2 17 12 49.350 50655 0 2 17 12
3 Bungkal - 1 14 15 34.634 35550 0 1 14 15
4 Sambit - 2 9 5 35.632 36574 0 2 9 5
5 Sawoo - - 24 13 53.770 55192 0 0 25 13
6 Sooko - 1 11 7 21.995 22577 0 1 11 7
7 Pudak - - 16 2 9.550 9803 0 0 16 2
8 Pulung - 1 25 15 46.826 48064 0 1 26 15
9 Mlarak - 1 12 11 37.004 37983 0 1 12 11
1
Siman - 1 39 13 43.240 44384 0 1 40 13
0
1
Jetis - 4 11 5 28.943 29708 0 4 11 5
1
1
Balong - - 29 17 41.539 42638 0 0 30 17
2

46 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


1
Kauman - 7 27 18 38.869 39897 0 7 28 18
3
1
Jambon - 1 17 12 39.118 40153 0 1 17 12
4
1
Badegan - 1 8 10 29.413 30191 0 1 8 10
5
1
Sampung - - 10 11 35.430 36367 0 0 10 11
6
1
Sukorejo - 3 26 15 51.073 52424 0 3 27 15
7
1
Ponorogo 4 34 143 60 77.545 79596 4 35 147 62
8
1
Babadan - 4 61 5 66.423 68180 0 4 63 5
9
2
Jenangan 1 1 34 34 53.391 54803 1 1 35 35
0
2
Ngebel - - 14 3 19.549 20066 0 0 14 3
1
JUMLAH 892.89
869.894 5 66 569 298
TOTAL 5 64 554 290 9

Tabel Jumlah Tempat Ibadah Kabupaten Ponorogo Proyeksi Tempat Ibadah Kabupaten Ponorogo
JUMLAH PENDUDUK

Jenis Tempat Ibadah Kabupaten Ponorogo Jenis Tempat Ibadah Kabupaten Ponorogo

No Nama Kecamatan Masjid Musholla Gereja Pura Vihara 2017 2027 Masjid Musholla Gereja Pura Vihara

1 Ngrayun 183 149 1 - - 56.600 58097 188 153 1 0 0


2 Slahung 98 174 3 - - 49.350 50655 101 179 3 0 0
3 Bungkal 80 162 - - - 34.634 35550 82 166 0 0 0
4 Sambit 57 172 - - - 35.632 36574 59 177 0 0 0
5 Sawoo 107 183 - - - 53.770 55192 110 188 0 0 0
6 Sooko 74 71 1 - - 21.995 22577 76 73 1 0 0
7 Pudak 23 35 - - - 9.550 9803 24 36 0 0 0
8 Pulung 101 218 3 - - 46.826 48064 104 224 3 0 0

47 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


9 Mlarak 64 145 - - - 37.004 37983 66 149 0 0 0
10 Siman 75 128 - - - 43.240 44384 77 131 0 0 0
11 Jetis 43 124 - - - 28.943 29708 44 127 0 0 0
12 Balong 73 176 - - - 41.539 42638 75 181 0 0 0
13 Kauman 69 158 - - - 38.869 39897 71 162 0 0 0
14 Jambon 49 146 - - 1 39.118 40153 50 150 0 0 1
15 Badegan 44 117 - - - 29.413 30191 45 120 0 0 0
16 Sampung 54 141 1 1 1 35.430 36367 55 145 1 1 1
17 Sukorejo 87 200 1 - - 51.073 52424 89 205 1 0 0
18 Ponorogo 105 175 4 - - 77.545 79596 108 180 4 0 0
19 Babadan 114 205 - - - 66.423 68180 117 210 0 0 0
20 Jenangan 116 228 1 - - 53.391 54803 119 234 1 0 0
21 Ngebel 58 105 1 - - 19.549 20066 60 108 1 0 0
JUMLAH TOTAL 1674 3212 16 1 2 869.894 892.899 1718 3297 2 1 2

48 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB IV

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR

4.1 Kebutuhan Air Domestik


Kebutuhan air yang diperlukan dalam instalasi pengolahan air minum di
Kabupaten Ponorogo, di dapatkan dengan perhitungan sebagai berikut :

 Sambungan Rumah (SR) = 100L/orang/hari


 Kran Umum (KU) = 30 L/orang/hari
 Perbandingan SR – KU = 80 – 20

Tabel 4.1 Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Domestik

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK

SR KU
N KECAMA TERLAYA JUMLAH PENDUDUK Q Q Q TOTAL
O TAN NI (%) PENDUDUK 2027 TERLAYANI TERLA TERLA DOMESTIK
(L/S (L/S
YANI YANI
) )
Ngrayu 51,1
1 58097 55192 44154 11038 3,83 54,94
n 95 0
44,5
2 Slahung 50655 48122 38498 9624 3,34 47,90
95 6
Bungka 31,2
3 35550 33772 27018 6754 2,35 33,62
l 95 7
32,1
4 Sambit 36574 34746 27796 6949 2,41 34,58
95 7
48,5
5 Sawoo 55192 52432 41946 10486 3,64 52,19
95 5
19,8
6 Sooko 22577 21448 17158 4290 1,49 21,35
95 6
7 Pudak 9803 9312 7450 8,62 1862 0,65 9,27
95
42,2
8 Pulung 48064 45661 36529 9132 3,17 45,45
95 8
33,4
9 Mlarak 37983 36083 28867 7217 2,51 35,92
95 1
1 39,0
Siman 44384 42164 33731 8433 2,93 41,97
0 95 4
1 26,1
Jetis 29708 28223 22578 5645 1,96 28,09
1 95 3
1 37,5
Balong 42638 40506 32405 8101 2,81 40,32
2 95 1
1 Kauma 35,0
39897 37902 30322 7580 2,63 37,73
3 n 95 9
1 35,3
Jambon 40153 38145 30516 7629 2,65 37,97
4 95 2
1 Badega 26,5
30191 28681 22945 5736 1,99 28,55
5 n 95 6
1 Sampun 31,9
36367 34549 27639 6910 2,40 34,39
6 g 95 9
1 Sukorej 46,1
52424 49802 39842 9960 3,46 49,57
7 o 95 1
1 Ponoro 70,0
79596 75616 60493 15123 5,25 75,27
8 go 95 1
1 Babada 59,9
68180 64771 51817 12954 4,50 64,47
9 n 95 7

49 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2 Jenanga 48,2
54803 52063 41650 10413 3,62 51,82
0 n 95 1
2 17,6
Ngebel 20066 19063 15250 3813 1,32 18,97
1 95 5
Sumber: Hasil Perhitungan

Kebutuhan air yang diperlukan dalam instalasi pengolahan air minum di


Kabupaten Ponorogo, di dapatkan dengan perhitungan sebagai berikut :

𝑸𝑨𝑽 = 𝑷𝒏 𝒙 𝑸𝑲𝒆𝒃. 𝑨𝒊𝒓

Dimana :

Proyeksi Qav = Poyeksi kebutuhan air rata-rata (lt/dtk)

Pn = Jumlah penduduk tahun Proyeksi (jiwa)

𝑄𝐾𝑒𝑏.𝑎𝑖𝑟 = kebutuhan air/org/hr

Diketahui :

Pn th2029 = 897573 (jiwa)

𝑄𝐾𝑒𝑏.𝑎𝑖𝑟 = 140 liter/orang/hari

Maka dapat di masukkan ke dalam rumus:

Qav = 897573 jiwa x 140lt/org/hr

= 125.660.220 lt/hr

= 125.660.220 / 86.400

= 1.454,40 lt/dtk

Dan dari perhitungan di atas dapat di tentukan Q domestic hmax, dengan cara :

𝑸𝑫𝒐𝒎𝒆𝒔𝒕𝒊𝒌 𝑯𝒎𝒂𝒙 = 𝑸𝑨𝑽 𝒙 𝑭𝒉𝒎𝒂𝒙


Dimana,

𝑄𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 𝐻𝑚𝑎𝑥 = Kebutuhan air hari maksimum(lt/dtk)


𝑄𝐴𝑉 = 𝑃𝑜𝑦𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 (lt/dtk)
𝐹ℎ𝑚𝑎𝑥 = Faktor hariam maksimum (1,2)

𝑸𝑫𝒐𝒎𝒆𝒔𝒕𝒊𝒌 𝑯𝒎𝒂𝒙 = 𝑸𝑨𝑽 𝒙 𝑭𝒉𝒎𝒂𝒙


= 1.454,40 lt/dtk x 1,2
= 1.745,28 lt/dt

50 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


4.2 Kebutuhan Air Non Domestik
Berikut adalah data perhitungan kebutuhan air non domestic di Kabupaten
Ponorogo
Diketahui :
Standar kebutuhan air fasilitas non domestik :
 Sekolahan : 10 lt/ unit/ hari.
 Rumah sakit : 200 lt/ unit/ hari.
 Kantor : 10 lt/ pegawai/ hari.
 Hotel : 90 lt/ unit/ hari.
 Rumah Makan : 100 lt/ pegawai/ hari.
 Komplek Militer : 60 lt/ orang/ hari.

Perhitungan,

FASILITAS PROYEKSI 10 Q KEBUTUHAN Q


TAHUN AIR(lt/unit/hr) / KEBUTUHAN
(lt/pegawai/hr) AIR (lt/hr)
Pendidikan 1041 10 10.410
Kesehatan 1389 200 277.800
Perdagangan 937 100 93.700
Tempat Ibadah 5020 10 50.200
Q NON DOMESTIK TOTAL (lt/hari) 432.100
Q NON DOMESTIK TOTAL (lt/dt) 5,001
Q NON x 1,2 6,0012
Sumber: Hasil Perhitungan

4.3 Kapasitas Pengelolaan

𝑸 𝒅𝒆𝒔𝒂𝒊𝒏 = 𝑸𝒉𝒎𝒂𝒙 + 𝑸 𝒏𝒐𝒏 𝒅𝒐𝒎𝒆𝒔𝒕𝒊𝒌 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍

= 1.745,28 lt/dt + 6,0012 lt/dt

= 1.751,28 lt/dt

51 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB V
DIAGRAM ALIR BANGUNAN IPAM dan PRELIMINARY
SIZING

5.1 Alternatif Perencanaan IPAM


Faktor penting dalam membuat diagram alir adalah pengetahuan tentang
tujuan dan fungsi dari semua unit operasi dan unit proses, atau metoda penyisihan
polutan tertentu. Pemilihan unit proses dan unit operasi tergantung pada:
 Karakteristik air baku
 Karakteristik air yang akan dihasilkan
 Pertimbangan biaya investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan
 Ketersediaan lahan

5.1.1 Air sungai


Karakteristik umum air sungai adalah terdapat kandungan partikel
tersuspensi atau koloid. Bila air sungai mempunyai kekeruhan atau kadar
lumpur yang tinggi, maka diperlukan tambahan unit pretreatment meliputi
screen dan prasedimentasi. Bila kadar oksigen sangat rendah, maka
diperlukan tambahan unit aerasi. Bila terdapat kandungan kesadahan yang
tinggi, maka diperlukan tambahan unit penurunan kesadahan (presipitasi
dengan kapur/soda-sedimentasi-rekarbonasi).

Pra-
Intake Aerasi
sedimentasi

Sedimentasi Flokulasi Koagulasi

Filtrasi Desinfeksi Reservoir

Gambar 5.1 Diagram alir proses pengolahan air sungai

52 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.1.2 Air danau
Karakteristik air danau umumnya menyerupai air sungai, yaitu terdapat
kandungan koloid. Karakteristik yang spesifik adalah kandungan oksigen
rendah karena umumnya air danau relative tidak bergerak, sehingga kurang
teraerasi.

Intake Aerasi Koagulasi

Filtrasi Sedimentasi Flokulasi

Desinfeksi Reservoir

Gambar 5.2 Diagram alir proses pengolahan air danau

5.1.3 Air Gambut


Air gambut adalah air yang kandungan bahan organik alamiahnya
tinggi, terutama asam humat dan asam fulvat. Oleh karena itu diperlukan unit
pengolahan untuk menghilangkan bahan-bahan ini, misal slow sand filter
(bila kandungan koloid rendah) atau adsorpsi karbon aktif atau reverse
osmosis. Jika air gambut tersebut mengandung koloid tinggi, maka
diperlukan unit pengolahan berupa koagulasiflokulasi– sedimentasi – filtrasi.

Filtrasi Adsorpsi Desinfeksi Reservoir

Gambar 5.3 Diagram alir proses pengolahan air gambut dan partikel
koloid tinggi

53 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.1.4 Air Payau
Air permukaan yang bersifat payau (kadar garam sekitar 5000 – 10000
mg/l) berada di daerah rawa di pesisir. Selain kadar garam, karakteristik air
rawa ini hampir sama dengan air sungai, sehingga diperlukan proses
pengolahan berupa koagulasi-flokulasi – sedimentasi – filtrasi ditambah
dengan unit pengolahan untuk menurunkan kadar garam, pertukaran ion atau
filtrasi membrane (mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, 54ialysis, elektrodialisis,
reverse osmosis).

Intake Koagulasi Flokulasi

Desinfeksi Filtrasi Sedimentasi

Reservoir

Gambar 5.4 Diagram alir proses pengolahan air rawa bersifat payau

5.1.5 Proses Pengolahan Air Tanah


Karakteristik umum air tanah adalah kekeruhan atau padatan
tersuspensi rendah, sehingga tidak diperlukan unit koagulasi - flokulasi–
sedimentasi – filtrasi. Pengolahan hanya ditujukan pada parameter yang
kadarnya signifikan besar atau melebihi nilai baku mutu air minum.

 Air Tanah Dengan Kadar Besi dan Mangan Tinggi


Air tanah biasanya diambil dengan cara pemompaan. Kadar besi dan
mangan yang tinggi dalam air tanah dapat dikurangi dengan cara oksidasi
dengan oksigen, klor, klor dioksida, kalium permanganat, atau ozone.
Presipitat yang terbentuk akibat oksidasi ini diendapkan di bak pengendap
atau langsung difilter.

54 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Pompa Oksidasi Sedimentasi

Reservoir Desinfeksi Filtrasi

Gambar 5.5 Diagram alir proses pengolahan air tanah berkadar besi dan
mangan tinggi

 Air Tanah dengan kadar kalsium dan magnesium tinggi


Kadar kalsium dan magnesium yang tinggi dalam air tanah
menyebabkan kesadahan yang tinggi. Kesadahan dapat dikurangi dengan
presipitasi menggunakan kapur dan/atau soda. Presipitat yang terbentuk
akibat penambahan kapur/soda ini diendapkan di bak pengendap. Setelah
itu perlu ditambah CO2 untuk mengurangi kadar kapur berlebih.

Pompa Koagulasi Flokulasi

Filtrasi Rekarbonasi Sedimentasi

Desinfeksi Reservoir

Gambar 5. 1 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Tanah Dengan Kadar


Kalsium dan Magnesium Tinggi

55 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Air Tanah Payau
Parameter air yang harus dihilangkan kadarnya pada air tanah payau
ini adalah kadar garam. Dengan teknik filtrasi membran (terutama
elektrodialisis) atau pertukaran ion, kadar garam dalam air payau dapat
dihilangkan.

Pompa Elektrolisis Desinfeksi Reservoir

Gambar 5. 2 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Tanah Bersifat Payau

 Air dari mata air


Air dari mata air atau air tanah yang telah memenuhi semua
persyaratan kualitas air minum tidak memerlukan proses pengolahan.
Namun demikian tetap harus didisinfeksi untuk menjamin keamanan
konsumen dari segi mikrobiologis.

Intake Filtrasi Desinfeksi Reservoir

Gambar 5. 3 Diagram Alir Proses Pengolahan Air dari Mata Air

56 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Table 5.1 Pemilihan Unit Operasi dan Proses untuk PengolahaKontaminan
Tertentu

57 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Sumber: Qasin et al (2000)

5.2 Diagram Alir Perencanaan IPAM


Menurut data karakteristik air yang didapat dengan tingkat kekeruhan 100
ntu dan zat organik 15 mg/l, ini telah melebihi baku mutu air minum yang telah
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan no 492/menkes/IV/2010 adalah 5 NTU
untuk tingkat kekeruhan dan 10 mg/l untuk zat organik. Diagram alir yang
digunakan dalam perancangan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di
Kecamatan Kota adalah sebagai berikut:

PRAA
SEDI RESE
INTAK SEDI AERA KOAG FLOK FILTR DESIN
MENT RVOI
E MENT SI ULASI ULASI ASI FEKSI
ASI R
ASI

58 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.3 Preliminary Sizing
Fungsi dari preliminary sizing (Pre-Desain), yaitu:

 Untuk mengetahui dimensi kasar unit IPAM.


 Untuk mengetahui kebutuhan lahan untuk unit IPAM.
 Untuk mengatur layout sesuai ketersediaan lahan.

