Anda di halaman 1dari 16

STUDI PENGADUKAN HIDROLIS PADA PROSES

KOAGULASI MENGGUNAKAN TERJUNAN DAN PROSES


FLOKULASI MENGGUNAKAN HORIZONTAL
BAFFLED CHANNEL

Reri Afrianita, Ansiha Nur, Sri Novia Dilla


Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Unand Padang 25163, Indonesia
Email: rerianita@ft.unand.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh variasi tinggi terjunan
dan jumlah baffle terhadap penurunan kekeruhan dan ukuran flok dengan
menggunakan alat horizontal baffled channel berupa unit koagulator dan
flokulator yang menggunakan prinsip pengadukan secara hidrolis. Pengadukan
pada koagulator memanfaatkan terjunan sedangkan pada flokulator
menggunakan baffle channel. Pengukuran parameter pH, suhu, kekeruhan dan
ukuran flok dilakukan pada setiap variasi dengan dua kali percobaan (duplo).
Sampel air yang digunakan berupa larutan artifisial dengan kondisi awal sampel
memiliki kekeruhan 50 NTU, pH 7,55 dan suhu 26,5 0C. Kapasitas koagulator
adalah 11,25 liter dan bak flokulator 210 liter. Penelitian dilaksanakan dengan
melakukan proses koagulasi dan flokulasi menggunakan PAC dengan dosis
optimum 5 ppm. Variasi yang diterapkan pada penelitian ini adalah variasi tinggi
terjunan air (50 cm, 60 cm dan 70 cm) dan jumlah baffle pada saluran (13, 19
dan 27). Hasil penelitian menunjukkan pengadukan hidrolis optimum pada
variasi tinggi terjunan 70 cm dan jumlah baffle 27, yang menghasilkan gradien
kecepatan sebesar 369,75/det, penurunan kekeruhan 96,40 % dan ukuran flok
sebesar 304,31 µm. Analisis korelasi rank spearman, menunjukkan korelasi yang
sangat kuat (r = 1,000) dan positif serta memiliki hubungan yang signifikan (p <
0,01) antar parameter jumlah baffle, kekeruhan dan ukuran flok.

Kata Kunci: Horizontal baffled channel, kekeruhan, koagulasi-flokulasi, Korelasi rank


spearman, pengadukan hidrolis
STUDY OF HYDRAULIC SUPPLY INFLUENCE ON
KOAGULATION-FLOCULATION PROCESS USING THE
HISTORICAL AND HORIZONTAL SYSTEM OF BAFFLE
CHANNEL
Reri Afrianita, Ansiha Nur, Sri Novia Dilla
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Unand Padang 25163, Indonesia
Email: rerianita@ft.unand.ac.id

ABSTRACT
This research uses Horizontal Baffle Channel tool in the form of coagulator and
floculator unit using hydraulic stirring principle. Stirring on the coagulator takes
advantage of the sink and on the flocculator using the baffle channel. This study aims to
examine the effect of variation of baffles on the processing efficiency of coagulation-
flocculation process using hydraulic reactor to see the efficiency of final turbidity
removal. Water sample used in this research is an artificial solution made based on the
characteristic of raw water intake of Batang Kuranji River PDAM Gunung Pangilun
Kota Padang. Where the water sample is made with a mixture of clay and tap water
Department of Environmental Engineering Andalas University. The results showed that
the number of baffles had an effect on the flow type, in which the increasing number of
baffles used in HBC resulted in the flow of HBC to be turbulent. It is dikarenkan distance
between the smaller baffles. Based on the three variations of baffles, the most effective
removal efficiency in 6 baffles is 80.14%. Likewise with other parameters such as pH and
optimum temperature range, as well as for dissolved oxygen in the water increases up to
20%.

Keywords: Horizontal Baffle Channel, coagulation-flocculation, hydraulic stirring,


