Anda di halaman 1dari 19

Mahayutan Bayu Nugroho

21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
A. Gravity Thickener

Gambar 1. Unit Gravity Thickener


Fungsi : Memekatkan lumpur untuk mendapatkan konsentrasi
padatan dalam lumpur yang lebih tinggi dan mengurangi
volume residu yang dihasilkan.
Kelebihan : - Sederhana dalam pengoperasian dan pemeliharaan;
- Memungkinkan penggunaan ruang penyimpan
lumpur yang lebih kecil.
Kekurangan : - Lumpur terendapkan cenderung masih mengandung
kadar air yang tinggi sehingga membutuhkan proses
dewatering lanjutan;
- Penyisihan bakteri patogen tidak signifikan; dan
- Berpotensi menimbulkan bau akibat proses anaerobik
dan akumulasi scum.
- Desain : Kriteria desain untuk gravity thickener meliputi
luas permukaan minimum berdasarkan beban hidraulik dan
solid, kedalaman thickener, dan kemiringan dasar tangki. Pada
umumnya, sludge thickener didesain memiliki kedalaman 3-4 m
dengan waktu detensi selama 24 jam. Laju beban hidraulik yang
dapat diterima oleh thickener untuk memekatkan lumpur yang
belum diolah (primary sludge) sebesar 16-32 m3/m2.hari. Gravity
thickener dapat dilengkapi dengan penutup dan alat pengukur
bau karena unit ini berpotensi menimbulkan bau.

Gravity sludge thickener merupakan unit pemekatan berupa


tangki berbentuk lingkaran dengan dasar tangki berbentuk
kerucut yang dilengkapi bak pengumpul lumpur dan/atau
scraper. Padatan akan mengendap ke dasar tangki dengan
memanfaatkan sistem gravitasi, dan scraper secara perlahan
mendorong hasil endapan menuju pipa pembuangan yang ada di
dasar tangki. Dalam menentukan waktu retensi padatan, perlu
memperhatikan potensi pembentukan gas metan yang terjadi di
dasar tangki. Selanjutnya, supernatan yang dihasilkan akan
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
mengalir keluar melalui v- notch weir yang terletak pada sisi atas
tangki menuju clarifier. Beberapa unit thickener dilengkapi
skimmer untuk mengumpulkan dan menyisihkan scum (terutama
lemak) yang terakumulasi pada permukaan tangki.

Proses pemekatan pada unit ini terjadi melalui tiga proses,


yang terdiri dari pengendapan secara gravitasi, pengendapan
perlahan (hindered settling), dan pemadatan hasil endapan.
Proses pengendapan secara gravitasi dimulai ketika partikel
padatan yang memiliki densitas yang lebih besar dari cairan
mengendap. Selanjutnya proses pengendapan untuk partikel-
partikel dengan densitas/ukuran sedang terjadi akibat
pembentukan flok-flok partikel, peningkatan konsentrasi padatan
dalam proses pembentukan flok-flok partikel akan membantu
terjadinya pengendapan, proses tersebut yang disebut sebagai
pengendapan perlahan (hindered settling). Proses selanjutnya
yang terjadi pada gravity thickener merupakan proses pemadatan
endapan, dimana padatan yang telah mengendap pada dasar
tangki akan mengalami pemadatan akibat tekanan dari padatan
di atasnya (MetCalf & Eddy 2003). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sharrer et al. (2010), gravity sludge thickener
mampu menyisihkan hingga 92% TSS dan 80% COD.

a. Kriteria Desain
Unit gravity thickener dirancang berdasarkan kriteria desain berikut ini:
Tabel 1. Kriteria Desain Unit
Gravity Thickener
Parameter Satuan Nilai
Kedalaman m 3-4
Waktu detensi maksimum jam 24
Kemiringan Dasar tangka - (2:12)-(3-12)
Sumber : Qasim, 1999
b. Contoh Desain
Karakteristik influen
- Penduduk dilayani = 80.000 jiwa
- Debit influen rerata, Qavg = 40 m3
- Debit puncak, Qpeak = 48 m3
- BOD5 = 3.000 mg/l
- COD = 8.200 mg/l
- TSS = 16.000 mg/l
- Specific gravity lumpur = 1,03

Kriteria desain digunakan


- Beban solid = 50 kg/m2.hari
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
- Kedalaman aktif =3m

- Total konsentrasi solid


𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑆𝑆 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛
= 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡x 100%
640 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
= 𝑘𝑔 x 100 %
1.030 𝑥 40 𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚3
= 1,6 %