Terdapat beberapa rumus untuk menyelesaikan perhitungan Pre-Design adalah sbb:


1. Dimana, A = Luas lahan untuk 1 unit IPAM, (m2)

Vol = Q x td A x H = Q x td A = Q x td/H

Keterangan :
Q = Kapasitas pengolahan (m3/hari)
td = Lama waktu kontak (Hari, jam, menit, detik)
H = Ketinggian (m)

2. Perhitungan unit prasedimentasi

Q=AxV A = Q/Vs

Keterangan :
A = Luas lahan untuk satu unit IPAM (m2)
Q = Kapasitas pengolahan (m3/hari)
Vs = Kecepatan pengendapan (m)

3. Perhitungan koagulasi, flokulasi, aerasi, dan desinfeksi

A = td x Q/H A = t x Q/H

Keterangan :
A = Luas lahan untuk satu unit IPAM (m2)
Q = Kapasitas pengolahan (m3/hari)
td = Lama waktu kontak (Hari, jam, menit, detik)
H = Ketinggian (m)
t = Waktu Kontak

59 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


4. Perhitungan Reservoir

Vres = Vhari x P

Keterangan :
Vres = Volume reservoir
Vhari = Volume air terproduksi sehari
P = Persen air tersimpan di reservoir
A = Luas permukaan, A= Vres/H
Q = % tersimpan (Kapasitas Penyimpanan)
td = Lama waktu kontak (Hari, jam, menit, detik)
H = Kedalaman air di dalam reservoir

5.3.1 Bangunan Intake


Diketahui :
 Q desain / Q pengolahan = 1.751,28 lt/dt

= 1,75128 m3/detik

 Kedalaman (v) = 0,6-0,9


 Kedalaman = 4-10m
 Waktu detensi = 30 menit = 1800 s

Pembahasan :

Volume Bangunan = 𝑸 × 𝑻𝒅

= 1,75128 𝑥 1800

= 3152,30

𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 =
𝑲𝒆𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏
3152,30
=
6
= 525,38 𝑚2

60 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


𝟒𝑨
𝑫𝒊𝒂𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 =√
𝝅

4 × 525,38
=√
3,14

= 25,8 𝑚

5.3.2 Bangunan Prasedimentasi


Asumsi desain
a. Waktu detensi = 15 menit = 900 s
b. Kedalaman =6m
Perhitungan desain :
3
Q = 𝟏. 𝟕𝟓𝟏, 𝟐𝟖 L⁄dt = 1,75128 𝑚 ⁄dt
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 = 𝑸 × 𝒕𝒅
= 1,75128 × 900
= 1576,15 𝑚3
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 =
𝑲𝒆𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏
1576,15
=
6
= 262,69 𝑚2
𝑫𝒊𝒎𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 ∶ 𝑳 = 𝟐: 𝟏
𝑷 𝒃𝒂𝒌 = 𝟐𝑳 𝒃𝒂𝒌
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 𝒃𝒂𝒌 × 𝑳 𝒃𝒂𝒌
= 2𝐿 𝑏𝑎𝑘 × 𝐿 𝑏𝑎𝑘
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌 𝟎,𝟓
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝑩𝒂𝒌 =( )
𝟐
262,69 0,5
=( )
2
= 11,4 𝑚
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑩𝒂𝒌 =
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒃𝒂𝒌
262,69
=
11,4
= 23,04 𝑚

61 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.3.3 Bangunan Koagulan
Asumsi desain
a. Waktu detensi = 15 menit = 0,25 jam
b. Kedalaman =6m
Perhitungan desain :
3 3
Q = 𝟏. 𝟕𝟓𝟏, 𝟐𝟖 L⁄dt = 1,75128 𝑚 ⁄dt = 6.304,60 𝑚 ⁄jam

𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 = 𝑸 × 𝒕𝒅
= 6.304,60 × 0,25
= 1.576,15 𝑚3
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 =
𝑲𝒆𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏
1.576,15
=
6
= 262,69 𝑚2
𝑫𝒊𝒎𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 ∶ 𝑳 = 𝟐: 𝟏
𝑷 𝒃𝒂𝒌 = 𝟐𝑳 𝒃𝒂𝒌
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 𝒃𝒂𝒌 × 𝑳 𝒃𝒂𝒌
= 2𝐿 𝑏𝑎𝑘 × 𝐿 𝑏𝑎𝑘
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌 𝟎,𝟓
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝑩𝒂𝒌 =( )
𝟐
262,69 0,5
=( )
2
= 11,4 𝑚
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑩𝒂𝒌 =
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒃𝒂𝒌
262,69
=
11,4
= 23,04 𝑚

5.3.4 Bangunan Flokulasi


Asumsi desain
a. Waktu detensi = 15 menit = 0,25 jam
b. Kedalaman =6m
Perhitungan desain :
3 3
Q = 𝟏. 𝟕𝟓𝟏, 𝟐𝟖 L⁄dt = 1,75128 𝑚 ⁄dt = 6.304,60 𝑚 ⁄jam

62 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 = 𝑸 × 𝒕𝒅
= 6.304,60 × 0,25
= 1.576,15 𝑚3
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏 =
𝑲𝒆𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏
1.576,15
=
6
= 262,69 𝑚2
𝑫𝒊𝒎𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 ∶ 𝑳 = 𝟐: 𝟏
𝑷 𝒃𝒂𝒌 = 𝟐𝑳 𝒃𝒂𝒌
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒌 = 𝑷 𝒃𝒂𝒌 × 𝑳 𝒃𝒂𝒌
= 2𝐿 𝑏𝑎𝑘 × 𝐿 𝑏𝑎𝑘
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌 𝟎,𝟓
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝑩𝒂𝒌 =( )
𝟐
262,69 0,5
=( )
2
= 11,4 𝑚
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒌
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑩𝒂𝒌 =
𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒃𝒂𝒌
262,69
=
11,4
= 23,04 𝑚

5.3.5 Sedimentasi
Perhitungan desain :
3
Q = 𝟏. 𝟕𝟓𝟏, 𝟐𝟖 L⁄dt = 1,75128 𝑚 ⁄dt

𝑉𝑠 = 2,78 × 10−3 𝑚⁄𝑑𝑡


𝑄
A=
𝑉𝑠
1,75128
=
2,78 × 10−3
= 6.299.56 𝑚2

63 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.3.6 Filtrasi

1. Jumlah Unit Filter


N = 12 × Q0,5
N = 12 × √1,75128
N = 12 × 1,32
N = 15,8 = 16 unit

2. Q = A × Vf
1,75128 m3/detik
Qper unit = = 0,11 m3/detik
16 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑄 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
A = 𝑉𝑓
0,11 m3/detik
= 0,002 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 55 m2

A=p×l l = √27,5
A = 2l × l l = 5,24 m
55 m2
l2 = P = 2 × 5,24 m = 10,48 m
2

5.3.7 Desinfeksi
Dimensi bak kontak
Vol = Q desain x td Kontak desinfektan
= 1,75128 m3/dtk x 1800 dtik (30 menit) = 3.152,30 m3
Vol = p x l x h
3,152.30 m3 = 2L2 x 3 m
3,152.30
L2 = 2𝑥3
2
L = 525,38 m
L = 22,92 m
P = 2L = 2 x 22,92 = 45,84

64 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


5.4 Layout Unit IPAM

Gambar 5. 4 Layout Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)

65 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB VI
BANGUNAN INTAKE
6.1 Dasar Teori
Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari sumbernya
untuk keperluan pengolahan dan suplai. Intake dibuat pada lokasi yang mudah
dijangkau dengan kuantitas air yang stabil dan didesain berdasarkan kapasitas haran
maksimum (Qm), pada akhir periode perencanaan. Bangunan intake berfungsi
sebagai penyadap atau penangkap air baku yang berasal dari sumbernya, dalam hal
ini sungai.
Analisa kualitas air permukaan pada setiap bagian penampang di titik yang
dinilai cocok untuk pengambilan air sangat penting bagi penetapan lokasi intake,
terutama intake langsung. Dan analisa kualitas pada bagian air permukaan
horizontal sangat pokok untuk menetapkan titik pengambilan semua jenis intake.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan intake :
1. Intake sebaiknya terletak di tempat dimana tidak ada aliran deras
2. Tanah disekitar intake seharusnya cukuo stabil dan tidak mudah terkena
erosi
3. Inlet, sebaiknya berada di bawah permukaan badan air untuk mencegah
masuknya benda-benda terapung. Disamping itu inlet sebaiknya terletak
cukup diatas air
4. Intake seharusnya terletak jauh sebelum sumber kontaminasi
5. Intake sebaiknya terletak di hulu sungai suatu kota.
6. Intake sebaiknya dilengkapi dengan saringan kasar yang selalu
dibersihkan. Ujung pipa pengambilan air yang berhubungan dengan
pompa sebaiknya juga diberi saringan
7. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul
sebaiknya dibuat pada beberapa level
8. Jika permukaan badan air selalu konstan dan tebing sungai terendam air,
maka intake dapat dibuat di dekat sungai
Bangunan intake memiliki tipe yang bermacam-macam, diantaranya adalah :
1. Direct Intake
Digunakan untuk sumber air yang dalam seperti sungai atau danau dengan
kedalaman yang cukup tinggi. Intake jenis ini memungkinkan terjadinya erosi
pada dinding dan pengendapan di bagian dasarnya.

66 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2. Indirect Intake
a) River Intake
Menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake
ini lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka
air pada musim hujan dan musim kemarau yang cukup

Gambar 6. 1 River intake

b) Canal Intake
Digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber
sebagian terbuka ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan
selanjutnya.

Gambar 6. 2 Canal intake

67 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


c) Reservoir Intake
Digunakan untuk air yang berasal dari Dam dan dengan menggunakan
menara intake. Menara intake dengan dam dibuat terpisah dan diletakkan di
bagian hulu. Untuk mengatasi fluktuasi level muka air, maka inlet dengan
beberapa level diletakkan pada menara.

Gambar 6. 3 Reservoir Intake

6.2 Kriteria Desain


Dalam membangun perencanaan intake harus sesuai dengan kriteria desain
karena hal itu akan berpengaruh pada bangunan tersebut. Berikut ini adalah
kriterian desain intake :
a. Tertutup untuk mencegah masuknya sinar matahari yang memungkinkan
tumbuhan mikroorganisme hidup.
b. Tanah di lokasi intake harus stabil.
c. Intake dekat permukaan air untuk mencegah masuknya suspended solid dan
inlet jauh diatas intake.
d. Intake harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran.
e. Intake harus didesain untuk menghadapi keadaan darurat.

Beberapa hal dibawah ini merupakan komponen dari suatu intake, yaitu :
1. Bangunan sadap,
Bangunan yang berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju
sumur pengumpul.

68 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Gambar 6. 4 Bangunan Sadap

2. Sumur pengumpul (Sump well)


Waktu detensi pada sumur pengumpul setidaknya 20 menit atau luas
area yang cukup untuk pembersihan. Dasar sumur minimal 1 m dibawah dasar
sungai atau tergantung pada kondisi geologis wilayah perencanaan.
Konstruksi sumur disesuaikan dengan kondisi sungai dan setidaknya terbuat
dari beton dengan ketebalan minimal 20 cm atau lebih tebal.

Gambar 6.5 Sumur Pengumpul

Gambar 6. 5 Sumur Pengumpul


3. Screen
Screen terdapat pada inlet sumur pengumpul, berfungsi untuk
menyaring padatan atau bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku.
Adapun dari jenis-jenis screen dibagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan
bukaan atau jarak antar bar, yaitu :

a. Saringan kasar (coarse screen)


Digunakan untuk menjaga alat-alat dan biasanya digunakan pada
pengolahan pertama. Tipenya secara umum adalah bar rack (bar screen),
coarse weir, screen, dan kominutor.

69 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


b. Saringan halus (fine screen)
Bukaan berkisar antara 2,3–6 mm, bahkan untuk instalasi tertentu
bisa lebih kecil dari 2,3 mm. Biasanya digunakan untuk primary
treatment atau pre treatment. Pembersihannya dapat dilakukan secara
manual untuk coarse screen dan mekanis untuk fine screen.

Gambar 6. 6 Bar Screen


Berikut ini dapat dilihat faktor- faktor perencanaan bar screen :
a) Jumlah batang (n) :
n = L screen + 1
w.batang + 1
b) Jumlah jarak antar batang (N) :
N = (n + 1)
c) Jarak antar tengah batang ( L screen) :
L screen = b + (0,5 x w )x 2
d) Lebar bersih :
Lebar bersih = L – (n x w)
e) Jarak bersih antar kisi :
Jarak bersih antar kisi = lebar bersih
jumlah jarak antar barang
f) Kecepatan melalui screen (v screen)
v screen = Q
A bukaan bersih

g) Headloss melalui screen (Hf screen)


𝑤 4/3
Hf screen = β x ( 𝑏 ) x h.v x sin α

Dimana : w = tebal batang (cm)


b = jarak antar batang (cm)
β = faktor bentuk batang

70 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Q = debit (𝑚3 //dt)
L = lebar intake, m
n = jumlah batang
N = jumlah jarak antar batang
α = sudut bar terhadap horisontal (Fair, Geyer dan Okun,
1968)

Pada tabel berikut dapat dilihat faktor dari masing-masing bentuk batang:
Tabel 6. 1 Bentuk Bar dan Faktor Bentuk Bar

Bentuk Bar Faktor Bentuk (β)


Shape edge rectangular 2,42
Rectangular with semi circular up stream 1,83
face circular
Circular 1,79
Rectangular with semi circular up stream 1,67
and down stream face
Tear shape 0,76
Sumber : (Qosim, 1985)

6.3 Perhitungan Detail


Diketahui : Q = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 m3/dt
Td = 30 menit = 1800 detik
H =4m
V = 1,2 m/dt
C pipa PVC = 130
LWL (Low Water Lavel) = 2,4 m dari dasar sungai
HWL (High Water Lavel) = 5,4 m dari dasar sungai
Gaya Gravitasi = 9,8 m/dt
Jawab :
1. Menghitung panjang lebar
Volume = Q x Td
= 1.75128 m3/dt x 1800 detik
= 3.152,30 m3
Volume =AxH

71 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3.152,30 =Ax4
3.152,30
A = = 788,07 m3/dt
4

A = 2L x L
788,07 m3/dt = 2L2
788,07
L = √ = 19,85 m
2

P =2xL
= 2 x 19,85 m = 39,7 m

2. Perhitungan Pipa Sadap


Diketahui : Q = 1,75128 m3/dtk
V = 1,2 m/dtk
Jawab : Q=AxV
1,75128 = ¼ x π x d2 x 1,2
1,75128 = 0,942 d2
d2 = 1,85
d = √1,85 = 1,36 m

3. Perhitungan Hfmayor
Diketahui : L = 19,85 m
Qpengolahan = 1,75128 m3/dt
D = 1,36 m
C = 130
Jawab :

L  Q1,85
Hf =
(0,00155  C  D 2,63 )1,85

19,85×(1,75128)1,85
=
(0,00155×130×(1,36)2,63 )1,85
55,97168
=
0,230485

= 242,84 m2

72 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


4. Perhitungan Hf minor
Diketahui : k=1
v =1,2 m/dt.
g =10 m/dt3

Jawab :

Hfv = k x v2 / 2 x g
= 1 x ( 1,2 m/ dt2)2 / 2 x 10 m/dt3 = 0,06 m2

5. Perhitungan Hf total
Hftotal = Hf mayor + Hf minor
= 242,84 m2+ 0,06 m2
= 242,90 m2

6. Perhitungan Bar Screen


1) Jumlah batang (n) :
Diketahui : w = (5-15) mm = 15 mm = 1,5 cm
L screen = 19,85 m
Jawab :
n = L screen + 1
w.batang + 1
19,85 cm + 1
=
1,5 cm+1

= 5,5 buah
= 6 buah

2) Jumlah jarak antar batang (N) :


Diketahui : n = 6 buah
Jawab :
N = (n + 1)
= (6 + 1)
= 7 buah
73 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
3) Jarak antar tengah batang ( L screen) :
Diketahui : b = (25-75) mm = 60 mm
w = (5-15) mm = 15 mm
Jawab :
L screen = b + (0,5 x w )x 2
= 60 mm + ( 0,5 x 15 mm) x 2 = 75mm = 7,5 cm
4) Lebar bersih :
Diketahui : L = 19,85 m
n = 6 buah
w = (5-15) mm = 15 mm = 0,015 m
Jawab :
Lebar bersih = L – (n x w) = 19,85 m– (6 buah x 0,015 m)
= 19,76 m = 20 m
5) Jarak bersih antar kisi :
Diketahui : lebar bersih = 20 m
jumlah jarak antar barang = 6 buah
Jawab :
Jarak bersih antar kisi = lebar bersih
jumlah jarak antar barang
20 m
=
6 buah
= 3,3 m/buah

6) Kecepatan melalui screen (v screen)


Diketahui : Q = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 m3/dt
V = 0,5359375 m/dt
Jawab :
v screen = Q
A bukaan bersih
A bukaan bersih = v screen
Q
= 0,5359375 m/dt
1,75128 m3/dt
= 0,3060 m2

7) Headloss melalui screen (Hf screen)


74 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
𝑤 4/3
Hf screen = β x ( 𝑏 ) x h.v x sin α

Dimana : w = tebal batang (cm)


b = jarak antar batang (cm)
β = faktor bentuk batang
Q = debit (𝑚3 //dt)
L = lebar intake, m
n = jumlah batang
N = jumlah jarak antar batang
α = sudut bar terhadap horisontal
Diketahui : w = (5-15) mm = 15 mm = 1,5 cm

b = (25-75) mm = 60 mm = 6 cm
β = 1,78
Q = 1,75128 m3/dt
L = 19,85 m
N = 6 buah
N = 7 buah

Jawab :
𝑤 4/3
Hf screen = β x ( 𝑏 ) x h.v x sin α

1,5 cm 4/3
= 1,78 x ( 6 cm ) x 5 x 1,2 m/dt.x sin45 ( 0,707)

= 1,1946 m/dt

7. Pompa
Diketahui : Q = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 m3/dt
L = 19,85 m
C = 0,25
D5 = 1,36 m
Elevasi muka tanah di Rumah Pompa = 9,8 m
Elevasi muka tanah di IPA = 8,4 m
∆𝐻 = 9,8 – 8,4 = 1,4 m
Jawab :
𝐶𝑥𝐿
Hf screen = (12 𝑥 1 𝑥 D^5 ) x Q5

75 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


0,25 𝑥 19,85
= 12 𝑥 1 𝑥 1,36 x 1,751285

= 5,09 m = 5,1 m
Head Pressure = 1,4 m
Hs =5m
Head Total = Hf + Hp + Hs
=5 + 1,4 + 5
= 11,4 m
Untuk jumlah H total yaitu 11,4 atau 11,5 m. Akan tetapi terdapat beberapa
pertimbangan untuk nilai kehilangan energi tekan dengan yang di akibatkan
aksesoris pipa sebesar 20% ari total Hea yaitu didapatkan nilai sebesar 2,3 meter.
Kehilangan tekanan akibat belokan pipa sebesar 20% dari total head yang di dapat
adalah 2,2 meter serta kehilangan tekan yang terjadi saat air masuk dalam pompa
sebesar 10% dari total head yang didapat adalah 0,75 meter. Kehilangan tekan yang
dihasilkan bak koagulasi yaitu 5 meter . Maka mempertimbangkan jumlah H yang
diperbesar menjadi 16,25 meter. Dan efisiensi pompa yang digunakan sebesar 80%
maka :
𝜌𝑥𝑔𝑥ℎ𝑥𝑄
HP =
𝜇
1 𝑥 9,8 𝑥 16,25 𝑥 1,75128
HP =
0,75
46,3209
HP = = 371,8 kw
0,75

1 HP = 0,746 kw
HP = 371,8 x 0,746 kw
= 277k

76 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB VII
PRASEDIMENTASI

7.1 Dasar Teori


Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan
partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat
berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Menurut Lopez
(2007), efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran, sehingga perlu
diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat
diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude (Kawamura, 2000).
Bentuk bak prasedimentasi dapat mempengaruhi karakteristik aliran,
sehingga bentuk merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat merancang unit
prasedimentasi. Selain bentuk, rasio lebar dan kedalaman merupakan hal yang juga
menentukan karakteristik aliran. Hal ini dikarenakan formula perhitungan bilangan
Reynolds dan Froude mengandung jari-jari hidrolis R sebagai salah satu fungsinya.
Jari-jari hidrolis terkait dengan luas permukaan basah A dan keliling basah P yang
merupakan fungsi dari lebar dan kedalaman, sehingga rasio antara lebar dan
kedalaman juga akan mempengaruhi karakteristik aliran.
Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya
aliran pendek, turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan (Kawamura,
2000). Begitu juga halnya terhadap zona lumpur. Zona lumpur merupakan zona
dimana terkumpulnya partikel diskret yang telah terendapkan. Apabila terjadi aliran
turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat mengalami penggerusan,
sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona outlet juga
mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk
meminimalisasi terjadinya aliran pendek.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada
perancangan bangunan prasedimentasi. Bak prasedimentasi merupakan bagian dari
bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel
diskret yang relatif mudah mengendap (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam).
Fungsi utama dari bangunan bak prasedimentasi (Plain Sedimentation
Basins) adalah untuk menghilangkan/mencegah gravel, pasir, lumpur maupun
material kasar lainnya agar tidak masuk kedalam Instalasi Pengolahan Air (IPA).