efficiency allowance

I. Pendahuluan bersih atau air minum yang digunakan


Peraturan Menteri Kesehatan Republik terkadang tidak memenuhi kualitas yang
Indonesia Nomor 416 tahun 1990, telah ditetapkan, seperti memiliki
menyebutkan bahwa air bersih adalah air kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan ini
yang melalui proses pengolahan atau merupakan syarat fisik yang harus
tanpa proses pengolahan yang memenuhi dipenuhi sebagai salah satu standar air
syarat kesehatan dan dapat digunakan. minum (Effendi, 2003).
Air merupakan senyawa penting bagi Menurut Levine (2002), kekeruhan
semua bentuk kehidupan manusia untuk merupakan karakteristik yang
berbagai macam kegiatan seperti berhubungan dengan konsentrasi padatan
keperluan rumah tangga, keperluan tersuspensi partikel dalam air. Kekeruhan
terjadi karena adanya senyawa suspensi
umum, keperluan industri, kebutuhan
dan koloid seperti tanah liat, senyawa
pertanian dan sebagainya. Sumber air
organik, senyawa anorganik atau belokan (Tchobanoglous et al, 2003).
plankton dalam air (Suharto, 2011). Pemilihan unit pengadukan hidrolis
Kekeruhan dalam air bersih dapat diatasi dengan terjunan dan baffle channel ini
dengan berbagai cara, salah satunya didasarkan pada kemudahan
dengan proses koagulasi-flokulasi pemeliharaan peralatan, fluktuasi debit
(Effendi, 2003). yang kecil, dan mudah diaplikasikan
(Kusumawardani dan Iqbal, 2010).
Proses koagulasi dan flokulasi
merupakan proses terangkai yang diawali Beberapa Instalasi Pengolahan Air (IPA)
dengan pencampuran koagulan hingga yang menerapkan pengadukan hidrolis
proses pembentukan flok yang dalam proses koagulasi flokulasi
dipengaruhi oleh proses pengadukan. diantaranya adalah PDAM Kota Solok
Proses koagulasi merupakan proses (Andeslin dan Lusiani, 2017) dan PDAM
destabilisasi muatan koloid, untuk itu Gunung Pangilun Padang (Pratiwi dan
dibutuhkan pengadukan cepat agar terjadi Huwaida, 2017). Masalah yang timbul
proses destabilisasi tersebut. Salah satu dari pengaplikasian pengadukan hidrolis
jenis pengadukan yang biasa digunakan ini adalah penurunan kekeruhan yang
pada proses koagulasi adalah pengadukan dihasilkan kecil dari 80 % (Data PDAM
hidrolis dengan sistem terjunan. Gunung Pangilun, 2016). Oleh sebab itu,
Sedangkan proses flokulasi merupakan untuk mendapatkan kondisi terbaik pada
proses pembentukan flok yang berukuran proses koagulasi flokulasi, perlu
lebih besar, agar flok-flok yang terbentuk dilakukan penelitian tentang pengaruh
tidak pecah maka jenis pengadukan pada pengadukan hidrolis pada proses
proses ini adalah pengadukan lambat koagulasi flokulasi menggunakan
dengan menggunakan baffle atau sekat. terjunan dan horizontal baffled cannel
Pengadukan dengan terjunan dan baffle dengan memvariasikan tinggi terjunan
channel ini merupakan pengadukan dan jumlah baffle, untuk melihat
hidrolis yang memanfaatkan aliran air penurunan kekeruhan dan ukuran flok
sebagai tenaga pengadukan (Hammer, yang optimum.
1997).
Pengadukan dengan sistem terjunan Tujuan penelitian ini adalah:
memanfaatkan ketinggian jatuh air, 1. Mengidentifikasi pengaruh variasi
dimana ketinggian jatuh ini akan tinggi terjunan dan jumlah baffle
menghasilkan energi hidrolik yang besar, terhadap gradien kecepatan pada
sehingga mempengaruhi kecepatan air proses koagulasi-flokulasi;
yang mengakibatkan terjadinya aliran 2. Menganalisis pengaruh variasi tinggi
turbulen dan terjadinya pengadukan cepat terjunan dan jumlah baffle terhadap
(Qasim dkk, 2000). Sedangkan baffle penurunan kekeruhan dan ukuran
banyak digunakan karena menghasilkan flok.
gerakan air secara perlahan sehingga
terjadi kontak antar partikel untuk Pengadukan hidrolis
membentuk gabungan partikel hingga
berukuran besar (flok). Baffle channel Pengadukan hidrolis adalah pengadukan
yang dirancang dengan aliran horizontal yang memanfaatkan aliran air sebagai
menghasilkan energi hidrolik yang lebih tenaga pengadukan. Tenaga pengadukan
kecil dan menghasilkan gradien ini dihasilkan dari energi hidrolik yang
kecepatan yang relatif kecil, sehingga dihasilkan dari suatu aliran hidrolik.
aliran horizontal banyak digunakan pada Energi hidrolik dapat berupa energi
pengadukan lambat. Pengadukan dengan gesek, energi potensial (jatuhan) atau
baffle horizontal ini memanfaatkan adanya lompatan hidrolik dalam suatu
energi pengadukan yang berasal dari aliran. Pengadukan secara hidrolis
friksi pada dinding saluran pada saluran dilakukan dengan memanfaatkan
lurus dan turbulensi yang terjadi pada pengaliran air, seperti terjunan, saluran
pipa dan baffle chanel (Qasim dkk, jumlah dan jarak antar baffle, dimana
2000). semakin banyak jumlah baffle pada suatu
bak maka akan semakin pendek jarak
Terjunan antar baffle yang akan menyebabkan
besarnya kecepatan aliran sehingga
Jenis pengadukan hidrolis yang
terjadi aliran turbulen (Qasim dkk, 2000).
digunakan pada pengadukan cepat
haruslah aliran air yang menghasilkan Flokulasi dalam flokulator plat (baffled
energi hidrolik yang besar. Dalam hal ini flocculator) dilakukan dengan
dapat dilihat dari besarnya kehilangan mengalirkan air melalui plat (baffles).
energi (headloss) atau perbedaan muka Baik dalam bentuk vertikal atau
air. Dengan tujuan menghasilkan horizontal, jarak antara ujung tiap plat
turbulensi yang besar tersebut, maka dan dinding sebaiknya dibuat sama atau
jenis aliran yang sering digunakan 1-1.5 kali jarak antar plat (baffles). Baffle
sebagai pengadukan cepat adalah banyak digunakan karena dapat
terjunan Gambar 1, loncatan hidrolik, mempercepat pembentukan flok-flok
dan parshall flume. yang lebih besar. Pengadukan dengan
baffle horizontal ini memanfaatkan
energi pengadukan yang berasal dari
friksi pada dinding saluran pada saluran
lurus dan turbulensi yang terjadi pada
belokan (Kusumawardani dan Iqbal,
2010).

Gambar 1. Terjunan
Sumber: Droste,1997
Berdasarkan gambar diatas, turbulensi
dari sistem pengadukan ini dihasilkan
dari gejolak air yang terjadi pada saat air
telah jatuh ke bawah. Metode Gambar 2. Denah Pengadukan Lambat
pengadukan dengan sistem ini seperti dengan Horizontal Baffle Channel
pada air terjun dimana gejolak air terjadi Sumber: Qasim dkk, 2000
pada muka air yang lebih rendah. Sistem
terjunan ini dipengaruhi oleh tinggi jatuh Perhitungan dalam flokulator aliran
air ke permukaan air, dimana semakin horizontal didasarkan pada persamaan
besar tinggi jatuh air maka akan semakin berikut (Qasim dkk, 2000):
besar pula kecepatan pengadukan yang a. Perhitungan jumlah baffle
2 1
terjadi (Droste, 1997).

