Anda di halaman 1dari 8

Mahayutan Bayu Nugroho

21080117130078
PBPAM
Kelas A
Teknologi Reverse Osmosis (RO)

Pada saat ini, teknologi RO telah banyak digunakan diberbagai proses untuk pemurnian
air. Design yang tepat dan baik dalam sistem pemurnian air (water purification) akan
meningkatkan kinerja sistem dimana umur pemakaian membran RO akan lebih lama. Akan
tetapi, jika terjadi kesalahan design atau kesalahan saat pengoperasian sistem maka dapat
menyebabkan sistem bermasalah dan umur membran RO akan lebih pendek. Membran RO
merupakan membran semi-permeable dimana dapat melewatkan molekul air dan menahan garam
terlarut, senyawa organik, bakteri, dan pirogen. Pada peristiwa osmosis terbalik (RO) dibutuhkan
tekanan yang lebih besar dibandingkan tekanan osmosis agar aliran air dapat masuk dari larutan
pekat ke larutan yang lebih encer, sehingga dihasilkan air murni.
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
Perhitungan kasar tekanan osmosis dapat ditentukan dari TDS (Total Dissolved Solids):

Berikut adalah grafik korelasi linier antara tekanan osmosis dan konsentrasi TDS.

TDS adalah pengukuran total jumlah senyawa organik dan anorganik dalam suatu larutan
dalam bentuk senyawa molekul, ion, atau mikro-granular (padatan koloid). Pengukuran TDS
sangatlah penting untuk melihat seberapa banyak ion dan partikel terlarut dalam air. Terdapat 2
metode pengukuran TDS yaitu analisis gravimetri dan konduktivitas. Metode gravimetri
merupakan metode yang sangat akurat dengan cara menguapkan larutan dan mengukur berat
residu yang tertinggal, dan jika jumlah garam anorganik sebagai komponen utama dalam larutan
maka metode penentuan TDS dengan gravimetri sangatlah tepat, akan tetapi metode ini
membutuhkan waktu yang lama. Metode dengan pengukuran konduktivitas bisa juga sebagai
alternatif untuk pengukuran TDS yang jauh lebih praktis menggunakan TDS meter atau
konduktivitas meter akan tetapi memiliki akurasi sekitar 10%. Korelasi linear antara TDS dan
konduktivitas pada larutan KCl digambarkan oleh grafik berikut:
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A

Perbedaan zat terlarut dalam larutan akan memiliki perbedaan nilai konduktivitas.
Sehigga rumus penentuan TDS terhadap konduktivitas sebagai berikut:

Pada suhu 250C, untuk nilai ke bervariasi antara 0.55 – 0.8.

A. Design Sistem Membran RO


Sebelum mendesign sistem membran RO, sebaiknya dilakukan evaluasi kualitas air
baku (raw water) terlebih dahulu sehingga dapat menentukan design yang tepat. Pemahaman
terkait dengan analisis kualitas air baku dan penentuan potensi masalah yang dapat terjadi
sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan suatu sistem membran RO. Banyak sekali
sistem RO yang sudah didesign dan dijual tanpa melakukan analisis kualitas air secara
lengkap terlebih dahulu, sehingga kesalahan ini akan menyebabkan sulitnya memperbaiki
sistem yang sudah dipasang dilapangan saat terjadi masalah.
Salah satu parameter dalam mengevaluasi sistem pengolahan sebelum masuk
(pretreatment) ke dalam sistem membran RO adalah penentuan SDI (Silt Density Index), hal
ini bertujuan untuk mengukur kapasitas fouling yang disebabkan oleh kontaminan dalam air
umpan (feed water), dengan cara memfilter air umpan pada kertas filter berukuran pori 0.45
µm pada tekanan konstan (2 bar). Sebanyak 500 ml air umpan akan difilter dan diukur
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
waktunya (T 1), selanjutnya 500 ml air umpan difilter kembali dan diukur waktunya (T 2)
setelah lebih dari 15 menit. Rumus penetuan SDI sebagai berikut:

Semakin kecil nilai SDI pada air umpan maka semakin baik kemampuan filter
membran RO. Kebanyakan perusahaan manufaktur membran RO merekomendasi untuk SDI
lebih kecil dari 5. Berdasarkan pengalaman dilapangan, kinerja membran RO dapat bekerja
baik di nilai SDI < 3. Pada pengukuran SDI ini memiliki kekurangan sebagai berikut:
 Jika nilai SDI lebih dari 3, maka tingkat kepercayaannya berkurang
 Membutuhkan kuantitas air yang cukup banyak dengan waktu yang cukup lama