77 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Dengan dibangunnya prasedimentasi pada suatu sistem pengolahan air minum,
material kasar yang terbawa oleh air baku dapat direduksi sampai ke tingkat
minimal sesuai dengan rancang bangun yang akan diterapkan.
Sistem prasedimentasi secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
 Prasedimentasi dengan pengendapan secara alami (gravitasi)
 Sand -traps (Penjebak Pasir).
 Prasedimentasi mekanik, untuk menghilangkan pasir dan kerikil.
Prasedimentasi dengan pengendapan secara alami Material yang kasar
mempunyai berat jenis lebih besar dari pada air, material ini pasti akan jatuh/
mengendap ke bagian dasar. Material ini dapat terbawa arus air (melayang) sebagai
akibat daya jatuhnya dikalahkan oleh gaya dorong arus air. Bak prasedimentasi
umumnya dibuat memanjang searah aliran air, pada saat air masuk ke dalam bak
maka kecepatan arusnya menjadi berkurang. Karena luas penampang bak yang
tegak lurus aliran biasanya lebih besar dari saluran masuknya, material-material
yang berat akan segera jatuh pada bagian muka bak
Adapun macam bentuk dari bak prasedimentasi terdiri dari 2 macam yaitu
(Reynold,1996) :

1. Bak empat persegi (rectangular basin), Bak prasedimentasi bentuk rectangular


terbagi menjadi empat zona, yaitu
a. Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara
seragam, mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk
memperlancar transisi dari kecepatan air yang tinggi menjadi kecepatan air
yang rendah yang sesuai untuk terjadinya proses pengendapan di zona
pengendapan.
b. Zona Pengendapan. Proses pengendapan pada zona pengendapan pada
dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi
dan hidrolika bak.
2. Karakteristik partikel tersuspensi Proses pengendapan yang terjadi di unit
prasedimentasi merupakan pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah
partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada
saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak terpengaruh oleh
konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel.

78 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3. Aliran air dalam bak dapat diketahui dari beberapa hal, antara lain kecepatan
horizontal (vh) serta karakteristik aliran yang ditentukan oleh Bilangan Reynolds
dan Froude. Pada teori dasar dan penerapan Bilangan Reynolds pada unit
prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa fungsi Bilangan Reynolds adalah
untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit prasedimentasi apakah laminer atau
turbulen. Pada teori dasar bilangan Froude menunjukkan bahwa bilangan Froude
terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis. Kondisi
aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang menunjukkan
bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga kecepatan
aliran cukup rendah.
a. Zona Outlet Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang
sedemikian rupa untuk mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading
rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini debit air) yang harus ditanggung
per satuan waktu dan panjangnya.
b. Zona Lumpur Zona lumpur merupakan zona dimana partikel-partikel
diskret yang telah mengendap berada. Zona ini memiliki kemiringan
tertentu menuju ke hopper yang terletak di bagian bawah inlet. Menurut
Qasim (1985), kemiringan dasar bak rectangular adalah sebesar 1-2%.
Zona lumpur didesain memiliki kemiringan tertentu agar mempermudah
pada saat pembersihan lumpur. Kemiringan yang cukup terutama untuk
pembersihan yang dilakukan secara manual, sebab pembersihan secara
manual biasanya dilakukan dengan cara menggelontorkan air agar lumpur
terbawa oleh air. Hopper terletak di bagian bawah inlet, sebab sebagian
besar partikel besar mengendap di ujung inlet. Selain itu, apabila hopper
diletakkan di bawah zona outlet, dikhawatirkan partikel yang telah
terendapkan dapat tergerus karena adanya pergerakan air menuju pelimpah

4. Bak lingkaran (circular basin) Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses
kontinyu dibagi menjadi empat daerah (zone), yaitu;
 Daerah masuk (inlet zone)
Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka inlet yang paling
tepat adalah terletak di tengah atau tipe center feed. Inlet bak tersebut dapat
beragam, misalnya air dibiarkan melimpah melalui inlet di tengah bak atau
dinding inlet dirancang berlubang-lubang, sehingga air akan mengalir
melewati lubang-lubang tersebut. Selain itu, pada inlet juga dapat dipasang

79 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


baffle. Baffle tersebut berfungsi untuk mereduksi energi kinetik air yang
keluar melalui inlet.
 Daerah pengendapan (settling zone)
Pemilihan inlet maupun outlet untuk bak circular sangat tergantung pada
kondisi zona pengendapan, sehingga zona pengendapan yang menentukan
penempatan zona inlet maupun zona outlet. Oleh karena itu, perlu
ditentukan lebih dahulu kondisi zona pengendapan yang efisien. Faktor-
19 faktor yang mempengaruhi proses pengendapan pada bak circular sama
dengan pada bak rectangular, hanya saja nilai Bilangan Reynolds dan
Froude berubah sepanjang perubahan diameter. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa Nre dan Nfr akan cukup tinggi di tengah bak, dan
akan semakin mengecil saat mendekati pinggir bak, sehingga kedua
bilangan tersebut tidak akan dapat dipenuhi secara bersamaan. Penentuan
acuan akan berpengaruh pada letak inlet dan outlet
 Daerah lumpur (sludge zone)
Scraper yang digunakan untuk bentuk circular adalah tipe radial atau tipe
diametral. Scraper tersebut bergerak pada sekeliling bak untuk mendorong
lumpur agar masuk ke hopper yang terletak di tengah bak. Berbeda dengan
prasedimentasi bentuk rectangular, bentuk circular memiliki hopper yang
terletak di tengah bak, sebab pengendapan partikel yang terjadi pada bak
circular ini terjadi di segala arah, sehingga untuk mempermudah
pembersihan lumpur, hopper diletakkan di tengah bak.
 Daerah pengeluaran air (outlet zone),
Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka outlet yang
paling tepat bagi bak presedimentasi bentuk circular terletak di sekeliling
bak. Di sekeliling bak dipasang pelimpah, sehingga air yang telah melalui
bak prasedimentasi akan melimpah melalui pelimpah tersebut.

7.2 Kriteria Desain


a. Waktu pengendapan : 1-3 jam
b. Kedalaman ruang pengendapan (1-3)m
c. Kecepatan pengendapatan partikel diperoleh dari analisa kolom test di laboratorium
d. Performance atau kinerja pengendap berdasarkan pada grafik performance
e. Bilangan Nre < 2000 dan nilai Froude aliran >10-5

80 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Rumus :
1. Efisiensi removal partikel diskrit (Xt)
(dXi.Vxi )
Xt  1  Xo 
Vs

dimana:
Xt = Efisiensi removal
Xo = Fraksi berat yang tersisa
dxi = Fraksi berat
Vxi = Kecepatan pengendapan untuk tiap fraksi
Vs = Kecepatan pengendapan
2. Diameter Partikel
1/ 2
 18 .Vs. 
d=  
 g ( Ss  1) 

dimana:
d = Diameter partikel (m)
Vs = Kecepatan pengendapan (m/dt)
υ = Viskositas kinematik air
Ss = Spesific gravity partikel
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
3. Bilangan Reynolds
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol kondisi aliran dalam bangunan
agar laminer.
VH .R
NRe =

dimana: NRe = Bilangan Reynolds


VH = Kecepatan aliran horizontal
R = Jari-jari hidrolis
υ = Viskositas kinematik air
4. Bilangan Froude
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol terjadinya aliran pendek.
2
VH
NFR =
g .R

dimana: NFR= Bilangan froude


VH= Kecepatan aliran horizontal
81 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
R = Jari-jari hidrolis
g= Percepatan gravitasi (9,81 m/dt)

5. Kecepatan Penggerusan
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol agar tidak terjadi penggerusan
lumpur yang telah terkumpul.
0,5
 8k ( Ss  1) g .d 
Vs   
 f 

dimana: Vs = Kecepatan penggerusan (m/dt)


k = Faktor koreksi porositas (0,02 – 0,12)
Ss = Spesific gravity partikel (2,65)
G = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
F = Faktor friksi hidrolik (0,02)
d = Diameter partikel

7.3 Perhitungan Desain


7.3.1 Analisa Kolom Pengendapan
Berfungsi untuk menentukan efisiensi removal dan kecepatan pengendapan di
bangunan prasedimentasi. Uji analisa kolom pengendapan yang telah dilakukan
digunakan kolom pengendapan setinggi 200 cm, titik sampling diambil pada kedalaman
200 cm. Dari uji analisa tersebut didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 7. 1 Hasil Uji Kolom Pengendapan


T = 15 menit
Ketinggian (m) 0,5 1 1,5 2
TS (mg/L) 0,03 0,03 0,03 0,02
Fraksi Tersisa 0,01 0,01 0,01 0,02
Kecepatan (m/s) 0,000556 0,001111111 0,001667 0,002222
Sumber : Hasil Perhitungan

82 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Gambar 7. 1 Kurva Hasil Analisa Uji Kolom Pengendapan
Dari data dan kurva tersebut diatas, kemudian dicari luas daerah diatas
kurva berdasarkan nilai Vo dan Fo (Fo terjadi saat Vo). Cara mencari luas daerah
diatas kurva dapat dilihat pada Tabel berikut :

Keterangan : Pada uji lab telah didapatkan nilai Vo adalah 0,001 m/dt dan Fo
adalah 0,01. Data yang didapat setelah didapat luas daerah diatas kurva adalah
sebagai berikut :

dF V V.dF

0,001 0,0005 0,00000050

0,001 0,0004 0,00000040

0,001 0,0003 0,00000030

0,001 0,0002 0,00000020

0,001 0,0001 0,00000010

∑V.dF 0,0000020

Dari luas daerah yang telah dihitung tadi, dapat dilakuka

83 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


n perhitungan terhadap persentase efisiensi removal partikel diskrit dari
bangunan prasedimentasi. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

1 𝐹𝑜
𝑅 = (1 − 𝐹𝑜) + ∫ 𝑉. 𝑑𝐹
𝑉𝑜 0

𝐹𝑜
1
𝑅 = (1 − 0,01) + ∫ 0,00000020
0,001 0
R = 0.999 ~ 99,91%

Setelah persentase removal tersebut diketahui, maka langkah selanjutnya


adalah menghitung waktu pengendapan dan surface loadingnya.
 Saat Removal = 99,91 % , Vs = 0,001 m/s, H kolom =4m
ℎ 4𝑚
 Waktu pengendapan (t) = = = 4000 𝑠 = 1,1 jam
𝑉𝑠 0,001

 Waktu efisiensi removal untuk desain (td) = t x factor scale up


= 1,1 x 1,5 = 1,65 jam
Kriteria waktu td yang digunakan = 1 jam
 Surface Loading (So) = Vs x factor scale up
= 0,001 x 0,65
= 6,5 x 10-4 m/s

7.3.2 Zona Pengendapan


Direncanakan :
1. Terdapat 2 bak prasedimentasi, agar jika satu bak dibersihkan, bak lainnya
masih dapat beroperasi.
2. Dimensi bak = Panjang : Lebar = 2 : 1 (agar area pengendapan lebih luas)
3. Suhu air (T) = 300˚C → ν = 0,8039.10-6 m2/dt
4. Q air baku = 1,75128 m3/dt

Perhitungan :
1,75128 m3/detik
Karena terdapat 2 bak, maka = Q (1bak) = = 0,87564 m3/s
2
𝑄 1,75128 m3/detik
Luas Bak (A) = = = 2.694,27 m2
𝑆𝑜 6.5 x 10−4 m/s

Volume Tiap Bak = Q x td = 1,75128 x 3600 = 6.304 m3

84 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


A =PXL
2.694,27 m2 = 2L2
L = 36,70 m = 37 m
P = 74 m
1
Kedalaman Bak (H) = P0.8
12
1
= (74)0.8
12
= 2,60 m

𝑃 74
V horizontal (Vh) = = = 44,84 m /jam = 5,18 x 10-4 m/s
𝑡𝑑 1,65
1/2
18.𝑉𝑠.𝜐 1/2 18 𝑥 0.001 𝑥 0,8039.10−6
Diameter partikel (d) = [𝑔(𝑆𝑠−1)] =[ ]
9.81(2.65−1)

= 3 x 10-5 m
8𝑘 (𝑆𝑠−1)𝑔.𝑑 0.5
 Kontrol Penggerusan (Vsc) = [ ]
𝑓
0.5
8 𝑥 0.04 (2.65 − 1)9.81 𝑥 3 𝑥 10−5 𝑚
= [ ]
0.02
= 0,088 m/s
Karena Vh < Vsc → tidak terjadi penggerusan ( OK ! )
 Kontrol Nre dan Nfr
𝐵𝑥𝐻 37 𝑥 2,60
R= = = 2,27
𝐵+2𝐻 37+2 (2,60)

𝑉ℎ 𝑥 𝑅 (5,18 x 10−4 ) 𝑥 2,27


Nre = = = 1462,69 < 2000 (OK!)
𝜐 0,8039 x 10−6

𝑉ℎ2 (5,18 x 10−4 )2


Nfr = = = 1,20 x 10-8 < 1.10-5 ( OK!)
𝑔𝑥𝑅 9.81 𝑥 2,27
Karena bak prasedimentasi yang dirancang konvensional nilai Nre
memenuhi, maka tidak dirancang pervorated wall untuk memperbaiki kinerja
bak prasedimentasi.

7.3.3 Zona Lumpur


1. Ruang Lumpur
85 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
Dari data karakteristik air sungai didapat :
a. Total zat padat = 700 mg/l
b. Specific gravity partikel = 2,65 gr/m3 = 2650 kg/m3
c. Efisiensi pengendapan = 99.36%
d. Kadar air dalam lumpur = 95%
e. Kadar SS kering dalam lumpur = 5%
f. Kekeruhan 75 NTU
Perhitungan :
a. Sludge yang akan teremoval = 99,91% x 700 mg/L
= 699,37 mg/L = 0,69937 kg/m3
b. Partikel yang lolos = 700 – 699,37
= 0,63 mg/L
Berat lumpur yang diendapkan per hari :
= partikel teremoval x Q bak
= 0,69937 x 0,87564
= 0,612 kg/dt
= 52877 kg/hr
c. Berat jenis lumpur → Kadar solid : Kadar air = 5 % : 95 %
Densitas lumpur = (Densitas Ss x 5%) + (Densitas air x 95%)
= (2650 kg/m3x 5 %) + (1000kg/m3 x 95 %
= 1082,5 kg/m3
95
Berat lumpur  berat air
d. Volume Lumpur = 5
Densitas lumpur

95
52877+ 𝑥 52877
5
= 1082,5

= 976,94 m3/ hari


= 40,70 m3/jam
e. Desain ruang lumpur :
1. Ruang lumpur berbentuk limas terpancung, dipasang
dibawah pervorated wall, agar mudah dalam
pengurasannya.
2. Lumpur dikuras secara gravitasi tiap 24 jam sekali, agar
tidak terlalu menumpuk

86 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3. Slope ruang lumpur 300-600, agar mudah dalam
pengurasan
4. Panjang permukaan lumpur (B) = lebar bak = 4 m
5. Lebar permukaan lumpur (L) = 4 m
6. Panjang dasar permukaan lumpur (B’) = 3 m
7. Lebar dasar permukaan lumpur (L’) = 3 m
Sehingga :
1. Luas permukaan lumpur (A) = B X L = 4 X 4 = 16 m2
2. Luas dasar permukaan lumpur adalah
 
= A '  B '  L'
= 3 x 3 = 9 m2
3. Periode penggerusan lumpur 6 jam sekali sehingga volume
lumpur dalam 24 jam adalah: 40,70 m3/jam x 6 = 244,2 m3
4. Kedalaman ruang lumpur (h)

Volume lumpur = 3 × (𝐴 + 𝐴′ + √𝐴 + 𝐴′ )

244,2 = × (16 + 9 + √16 + 9)
3
ℎ = 24,42 𝑚
5. Kemiringan Ruang Lumpur (𝛼)


tan 𝛼 =
𝐿 × 𝐿′
( 2 )
24,42
tan 𝛼 =
4×3
( 2 )

tan 𝛼 = 4,07
𝛼 =0,07o

2. Penggerus Pipa
Direncanakan :
1. Pengurasan lumpur dilakukan secara gravitasi
2. V dalam pipa = 1 m/dt
3. Waktu pengurasan = 10 menit = 600 dt

87 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Perhitungan :
1. Volume lumpur selama 6 jam = 244,2 m3
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐿𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 244,2
2. Debit lumpur pada pipa = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 = = 0,407 𝑚3 ⁄𝑑𝑡
600