Horizontal Baffled Channel


N=
{[ 2 μ.t
ρ ( 1,44+ f ) ][ H . p .G
Q ]}3

Dimana:
Jenis pengadukan hidrolis yang N = jumlah baffle
digunakan pada pengadukan lambat µ = kekentalan dinamis air
adalah aliran air yang menghasilkan (kg/m.detik)
energi hidrolik yang lebih kecil. Aliran ρ = massa jenis air (kg/m3)
air dibuat relatif lebih tenang dan Q = debit aliran (m3/detik)
dihindari terjadinya turbulensi agar flok H = kedalaman air dalam kanal (m)
yang terbentuk tidak pecah lagi. p = panjang bak flokulator (m)
Beberapa contoh pengadukan hidrolis t = waktu flokulasi (detik)
untuk pengadukan lambat adalah kanal f = koefisien gesek sekat
bersekat baffled channel, Gambar 2, G = gradien kecepatan (1/detik)
perforated wall, gravel bed dan
sebagainya. Bentuk aliran yang terjadi
pada baffle channel ini dipengaruhi oleh
Faktor yang Mempengaruhi Proses akhirnya mempercepat pembentukan
flok. Namun jika suhu optimum
Koagulasi-Flokulasi
telah tercapai, penambahan suhu
akan menurunkan efektifitas
Hammer (1997) menjelaskan bahwa
koagulasi.
terdapat beberapa faktor yang
3. Kosentrasi Koagulan
mempengaruhi terjadinya proses
koagulasi dan flokulasi, antara lain: Konsentrasi koagulan sangat
berpengaruh terhadap kontak antar
1. pH
partikel sehingga penambahan
Derajat keasaman atau yang dikenal koagulan harus sesuai dengan
dengan pH adalah suatu besaran kebutuhan untuk membentuk flok-
yang menyatakan sifat asam basa flok. Jika konsentrasi koagulan
dari suatu larutan (Hammer, 1997). kurang, akan mengakibatkan kontak
pH dapat mempengaruhi kelarutan antar partikel berkurang sehingga
dari suatu koagulan, kelarutan mempersulit pembentukan flok.
koagulan ini memberikan pengaruh Begitu juga sebaliknya jika
terhadap pembentukan flok. konsentrasi koagulan terlalu banyak,
Semakin mudah larut suatu maka flok tidak terbentuk dengan
koagulan, maka semakin mudah baik dan dapat menimbulkan
terbentuknya ion aquometalik kekeruhan kembali serta
sehingga partikel koloid semakin pemborosan dalam penggunaan
cepat ternetralisasi membentuk flok koagulan.
(Ndabingengesere dan Narasiah, 4. Pengadukan
1997).
Pengadukan yang baik diperlukan
2. Suhu
untuk memperoleh proses koagulasi
Suhu merupakan faktor penting dan flokulasi yang optimum.
dalam proses koagulasi. Suhu dapat Pengadukan terlalu lambat
mempengaruhi laju reaksi hidrolisis mengakibatkan waktu pembentukan
ion logam yang terkandung di dalam flok menjadi lama, sedangkan jika
koagulan. Laju reaksi akan terlalu cepat mengakibatkan flok-
meningkat seiring dengan flok yang terbentuk akan pecah
meninggakatnya suhu, begitu pula kembali.
sebaliknya. Selanjutnya dalam
proses koagulasi, suhu menentukan II. Metodologi Penelitian
distribusi koagulan. Pengaruh suhu Penelitian ini mencakup dosis optimum
terhadap koagulan ini berkaitan erat koagulan PAC dengan metode jar test
dengan viskositas, semakin tinggi yang diambil dari data PDAM Gunung
suhu air maka semakin kecil Pangilun Kota Padang. Dosis optimum
viskositasnya. Viskositas ini akan tersebut kemudian diaplikasikan terhadap
berpengaruh terhadap kelarutan dan Alat koagulator-flokulator yang
distribusi koagulan. Ketika menerapakan pengadukan hidrolis
viskositas semakin kecil, maka (Terjunan dan baffle channel) untuk
distribusi koagulan akan semakin mengetahui efisiensi pengolahan yang
merata atau homogen. Selain itu dihasilkan. Tinggi terjunan yang
Ndabingengesere dan Narasiah digunakan untuk proses koagulasi
(1997), menjelaskan bahwa divariasikan dengan 50 cm, 60 cm dan 70
peningkatan suhu akan cm. Sedangkan jumlah baffle yang
meningkatkan kecepatan gerak digunakan untuk proses flokulasi di
partikel dalam sistem sehingga variasikan dengan 13, 19, dan 27 baffle.
semakin banyak tumbukan antar Jumlah baffle yang berbeda itulah yang
partikel yang dapat terjadi hingga kemudian dibandingkan dengan
kekeruhan akhir untuk diambil akan terjadi. Pada bagian bak flokulasi
kesimpulan. Tahapan penelitian ini juga dilengkapi dengan sekat yang
keseluruhan secara umum meliputi studi divariasikan jumlahnya. Sekat inilah
literatur, persiapan alat dan bahan, yang akan membentuk turbulensi aliran
pengoperasian alat dengan variasi jumlah sehingga terjadi pengadukan.
baffle. Setelah diperoleh data hasil
Percobaan dengan Reaktor
penelitian dilanjutkan dengan analisis
data dan pembahasan. Sampel air yang dijadikan air baku dalam
penelitian ini adalah larutan artifisial
Persiapan Alat Koagulator-Flokulator yang dibuat dari air kran jurusan Teknik
Lingkungan dengan campuran clay yang
Penelitian ini menggunakan alat berupa
diambil di sekitaran Jurusan Teknik
unit koagulator dan flokulator yang
Lingkungan Universitas Andalas.
menggunakan prinsip pengadukan secara
hidrolis. Pengadukan pada koagulator Pembubuhan bahan kimia sebagai
memanfaatkan terjunan yang akan koagulan, dilakukan bersamaan dengan
menciptakan loncatan hidrolis pada bak terjunan air dengan demikian air yang
koagulasi yang memunculkan turbulensi sampai di bak koagulasi telah
pada aliran sehingga terjadi pengadukan. mengandung koagulan yang siap diaduk.
Dosis optimum yang digunakan
Setelah melalui proses koagulasi, air
berdasarkan Data PDAM Gunung
olahan kemudian mengalir menuju bak
Pangilun Kota Padang. Koagulan yang
flokulasi yang merupakan tahap
akan digunakan adalah PAC (Poly
pengadukan lambat. Tahap pengadukan
Alumunium Chloride) dalam bentuk
ini juga memanfaatkan pengadukan
larutan.
hidrolis dengan bentuk saluran pengaduk
dengan baffle horizontal. Pengadukan
Analisa Proses koagulasi-flokulasi
dengan saluran pengaduk ini
memanfaatkan energi pengadukan yang Analisa proses koagulasi-flokulasi disini
berasal dari friksi pada dinding saluran dilihat dari hasil percobaan menggunakan
pada saluran lurus dan turbulensi yang reaktor hidrolis koagulator-flokulator.
terjadi pada belokan. Untuk menghindari Data yang didapatkan dari percobaan
endapan dalam saluran pengaduk, tersebut diolah menggunakan grafik dan
kecepatan aliran air dalam saluran tidak tabel sehingga dapat dibahas bagaimana
boleh kurang dari 0,2 m/dtk. pengaruh pengadukan hidrolis terhadap
proses koagulasi-flokulasi yang terjadi
Alat ini, Gambar 3, terdiri dari beberapa
pada koagulator-flokulator. Analisa
bagian, yaitu bak penampung air sebelum
proses koagulasi-flokulasi dilihat dari
pengadukan yang dilengkapi dengan
perbandingan antara variasi jumlah baffle
saluran air. Saluran ini dilengkapi dengan
yang digunakan pada alat terhadap
pompa untuk mengatur debit air yang
parameter fisik dan kimia air seperti
akan mengalami terjunan. Bak koagulasi
kekeruhan akhir, ukuran flok, pH, dan
yang terbuat dari bahan akrilik ini
suhu air hasil olahan.
kemudian langsung tersambung dengan
bak flokulasi, dimana pengadukan lambat
Gambar 3. Skema Alat Koagulator-Flokulator