Tahap C: Menghitung debit lumpur terpekatkan dalam


thickener dan debit supernatan dari thickener.
1. Debit lumpur terpekatkan
- Beban TSS dalam lumpur efluen
Lumpur efluen mengandung beban TSS yang
nilainya sama dengan efisiensi penyisihan TSS
dikali beban TSS dalam lumpur influen. Untuk
pengolahan primer menggunakan gravity
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
thickener, umumnya efisiensi penyisihan TSS
yang tercapai berada dalam rentang 85-92%.
Pada contoh ini, diestimasikan kemampuan
gravity thickener dalam menyisihkan TSS
sebesar 85%, maka:
➢ Beban TSS dalam lumpur efluen
= efisiensi penyisihan TSS x beban solid influen
= 0,85 x 640 kg/hari = 544 kg/hari

2. Debit supernatan
- Beban TSS dalam supernatan dari thickener
= beban TSS influen - beban TSS lumpur efluen
= 640 kg/hari - 544 kg/hari = 96 kg/hari
- Debit supernatan dari thickener
= debit influen - debit lumpur efluen
= 40 m3/hari - 10,6 m3/hari = 29,4 m3/hari
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A

-
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
B. Belt Filter Press

Gambar 2 Unit Belt Filter Press

Fungsi : Menyisihkan air dari lumpur dengan menekan


lumpur tersebut pada sepasang lembaran
plastik elastis berpori (filter belt) sehingga
lumpur memadat dan membentuk padatan
“cake”.
Kelebihan : - Kebutuhan operator rendah;
- Pegoperasian dan perawatan alat relatif sederhana;
- Kebisingan yang ditimbulkan lebih rendah
dibanding dengan alat sentrifugal.
Kekurangan : - Bau dapat menjadi masalah, namun dapat
diatasi dengan mengontrol sistem ventilasi
dan penggunaan bahan kimia (contoh:
KMnO4 untuk menetralisir senyawa penyebab
bau);
- Dibutuhkan pemantauan operator terhadap
karakteristik influen yang masuk, khususnya
konsentrasi padatan;
- Konsentrasi minyak dan lemak yang tinggi
dapat menyebabkan belt tidak berfungsi
secara optimal dan kandungan padatan
dalam cake rendah; dan
- Pencucian belt membutuhkan air dalam
jumlah yang banyak.
Desain : Belt filter press tersedia dalam berbagai ukuran
lebar belt dengan rentang ukuran belt dari 0,5 m
sampai 3,5 m. Pada umumnya, pengolahan air
limbah domestik menggunakan belt berukuran
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
lebar 2,0 m. Laju beban lumpur yang diterima
berkisar antara 90 dan 680 kg/m.jam, nilai
tersebut bergantung pada jenis lumpur dan
konsentrasi feed yang digunakan. Dalam
mendesain BFP, perlu diperhatikan ventilasi
yang cukup untuk mengeluarkan gas H2S dan
gas-gas lainnya.

Gambar 3. Skema Belt Filter Press

Pengoperasian Belt Filter Press dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:


1. Tahap penirisan (draining), dengan mengalirkan dan
menyebarkan lumpur secara merata di atas lembar elastis
berpori halus. Pemisahan air dan lumpur dilakukan tanpa
tekanan, hanya mengandalkan penirisan secara gravitasi.
2. Tahap penekanan (pressing); dengan menekan lumpur di
antara dua belt bertekanan secara bertingkat yang diberikan
oleh beberapa besi penggulung (roll). Pada saat ditekan, air
dipisahkan dari lumpur semaksimal mungkin.

Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan Belt Filter


Presssebagai berikut:
1. lumpur sedimentasi I 28%-44%;
2. lumpur sedimentasi I dan lumpur aktif 20%-35%;
3. lumpur sedimentasi I dan trickling filter20%-40%;
4. lumpur dari digester (anaerob) 26%-36%; dan
5. lumpur dari digester dan lumpur aktif 12%-18%.

a. Kriteria Desain
Pelaksanaan perencanaan Belt Filter Press dilaksanakan
berdasarkan kriteria desain yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 2. Kriteria Desain Belt Filter Press


Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Parameter Satuan Nilai
Lebar sabuk m 0,5-3,5 (2,0)
Beban lumpur kg/m.jam 90-680
Beban hidraulik l/m.detik 1,6-6,3
Sumber: Metcalf & Eddy, 2003
b. Contoh Desain
Kriteria desain digunakan
- Lebar sabuk = 1,2 m
- Beban lumpur = 200 kg/m.jam

Perhitungan desain
Tahap A: Menentukan ukuran Belt Filter Press
1. Total solid yang diproses per jam pada saat pengoperasian filter
- Beban solid
= konsentrasi TSS influen x debit influen
= 8,37 kg/m3 x 150 m3/hari = 1.256 kg/hari
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A