𝑄 0,407
3. A pipa = = = 0,407 𝑚2 ⁄𝑑𝑡
𝑣 1

4𝐴 4×0,407
4. D pipa = √ =√ = 0,72 𝑚 = 72 𝑐𝑚
𝜋 3,14

7.3.4 Zona Inlet


1. Saluran Pengumpul
Merupakan saluran pengumpul air baku sebelum menuju ke bak
prasedimentasi.
 Q saluran pengumpul = 1,75128 m3/dt
 V rencana = 0,5 m/dt
 Lebar saluran (B) = 2 x H saluran
 Panjang saluran (L) = (Lebar bak prasedimentasi x 2) + tebal dinding

= ( 37 m x 2 ) + 0,2 = 74,2 m

Gambar 7. 2 Zona Inlet

 Dimensi Saluran
𝑄
A =𝑉
88 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
1,75128 𝑚3 /𝑑𝑡
= = 3.50 m2
0.5 𝑚/𝑑𝑡

A =HxH
3.50 = 2 H2
H = 1.32 m
B = 2H = 2.64 m
 Dimensi Saluran Pengumpul :
Tinggi (H) + Freeboard (fb) = 1,32 m + 0,17 m = 1,49 m
Panjang (L) = 74 m
Lebar (B) = 2.64 m
 Headloss di Saluran Pengumpul :

 Mayor Losses (hm)


2 1
1 𝑏 × ℎ 3 ℎ𝑓 2
𝑣= [ ] [ ]
0,015 𝑏 + 2ℎ 𝐿
2 1
1 2,64 × 1,32 3 ℎ𝑓 2
0,5 = [ ] [ ]
0,015 2,64 + 2(1,32) 74
1
ℎ𝑓 2
0,5 = 66,67 𝑥 0,76 [ ]
74
1
ℎ𝑓 2
0,5 = 50,67 [ ]
74

ℎ𝑓 = 0,625 𝑚
 Head Kecepatan
𝑣2 0,52
ℎ𝑣 = = = 0,0127 𝑚
2𝑔 2 × 9,81
ℎ𝑓 0,625
 Slope = = = 8,44 𝑥 10−3
𝐿 74

 Headloss total = ℎ𝑓 + ℎ𝑣
= 0,625 𝑚 + 0,0127 𝑚
= 0,6377 𝑚

89 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2. Pintu Air
Direncanakan :
Lebar pintu rencana (B) = 1 m (agar bukaan tidak terlalu besar)
Q pintu air = Q tiap bak = 0,87564 m3/s
Diketahui :
 Tinggi muka air sebelum pintu = 1,32 m (pada saluran pengumpul)
Perhitungan :
3 2/3 3 2/3
𝑄𝑥 0,87564 𝑥
2 2
𝐻=( ) = ( ) = 0,38 m
√2𝑔 (𝐶𝑑) 𝑥 𝐵) √2 𝑥 9,81 (1,32) 𝑥 1)

 Headloss di pintu air

𝑄 2 1 0,87564 2 1
𝐻𝑓 = (𝜇 𝑥 𝐵 𝑥 𝐻) 𝑥 2𝑔
= 𝐻𝑓 = (0,8 𝑥 1 𝑥 0,38) 𝑥 2 𝑥 9,81
= 0,422 m

7.3.5 Zona Outlet


1. Perencanaan Weir
Direncanakan :
Weir Loading Rate (WLR) = 3 L/dt.m = 3.10-3m3/dt.m (agar daya
tampungnya masih memenuhi pengaliran walaupun dimensinya tidak
terlalu besar).
Terdapat 8 buah gutter (diperkirakan cukup untuk debit pada tiap bak),
dengan jarak antar gutter = 3 x lebar gutter.
Diketahui : Q tiap bak = 0,87564 m3/s

Perhitungan :
0,87564
Panjang weir yang dibutuhkan (B) =
𝑊𝐿𝑅
0,87564 𝑚3/𝑠
=
3 𝑥 10−3 𝑚2 /dt

= 292 m = 29200 cm

90 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


W = ( 8 x S) + ( 3 x S)7 + 14t, dimana : W = lebar bak
S = lebar gutter
t = tebal weir (10 cm)
14
37 = 29𝑆 +
10
𝑆 = 0,0423 𝑚 = 423,30 𝑐𝑚
- Panjang tiap gutter (b) :
𝑏 = 14𝐿 + 8𝑆 + (7 × 3𝑆)
29200 = 14𝐿 + 8(423,30) + (7 × 3(423,30))
29200 = 14𝐿 + 15662
𝐿 = 967 𝑐𝑚
- Tinggi air di atas weir :
3
2
𝑄 = 3 × 𝐶𝑑 × 𝐵 × √2 × 9,81 × ℎ2 , dimana Cd = 0,6
2 3
0,87564 = × 0,6 × 292 × √2 × 9,81 × ℎ2
3
ℎ = 0,014 𝑚 = 1,4 𝑐𝑚
- Dimensi Saluran
3
𝑄 = 1,84 × 𝐵 × ℎ2 , dimana : B = lebar gutter = S = cm
H = tinggi air dalam gutter
3
𝑄 = 1,84 × 𝐵 × ℎ2
3
0,87564 = 1,84 × 0,0423 × ℎ2
ℎ = 5,020 𝑚 = 502 𝑐𝑚
Tinggi gutter = Tinggi air + Freeboard
= 502 cm + 16,5 cm = 518,5 cm

2. Saluran Pengumpul Outlet


Data perencanaan (diketahui dari perhitungan sebelumnya) :
91 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
a. Q saluran pengumpul = 0,87564 m3/dt
b. Bentuk saluran segi empat dengan B = 2H
c. L = lebar bak prasedimentasi = 37 m
Perhitungan :
3
𝑄 = 1,375 × 𝐵 × 𝐻 2
3
0,87564 = 1,375 × 2𝐻 × 𝐻 2
𝐻 = 0,63 𝑚
𝐵 = 1,26 𝑚
- Dimensi saluran pengumpul :
Panjang (L) = 37 m
Lebar (B) = 1,26 m
Kedalaman (H) = 0,63 m + 0,3 = 0,93 m
- Kecepatan dalam saluran pengumpul :
𝑄 0,87564
𝑣= = = 0,0187 𝑚⁄𝑑𝑡
𝐴 (37 × 1,26)
- Slope :
2
1 𝑏×ℎ 3 1
𝑣= [ ] [𝑆]2
0,015 𝑏 + 2ℎ
2
1 1,26 × 0,63 3 1
0,0187 = [ ] [𝑆]2
0,0187 1,26 + 2(0,63)
𝑆 = 5,70 × 10−7 𝑚
- Headloss saluran (hf) :
𝑆 × 𝐿 = 7,6 × 10−6 × 37 = 2,11 × 10−5 𝑚
- Head Kecepatan (hv) :
𝑣 2 0,01872
ℎ𝑣 = = = 1,78 × 10−5 𝑚
2𝑔 2 × 9,81
- Headloss Total = hf + hv
= 2,11 × 10−5 + 1,78 × 10−5
= 3,57 × 10−5 𝑚

3. Saluran Outlet
Berfungsi untuk mengumpulkan air dari tiap-tiap bak yang kemudian akan
dialirkan ke saluran pembawa. Data Perencanaan (sesuai perhitungan
sebelumnya):

92 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


a. Q saluran outlet = 1,75128 m3/dt
b. Lebar saluran =2 x H saluran
c. Panjang saluran (L) = (Lebar bak prasedimentasi x 2) + tebal dinding
= ( 37 x 2) + 0,2 = 74,4 m
d. v rencana = 0,6 m/dt
Perhitungan :
𝑄 1,75128
𝐴= = = 2,918 𝑚2
𝑣 0,6
e. 𝐴 = 𝐵 × 𝐻
2,918 = 2𝐻 × 𝐻
𝐻 = 1,20 𝑚, 𝐵 = 2,40 𝑚
f. Dimensi Saluran Outlet :
Panjang (L) = 75 m
Lebar (B) = 2,40 m
Kedalaman (H) + fb = 1,20 + 0,97 = 2,17 m
g. Headloss di saluran Outlet :
- Mayor Losses (hm) :
2 1
1 𝑏 × ℎ 3 ℎ𝑓 2
𝑣= [ ] [ ]
0,0187 𝑏 + 2ℎ 𝐿
2 1
1 2,40 × 1,20 3 ℎ𝑓 2
0,6 = [ ] [ ]
0,0187 2,40 + 2(1,20) 75
ℎ𝑓 = 0,018 𝑚
- Head Kecepatan (hv) :
𝑣2 0,62
ℎ𝑣 = = = 0,018 𝑚
2𝑔 2 × 9,81
ℎ𝑓 0,018
- Slope = = = 2,4 × 10−4 𝑚
𝐿 75

- Headloss
-
- total = hf + hv
= 0,018 + 0,018 = 0,036 m

93 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB VIII

KOAGULASI
8.1 Dasar Teori
Koagulasi adalah suatu proses untuk menggabungkan partikel-partikel kecil
untuk bergabung dan membentuk partikel yang lebih besar dengan bantuan
koagulan. Air baku banyak yang mengandung partikel-partikel koloid. Bentuk
partikel ini sangat halus dan sulit diendapkan tanpa melalui proses pengolahan
yang lain. Karakteristik dari partikel koloid adalah sebagai berikut:
1. Sangat halus
2. Umumnya bermuatan listrik. Partikel anorganik mempunyai muatan positif,
sedangkan partikel organik bermuatan negatif.
3. Koloid juga dapat digolongkan menjadi dua, yaitu hidrofobik (susah bereaksi
dengan air) dan hidrofilik (mudah bereaksi dengan air).
Oleh karena ukuran partikel yang sangat halus, maka untuk
mengendapkannya perlu digabungkan agar ukurannya menjadi lebih besar
sehingga lebih mudah untuk mengendap. Fungsi lain dari bangunan pengaduk
cepat ini, antara lain:
1. Untuk mendapatkan kelarutan koagulan dalam air. Misalnya, koagulan alum
untuk proses koagulasi partikel flokulen, larutan kapur untuk penurunan
kesadahan, atau larutan KMnO4 dalam proses penurunan kandungan Fe dan
Mn.
2. Untuk mendistribusikan koagulan secara merata dalam air.
3. Untuk menghasilkan partikel-partikel sebagai inti koagulasi sebelum reaksi
koagulasi selesai.
Koagulasi juga sangat efektif dalam menghilangkan kandungan warna, rasa
dan bau, makromolekul organik, dan partikulat lainnya yang terkandung dalam air
baku. Mikroorganisme dengan ukuran yang cenderung besar, termasuk alga,
plankton, dan amuba juga bisa terhilangkan dengan diikuti oleh proses fiLrasi.
Penghilangan bakteri dan bakteri patogen dapat mencapai 99% bahkan dapat
ditingkatkan lagi, sedangkan untuk polivirus sebanyak 98% (Sanks, 1979).
Ada dua cara dalam melakukan proses pencampuran antara koagulan dengan
partikel-partikel pengotor, yaitu:

94 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


1. Cara mekanis, yaitu membuat aliran turbulen dengan tenaga penggerak motor.

Gambar 8. 1 Proses Koagulasi secara Mekanis

2. Cara hidrolik, yaitu dengan memanfaatkan loncatan air.

Gambar 8. 2 Proses Koagulasi secara Hidrolik


Parameter yang dapat mempengaruhi proses Koagulasi :
Parameter yang cukup berperan dalam proses koagulasi dipengaruhi oleh
beberapa variabel kompleks, yaitu :
1. Karakteristik Partikel
Karakteristik partikel pengotor di dalam air dapat dibedakan atas dua
bagian, yaitu:
a. Karakteristik partikel berdasarkan ukuran, antara lain:
- Partikel dengan ukuran 5 nm – 1 μm, dimana partikel ini menyebabkan
kekeruhan dalam air dan tidak terlihat secara visual.
- Partikel tersuspensi dengan ukuran > 5 μm, dimana partikel ini
mempunyai ukuran yang lebih besar daripada partikel koloid.

95 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


- Partikel dengan ukuran < 5 μm, yang disebut partikel terlarut.
b. Karakteristik partikel dilihat dari sifat hidrasi, yaitu hidrofilik dan
hidrofobik.
2. Kekeruhan
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai kekeruhan dalam proses
koagulasi adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan koagulasi tergantung dari kekeruhan larutan, akan tetapi


penambahan koagulan tidak berkorelasi linier dengan kekeruhan.
b. Ukuran partikel tidak seragam jauh lebih mudah dikoagulasi daripada
partikel seragam. Hal ini disebabkan karena pusat-pusat yang lebih besar akan
lebih mudah terbentuk daripada partikel yang lebih kecil, sedangkan partikel
yang lebih besar akan mempercepat pengendapan.
Ada dua macam koagulasi, yaitu sweep coagulation dan charge
neutralization. Selama sweep coagulation, sejumlah senyawa besi dan aluminium
hidroksida akan bereaksi dengan koloid yang terdapat pada air baku. Sedangkan
untuk charge neutralization agar bekerja efektif, koagulan harus terdispersi
secara cepat (< 0,1 detik) dan pengadukan harus dengan intensitas tinggi. Ketika
koagulan logam digunakan dalam pengolahan air dengan waktu detensi yang
sangat singkat, maka produk hidrolis logam akan terbentuk. Produk ini harus
sudah dikontakkan dengan koloid sebelum terjadi pengendapan hidroksida.
3. Temperatur
Perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan viskositas, dimana
semakin panas suhu, viskositas akan semakin kecil. Pengaruh perubahan
viskositas tersebut menyebabkan perubahan gradien. Untuk negara dengan
kondisi iklim yang bervariasi, perubahan temperatur dapat mempengaruhi
bangunan pengolahan yang berada di permukaan tanah dan tidak tertutupi.
Sebagai contoh, untuk negara berkembang, penggunaan lompatan hidrolik dan
inline static mixer sangat cocok.
4. Gradien Kecepatan
Merupakan karakteristik yang digunakan untuk pencampuran fluida dan
dinyatakan dalam detik-1. Gradien kecepatan didefinisikan sebagai perbedaan
kecepatan antara dua titik atau volume fluida terkecil yang tegak lurus
perpindahan. Gradien kecepatan berhubungan erat dengan adanya waktu
pengadukan (td). Nilai G yang terlalu besar dapat mengganggu pembentukan titik

96 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


akhir flok. Proses koagulasi memerlukan gradien kecepatan lebih tinggi daripada
proses flokulasi. Nilai G yang dibutuhkan adalah antara 300 sampai 1600 per
detik.
5. Komposisi Zat Kimia Dalam Air
Di dalam air, terlarut garam-garam mineral. Pengaruh garam-garam
mineral dalam proses koagulasi dan juga flokulasi disebabkan karena
kemampuannya dalam menggantikan ion hidroksida pada senyawa hidroksida
kompleks. Selain itu, garam-garam mineral tersebut juga berpengaruh dalam
menentukan:
- Nilai pH optimim pada proses koagulasi
- Waktu yang dibutuhkan pada saat flokulasi
- Dosis optimum koagulan
6. Koagulan
Dosis dan karakteristik bahan kimia yang akan dibubuhkan
mempengaruhi proses koagulasi. Jenis koagulan yang dimasukkan memiliki
tanda ion yang berlawanan dengan muatan ion air. Pemilihan jenis koagulan
disesuaikan dengan jenis koloid yang terkandung dalam air dan kondisi lokal dari
unit pengolahan, ketersediaan bahan dan peralatan. Tipe pengaduk koagulan juga
mempengaruhi dimensi dari bak pengaduk cepat.
7. Waktu Detensi
Merupakan waktu kontak antara partikel kimia dengan air baku. Waktu
kontak dipengaruhi oleh dimensi bak dan debit dari air baku
8. Turbulensi
Turbulensi adalah aliran fluida yang bergolak karena gesekan fluida
tersebut. Turbulensi diperlukan pada proses koagulasi untuk meratakan koagulan
ke seluruh permukaan fluida dan memberikan kesempatan pada partikel koloid
untuk saling bergabung dan membentuk inti flok.
9. Zeta Potensial
Merupakan potensial elektrostatik yang ada di sekitar kulit suatu partikel
yang dapat mempengaruhi stabilitas koloid, Elektrolit yang ada di sekitar partikel
yang bermuatan negatif, zeta potensialnya juga negatif. Lapisan ion ini akan
menarik ion yang bermuatan positif yang ada dalam air. Hanya zeta potensial
yang dapat mempengaruhi tingkat kemudahan destabilisasi partikel koloid yang
terdapat dalam air.
10. Nilai pH
97 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
Pemilihan nilai pH yang tepat akan mempengaruhi dosis optimum dari
koagulan. Hal ini disebabkan oleh sifat kimia koagulan yang sangat tergantung
pada nilai pH. Batasan nilai pH dipengaruhi oleh jenis koagulan yang digunakan
dari komposisi kimia yang terdapat dalam air. Pada proses koagulasi terdapat
range nilai pH tertentu sehingga diperoleh hasil efektif dalam waktu yang relatif
singkat. Untuk pemakaian alum sebagai koagulan, maka nilai pH optimum untuk
alum adalah sekitar 6,5 – 8,5.
11. Tipe dari Proses Alernatif yang sesuai
Perencana harus cermat dalam merencanakan tipe pengolahan
berdasarkan dosis koagulan yang akan digunakan dan pengolahan sebelumnya.
Dalam pengolahan selanjutnya, perlu diperhatikan penanganan lumpur yang
dihasilkan dan reklamasi air pencuci. Empat proses dasar yang digunakan dalam
pengolahan modern adalah inline fiLration, fiLrasi langsung, fiLrasi dua arah,
dan pengolahan konvensional lengkap. Pelunakan dengan lime dan absorbsi
tingkat tinggi dipertimbangkan untuk melengkapi pengolahan konvensional.
Sedangkan untuk penghilangan unsur Besi dan Mangan, perlu dilakukan proses
oksidasi pada saat fiLrasi berlangsung.
Tipe fiLrasi in-line, langsung, dan dua fase mempunyai ciri dimana tidak
didahului dengan sedimentasi serta berada pada level terendah dalam koagulasi,
yaitu 2 – 6 mg/L (Kawamura, 2000). Akibatnya adalah koagulan tidak dapat
tersebar secara merata serta penggabungan partikel flok sulit tercapai bahkan
dapat menambah beban fiLer. Pengolahan konvensional yang lengkap
memberikan penggabungan flok yang baik dengan dosis koagulan optimumnya.
Alternatif Pengolahan :
Proses pengadukan cepat dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, antara
lain:
a. Secara Mekanis
Tipe ini adalah yang paling sering digunakan dalam unit pengolahan air
minum. Parameter yang paling sering digunakan (Kawamura, 2000) adalah
sebagai berikut:
- Nilai G = 300 L/dt
- td = 10 – 30 detik
- kebutuhan Power antara 0,85–1,0 HP.
Namun ada beberapa kerugiannya, yaitu:
- Beresiko terjadi aliran pendek
98 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
- Peride pengadukan lama untuk koagulan garam logam
- Back-mixing yang berpengaruh pada proses koagulasi
- Kesulitan dalam menganalisa impeller dan gear yang digunakan,
sehingga dapat menyebabkan kesalahan desain pada alat, terutama untuk
unit pengolahan skala besar.
- Biaya operasi dan peralatan yang besar.
Prinsip dari pengadukan jenis ini adalah membuat aliran turbulen dengan tenaga
penggerak motor, dimana bak pelengkap dilengkapi dengan peralatan mekanis
seperti:

- Paddle, dengan putaran 2 – 150 rpm


- Turbin, dengan putaran 10 – 150 rpm
- Propeller, dengan putaran 150 – 500 rpm
b. Secara Hidrolis
Pengadukan hidrolis dapat dibedakan menjadi dua jenis didasarkan pada
kondisi alirannya, yaitu:
 Aliran Terbuka
- Hydrolic jump mixer, dengan lompatan air, menggunakan drop atau tanpa
drop pada saluran sehingga membentuk aliran super kritis.
- Parshal Flume, sangat efektif untuk pengadukan cepat ketika hydrolic jump
digabung dekat dengan down stream.
- Palmer Bowlus Flume, merupakan modifikasi dari parshal flume.
- Weir, sangat efektif digunakan pada pengaduk cepat jika mempunyai
kecepatan kecil, karena murah dan mudah pembuatannya dan dapat
digunakan sebagai alat pengukur kecepatan.
 Aliran dalam Pipa Bertekanan
- Hydrolic Energy Dissipator, digunakan ketika sumber air berada jauh di
atas unit pengolahan. dengan memasang hydrolic energy dissipator seperti
kolom penyuling atau jet orifice yang akan dilewati oleh air baku. Inlet
harus direncanakan dengan kecepatan yang tidak kurang dari 1 m/dt.
- Turbulence Flow Pipe Mixer, dimana proses koagulasi terjadi di dalam
pipa. Variasi dari aLernatif ini adalah dengan adanya baffle dengan slope
tertentu di dalam pipa.
c. Secara Difuser

99 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Difuser koagulan, menggunakan power berisi koagulan, sehingga terjadi
proses pengadukan cepat.
 Pneumatic diffuser, menggunakan blower udara dan koagulan dibubuhkan
secara terpisah.
Dari ketiga alernatif yang telah disebutkan di atas, maka yang akan dipilih
untuk digunakan dalam perencanaan ini adalah alternatif 1 (Pengadukan secara
mekanis). Alasan pemilihan aLernatif ini adalah karena lebih praktis dan lebih
mudah untuk digunakan. Selain itu, pengadukan secara mekanis lebih ekonomis
dari segi konstruksi, dimana pengadukan secara hidrolis memerlukan ketinggian
tertentu untuk menghasilkan pengadukan dengan nilai G yang diinginkan.

8.2 Kriteria Desain

Gambar 8. 3 Kriteria Desain Koagulasi

Periode pengadukan (td) = 20-60 detik


Gradient kecepatan (G) = 700-1000/detik
G x td = 6x10-4
N (speed paddle) = 2-150 rpm.

Rumus :

Rumus-rumus yang akan digunakan dalam pengadukan cepat ini adalah


sebagai berikut:
1. Daya motor penggerak untuk menggerakkan impeller (P)
P = G2 . μ . Vol
dimana: G = Gradien kecepatan (dt-1)
μ = Viskositas absolut (N.dt/m2)
Vol = Volume bak (m3)

100 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2. Diameter impeller (Di)
KT  n3  Di 5  
P=
g

dimana: P = Daya motor (N.m/dt)


KT = Konstanta impeller untuk aliran turbulen
n = Kecepatan putaran (rps)
Di = Diameter impeller (m)
ρ = Densitas larutan (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

3. Bilangan Reynolds (Nre) :


Di 2  n  
NRe =
g

dimana: Nre = Bilangan Reynolds


Di = Diameter impeller (m)
n = Kecepatan putaran (rps)
ρ = Densitas larutan (kg/m3)
μ = Viskositas absolut (N.dt/m2)

8.3 Perhitungan Detail


Direncanakan :
Jumlah Unit = 2 unit (1 beroperasi, yang lainnya sebagai cadangan)
Td = 30 detik
Gradien Kecepatan = 950/detik
T (Suhu) = 20o C
µ = 0,8004 x 10 -3 N.detik/m2
ρ = 998,23 kg/m3

1. Unit Pengaduk
Diketahui : Q = 1,75128 m3/dt
Td = ( 10 sampai 30 dtk )
= 30 dtk
Volume = Q x Td
= 1,75128 m3/dt x 30 dtk
= 52,53 m3/dtk

101 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Digunakan unit pengaduk berbentuk persegi dan rasio kedalaman Antara
kedalaman dan lebar adalah 1,25
V =PxLxH
= L x L x 1,25 L
= 1,25 L2
52,53 = 1,25 L2
P = 6,4 m
L = 6,4 m
H = 1,28 m
Cek Volume V =PxLxH
= 6,4 x 6,4 x 1,28 = 52,42 m
Pengaduk (P) = G2 x V x µ
= (950/S) 2(8,73)( 0,8004 x 10 -3 N.detik/m2 )
= 6306,21 Watt = 6,3 kW
Diasumsikan efisiensi motor sebesar 90%, maka P yang dibutuhkan
𝑝
P’ = 0,9
6,3
= 0,9

= 7 kW = 7 x 103 N.m/detik
Ukuran impeller da kecepatan rotasi
Digunakan Straught blade turbine dengan 4 blade turbine mixer dengan rasio
L/H = 0,2; maka Np = 3,3
Diasumsikan diameter blade = 2 m
𝑝
N =( )1/3
𝜌𝑁𝑝𝑑5

7 𝑥 103
=( )1/3
998,23 𝑥 3,3 𝑥 25

= 0,40 rps = 24 rpm

Cek Bilangan Reynold

𝑑2 𝑛𝑝
Nre = 𝜇

22 𝑥 0,4 𝑥 998,23 𝑘𝑔/𝑚3


= 0,8004 𝑥 10−3 𝑁.𝑠/𝑚2

= 1.995.462 > 10.000 (memenuhi)

102 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2. Inlet
Digunakan pipa PVC, dengan asumsi v = 1 m/s Maka :

𝑄 1,75128 𝒎𝟑/𝒅𝒕
A=𝐴= = 1,75128 m2
1 𝑚/𝑠

1
1,75128 m2 = 4 𝜋𝑑 2

1
1,75128 m2 = 4 𝑥 3,14 𝑥 𝑑 2

D = 1,5 m = 1.500 mm

3. Outlet
Dpipa outlet = Dpipa inlet
= 150 cm
Panjang Pipa outlet = ketebalan bangunan = 1.500 mm
4. Bak pembubuhan
Pipa pembubuh alum
1. Terdiri dari dua buah pipa yaitu primary feed line dan standby feed line.
2. Diasumsikan dosis koagulan = 50 mg/L, maka untuk debit air
1.751,28 lt/dt, koagulan yang dibutuhkan = 50 mg/L x 1.751,28 lt/dt =
87.564 mg/detik.
3. Diasumsikan dosis alum = 10 mg/ml = 10.000 mg/L, jadi 10.000 mg alum
dilarutkan dalam 1 L air, sehingga untuk kebutuhan 87.564 mg/detik, maka
dibutuhkan debit pengaliran alum ke dalam unit pengaduk cepat
sebesar
87.564 mg/detik
= = 8,7564L/det = 0,00875m3 /dtk
10.000mg/L

Digunakan pipa PVC, dengan asumsi v = 1,2 m/s

Maka :

𝑄 0,00875m3 /dtk
A=𝐴= =0,0087564m2
1 𝑚/𝑠
1
0,0087564m2 = 4 𝜋d2
1
0,0087564m2 = 4 𝑥 3,14 𝑥 d2

D = 0,1 = 100 mm =10cm

103 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB IX
FLOKULASI

9.1. Dasar Teori


Menurut Reynolds (1982:556), flokulasi adalah pengadukan lambat dari air yang
telah ditambahkan koagulan untuk mengumpulkan partikel yang sudah di
destabilisasi sehingga dapat membentuk flok. Terbentuknya flok-flok menjadi lebih
besar sehingga berat jenisnya lebih daripada air, maka flok-flok tersebut akan lebih
mudah mengendap di unit sedimentasi.
Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a. Pengadukan mekanis
Merupakan metoda pengadukan menggunakan peralatan mekanis yang terdiri atas
motor, poros pengaduk (shaft), dan alat pengaduk (impeller).
b. Pengadukan hidrolis
Merupakan metoda pengadukan yang memanfaatkan aliran air sebagai tenaga
pengadukan. Tenaga pengadukan ini dihasilkan dari energi hidrolik yang dihasilkan
dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial
(jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Contoh pengadukan
hidrolis untuk pengadukan lambat adalah kanal bersekat (baffle channel), perforated
wall,loncatan hidrolik, gravel bed dan sebagainya.
Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk proses flokulasi adalah sebagai
berikut :
 Untuk air sungai :
Td = minimum 20 menit
G = 10 – 50 detik-1
 Untuk air waduk :
Td = 30 menit
G = 10 – 75 detik-1
 Untuk air keruh :
Td dan G lebih rendah
 Bila menggunakan garam besi sebagai koagulan :
G tidak lebih dari 50 detik-1
 Untuk penurunan kesadahan (pelarut kapur/soda) :
Td = minimum 30 menit

104 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


G = 10 – 50 detik-1
 Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain) :
Td = 15 – 30 menit
G = 20 – 75 detik-1
Gtd = 10.000 – 100.000

9.2. Kriteria Desain


 Jumlah Baffle (N)
1/3
2 𝑋 𝜇 𝑋 𝑡𝑑 ℎ𝑥𝐿𝑥𝐺 2
N= {𝜌 𝑥 (1,44+𝑓) [ 𝑄
] }

dimana :
N = jumlah baffle
μ = viskositas absolut (kg/m.dt)
td= waktu detensi (dt)
ρ = densitas (kg/m3)
f = koefisien friksi baffle (0,3)
h = kedalaman baffle (m)
G = gradien kecepatan (dt-1)
L = panjang bak (m)
Q = debit (m3/dt)
 Jarak antar baffle (bl)
𝐿𝑏𝑎𝑘
bl =
(𝑁+1)
dimana :
bl = jarak antar baffle (m)
Lbak = panjang bak (m)
N = jumlah baffle
 Kecepatan pada saluran lurus (Vl)
𝑄
Vl =
(𝐵𝑙 𝑥 ℎ)
dimana :
Vl = kecepatan pada saluran lurus (m/dt)
Q = debit (m3/dt)
bl = jarak antar baffle (m)
h = kedalaman bak (m)

105 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Kecepatan pada belokan (Vb)
𝑄
Vb =
(𝑑 𝑥 ℎ)
dimana :
Vb = kecepatan pada belokan (m/dt)
Q = debit (m3/dt)
H = kedalaman / tinggi bak (m)
d = jarak antara baffle dengan dinding bak (m)
 Headloss pada saluran lurus (Hl)
𝑉𝑙 2
Hl = (N + 1) x ( )
2𝑔
dimana :
Hl = headloss pada saluran lurus (m)
N = jumlah baffle
Vl = kecepatan pada saluran lurus (m/dt)
G = percepatan gravitasi (m/dt2)
 Headloss pada belokan (Hb)
𝑉𝑏2
Hb = N x ( )
2𝑔
dimana :
Hb = headloss pada belokan (m)
N = jumlah baffle
Vb = kecepatan pada belokan (m/dt)
G = percepatan gravitasi (m/dt2)
 Headloss akibat gesekan (Hg)
(𝑁+1)𝑥 𝑉𝑙 2 𝑥 𝑛2 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
Hg =
𝑅 4/3
dimana :
Hg = headloss akibat gesekan (m)
N = jumlah baffle
Vl = kecepatan pada saluran lurus (m/dt)
n= faktor kekasaran manning (n = 0,015 untuk beton)
R = jari-jari hidrolis (m)

106 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


9.3. Perhitungan Detail
Rencana bangunan flokulator dengan sistem baffle channel untuk pengolahan air
baku 1.751,28 lt/dt dengan kriteria
G kompartemen 1 : 60 /detik, td= 10 menit
G kompartemen 2 : 40 / detik, td=10 menit
G kompartemen 3 : 20 /detik, td=10 menit
Tiap kompartemen dibuat dengan nilai G yang berbeda karena mengikuti sistem yang
terdapat pada bak pengaduk lambat, yaitu tapered ( semakin menurun), dimana nilai
G diatur turun secara bertahap, daalm hal ini dibuat beberapa kompartemen sesuai
dengan tahap penurunan nilai G (Masduqi, A.,2002). Pada kompartemen I nilai G
tidak dibuat lebih dari 60 dt-1 agar tidak merusak ikatan flok yang telah terbentuk
Sedangkan waktu detensi total dibuat 30 menit dengan maksud agar cukup waktu
bagi flok untuk berikatan dengan flok yang lain.
- Direncanakan kedalaman bak (H) = 3 m
- Vistositas kinematis V pada suhu 25oC = 0,9055 x 10-6 m2/detik
- Viskositas dinamis 𝜇 pada suhu 25oC = 0,903 x 10-3 kg/m.detik
- Koefisien gesek baffle (f) = 0,3
- Massa jenis air 𝜌 = 1000 kg/m3
- Q tiap flokulator = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 m3/detik
- Td total = td komp 1 + td komp 2 + td komp 3
= 600 + 600 +600
= 1800 detik
- V bak total = Q x td total
= 1,75128 x 1800
= 3152,304 m3
volume bak total 3152,304
- Luas penampang total = = = 1050,768 m2
H 3

- Dimensi bak (perbandingan P:L=1:2)


A=P×L
1050,768 = P × 2P
P = 23 m
L = 46 m
- Jadi, tiap kompartemen
Panjang = 23 m
𝐿 46
L= = = 15,33 m
3 3
107 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
1. Kompartemen I
- Jumlah baffle (N)
1
2 × μ × td H × L × G 2 3
N={ [ ] }
ρ(1,44 + f) Q
1
2 × 0,903 x 10−3 × 600 3 × 46 × 60 2 3
={ [ ] }
1000 × (1,44 + 0,3) 1,75128
= 23,30 buah ≅ 24 buah
- Jarak antar baffle (bl)
Lbak 46
bl = = = 1,84 m
(N + 1) (24 + 1)
- Kecepatan pada saluran lurus (VI)
Q 1,75128
VI = = = 0,32 m⁄detik
bl × H (1,84 × 3)
- Kecepatan pada belokan (Vb)
Q 1,75128
Vb = = = 0,58 m⁄detik
d×H 1×3
- Jari – jari hidrolis (R)
A bl × H 1,84 × 3
R= = = = 0,70 m
P bl + 2H 1,84 + 2(3)

108 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


- Headloss mayor
(N + 1) × VI2 × n2 × Lsaluran
Hfm = 4
R3
(24 + 1) × 0,322 × 0,0152 × 15,33
= 4
0,703
= 0,01424 𝑚
- Headloss minor
Headloss pada saluran lurus (Hl)
VI2 0,322
HI = (N + 1) = (24 + 1) = 0,130 m
2g 2 × 9,81
Headloss pada belokan (Hb)
Vb2 0,582
HI = N × = 24 × = 0,4115 m
2g 2 × 9,81
- Hf total = 0,01424 + 0,130 + 0,4115 = 0,55574 m

2. Kompartemen II
- Jumlah baffle (N)
1
2 × μ × td H × L × G 2 3
N={ [ ] }
ρ(1,44 + f) Q
1
2 × 0,903 x 10−3 × 600 3 × 46 × 40 2 3
={ [ ] }
1000 × (1,44 + 0,3) 1,75128
- = 17,83 buah ≅ 18 buah
- Jarak antar baffle (bl)
Lbak 46
bl = = = 2,42 m
(N + 1) (18 + 1)
- Kecepatan pada saluran lurus (VI)
Q 1,75128
VI = = = 0,24 m⁄detik
bl × H (1,12 × 3)
- Kecepatan pada belokan (Vb)
Q 1,75128
Vb = = = 0,58 m⁄detik
d×H 1×3
- Jari – jari hidrolis (R)
A bl × H 2,42 × 3
R= = = = 0,86 m
P bl + 2H 2,42 + 2(3)

109 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


- Headloss mayor
(N + 1) × VI2 × n2 × Lsaluran
Hfm = 4
R3
(18 + 1) × 0,242 × 0,0152 × 15,33
= 4
0,863
= 0,0046 𝑚
- Headloss minor
Headloss pada saluran lurus (Hl)
VI2 0,242
HI = (N + 1) = (18 + 1) = 0,056 m
2g 2 × 9,81
Headloss pada belokan (Hb)
Vb2 0,582
HI = N × = 18 × = 0,308 m
2g 2 × 9,81
- Hf total = 0,0046 + 0,056 + 0,308 = 0,3686 m

3. Kompartemen III
- Jumlah baffle (N)
1
2 × μ × td H × L × G 2 3
N={ [ ] }
ρ(1,44 + f) Q
1
2 × 0,903 x 10−3 × 600 3 × 46 × 20 2 3
={ [ ] }
1000 × (1,44 + 0,3) 1,75128
- = 11,28 buah ≅ 12 buah
- Jarak antar baffle (bl)
Lbak 46
bl = = = 3,54 m
(N + 1) (12 + 1)
- Kecepatan pada saluran lurus (VI)
Q 1,75128
VI = = = 0,16 m⁄detik
bl × H (3,54 × 3)
- Kecepatan pada belokan (Vb)
Q 1,75128
Vb = = = 0,58 m⁄detik
d×H 1×3
- Jari – jari hidrolis (R)
A bl × H 3,54 × 3
R= = = = 1,1 m
P bl + 2H 3,54 + 2(3)