III. Hasil dan Pembahasan


Air Baku untuk melihat apakah berpengaruh
terhadap proses koagulasi-flokulasi.
Penentuan kekeruhan yang dijadikan
Percobaan pengadukan ini menggunakan
variabel pada analisis ini berdasarkan
koagulan PAC. PAC yang digunakan
pada data sekunder yang didapatkan dari
dalam proses ini merupakan larutan PAC
PDAM Gunung Pangilun Kota Padang
1% dengan dosis optimum 5 ppm.
(2016), tingkat kekeruhan yang
digunakan adalah 50 NTU dengan dosis
Perubahan pH
optimum koagulan PAC yang digunakan
5 ppm. pH mempengaruhi kelarutan dari suatu
koagulan, kelarutan koagulan ini
Sampel air yang digunakan pada
memberikan pengaruh terhadap
penelitian ini merupakan larutan artifisial
pembentukan flok dan kekeruhan akhir
yang dibuat berdasarkan karakterik air
(Ndabingengesere dan Narasiah, 1997).
baku intake sungai Batang Kuranji
Semakin mudah larut suatu koagulan,
PDAM Gunung Pangilun Kota Padang.
maka semakin mudah terbentuknya ion
Dimana sampel air tersebut dibuat
aquometalik yang akhirnya menyebabkan
dengan campuran clay dan air kran
semakin cepatnya partikel koloid
jurusan Teknik Lingkungan Universitas
ternetralisasi membentuk flok (Hartini
Andalas.
dan Yuanitasari, 2011). Hasil pengukuran
parameter pH dapat dilihat pada Tabel
PROSES KOAGULASI
4.1.
Pengujian parameter fisik dan kimia Tabel 4.1 Perubahan pH terhadap Variasi
air Tinggi Terjunan dan Jumlah Baffle
Penurunan Nilai pH
Pengujian parameter fisik dan kimia Tinggi pH Akhir
dilakukan terhadap larutan artifisial dan Terjunan (cm) pH 13 19 27
Awal
air hasil pengolahan dengan pengadukan baffl baffl baffl
e e e
hidrolis. Parameter yang diukur yaitu
Suhu dan pH. Parameter ini diuji setiap 50 7,55 7,51 7,50 7,50
pengambilan sampel sebelum dan setelah 60 7,56 7,50 7,49 7,50
proses koagulasi-flokulasi. Pengukuran 70 7,58 7,50 7,50 7,50
parameter fisik dan kimia tersebut
dilakukan pada setiap variasi dengan dua Berdasarkan hasil perubahan pH di atas,
kali percobaan (duplo). Tujuan dari terlihat bahwa tidak terjadi penurunan
pengukuran parameter tersebut adalah nilai pH secara drastis. Untuk lebih jelas
penurunan nilai pH tiap variasi jumlah dapat berpengaruh pada proses koagulasi.
baffle dapat dilihat pada Gambar 4.1. Suhu optimum untuk proses koagulasi
flokulasi 25 0C – 30 0C (Ndabingengesere
dan Narasiah, 1997). Berikut merupakan
hasil pengukuran parameter Suhu dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Perubahan Suhu terhadap Variasi
Tinggi Terjunan dan Jumlah Baffle
Peningkatan Suhu (°C)
Tinggi Suhu Akhir
Terjunan Suhu
(Cm) 13 19 27
Awal Baffl Baffl Baffl
Gambar 3. Perubahan pH e e e
50 26,18 26,35 26,60 26,80
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat 60 26,50 26,70 26,80 26,75
dilihat bahwa pH air hasil pengolahan
70 26,40 26,70 26,65 26,75
tidak mengalami penurunan pH yang
cukup tajam dan masih berada pada
rentang pH optimum. Penurunan pH Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
yang terjadi tidak terlalu besar karena hasil perubahan suhu namun perubahan
koagulan yang digunakan adalah PAC. suhu yang terjadi masih berada dalam
Salah satu kelebihan PAC yaitu memiliki rentang suhu optimum, untuk lebih jelas
range pH yang lebar dan mampu dapat dilihat pada Gambar 4.2.
mempertahankan pH sehingga proses
koagulasi dapat berjalan secara optimum
karena pH larutan masih berada pada
range pH optimum 5,0 – 9,0 (Linggawati
dkk, 2002).