Efisiensi unit pengolahan


1. BOD5
- Estimasi efisiensi penyisihan = 20%
- BOD5 efluen = (1-0,2) x 412 mg/l = 330 mg/l

2. COD
- Estimasi efisiensi penyisihan = 15%
- COD efluen = (1-0,15) x 1.353 mg/l = 1.150 mg/l

3. TSS
i. Volume air untuk pencucian belt dan TSS dalam air pencucian
- Volume air pencucian
= air untuk pencucian x beban solid
= 35 L/kg x 1.216 kg/hari
= 42.560 L/hari = 43 m3/hari
- TSS dalam air pencucian
Air yang digunakan untuk pencucian berasal dari efluen
pengolahan dengan konsentrasi TSS 30 mg/l, maka
= 30 g/m3 x 43 m3/hari = 1.290 g/hari = 1,3 kg/hari

ii. TSS pada cake lumpur dan volume cake lumpur


- TSS yang disisihkan
= beban solid x asumsi efisiensi penyisihan
= 1.216 kg/hari x 95% = 1.155 kg/hari
- Polimer organik yang disisihkan
= beban solid x kadar polimer x persentase polimer dalam lumpur
= 1.216 kg/hari x 0,005 kg/kg x 80% = 5 kg/hari
- Total TSS dalam cake filter
= TSS disisihkan + polimer disisihkan
= 1.155 kg/hari + 5 kg/hari = 1.160 kg/hari
- Volume cake
1.160 kg/hari
= = 4,5 m3/hari
0,25 x 1.030 kg/m3
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A

iii. TSS pada filtrat dan debit filtrat


TSS pada filtrat
= TSS dalam lumpur + TSS dalam air pencucian + polimer
tersisa dalam filtrat - TSS dalam cake lumpur
= 1.256 kg/hari + 1,4 kg/hari + [1.256 kg/hari x 0,005 kg/kg x
(1-0,8)] – 1.200 kg/hari
= 59 kg/hari
Volume filtrat
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
C. Anaerobic Digester

Gambar 4 Unit Anaerobic Digester


Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Proses biologis dalam sistem AD terbagi dalam tiga fase, yaitu:
hidrolisis, asidogenesis, dan metanogeneis. Pada fase hidrolisis,
molekul kompleks seperti protein, selulosa, lipid, dan molekul organik
lainnya dilarutkan menjadi glukosa, asam amino, dan asam lemak.
Selanjutnya, fase asidogenesis, organisme pembentuk asam fakultatif
menggunakan energi dari materi organik terlarut untuk membentuk
asam organik sehingga terjadi perubahan jumlah material organik
dalam sistem dan penurunan nilai pH.

Pada fase terakhir, metanogenesis, terjadi konversi asam


organik volatil menjadi gas metan dan karbon dioksida. Pembentukan
gas metan sangat sensitif terhadap kondisi pH, komposisi substrat,
dan suhu. Jika pH turun kurang dari 6,0, pembentukan metan akan
terhenti, meningkatkan jumlah asam yang terakumulasi, dan
menyebabkan terhentinya proses digestion. Oleh karena itu,
pengukuran pH dan asam merupakan parameter penting dalam
operasional AD.

Terdapat dua jenis AD, yaitu Standard-Rate Digestion dan High-


Rate Digestion. Standard-Rate Digestion biasanya berlangsung tanpa
pemanasan dan pengadukan sehingga akan terbentuk lapisan scum,
supernatan, padatan yang sedang melalui proses digestion, dan
padatan yang telah melalui proses digestion. Untuk mempermudah
proses pengendapan, bagian dasar tangki dirancang berbentuk
kerucut (cone). Sedangkan High-Rate Digestion biasanya berlangsung
dengan pemanasan dan pengadukan merata. Sistem ini
membutuhkan waktu untuk proses digestion yang lebih singkat dan
dapat menerima beban padatan yang lebih besar dari Standard-Rate
Digestion.

a. Kriteria Desain
Perancangan unit Anaerobic Sludge Digester dilaksanakan
berdasarkan kriteria desain sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Desain Anaerobic Digester
Parameter Satuan Standard- High-
Rate Rate
Waktu retensi padatan, SRT hari 30-60 10-20
Beban solid kgVS/m3.hari 0,64-1,60 2,40-6,41
Dimensi
- Kedalaman mm 7-14
- Diameter - 6-40
- Kemiringan dasar 4:1
Sumber: Qasim, 1999
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
b. Contoh Desain
Kriteria desain digunakan
Anaerobic digester yang direncanakan yaitu jenis standard-rate
berbentuk silinder dengan bagian dasar berbentuk kerucut.
- Waktu retensi padatan = 60 hari
- Kemiringan kerucut = 4:1
- Kedalaman zona akumulasi grit = 0,8 m
- Kedalaman zona scum = 0,4 m
- Free board untuk pembersihan = 0,6 m
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
Pengolahan Lumpur
Kelas A

Estimasi TSS efluen = 9.600 mg/l

Efisiensi penyisihan

Anda mungkin juga menyukai