110 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


- Headloss mayor
(N + 1) × VI2 × n2 × Lsaluran
Hfm = 4
R3
(12 + 1) × 0,162 × 0,0152 × 15,33
= 4
1,13
= 0,00095 𝑚
- Headloss minor
Headloss pada saluran lurus (Hl)
VI2 0,162
HI = (N + 1) = (12 + 1) = 0,0169 m
2g 2 × 9,81
Headloss pada belokan (Hb)
Vb2 0,582
HI = N × = 12 × = 0,205 m
2g 2 × 9,81
- Hf total = 0,00095 + 0,0169 + 0,205 = 0,22285 m

4. Perencanaan Outlet
Saluran outlet merupakan saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air
olahan menuju ke bangunan selanjutnya (sedimentasi). Berikut ini desain dari
saluran outlet :
Berbentuk saluran terbuka
Q = 1,75128 m3/detik
v = 0,6 m/detik
n = 0,015
Psaluran =3m
Perhitungan :
Q 1,75128
- A= = = 2,92 m2
v 0,6

- b = 2h
A=b×h
2,92 = 2h × h
h = 1,21 m
H = 0,3 + fb
H = 0,3 + 0,2
H = 0,5 m
b = 2h = 2,42 m

111 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


𝐴 𝑏×ℎ 2,42×1,21
- 𝑅 = 𝑃 = 𝑏+2ℎ = 2,42+2(1,21) = 0,605 𝑚
2 1
1
- 𝑣 = 𝑛 𝑅3 𝑆 2
1 2 1
0,6 = 0,6053 𝑆 2
0,015
𝑆 = 0,0015
- Headloss = S × P saluran = 0,0015 × 3 = 4,5 × 10-3 m

112 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB X

SEDIMENTASI

10.1 Dasar Teori


Bangunan sedimentasi berfungsi mengendapkan partikel – partikel flokulen
yang terbentuk pada proses koagulasi – flokulasi pada bak pengaduk cepat dan
lambat. Bentuk bangunan dapat berupa rectangular atau circular tank, dimana pada
tiap tangki terdapat 4 zona, yaitu:
1. Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara
seragam, mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar
transisi dari kecepatan air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang
sesuai untuk terjadinya proses pengendapan di zona pengendapan.
2. Zona Pengendapan. Proses pengendapan pada zona pengendapan pada
dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan
hidrolika bak.
 Karakteristik partikel tersuspensi Proses pengendapan yang terjadi di unit
prasedimentasi merupakan pengendapan partikel diskret. Partikel diskret
adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun
berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak
terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
 Aliran air dalam bak dapat diketahui dari beberapa hal, antara lain
kecepatan horizontal (vh) serta karakteristik aliran yang ditentukan oleh
Bilangan Reynolds dan Froude. Pada teori dasar dan penerapan Bilangan
Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa fungsi
Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit
prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Pada teori dasar bilangan
Froude menunjukkan bahwa bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran
apakah, subkritis, kritis, atau superkritis. Kondisi aliran subkritis memiliki
nilai bilangan Froude kurang dari satu yang menunjukkan bahwa gaya
gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga kecepatan
aliran cukup rendah.
3. Zona Outlet Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang
sedemikian rupa untuk mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate

113 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


adalah beban pelimpah (dalam hal ini debit air) yang harus ditanggung per
satuan waktu dan panjangnya.
4. Zona Lumpur Zona lumpur merupakan zona dimana partikel-partikel diskret
yang telah mengendap berada. Zona ini memiliki kemiringan tertentu menuju
ke hopper yang terletak di bagian bawah inlet. Menurut Qasim (1985),
kemiringan dasar bak rectangular adalah sebesar 1-2%. Zona lumpur didesain
memiliki kemiringan tertentu agar mempermudah pada saat pembersihan
lumpur. Kemiringan yang cukup terutama untuk pembersihan yang dilakukan
secara manual, sebab pembersihan secara manual biasanya dilakukan dengan
cara menggelontorkan air agar lumpur terbawa oleh air. Hopper terletak di
bagian bawah inlet, sebab sebagian besar partikel besar mengendap di ujung
inlet. Selain itu, apabila hopper diletakkan di bawah zona outlet, dikhawatirkan
partikel yang telah terendapkan dapat tergerus karena adanya pergerakan air
menuju pelimpah

Gambar 10.1. Zona Bak Pengendapan

Jenis – jenis bangunan sedimentasi:


1. Konvensional
2. Menggunakan plate settler, plate settler digunakan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan karena plate memiliki kemiringan tertentu (45˚ – 60˚),
sehingga lumpur tidak menumpuk diplate tetapi meluncur ke bawah dan flok
dapat lebih mudah dipisahkan. Efisiensi pengendapan partikel flokulen
dipengaruhi oleh overflow rate, waktu detensi, dan kedalaman bak pengendap.
3. Tube settler, Mempunyai fungsi sama dengan plate settler, hanya saja
modelnya yang berbentuk tube. Ada yang dipasang secara horizontal maupun
vertikal dengan kemiringan tertentu terhadap garis horizontal.

114 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Faktor desain unit sedimentasi:
1. Waktu detensi
Untuk bak rectangular, aliran air memiliki kecepatan vo horizontal,
pengendapan partikel mempunyai kecepatan pengendapan vs. Secara teoretis,
waktu detensi air didalam tangki adalah :
𝐿
𝑡𝑑 =
𝑉𝑠

Dimana: L = Panjang bak (m)


𝑉𝑠 = Kecepatan horizontal
Secara teoritis, waktu pengendapan flok adalah :
𝐻
𝑡𝑑 =
𝑉𝑜

Dimana L = Panjang bak (m)


𝑉𝑜 = Kecepatan pengendapan
2. Overflow rate (Surface loading, SL)
Overflow rate dipengaruhi oleh surface area. Semakin besar surface area
maka kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisiensi semakin baik.
𝑄
𝑆𝑜 =
𝐴𝑠

Dimana: 𝑆𝑜 = Overflow rate (m/jam)


Q = debit (m3/jam)
𝐴𝑠 = Surface area (m2)
Apabila So = Vo = h/td, maka semakin besar h akan menurunkan efisiensi.
Sebaliknya semakin besar waktu detensi akan meningkatkan efisiensi
pengendapan.
3. Batch settling test
Batch settling test digunakan untuk mengevaluasi karakteristik
pengendapan suspensi flokulen. Diameter coloumn untuk tes 5 – 8 inch (12,7
– 20,3 cm) dengan tinggi paling tidak sama dengan kedalaman bak pengendap.
Sampel dikeluarkan melalui pori pada interval waktu periodik. Prosentase
penghilangan dihitung untuk masing-masing sampel yang diketahui
konsentrasi suspended solidnya dan konsentrasi sampel. Prosentase
penghilangan diplotkan pada grafik sebagai nilai penghilangan pada grafik
waktu vs kedalaman. Lalu dibuat interpolasi antara titik-titik yang diplot dan
kurva penghilangan, Ra, Rb, ......, dst.
115 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
10.2 Kriteria Desain
Bak sedimentasi dapat berupa circular, rectangular atau square dengan
kedalaman 2 – 5 m. Dimana rectangular mempunyai panjang sampai 50 m dan lebar
10 m sedangkan square tank mempunyai panjang ± 2,5 m. Slope ruang lumpur
berkisar antara 2% - 6%, bilangan Reynolds < 2000 atau NFr >10-5 agar aliran
laminer. Dalam perencanaan ini digunakan bak sedimentasi berbentuk rectangular
sedimentation tank yang berfungsi meremoval partikel suspended solid yang
dihasilkan dari proses flokulasi. Adapun kriteria desain yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Kedalaman air (H) = 2 – 4,5 m
2. Kecepatan aliran (Vs)= 0,3 – 1,7 m/min
3. Waktu detensi (td) = 1,5 – 4 jam
4. Surface loading (SL) = 1,25– 2,5 m/jam
5. Panjang/lebar = minimum ¼
6. Kedalaman air/panjang = minimum 1/15
7. Weir loading rate = 9 – 13 m3/m.jam

10.3 Perhitungan Detail


Untuk mengetahui besarnya efisiensi removal partikel flokulen, maka
dilakukan suatu uji tes kolom pengendapan, dengan criteria kolom pengendapan
sebagai berikut:
 Tinggi kolom = 2 m
 Diameter kolom = 20 cm.
 Interval titik sampling = 50 cm.
 td = 2-3 jam
 Air tercampur homogen.

Gambar 10.2. Alat Tes Kolom Pengendapan dan Kurva Removal Partikel Flokulen

116 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Berikut adalah data laboratorium untuk air dengan SS = 98 mg/lt dan Q =
1,75128 m3/dt dengan menggunakan kolom d = 200 mm, H = 2 m dan jarak antar
lubang 0,5 m adalah sebagai berikut:
Tabel 10.1. Data Laboratarium Settling Column Test
Waktu Kedalaman (m)
(menit) 0.5 1 1.5 2
0 0 0 0 0
10 28 21 18 12
20 48 38 25 27
30 64 47 34 31
45 70 56 48 43
60 85 66 58 53
90 88 82 73 62
Sumber: Hasil Analisa Laboratorium
Dari data diatas kemudian diplot dalam bentuk grafik dengan waktu sebagai
absis dan kedalaman sebagai ordinat sehingga akan membentuk grafik isoremoval
partikel flok Gambar 10.3 sebagai berikut:

Gambar 10.3. Grafik isoremoval partikel flok


Dari grafik tersebut selanjutnya dilakukan interpolasi pada kurva removal 20,
30, 40, 50, 60 dan 70%. Kurva isoremoval 20% memotong sumbu x pada 16 menit,
sehingga surface loading pada waktu tersebut adalah:
𝐻 2𝑚 1440 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Vo = 𝑡𝑑 = 16 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 x = 180 𝑚3 /hari
ℎ𝑎𝑟𝑖

td = 16 menit = 0,27 jam

117 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Fraksi ter-removal (RT):
𝐻5 𝐻
RT = R A + (RB – RA) + 𝐻4 + (RC – RB) + … + RN
𝐻
1,65 0,65 0,35 0,25
= 20% + (30% - 20%) + (40% - 30%) + (50% - 40%) + (60%
2 2 2 2
0,2
- 50%) + (70% - 60%)
2
= 35,5 %
Dengan cara yang sama didapat RT pada td yang lain. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 10.2. berikut ini: Tabel 10.2. Surface loading dan efisiensi
removal pada tiap td :
Tabel 10.2. Surface loading dan efisiensi removal pada tiap td

Kurva Surface
Td
Removal Loading %RT
(menit)
(%) (m3/hari.m2)

20 16 180 35,5

30 29 99,3 47,5

40 44 65,5 57,3

50 57 50,5 62,8

60 87 33,1 77,5

Sumber: Hasil Perhitungan


Hasil pada tabel diatas diplot pada gambar sehingga bisa dibuat grafik
hubungan antara % RT dan td dapat dilihat pada gambar 10.4. berikut ini:

Grafik Hubungan antara RT dan td


90
Fraksi Removal, RT (%)

80
70
60 y = 0.7573x + 23.86
50 R² = 0.9707
40 %RT
30
20 Linear (%RT)
10
0
0 20 40 60 80
Waktu Pengendapan, td (menit)

Gambar 10.4. Grafik hubungan antara % RT dan td

118 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Sedangkan hubungan antara %RT dan surface loading (SL) tersaji pada gambar
10.5. berikut ini:

Grafik Hubungan antara RT dan td


90
80
Fraksi Removal, RT (%) 70
60
50
40 %RT
30 Linear (%RT)

20 y = -0.2554x + 78
R² = 0.8775
10
0
0 50 100 150 200
Surface Loading, SL (m3/hari.m2)

Gambar 10.5. Grafik hubungan antara %RT dan SL


Berdasarkan hasil analisa data dan grafik diatas, bila diinginkan efisiensi
removal sebesar 90% maka akan didapatkan waktu pengendapan (td) = 161,4182
menit = 2,690303 jam dengan kecepatan mengendap (surface loading) = 23,73639

m3/hari.m2 = 0,989016 m3/jam. m2 = 2,75.10-4 m3/detik.m2

10.3.1. Settling Zone



Detail desain:
 Efisiensi removal = 90%, td = 161,4182 menit = 9685,092 detik, SL =

2,75 × 10-4 m3/detik.m2

Faktor scale up waktu pengendapan (waktu detensi), td = 1,75 sedangkan


untuk overflow rate (surface loading), SL = 0,65 (Reynold and Richards,
1996), maka:
td = 161,4182 menit x 1,75 = 282,48185 menit = 16948,911 detik

SL atau Vo = 2,75.10-4 m/detik x 0,65 = 1,7875 × 10-4 m/detik

 Debit Pengolahan (Q) = 1,75128 m3/dt


Direncanakan jumlah bak = 5 bak (1 bak sebagai cadangan sehingga jika
terjadi perbaikan atau pembersihan bak terus beroperasi)
Debit bak = 1,75128 m3/dt

119 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


𝒎𝟑
1,75128
𝒅𝒕
Q 4
So = = As =
As 1,7875×10−4 m⁄detik

0,43782 m3 ⁄detik
= 1,7875×10−4 m⁄detik

= 2449,3 m2 = 2450 m2
Direncanakan panjang (L) : lebar (B) = 1 : 4, L = 4B
Berikut adalah perhitungan Dimensi Bak :
AS = L x B
AS = 4B2
2450 = 4B2
B = 24,8 m
L = 99,2 m
Sehingga panjang bak (L) = 24,8 m
Lebar bak (B) = 99,2 m

Vol = Q x td = 1,75128 m3/dt × 16948,911 detik = 29682,3 m3


𝑉𝑜𝑙 29682,3
Kedalaman bak (H) = = = 29,88 𝑚
𝐴𝑠 993,6
𝐿 99,2
Kecepatan aliran (Vs ) = 𝑡 = 16948,911 det = 5,85 x 10-3 m/det
𝑑

T = 25o → Viskositas kinematis (υ) = 0,9055 x 10-6 m2/detik


𝐵𝑥𝐻 24,8 𝑥 29,88
Radius hidrolik (R) = 𝐵+ 2𝐻 = 24,8 = 8,7 𝑚
+ 2(29,88)

𝑉ℎ .𝑅 5,85×10−3 ×8,7
NRe = = = 56206,5 > 1000 (tidak laminer)
υ 0,9055 x 10−6

𝑉ℎ2 (5,85×10−3 )2
NFr = = = 4,01 x 10-7 < 10-5 ( Tidak Terjadi Aliran
𝑔. 𝑅 9,81×8,7

pendek)
Karena Nre tidak memenuhi syarat aliran laminer, maka digunakan
plate settler dengan tujuan untuk memperbaiki kineja dari bak
sedimentasi.

120 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


10.3.2. Plate Settler
Detail desain:
- Jarak antar plate (W) = 6 cm = 0,06 m
- Kemiringan plate (α) = 60 ̊
- Tinggi plate (h) = 100 cm = 1 m
- Tebal plate (T) = 2 cm = 0,02 m

- SL = 2,75.10-4 m/detik

Gambar 10. 1 Profil plate settler

𝑊
Vh = SL x cos 𝛼 (1+𝑊 cos 𝛼)
0,06
= 2,75.10-4 x cos 60 (1+0,06 cos 60)

= 3,2 x 10-5
𝑤 0,06
R= = = 0,03
2 2
𝑉𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 𝑥 𝑅
Nre = 𝑣
3,2 x 10−5 𝑥 0,03
= = 1,06 (Laminer)
0,9055 x 10−6

Perhitungan jumlah plate settler, dimana jumlah plate setler = n


𝑊 0,06
d = = = 0,069 m
sin 𝛼 sin 60

dimana lebar plate = lebar bak = 15,8 m


𝑃 sin 𝛼 15,8 sin 60
n = +1= + 1 = 229 buah
𝑑 0,06

Karena nilai Nre sudah memenuhi, maka dengan adanya plate settler
tersebut dapat berfungsi dengan baik.

121 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


10.3.3. Zona Inlet
Inlet zone merupakan area dimana bahan baku air minum yang akan
diolah masuk ke bangunan sedimentasi. Inlet zone ini bisa berbentuk
saluran – saluran ataupun pintu air.
Pada saluran ini, terdapat tiga saluran yang berfungsi mengalirkan air
baku ke sedimentasi yaitu saluran pembawa, pembagi dan inlet ke bak
sedimentasi. Saluran pembawa ini merupakan saluran yang membawa air
baku setelah proses flokulasi, sedangkan saluran pembagi berfungsi
membagi air baku ke bangunan sedimentasi. Saluran inlet merupakan
penghubung antara saluran pembawa dengan sedimentasi. Sedimentasi
yang direncanakan dibuat dengan letak berdampingan. Untuk lebih jelas
mengenai karakter ketiga saluran ini bisa dilihat pada Gambar 10.7 di
bawah ini.