Jika dilihat dari hasil penelitian, pH air


hasil pengolahan rata-rata berada pada
pH 7,50. Oleh sebab itu proses
pembentukan flok pada penelitian ini Gambar 4.2 Perubahan Suhu
dapat berjalan dengan baik karena nilai
pH air baku yang telah melalui proses Berdasarkan Gambar 4.2 di bawah dapat
pengadukan masih berkisar pada pH 7. dilihat bahwa suhu air hasil pengolahan
Akibatnya reaksi yang terjadi antara ion terbesar adalah sebesar 26,80 °C.
aluminium dengan koloid berlangsung Peningkatan suhu tersebut tidak terlalu
dengan cepat dan pembentukan flok pun besar dan masih berada pada rentang
semakin cepat. suhu optimum untuk proses koagulasi
flokulasi yaitu 25 0C – 30 0C
Perubahan Suhu (Ndabingengesere dan Narasiah, 1997).
Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian
Suhu merupakan faktor penting dalam Kusumawardani dan Iqbal (2010),
proses koagulasi karena dapat dimana juga terjadi peningkatan suhu
mempengaruhi laju hidrolisis ion logam setelah proses pengadukan dilakukan.
yang terkandung di dalam koagulan.
Semakin meningkat suhu maka semakin Peningkatan suhu menyebabkan
homogen atau merata distribusi koagulan kecepatan reaksi meningkat sehingga
pada proses koagulasi sehingga flok lebih mudah untuk mengendap.
mempercepat destabilisasi koloid. Begitu Peningkatan suhu menyebabkan
sebaliknya menurunnya suhu dapat viskositas air menjadi rendah sehingga
mempengaruhi kelarutan koagulan yang mempercepat reaksi antar partikel koloid
karena viskositas air menjadi renggang Besarnya gradien kecepatan ini juga
yang menyebabkan gerak patikel koloid menyebabkan besarnya nilai bilangan
menjadi lebih bebas. Akibatnya champ (GTd) sehingga mengakibatkan
pembentukan flok juga semakin terjadinya aliran turbulen dan terjadinya
meningkat dan lebih mudah untuk pengadukan cepat. Pengadukan cepat
mengendap. Sebaliknya, penurunan suhu inilah yang dibutuhkan agar terjadinya
menandakan bahwa viskositas air proses destabilisasi koloid tersebut.
semakin tinggi sehingga partikel koloid Tinggi terjunan sangat mempengaruhi
menjadi sulit untuk bergerak dan saling kecepatan pengadukan agar terbentuknya
berbenturan. Akibatnya pembentukan aliran turbulen, untuk lebih jelas
flok menjadi terhambat, selain itu pengaruh perubahan tinggi terjunan
kecepatan flok untuk mengendap juga terhadap kecepatan pengadukan dan GTd
semakin berkurang (Rossini dan Galluzo, dapat dilihat pada Gambar 4.3.
1990).
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
terhadap suhu namun tidak terlalu besar
dan masih berada pada suhu optimum
sehingga tidak terlalu berpengaruh pada
proses koagulasi-flokulasi.

Gradien Kecepatan dan GTd

Analisis proses koagulasi di sini adalah Gambar 4.3 Perbandingan Gradien


dalam hal pengaruh variasi tinggi Kecepatan dan GTd berdasarkan
Tinggi Terjunan
terjunan terhadap gradien kecepatan dan
nilai GTd yang terjadi pada proses
koagulasi, sehingga terjadi pengadukan
cepat yang diinginkan. Pada penelitian Berdasarkan Gambar 4.3, dapat
ini tinggi terjunan divariasikan dengan 50 disimpulkan bahwa ketinggian terjunan
cm, 60 cm dan 70 cm. Berdasarkan data mempengaruhi kecepatan pengadukan,
hasil penelitian didapatkan bahwa dimana semakin besar tinggi terjunan
ketinggian terjunan mempengaruhi maka semakin besar pula gradien
kecepatan pengadukan cepat. Tabel 4.3 kecepatan. Peningkatan gradien
berikut merupakan data hasil penelitian kecepatan untuk setiap variasi tinggi
gradien kecepatan dan nilai GTd terjunan adalah sebesar 316,62/detik,
berdasarkan perbedaan ketinggian 345,31/detik dan 369,75/detik.
terjunan. Kusumawardani dan Iqbal (2010), juga
melakukan penelitian tentang variasi
Tabel 4.3 Gradien Kecepatan dan GTd
tinggi terjunan dimana semakin tinggi air
berdasarkan Tinggi Terjunan
Tinggi Td G diterjunkan maka semakin besar nilai
Gtd gradien kecepatan dan terjadinya
Terjunan (cm) (det) (1/det)
50 56,50 316,62 17.889 pengadukan cepat.
60 57,00 345,31 19.683
Hal ini mempengaruhi proses koagulasi
70 58,00 369,75 21.446
dalam pengadukan cepat, semakin besar
gradien kecepatan maka semakin baik
Berdasarkan data hasil penelitian di atas proses destabilisasi koloid yang terjadi.
didapatkan bahwa tinggi terjunan Destabilisasi koloid dalam air terjadi
sebanding dengan gradien kecepatan. sebagai akibat dari pengadukan cepat dan
Dimana semakin besar ketinggian pembubuhan bahan kimia (koagulan),
terjunan maka semakin besar pula akibat pengadukan cepat partikel koloid
gradien kecepatan yang dihasilkan.
yang stabil menjadi tidak stabil sehingga Berdasarkan Gambar 4.3, dapat
memungkinkan bekerjanya gaya tarik disimpulkan bahwa ketinggian terjunan
menarik antar ion (Reynold dan mempengaruhi kecepatan pengadukan,
Richards,1996). dimana semakin besar tinggi terjunan
maka semakin besar pula gradien
kecepatan. Peningkatan gradien
PROSESFLOKULASI kecepatan untuk setiap variasi tinggi
Gradien Kecepatan dan GTd terjunan adalah sebesar 316,62/detik,
345,31/detik dan 369,75/detik.
Analisis pengaruh variasi jumlah baffle Kusumawardani dan Iqbal (2010), juga
terhadap Gradien kecepatan dan GTd melakukan penelitian tentang variasi
yang menyebabkan terjadinya tinggi terjunan dimana semakin tinggi air
pengadukan lambat. Berdasarkan data diterjunkan maka semakin besar nilai
hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah gradien kecepatan dan terjadinya
baffle memepengaruhi kecepatan pengadukan cepat.
pengadukan lambat. Tabel 4.4
menunjukkan nilai gradien kecepatan dan Hal ini mempengaruhi proses koagulasi
GTd berdasarkan pertambahan jumlah dalam pengadukan cepat, semakin besar
baffle. gradien kecepatan maka semakin baik
Tabel 4.4 Gradien Kecepatan dan GTd proses destabilisasi koloid yang terjadi.
berdasarkan Pertambahan Jumlah Baffle Destabilisasi koloid dalam air terjadi
Jumlah sebagai akibat dari pengadukan cepat dan
Td G Gtd
Baffle pembubuhan bahan kimia (koagulan),
13 1.068 4 3.741 akibat pengadukan cepat partikel koloid
19 1.062 6 6.591 yang stabil menjadi tidak stabil sehingga
27 1.053 11 11.117 memungkinkan bekerjanya gaya tarik
menarik antar ion (Reynold dan
Richards,1996).
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan
bahwa setiap pertambahan jumlah baffle PROSES FLOKULASI
menghasilkan garadien kecepatan dan
tenaga pengadukan yang semakin besar. Gradien Kecepatan dan GTd
Hal ini dipengaruhi oleh kecilnya jarak
antar baffle yang menimbulkan besarnya Analisis pengaruh variasi jumlah baffle
kecepatan aliran. Jumlah baffle terhadap Gradien kecepatan dan GTd
mempengaruhi kecepatan pengadukan yang menyebabkan terjadinya
lambat, untuk lebih jelas pengaruh pengadukan lambat. Berdasarkan data
pertambahan jumlah baffle terhadap hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah
gradien kecepatan dan GTd dapat dilihat baffle memepengaruhi kecepatan
pada Gambar 4.4. pengadukan lambat. Tabel 4.4
menunjukkan nilai gradien kecepatan dan
GTd berdasarkan pertambahan jumlah
baffle.
Tabel 4.4 Gradien Kecepatan dan GTd
berdasarkan Pertambahan Jumlah Baffle
Jumlah
Td G Gtd
Baffle
13 1.068 4 3.741
19 1.062 6 6.591
Gambar 4.3 Perbandingan Gradien
Kecepatan dan GTd berdasarkan 27 1.053 11 11.117
Tinggi Terjunan
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan terbentuk pecah kembali (Hammer,
bahwa setiap pertambahan jumlah baffle 1997).
menghasilkan garadien kecepatan dan
tenaga pengadukan yang semakin besar. Analisis Penurunan Kekeruhan dan
Hal ini dipengaruhi oleh kecilnya jarak Pengamatan Ukuran Flok
antar baffle yang menimbulkan besarnya
kecepatan aliran. Jumlah baffle Penurunan Kekeruhan
mempengaruhi kecepatan pengadukan Pengadukan hidrolis yang digunakan
lambat, untuk lebih jelas pengaruh dalam penelitian ini yaitu berupa terjunan
pertambahan jumlah baffle terhadap dan horizontal baffled channel yang
gradien kecepatan dan GTd dapat dilihat dirangkai menjadi satu alat dengan
pada Gambar 4.4. prinsip kerjanya sama dengan proses
koagulasi dan flokulasi. Variasi yang
digunakan pada penelitian ini yaitu
variasi tinggi terjunan dan jumlah baffle
dimana untuk tinggi terjunan yang
digunakan yaitu 50 cm, 60 cm dan 70
cm. sedangkan jumlah baffle yang
digunakan yaitu 13 baffle, 19 baffle dan
27 baffle. Hal ini bertujuan untuk melihat
pengaruh perubahan tinggi terjunan dan
jumlah baffle terhadap penurunan
Gambar 4.4 Perubahan Gradien kekeruhan. Pengambilan sampel sebayak
Kecepatan dan GTd berdasarkan
dua kali, kemudian didiamkan selama 60
Jumlah Baffle
menit dan diukur kekeruhan akhirnya.
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas, dapat Berdasarkan hasil penelitian, perubahan
disimpulkan bahwa perubahan jumlah tinggi terjunan dan jumlah baffle
baffle mempengaruhi kecepatan menyebabkan terjadinya penurunan
pengadukan, dimana semakin banyak konsentrasi kekeruhan. Perubahan
baffle yang digunakan maka semakin konsentrasi kekeruhan dapat dilihat pada
besar kecepatan pengadukan yang terjadi Tabel 4.5.
sehingga menyebabkan flok-flok yang Tabel 4.5 Penurunan Kekeruhan
sudah terbentuk pecah kembali dan berdasarkan Variasi Tinggi Terjunan dan
efisiensi penurunan kekeruhan menjadi Jumlah Baffle
berkurang. Namun, gradien kecepatan Tinggi Terjunan
Kekeruhan Akhir (NTU)
pada proses flokulasi di penelitian ini (cm) 13 19 27
masih berada dalam rentang gradien Baffle Baffle Baffle
kecepatan untuk pengadukan lambat (5 – 50 20,45 15,28 11,83
60/det). Sehingga tidak mempengaruhi 60 18,72 13,55 6,66
hasil penurunan kekeruhan. 70 11,83 8,38 3,21
Garadien kecepatan dan GTd pada proses
flokulasi mempengaruhi efisiensi dari Berdasarkan hasil pengukuran terlihat
penurunan kekeruhan dan besarnya bahwa terjadi penurunan kekeruhan pada
ukuran flok yang terbentuk. Pengadukan setiap variasi tinggi terjunan dan jumlah
yang baik diperlukan untuk memperoleh baffle. Untuk lebih jelas, penurunan
proses koagulasi dan flokulasi yang kekeruhan dapat dilihat pada Gambar
optimum. Pengadukan terlalu lambat 4.5.
mengakibatkan waktu pembentukan flok
menjadi lama, sedangkan jika terlalu
cepat mengakibatkan flok-flok yang
Pengamatan Ukuran Flok