Gambar 10. 2 Detail Inlet Zone pada Bangunan Sedimentasi


1. Saluran pembawa
Direncanakan sama dengan dimensi saluran outlet bak slow mix.
Dimensi saluran pembawa :
Panjang (L) =5m
Lebar (W) = 0,5 m
Kedalaman (H) = 0,8 m
Freeboard = 0,3 m
2. Saluran pembagi Direncanakan :

 Q air baku = 1,75128 m3/dtk

 Saluran berbentuk segi empat


 Vasumsi = 0.3 m/det

122 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Koef Gesek (n) = 0.015
 H.saluran direncanakan sama dengan saluran pembawa
 Panjang saluran = 5 m
Perhitungan untuk saluram pembagi :
a. Dimensi saluran pembagi :
Q = A x vasumsi
𝑄 1,75128
A = vasumsi = = 5,8 𝑚2
0,3

A =WxH
𝐴 5,8
W =H= 0,8

= 7,25 m
Dimensi Saluran Pembagi :
Panjang (L) = 5 m
Lebar (W) = 7,25 m
Kedalaman (H) = 0,8 + 0,3 = 1,1 m
b. Perhitungan Headloss
 Mayor Losses
2 1
1 𝑊𝑥𝐻 3 𝐻𝑓 2
V = [ ] x [ ]
0,015 𝑊+2𝐻 𝐿

1 7,25 𝑥 0,8 2/3 𝐻𝑓 1/2


0,3 = [ ] x [ ]
0,015 7,25+2(0,8) 5

Hf = 1,80 × 10-4
𝐻𝑓 1,80 × 10−4
- Slope (S) = = = 3,60 × 10-5 m
L 5
𝑣2 0,32
- Headloss Kecepatan(Hv) = 2 g = 2 x 9,81 = 4,6 x 10−3 m

- Headloss total = Hf + Hv
= 0,00018 + 0,0046
= 0,00478 m

123 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


3. Saluran inlet
Direncanakan :

 Qair baku = 1,75128 m3/dtk

 Panjang saluran (L) =2m


 Saluran berbentuk segi empat
 Vasumsi = 0,2 m/det
 Koef. Gesek (n) = 0,015
H.saluran direncanakan sama dengan saluran pembagi
a. Dimensi saluran
𝑄 1,75128
A = =
vasumsi 0,2

= 8,7 m2

A=WxH
𝐴 8,7
W= =
H 0,8
= 10,8 m
Dimensi Saluran Pembagi :
Panjang (L) =2m
Lebar (W) = 10,8 m
Kedalaman (H) = 0,8 + 0,1= 0,9 m
b. Perhitungan Headloss
 Mayor Losses
1 𝑊 𝑋 𝐻 2/3 𝐻𝑓 1/2
V = [ ] x [ ]
0,015 𝑊+2𝐻 𝐿

1 10,8 𝑋 0,8 2/3 𝐻𝑓 1/2


0,2 = [ ] x [ ]
0,015 10,8 +2(0,8) 2

Hf = 0,000029
𝐻𝑓 0,000029
- Slope (S) = = = 0,000014 m
L 2

𝑣2 0,22
- Headloss Kecepatan (Hv) = = = 0,002 𝑚
2g 2 x 9,81

- Headloss total = Hf + Hv
= 0,000014 + 0,002
= 0,002014 m

124 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


10.3.4. Pintu Air
Pintu air pada bangunan ini berfungsi untuk mengatur debit yang
masuk ke bangunan sedimentasi. Pintu air ini terdapat pada masing –
masing inlet bak sedimentasi sehingga jumlah pintu air yang dibutuhkan
sebanyak 1 buah. Berikut ini adalah proses perhitungannya.
Direncanakan :
Kedalaman pintu air (H) = 0,8 m
Lebar pintu air (W) = 0,5 m
1,75128 2
2
(
𝑄
) ( )
𝜇.𝑊.𝐻 = 1,03𝑥0,5.𝑥0,8 = 0,92 m
Hf =
2𝑔 2 𝑥 9,81
𝑄 1,75128
Vcek = = = 2,18 m/s
𝐴 0,8𝑚 𝑥 1 𝑚
1. Zona Sludge
Efisiensi removal bangunan sedimentasi = 90 %
Kekeruhan awal = 700 NTU

ρkekeruhan flokulan = 1,2 gr/cm3 = 1200 kg/m3

ρair pada 25oC = 1000 Kg/m3

Q = 1.751,28 liter/det
Input kekeruhan di bak sedimetasi = 700 NTU x 1.751,28 liter/det
= 1225896 mg/det
= 105918 kg/hari
Total kekeruhan bak sedimentasi = 105918 kg/hari
Lumpur yang diendapkan = 90% x Total kekeruhan
= 90% x 105918 kg/hari
= 95326,2 kg/hari (Produksi lumpur)
Diasumsikan bahwa kadar solid = 4% dan kadar air = 96%, maka
ρlumpur= ρkekeruhan (4 %) + ρair (96 %)
= 1200 kg/m3 (4 %) + 1000 kg/m3 (96 %)

= 1008 kg/m3
95326,2 kg/hr
Vol lumpur = = 2364,25 𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑟𝑖
4% 𝑥 1008 kg/hr

125 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Dimensi ruang sludge, direncanakan:
 Ruang lumpur dipasang di dekat inlet.
 Periode pengurasan lumpur direncanakan setiap hari.
 Lebar permukaan limas (L1) = Lebar bak(B) = 24,8 m.
 Panjang permukaan limas (P1) = 99,2 m = 49,6 m 
 Lebar dasar limas (L2) = 12 m.
 Panjang dasar limas (P2) = 28 m.

Luas permukaan limas (A1) = P1 x L1 = (24,8 × 49,6) m2 = 1230 m2

Luas dasar limas (A2) = 12 × 28 = 336 m2

Kedalaman ruang lumpur ( H ) dihitung dengan persamaan berikut ini:


𝐻
Volume = (A1 + A2 √A1 + A2 )
3
𝐻
2364,25 m3/ hari = (1230 + 336 √1230 + 336 )
3

H = 0,48 m
Dimensi pipa pengurasan lumpur
 Menggunakan pompa non clogging.

 Q pemompaan = 2364,25 m3/hari = 0,66 m3/detik

 Kecepatan pemompaan (v) = 2 m/det


𝑄 0,66
 Luas penampang pipa = A = 𝑣 = = 0,33 𝑚2 
2

 Diameter pipa penguras lumpur :


4𝑥𝐴 4 𝑥 0,33
D=√ =√ = 0,64 m = 640 mm
ᴫ 3,14

126 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


2. Outline Zone
Outlet zone merupakan saluran pembuang setelah air olahan mengalami
pengendapan dari bak sediemntasi. Outlet zone ini direncanakan dengan
menggunakan weir yang difungsikan sebagai pelimpah yang akhirnya
menuju ke saluran penerima untuk dialirkan menuju ke bangunan fiter.
Direncanakan :

Q = 1,75128 m3/det

Weir loading rate = 10 m3/m.jam


𝑄 1,75128
Total Panjang weir = 𝑊𝐿 = = 0,175128 × 3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘⁄𝑗𝑎𝑚
10

= 630,46 𝑚
Jumlah weir direncanakan 4 buah sehingga dengan persamaan di bawah
ini dapat dihitung lebar saluran weir yang dibutuhkan. Persamaan
tersebut yaitu :
w = n x s + (n – 1) x 3s + 60(t)
Dimana :
w = lebar bak = 24,8 m = 2480 cm
s = lebar saluran
t = tebal dinding saluran = 10 cm
n = jumlah weir = 4 buah

Sehingga : 2480 = 4 x s + (4 – 1) x 3s + 60 x (10)


S = 144,62 cm
Dari perhitungan di atas, didapat masing-masing panjang saluran weir
sebagai berikut :
Panjang saluran weir (P) = 4s + 3 x 3s + 10P
9920 = 4(144,62) + 9(144,62) + 10P
= 804 cm = 8,04 m
Untuk lebih jelasnya mengenai desain dari weir hasil perhitungan di
atas, dapat dilihat pada gambar 10.8 di bawah ini :

127 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Gambar 10. 3 Weir pada Outlet Zone

 Tinggi air diatas weir :


2 3⁄
Q = 3 x Cd x b x √2𝑔 x ℎ 2

2 3⁄
1,75128 = x 0,6 x 24,8 x √2 × 9,81 x ℎ 2
3
H = 0,116 m = 11,6 cm
 Dimensi saluran pelimpah
b = s = 144,62 cm = 1,4462 m
Q = 1,84 x b x ℎ2/3
1,75128 = 1,84 x 1,4462 x ℎ2/3
H = 0,53 m = 53 cm
 Slope pada gutter :
𝑄 1,75128
V = 𝐴 = 0,53×1,4462 = 2,28 m/s
𝑏𝑥ℎ 1,4462 𝑥 0,53
R = 𝑏+2ℎ = 1,4462+2(0,53) = 0,30 m

1
V = x 𝑅 2/3 x 𝑆1/2
𝑛
1
2,28 = 0,015 x 0,30 2/3 x 𝑆 1/2 ,

Sehingga s = 0,00582 m/s


Saluran outlet bangunan sedimentasi direncanakan sama dengan
saluran inlet bak
Panjang (L) =2m
Lebar (W) =1m
Kedalaman (H) = 0,8 + 0,2 = 1 m

128 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


BAB XI

FILTRASI

11.1 Dasar Teori


A. Bangunan Filtrasi
Proses filtrasi merupakan proses penyaringan air dari pertikel-pertikel
koloid yang tidak terendapkan selama proses sedimentasi melalui media
berbutir yang porous.Pada proses filtrasi terdapat beberapa fenomena yang
penting khususnya filtrasi dengan media berbutir, yaitu :

1. Mechanical straining
Adalah proses penyaringan partikel suspended yang terlalu besar untuk
dapat lolos melalui lubang diantara buti butiran pasir. Proses ini terjadi pada
permukaan filter. Clogging pada filter akan mengurangi ukuran pori
sehingga secara teoritis akan meningkatkan efisiensi straining, dengan
bertambahnya waktu, meningkatkan tahanan/resistance filter sehingga
perlu dipilih butiran yang lebih besar.

2. Sedimentasi
Proses mengendapkan partikel suspended yang lebih halus ukurannnya
dari lubang pori pada permukaan butiran. Pada prisipnya semua butiran
filter dapat menjadi tempat pengendapan ini. Jika filtrasi sudah berjalan
cukup lama,endapan akan mengurangi ukuran efektif pori dan kecepatan
turunnya air akan bertambah. Hal ini akan menggerus endapan sehingga
terbawa ke efluen dan menandai perlu diadakannya back wash.
3. Adsorbsi
Merupakan proses yang paling penting dalam filtrasi, karena dapat
menghilangkan partikel-partikel koloid yang berasal dari bahan anorganik
maupun bahan organik yang tidak terendapkan.Proses ini dapat terjadi
karena secara alamiah pasir kuarsa pada pH normal mamilki muatan negatif
sehingga dapat menarik partikel bermuatan positif dalam bentuk koloidal
matter seperti kristal dalam karbonat, flok dari besi dan aluminium
hidroksida serta kation-kation dari besi, mangan, aluminium dan lain-lain.

129 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


4. Aktivitas biologis
Disebabkan oleh mikrobiologi yang hidup di dalam filter . Secara
alamiah mikroorganisme terdapat dalam air baku dan bila melalui filter
dapat tertahan pada butiran filter. Mikoorganisme ini dapat berkembang bail
dalam filter dengan sumber makanan yang berasal dari bahan organik dan
anorganik yang mengendap pada media. Sumber makanan ini sebagian
digunakan untuk proses hidup mikroorganisme dan sebagian lagi digunakan
untuk proses pertumbuhannya (asimilasi). Hasil asimilisai ini terbawa oleh
air dan digunakan lagi oleh mikrooragisme yang lebih dalam letaknya.
Dalam hal ini organic matter akan terurai menjadi bahan anorganik
(mineralisasi).

B. Macam - Macam Filter


Dalam pengolahan air minum dikenal beberapa macam proses filtrasi, yaitu :
1. Rapid filtration ( penyaringan cepat )
Merupakan proses filtrasi yang dilakukan setelah proses koagulasi-
flokulasi. Media yng digunakan berbentuk :
- Single media: pasir
- Dual media: antrasit dan pasir yang terpisah
- Mixed media: antrasit dan pasir yang tercampur

Namun secara umum media yang sering dipakai ialah antrasit, pasir, dan
kerikil. Dan susunan media yang baik untuk filtrasi adalah bagian atas yang
kasar, dan semakin ke bawah semakin halus. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya clogging di lapisan atas dan seluruh media dapat
dimanfaatkan sebgai filter. Adapun pencucian media dapat dilakukan denga
dua cara yaitu dengan sistem backwash dan sistem surface wash.

2. Slow sand filtration (penyaringan lambat)


Adalah proses filtrasi lambat dengan media pasir yang dipakai untuk air
baku yang tanpa melewati proses koagulasi–flokulasi dan sedimentasi ,
dalam artian air baku dari bak prasedimentasi langsung dialirkan ke
bangunan ini. Pada filter ini, proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi
terjadi dengan bantuan mikroorganisme yang terbentuk pada lapisan
permukaan media. Keuntungan dari proses filtrasi ini adalah tingkat
pengolahannya yang cukup tinggi. Sedangkan kerugiannya, adalah :

130 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Sangat sensitif terhadap variasi pH dari air baku yang akan diolah
 Memerlukan lahan yang cukup luas untuk filter dan bak pengendap
 Pengendapan berlangsung lama sehingga proses filtrasi juga tertunda
 Jika tiba-tiba ada air baku yang keruh masuk, maka pori-pori dari
permukaan
median akan langsung tersumbat. Karena itu biasanya slow sand filter
memerlukan tambahan bak pengendap yang besar sebelum proses
filtrasi dimulai.
3. Pressure filtration (penyaringan dengan tekanan)
Adalah proses pengolahan air minum yang dilakukan untuk air baku yang
berasal dari air tanah sebelum didistribusikan. Pompa distribusi yang
memompa air dari filter akan mengakibatkan berkurangnya tekanan pada
filter sehingga air tanah bisa mengalir ke dalam filter.

4. Direct filtration (penyaringan secara langsung)


Merupakan proses pengolahan air minum dengan penyaringa yang
dilakukan bila air baku mengandung kekeruhan yang rendah, misal air baku
berasal dari IPAL. Jika diperlukan koagulan dan flokulan dapat diinjeksikan
pada saluran yang menuju filter dan flok-flok yang ada langsung disaring
tanpa melalui unit sedimentasi. Jadi keuntungan filtrasi dengan proses ini
adalah dapat menghemat unit-unit bangunan lainnya.

C. Pengaturan Backwash
Backwash bertujuan untuk menghilangkan material-material yang terdapat
dalam filter bed selama proses filtrasi berlangsung. Ketika filter dibackwash,
aliran upflow dikenakan pada rate tertentu untuk dapat mengekspansi media
filter dan membawa akumulasi kontaminan pada filter. Prosentase ekapansi
media pada setiap rate ialah fungsi dari ukuran dan spesivic gravity dari media
dan temperatur air .

11.2 Kriteria Desain


Kecepatan filtrasi ( Vf ) = 8 – 12 𝑚3 /𝑚2 ,jam

 Tebal media pasir = 60 – 80 cm


 Tebal media penahan = 18 – 30 cm
 Td backwask = 5 – 15 menit

131 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Tinggi air di atas media = 0,9 – 1,2 m
 Jarak dasar gutter dengan atas media pasir saat ekspansi = 20 – 30 cm
 A orifice : A bak = ( 0,0015 – 0,005 ) : 1

Perbandingan Filter Lambat dan Filter Cepat


Rapid Sand Filter
Karakteristik Slow Sand Filter Gravitasi Bertekanan
Kecepatan Filtrasi 2-5m³/m².hari 120-360 m³/m².hari
Ukuran Bak Luas (2000 m²) Kecil (100 m²)
Effective Size (ES) pasir 0.35 mm 0.6-1.2 mm
Uniformity Coef (uc) 2-2.5 1.5-1.7
Head Loss sampai 1m sampai 3m
Mengeruk lapisan
Backwash dengan air atau
paling atas dan
air dan udara, dalam
Metoda Pencucian mencucuinya atau
beberapa hal menggunakan
mengganti dengan
surface scour
pasir baru
Kebutuhan air pencuci 0.2-0.6 % dari filtrat 3-6 % dari filtrat
Penetrasi suspended solid
superficial dalam
ke dalam media
Pretreatment dengan
tidak iya iya
koagulasi
Konstruksi tertutup tidak optional iya
Visible Operation iya iya tidak
Biasa Investasi tinggi tinggi medium
Biaya Operasi rendah tinggi tinggi
Penyisihan Bakteri 99.99% 90-99%
Keterampilan Operator Begitu tidak penting Diperlukan

132 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


11.3 Perhitungan Detail
Perhitungan :
Direncanakan Filter menggunakan Dual Media
Data Perencanaan :
Q = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 𝑚3 /s
 Media dual media antrasit dan pasir silica
 Underdrain perforated pipe
 Media tersusun
Kriteria Desain :
 Kecepatan melalui media Vf = (6 – 11) m/jam………….(SNI 6774
– 2008)
 Kecepatan di manifold Vm < 0,35 m/detik
 Kecepatan di lateral Vl < 0,2 m/detik
 Headloss hf = (0,3 – 2) m
 Media pasir : ………….(SNI 6774 – 2008)
 Tebal l = (30 – 70) cm
 Ukuran Butir d = (0,5 – 2) mm
 Ukuran Media ES = (0,3 – 0,7) cm UC = (1,2 – 1,4)
 Specific gravity Sg = (2,5 – 2,65)
 Media Antrasit : ………….(SNI 6774 – 2008)
 Tebal l = (40 – 50) cm
 Ukuran Butir d = (0,5 – 1,1) cm
 Ukuran Media ES = (1,2 – 1,8) cm

UC = 1,5
 Specific gravity Sg =1,35

11.3.1 Perencanaan Ukuran Unit


Debit = 1.751,28 lt/dt = 1,75128 𝑚3 /s

Kecepatan filtrasi = 9 m/jam = 2,5 x 10-3 m/detik = 0,25 cm/s


𝑄 1,75128
A total = = = 700 𝑚2
𝑣 2,5 x 10−3 m/detik

 Jumlah bak filter (N) :

N = 12 Q0,5
133 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
N = 12 (1,75128)0,5

N = 4,6

N = 5 unit
 Ukuran setiap unit

A = 700 / 5 = 140 m2

140 =PxL
140 = 2L2
L = 8,3 m
P = 16,6 m
Cek Luas = P x L = 16,6 x 8,3 = 137,78 m2

 Debit Tiap Bak

𝑄 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Q = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡

1751,28
Q= = 350,25 L/detik
5

Q = 1260,9 m3/jam

 Checking jika salah satu bak dicuci :

Q tiap bak = 350,25 + 350,25/5 = 420,3 L/detik

350,25 𝑥 10−3
Vf tiap bak = = 2,5 x 10−3 m/detik = 9 m/jam
137,78

(memenuhi)

134 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


11.3.2 Perencanaan Media Filter
Perhitungan Kehilangan Tekanan
Media Pasir
Direncakan :
 ES > 0,45 dan UC < 1,5
 Ukuran butir d = (0,5 - 2) mm
 Tebal media pasir l = 60 cm
 Porositas media f = 0,4