Ukuran flok merupakan salah satu


parameter yang dapat menentukan
keberhasilan suatu proses koagulasi-
flokulasi (Karamah dan Lubis, 2009).
Semakin besar ukuran flok yang
terbentuk, maka semakin baik proses
koagulasi-flokulasi yang terjadi (Amir
dan Isnaniawardhana, 2009). Flok yang
diamati merupakan flok yang telah
Gambar 4.5 Perubahan Kekeruhan didiamkan selama 60 menit di dalam
terhadap Variasi Tinggi Terjunan dan beaker glass. Data hasil uji laboratorium
Jumlah Baffle
dan pengukuran besarnya ukuran flok
Dari Gambar 4.5 tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan mikroskop optik
setiap pertambahan tinggi terjunan dan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
jumlah baffle rata-rata terjadi penurunan
kekeruhan. Berdasarkan hasil kekeruhan Berdasarkan Tabel 4.6, didapatkan
akhir yang diperoleh dari percobaan bahwa ukuran flok lebih besar pada 27
dengan horizontal baffle channel tersebut baffle dan tinggi terjunan 70 cm. Hal ini
didapatkan bahwa penurunan kekeruhan sebanding dengan penurunan kekeruhan,
terbesar adalah pada variasi tinggi dimana pada variasi tersebut
terjunan 70 cm dan jumlah baffle 27 yaitu menghasilkan penurunan kekeruhan
sebesar 96,40 %. Jika dilihat dari hasil sebesar 96,40 %. Semakin besar tinggi
percobaan, bertambahnya tinggi terjunan terjunan dan jumlah baffle yang
dan jumlah baffle menyebabkan digunakan maka semakin besar ukuran
terjadinya peningkatan efisiensi flok yang terbentuk. Hal tersebut
penurunan konsentrasi kekeruhan. Hal ini dipengaruhi oleh gradien kecepatan dan
disebabkan dengan bertambahnya tinggi GTd, semakin bertambah tinggi terjunan
terjunan dan jumlah baffle dengan dan jumlah baffle yang digunakan maka
volume alat yang sama mengakibatkan semakin besar pula kecepatan dan tenaga
garadien kecepatan juga ikut meningkat pengadukan yang mengakibatkan aliran
sehingga mengakibatkan performa menjadi turbulen, sehingga menyebabkan
pengadukan semakin baik. Nilai gradien flok yang sudah terbentuk pecah kembali.
kecepatan sangat mempengaruhi selama Namun pada penelitian ini nilai gradien
proses pengadukan. kecepatannya masih berada pada rentang
gradien kecepatan untuk pengadukan
Jika dibandingkan dengan penelitian
cepat dan pengadukan lambat.
yang dilakukan oleh Kusumawardani dan
Iqbal (2010), nilai G yang optimum pada Tabel 4.6 Ukuran Flok berdasarkan
penelitian tersebut 400/detik dengan Variasi Tinggi Terjunan dan Jumlah Baffle
efisiensi penurunan kekeruhan mencapai Tinggi Terjunan Ukuran Flok (μm)
(cm)
90 %. Penelitian ini dianggap berhasil 13 19 27
karena penurunan kekeruhan optimum Baffle Baffle Baffle
mampu mencapai efisiensi melebihi 80 50 139,72 162,93 233,25
%. Sedangkan berdasarkan penelitian 60 155,61 226,73 251,39
yang telah dilakukan, nilai G yang 70 205,33 236,79 304,31
optimum pada penelitian ini adalah
369,75/detik dengan efisiensi penurunan Berdasarkan hasil pengamatan ukuran
kekeruhan sebesar 96,40 %. flok terlihat bahwa ukuran flok semakin
besar setiap pertambahan tinggi terjunan
dan jumlah baffle. Untuk lebih jelas,
pegamatan ukuran flok dapat dilihat pada efektif digunakan adalah tinggi
Gambar 4.6. terjunan 70 cm dan jumlah baffle 27
buah.

Saran
Saran yang dapat diberikan untuk
penelitian selanjutnya adalah melakukan
pengukuran karakteristik air baku agar
lebih aplikatif.

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4.6 Ukuran Flok terhadap Variasi
Andeslin, S dan Lusiani, G. 2017.
Tinggi Terjunan dan Jumlah Baffle
Operasional Dan Pemeliharaan
Berdasarkan Gambar 4.6 di atas dapat Instalasi Pengolahan Air (IPA)
disimpulkan bahwa ukuran flok rata-rata Kampai Tabu Karambia (KTK)
terbesar adalah 304,31 μm. Menurut Kim PDAM Kota Solok. Padang: Kerja
dkk (2006) dan Gao dkk (2008), proses Praktek
koagulasi-flokulasi mempengaruhi
Bargava dan Ojha. 1993. Headloss
ukuran flok yang terbentuk. Semakin Prediction in Operating Rapid Sand
besar ukuran flok yang terbentuk, maka Filters. Trans. Civ. Engrg., Inst. of
semakin baik proses koagulasi-flokulasi Engrs., Australia, Vol. 34 (3), 1992,
yang terjadi. hal 237-245

KESIMPULAN DAN SARAN Bruce R. Munson dan Donald F. Young.