Distribusi Media Pasir :

US Sieve Diameter rata- Fraksi Berat Pi/di2


Number rata (mm) Pi (%)

40 – 30 0,5 9 36,0000
30 – 20 0,7 29 59,1837
20 – 18 0,92 22 25,9924
18 – 16 1,10 20 16,5289
16 – 12 1,42 18 8,9268
12 – 8 2 2 0,5000

Ʃ 147,1318

Sumber : Marsono. 2000

Kehilangan tekanan di media Pasir:


ℎ𝑓 𝑘 (1 − 𝑓)2 6 2 𝑃𝑖
= ∙𝜗∙ 3
∙[ ] ∙∑ 2
𝑙 𝑔 𝑓 𝜑 𝑑𝑖
ℎ𝑓 5 (1 − 0,32)2 6 2
= ∙ 0,8975 × 10−2 ∙ (0,25) ∙ ∙ [ ] ∙ 147,1318
𝑙 981 0,323 0,83
ℎ𝑓
= 0,27
𝑙
ℎ𝑓 = 0,27 × 60 = 16,2 𝑐𝑚

135 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Media Antrasit
Direncanakan :
 ES > 0,3 dan UC < 1,7
 Ukuran butir d = (0,5 – 1,1) mm
 Tebal media pasir l = 30 cm
 Porositas media f = 0,48
Distribusi Media Antrasit:
Tabel 11.2. Distribusi Media Antrasit
US Sieve Diameter Rata- Fraksi Berat
Pi / di2
Number Rata (mm) Pi (%)
40 – 30 0,5 5 20
30 – 20 0,7 25 51,0204
20 – 18 0,92 60 70,8885
18 – 16 1,10 10 8,2645

∑ 𝑃𝑖 ⁄𝑑𝑖 2 150,1734

Sumber: Marsono, 2000


Kehilangan tekanan di media Antrasit:
ℎ𝑓 𝑘 (1 − 𝑓)2 6 2 𝑃𝑖
= ∙𝜗∙ 3
∙[ ] ∙∑ 2
𝑙 𝑔 𝜑 𝜑 𝑑𝑖
ℎ𝑓 5 (1 − 0,48)2 6 2
= ∙ 0,8975 × 10−2 ∙ (0,25) ∙ ∙ [ ] ∙ 150,1734
𝑙 981 0,483 0,83
ℎ𝑓
= 0,26
𝑙
ℎ𝑓 = 0,26 × 30 = 7,8 𝑐𝑚

B. Kehilangan Tekanan Media Filter Saat Clogging


Diketahui :
 Viskositas kinematis pada 25˚C = 0,8975.10-2 cm2/dtk
 Kecepatan filtrasi semua bak beroperasi = 9 m/jam = 0,25 cm/dtk
 Koefisien permeability = 5
 Faktor porositas (f) = f saat bersih x (0,6 – 0,8), digunakan 0,8
 Porositas media (f):
 Antrasit = 0,48 x 0,8 = 0,384
 Pasir = 0,4 x 0,8 = 0,32

136 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Ketebalan Media:
 Antrasit = 60 cm
 Pasir = 30 cm
 Shape Faktor (𝜑):
 Antrasit = 0,7
 Pasir = 0,83
PERHITUNGAN :
1. Pada saat semua beroperasi :
a. Kehilangan Tekanan Melalui Media Pasir (Hf1):
𝐻𝑓1 𝑘 1−𝑓 2 6 2 𝑃
= 𝑔∙𝑣∙v∙( ) ∙ (𝜑) ∙ ∑ (𝑑 𝑖2 )
𝑙 𝑓 𝑖

𝐻𝑓1 5 1−0,32 2
= 981 ∙ 0,8975 × 10−2 𝑐𝑚2 ⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ 0,25 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ ( ) ∙
60 0,32

6 2
[ ] ∙ 147,1318
0,83

𝐻𝑓1 = 23,82 𝑐𝑚
b. Kehilangan Tekanan Melalui Media Antrasit (Hf2):
𝐻𝑓2 𝑘 1−𝑓 2 6 2 𝑃
= 𝑔∙𝑣∙v∙( ) ∙ (𝜑) ∙ ∑ (𝑑 𝑖2 )
𝑙 𝑓 𝑖

𝐻𝑓2 5 1−0,384 2
= ∙ 0,8975 × 10−2 𝑐𝑚2 ⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ 0,25 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ ( ) ∙
30 981 0,384

6 2
[0,7] ∙ 150,1734

𝐻𝑓2 = 6,93 𝑐𝑚
Kontrol Pencampuran (Intermixing) backwash
Setelah backwash, ada kemungkinan terjadi pencampuran antara
antrasit dengan pasir. Untuk mengetahuinya, dapat dilakukan dengan
membandingkan kecepatan mengendap dari kedua media tersebut.
Syarat agar tidak terjadi intermixing tersebut adalah vs diameter
antrasit terbesar < vs diameter pasir terkecil. Berikut ini adalah urutan
proses pehitungannya.
Perhitungan :
 Kecepatan mengendap (vs) diameter antrasit terbesar
Diketahui: diameter antrasit terbesar = 1 mm = 10.10-2 cm
a. Bilangan Reynold (Nre)
𝜑×𝑣𝑠×𝑑 0,7×𝑣𝑠×10∙10−2
𝑁𝑅𝐸 = = = 7,8 𝑣𝑠
𝑣 0,8975∙10−2

137 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


b. Koefisien Drag (CD)
18,5 18,5 5,3
𝐶𝐷 = (𝑁 0,6
= (7,8 𝑣𝑠)0,6 = 𝑣𝑠0,6
𝑅𝐸 )

c. Kecepatan mengendap (vs)


1⁄
4 𝑔 2
𝑣𝑠 = [3 × 𝐶 × (𝑆𝑠 − 1) × 𝑑]
𝑑

1⁄
4 𝑣𝑠0,6 2
𝑣𝑠 = [3 × 1000 × × (1,35 − 1) × 10 ∙ 10−2 ]
5,3
1⁄
𝑣𝑠 = [8,8 𝑣𝑠 0,6 ] 2

𝑣𝑠 = 2,96 𝑣𝑠 0,3
𝑣𝑠 0,7 = 2,96
𝑣𝑠 = 4,71 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
 Kecepatan mengendap (vs) diameter pasir terkecil
Diketahui: diameter pasir terkecil = 5.10-2 cm
a. Bilangan Reynold (Nre)
𝜑×𝑣𝑠×𝑑 0,83×𝑣𝑠×5∙10−2
𝑁𝑅𝐸 = = = 4,6 𝑣𝑠
𝑣 0,8975∙10−2

b. Koefisien Drag (CD)


18,5 18,5 7,4
𝐶𝐷 = (𝑁 0,6
= (4,6 𝑣𝑠)0,6 = 𝑣𝑠0,6
𝑅𝐸 )

c. Kecepatan mengendap (vs)


1⁄
4 𝑔 2
𝑣𝑠 = [3 × 𝐶 × (𝑆𝑠 − 1) × 𝑑]
𝑑

1⁄
4 𝑣𝑠0,6 −2 2
𝑣𝑠 = [3 × 1000 × × (2,65 − 1) × 10 ∙ 10 ]
7,4
1⁄
𝑣𝑠 = [14,8 𝑣𝑠 0,6 ] 2

𝑣𝑠 = 3,8 𝑣𝑠 0,3
𝑣𝑠 0,7 = 3,8
𝑣𝑠 = 6,7 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
Sehingga:
Vs diameter antrasit terbesar = 4,71 cm/detik
Vs diameter pasir terkecil = 6,7 cm/detik
Sehingga vs diameter antrasit terbesar < vs diameter pasir terkecil, maka
tidak terjadi intermixing. (Memenuhi)

138 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Media Penyangga
Direncakan :
 Berat Jenis Gravel = 2,65
 Sperisitas = 0,83
 Porositas = 0,38
 Tebal media = 60 cm
Distribusi Media Penahan
Tabel 11.3. Distribusi Media Penahan
di (cm) Pi (%) Pi / di
0,773 15 0,251
1,55 20 0,083
2,69 25 0,035
4,9 30 0,012

∑ 𝑃𝑖 ⁄𝑑𝑖 0,381

Sumber: Marsono, 2000


Kehilangan tekanan pada media penahan:
𝐻𝑓3 𝑘 1−𝑓 2 6 2 𝑃
=𝑔∙𝑣∙v∙( ) ∙ (𝜑) ∙ ∑ (𝑑 𝑖2 )
𝑙 𝑓 𝑖

𝐻𝑓2 5 1−0,38 2 6 2
= 981 ∙ 0,8975 × 10−2 𝑐𝑚2 ⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ 0,25 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 ∙ ( ) ∙ [0,83] ∙
50 0,38

0,381
𝐻𝑓3 = 0,03 𝑐𝑚
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐻𝑓1 + 𝐻𝑓2 + 𝐻𝑓3
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 23,82 + 6,93 + 0,03
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 30,78 𝑐𝑚 ≈ 0,3 𝑚
(Memenuhi kriteria 0,3-2 m [SNI 67742008])

139 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


PERHITUNGAN HEADLOSS SAAT BACKWASH
Backwash dilakukan pada saat terjadi penyumbatan (clogging) pada
media. Pada saat backwash perlu diperhitungkan besarnya kehilangan tekanan
agar diketahui berapa level air di atas media pada saat backwash yang
berpengaruh terhadap ketinggian bak filter.
a. Diketahui
 Kecepatan filtrasi (v) = 9 m/jam = 0,251 cm/ detik
 Syarat terjadinya ekspansi:
𝑉𝑢𝑝 0,25
𝑓<[𝑉 ] atau 𝑉𝑢𝑝 > 𝑉𝑠 × 𝑓 4,5
𝑠

dimana: f = porositas media


Vup = Kecepatan Backwash (cm/detik)
b. Perhitungan
Kecepatan backwash (Vup)
𝑉𝑢𝑝 = 5 × 𝐾𝑒𝑐. 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑉𝑢𝑝 = 5 × 0,251 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 = 0,0125 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
1. Perhitungan kehilangan tekanan melalui media antrasit (Hf 1)
Diketahui:

 Diameter antrasit terbesar (d) = 11.10-2 cm

 Porositas (f) antrasit = 0,48


 Spesific gravity (Ss) = 1,35 gr/cm3
Maka:
 Kecepatan mengendap (vs) diameter antrasit terbesar
𝑣𝑠 = 4,71 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
 Kontrol terjadinya ekspansi
Syarat terjadi ekspansi = 𝑉𝑢𝑝 > 𝑉𝑠 × 𝑓 4,5
𝑉𝑢𝑝 = 1,25 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
𝑉𝑠 × 𝑓 4,5 = 4,71 × 0,484,5
= 0,17
𝑽𝒖𝒑 > 𝑽𝒔 → 𝟏, 𝟐𝟓 > 𝟎, 𝟏𝟕
∴ Dengan demikian terjadi ekspansi (Memenuhi)

140 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


Tabel 11.4. Distribusi Media Antrasit yang Terekspansi
Diameter
Kecepatan Pi / (1
rata-rata Fe Pi Nre
(cm/detik) – fe)
(cm)
0,1 1,71 0,82 0,05 0,278 5,93
0,07 2,5 0,75 0,25 1 12,13
0,092 3,42 0,7 0,6 2 21,81
0,11 4,19 0,67 0,1 0,393 31,94
3,581
Keterangan :
 Li = tebal media
 Vs = Kecepatan mengendap
 fe = (Vup/Vs)0,25
 Tinggi Ekspansi (Le)
𝑃
𝐿𝑒 = 𝐿𝑖 ∙ (1 − 𝑓) ∙ ∑ (1−𝑓𝑖 )
𝑒

𝐿𝑒 = 40 ∙ (1 − 0,48) ∙ (3,581)
𝐿𝑒 = 74,48 𝑐𝑚
 Prosentase antrasit terekspensi
74,48 − 40
(%) = ( ) × 100% = 86,2%
40
 Kehilangan Tekanan melalui media antrasit selama ekspansi (Hf1)
𝐻𝑓𝑖 = 𝐿𝑒 ∙ (1 − 𝑓) ∙ (𝑆𝑠 − 1)
𝐻𝑓𝑖 = 74,48 ∙ (1 − 0,48) ∙ (1,35 − 1)
𝐻𝑓𝑖 = 13,55 𝑐𝑚
2. Perhitungan Kehilangan tekanan melalui media pasir (Hf2)
Diketahui :
 Diameter pasir terbesar (d) = 0,2 cm
 Porositas (f) pasir = 0,4
 Spesific gravity (Ss) = 2,65 gr/𝑐𝑚3

Maka:

141 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


 Kecepatan mengendap (vs) diameter pasir rerata
1) Bilangan Reynold (Nre)
𝜑×𝑣𝑠×𝑑 0,83×𝑣𝑠×0,2
𝑁𝑅𝐸 = = = 18,5 𝑣𝑠
𝑣 0,8975∙10−2

2) Koefisien Drag (Cd)


18,5 18,5 3,2
𝐶𝑑 = (𝑁 0,6
= (18,5 𝑣𝑠)0,6 = 𝑣𝑠0,6
𝑅𝐸 )

3) Kecepatan Mengendap (vs)


1⁄
4 𝑔 2
𝑣𝑠 = [3 × 𝐶 × (𝑆𝑠 − 1) × 𝑑]
𝑑

1⁄
4 𝑣𝑠0,6 2
𝑣𝑠 = [3 × 1000 × × (2,65 − 1) × 0,2]
3,2

𝑣𝑠 = 11,43 𝑣𝑠 0,3
𝑣𝑠 0,7 = 11,43
𝑣𝑠 = 32,47 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
 Kontrol terjadinya ekspansi
Syarat terjadi ekspansi = 𝑉𝑢𝑝 > 𝑉𝑠 × 𝑓 4,5
𝑉𝑢𝑝 = 1,25 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
𝑉𝑠 × 𝑓 4,5 = 32,47 × 0,484,5
= 0,52
𝑽𝒖𝒑 > 𝑽𝒔 → 𝟏, 𝟐𝟓 > 𝟎, 𝟓𝟐
∴ Dengan demikian terjadi ekspansi (Memenuhi)
Tabel 11.5. Distribusi Media Antrasit yang Terekspansi
Diameter
Kecepatan Pi / (1
rata-rata Fe Pi Nre
(cm/detik) – fe)
(cm)
0,05 5,69 0,63 0,09 0,243 23,38
0,07 8,35 0,58 0,29 0,69 48,03
0,092 11.4 0,54 0,22 0,478 86,19
0,11 13,97 0,52 0,2 0,417 126,28
0,142 18,69 0,48 0,18 0,346 218,1
0,2 27,62 0,44 0,02 0,036 453,95
2,21

Keterangan :
 Li = tebal media
142 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)
 Vs = Kecepatan mengendap
 fe = (Vup/Vs)0,25
 Tinggi Ekspansi (Le)
𝑃
𝐿𝑒 = 𝐿𝑖 ∙ (1 − 𝑓) ∙ ∑ (1−𝑓𝑖 )
𝑒

𝐿𝑒 = 50 ∙ (1 − 0,4) ∙ (2,21)
𝐿𝑒 = 66,3 𝑐𝑚
 Prosentase antrasit terekspensi
66,3 − 50
(%) = ( ) × 100% = 32,6%
50
 Kehilangan Tekanan melalui media antrasit selama ekspansi (Hf2)
𝐻𝑓2 = 𝐿𝑒 ∙ (1 − 𝑓) ∙ (𝑆𝑠 − 1)
𝐻𝑓2 = 66,3 ∙ (1 − 0,4) ∙ (2,65 − 1)
𝐻𝑓2 = 65,63 𝑐𝑚
3. Perhitungan kehilangan tekanan melalui media penyangga (Hf3)
Diketahui:
 Diameter kerikil terkecil (d) = 0,773 cm
 Porositas (f) kerikil = 0,38
 Spesific gravity (Ss) = 2,65 gr/cm3
Maka:
 Kecepatan mengendap (vs) diameter kerikil terbesar
1) Bilangan Reynold (Nre)
𝜑×𝑣𝑠×𝑑 0,83×𝑣𝑠×0,773
𝑁𝑅𝐸 = = = 71,5 𝑣𝑠
𝑣 0,8975∙10−2

2) Koefisien Drag (Cd)


18,5 18,5 1,43
𝐶𝑑 = (𝑁 0,6
= (71,5 𝑣𝑠)0,6 = 𝑣𝑠0,6
𝑅𝐸 )

3) Kecepatan Mengendap (vs)


1⁄
4 𝑔 2
𝑣𝑠 = [3 × 𝐶 × (𝑆𝑠 − 1) × 𝑑]
𝑑

1⁄
4 𝑣𝑠0,6 2
𝑣𝑠 = [3 × 1000 × × (2,65 − 1) × 0,773]
1,43

𝑣𝑠 = 34,2 𝑣𝑠 0,3
𝑣𝑠 0,7 = 34,2
𝑣𝑠 = 115,4 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
 Kontrol terjadinya ekspansi
Syarat terjadi ekspansi = 𝑉𝑢𝑝 > 𝑉𝑠 × 𝑓 4,5

143 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)


𝑉𝑢𝑝 = 1,1 𝑐𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
𝑉𝑠 × 𝑓 4,5 = 115,4 × 0,384,5
= 1,997
𝑽𝒖𝒑 > 𝑽𝒔 → 𝟏, 𝟐𝟓 < 𝟏, 𝟗𝟗𝟕
∴ Dengan demikian terjadi tidak ekspansi (Memenuhi)

 Kehilangan tekanan melalui media kerikil selama backwash (Hf3)


𝐻𝑓3 = 5 × 𝐻𝑓 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝐻𝑓3 = 5 × 0,0267
𝐻𝑓3 = 0,1335 𝑐𝑚
 Kehilangan tekanan total melalui media saat backwash (Hf)
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐻𝑓1 + 𝐻𝑓2 + 𝐻𝑓3
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 10,2 + 78,76 + 0,1335
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 89,1 𝑐𝑚

Gambar 11.1. Headloss pada Media Filter

144 | PERANCANGAN LINGKUNGAN 4 (IPAM)

Anda mungkin juga menyukai