2004. Mekanika Fluida. Jakarta: PT
Kesimpulan Gelora Aksara Pratama
Kesimpulan hasil penelitian studi
Data PDAM Gunung Pangilun, Kota
pengaruh variasi tinggi terjunan dan Pandang Tahun 2016 tentang Dosis
jumlah baffle pada proses koagulasi- Optimum Koagulan PAC
flokulasi menggunakan Horizontal Baffle
Channel terhadap kekeruhan akhir dan Droste, R.L. 1997. Theory and Practice of
ukuran flok adalah sebagai berikut: Water and Wastewater Treatment.
New York.
1. Nilai gradien kecepatan (G) yang
dihasilkan pada proses koagulasi Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi
untuk masing-masing variasi tinggi Pengelolaan Sumber Daya dan
terjunan (50 cm, 60 cm dan 70 cm) Lingkungan Perairan. Cetakan
adalah 316,62/det, 345,31/det dan Kelima. Yogyakarta: Kanisius
369,75/det. Sedangkan pada proses
flokulasi nilai G untuk variasi Gao B.Y., dkk. 2008. The Size and
Coagulation Beheaviour of a Novel
jumlah baffle (13, 19 dan 27) adalah
Composite Inorganic-Organic
4/det, 6/det dan 11/det; Coagulant. Separation and
2. Berdasarkan hasil penelitian Purification Tecnology 62, hal 544 -
didapatkan bahwa proses koagulasi- 55
flokulasi efektif pada variasi tinggi Gurses, A. 2003. Removal of Remazol Red
terjunan 70 cm dan jumlah baffle 27 RB by Using Al (III) As Coagulant-
baffle dengan besar ukuran flok Flocculant: Effect of Some Variables
yang dihasilkan sebesar 304,31 µm on Settling Velocity. Turkey: Ataturk
dan penurunan kekeruhan 96,40 %. University. Water, Air, and Soil
Berdasarkan hasil tersebut dapat Pollution volume 146: hal 297-318
disimpulkan bahwa variasi yang
Hammer, M. J. 1997. Water and Wastewater Pratiwi, N dan Huwaida, A. 2017. Evaluasi
Technology. New York: John Wiley Efektivitas Dan Efisiensi Penggunaan
and Sons Koagulan Poly Aluminium Chloride
(Pac) Pada Unit Koagulasi-Flokulasi
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistik PDAM Gunung Pangilun Kota
untuk Teknik dan Sains. Jakarta: Padang. Padang: Kerja Praktek
Erlangga
Qasim, dkk. 2000. Water Works Engineering:
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Planning, Design dan Operation,
Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Prentice Hall PTR. Upper Saddle
Jakarta: Bumi Aksara River, NJ 07458
Huisman, L. 1991. Rapid Filtration. Delft
Reynolds, T.D dan Richards, P.A. 1996. Unit
University of Technology
Operation and Processes in
Environmental Engineering.
Kawamura. 2000. Integrated Design of Water California: PWS Publishing Company
Treatment Facilities. New York: John
Willey and Sons, Inc. Rossini, M. G dan Galluzo, M.1990.
Optimization of the Coagulation-
Kim, H.C., dkk. 2006. Fouling of Flokulation Treatment: Influenced of
Microfiltration Membranes by Natural Rapid Mixing Parameters. Water
Organic Matter after Coagulation Research 33, hal 1817-1826
Treatment: a Comparison of Different
Initial Mxing Conditions. Journal of Sawyer, C.N., Mc Carty, P., dan Parkin, G.F.
Membrane Science 283, hal 266 - 272 2003. Chemistry for Environmental
Engineering and Science. Mc. Graw
Kusumawardani, D dan Iqbal, R. 2010. Hill: Boston
Evaluasi Performa Pengadukan
Hidrolis sebagai Koagulator dan Schultz, C. R. dan Okun, D. A. 1984. Surface
Flokulator bersadasrkan Hasil Jar Water Treatment for Communities In
Test. Tugas Akhir Teknik Sipil Dan Developing Country. John Wiley and
Lingkungan ITB Sons, Inc

Levine, I. I. 2002. Physical Chemistry fifth Suharto, I. 2011. Limbah Kimia dalam
edition. New York: Mc Graw Hill Pencemaran Udara dan Air.
Book Yigyakarta: Andi

Linggawati, A., dkk. 2002. Efektivitas Pati- Tchobanoglous at al. 2003. Wastewater
Fosfat dan Aluminium Sulfat sebagai Engineering Treatment, Disposal,
Flokulan dan Koagulan. Jurnal Natur Reuse. Ne Dehli: McGraw-Hill Book
Indonesia, Vol 4 (2): hal 164 – 170 Company

Margaretha, dkk. 2012. Pengaruh Kualitas Wagner, E. G dan Pinhiero, R. G. 2001.


Air Baku terhadap Dosis dan Biaya Upgrading Water Treatment Plant.
Koagulan Aluminium Sulfat dan Poly Spon Press: New York
Aluminium Chloride. Jurnal Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Wanatabe, M dan Ushiyama, T. 2002.
Sriwijaya, No 4 Vol 18 (2012) Characteristic and Effective
Application of Polimer Coagulant.
Ndabingengesere, A dan Narasiah, K. S. Tokyo: Kurita Water Industries Ltd
1997. Quality of Water Treated by
Coagulation Using Moringa Oleifera Yu, W. Z., dkk. 2011. The Role of Mixing
Seeds. Water Research 32, hal 781- Conditions on Floc Growth, Breakage
791 and Re-growth. Chemical Engineering
Journal. Departement of Civil,
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Enviromental and Geomatic
Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
Engineering. London: University
College London

Anda mungkin juga menyukai