Diperusahaan Kurita mengembangkan cara baru dalam menentukan kinerja membran


RO yang lebih mudah dan cepat, yaitu pengukuran MFF (Micro-filter Fouling Factor) dan SFF
(Soluble-material Fouling Factor). Nilai MFF dapat mengevaluasi kemampuan filter membran
RO dan menentukan efektifitas pretreatment yang didesign, adapun nilai SFF dapat
menganalisis jumlah keberadaan biopolimer dalam air umpan. Untuk mengukur nilai MFF
menggunakan alat yang sudah didesign sedemikian rupa, dilakukan dengan cara memfilter 500
ml air umpan dengan kertas filter berpori 0.45 µm dan diukur waktunya (T 1) pada tekanan 500
mmHg atau 0.67 bar, selanjutnya 500 ml difilter kembali dan diukur waktunya (T 2). Nilai
MFF didapat dengan membagi T 2 dengan T 1. Untuk unit RO yang baik harus memiliki nilai
MFF maksimum 1.1, setiap kenaikan nilai maka dibutuhkan improvisasi design untuk
pretreatment RO. Berikut tabel yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja membran
RO:
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
Selain dari parameter diatas, pengukuran seperti pH, konduktivitas, M-Alkalinity, total
hardness, calcium hardness, suspended solid, COD, kalsium, magnesium, besi, mangan,
vanadium, silika terlarut, ion terlarut seperti sulfat, nitrit, nitrat, ammonium, sodium, kalium,
dan klorida, perlu juga dilakukan untuk menentukan kualitas air umpan dan mengevaluasi
design sistem RO yang tepat. Misalnya jika total hardness tinggi maka diperlukan softener
sebelum air masuk ke membran RO.
B. Water Recovery Rate
Pada sistem RO, kita perlu memonitor secara rutin untuk memastikan sistem
membran bekerja dengan baik. Salah satu parameter untuk mengukurnya dengan menghitung
tingkat pemulihan air (water recovery rate), dengan rumus sebagai berikut:

Semakin tinggi persentase tingkat pemulihan (recovery rate) maka semakin kecil
konsentrasi air yang keluar membran (semakin murni pada permeate), hal ini dapat juga
disebabkan garam-garam terlarut mengendap dan meningkat konsentrasinya diatas
permukaan membran. Sistem membran RO untuk air brackish biasanya didesign memiliki
tingkat pemulihan 60% sampai 80% dan air laut dari 30% sampai 60%. Selain itu juga dapat
dihitung faktor konsentrasi (concentration factor) dari nilai tingkat pemulihan sebagai
berikut:

Jika tingkat pemulihan air sebesar 80% maka faktor konsentrasinya 5, artinya 5 kali
konsentrasi dalam air umpan. Untuk memahami keduanya bisa dibuat sebagai contoh
berikut: terdapat 10 botol yang berisi air murni masing-masing 1 liter dan 10 batu yang
menggambarkan garam terlarut. Jika tingkat pemulihan 80% maka kita pisahkan 8 botol air
murni dan 2 botol air yang dimasukkan batu masing-masing 5, dimana untuk kedua botol ini
memiliki 5 kali garam terlarut. Jika kita umpamakan tingkat pemulihannya 90% maka
terdapat 9 botol air murni dan 1 botol air yang diisi batu dan menggambarkan 10 kali
lipatnya garam yang terkonsentrasi, dengan kata lain jika TDS dalam air umpan sebesar 100
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
ppm maka TDS di concentrate-nya bisa sekitar 1000 ppm. Dengan demikian, dalam
beberapa kasus sekalipun tingkat pemulihannya naik 1% maka kelarutan garam bisa
semakin tinggi dan dapat menyebabkan meningkatnya tingkat pencemaran (fouling rate)
diatas permukaan membran.
C. Salt Rejection Rate
Parameter lain untuk mengukur kinerja membran RO dengan menghitung tingkat
penolakan garam (salt rejection rate), berdasarkan nilai TDS:

atau berdasarkan nilai konduktivitas:

Tingkat penolakan garam dapat menentukan seberapa besar persentasi garam


terlarut yang dapat melewati membran RO. Perhitungan ini berdasarkan perbandingan
jumlah kontaminan garam dalam air umpan (feed water) dengan jumlah kontaminan garam
didalam air produk (permeate) pada sistem membran RO. Untuk membran baru biasanya
memiliki tingkat penolakan sebagai berikut:
1. Cellulose Acetate : 90% – 93%
2. Cellulose Tri-Acetate : 93% – 95%
3. Thin Film Composite : 97% – 99%

Biasanya, sebuah membran sudah mulai buruk kinerjanya jika tingkat penolakannya
dibawah 90% tergantung dari aplikasi air produk yang digunakan, sehingga kita bisa
menentukan apakah masih perlu digunakan atau segera diganti dengan membran baru.
Adapun tingkat perlintasan garam (salt passage) yang mengindikasan seberapa banyak
garam yang dapat lewat melalui membran, diukur dengan rumus berikut:

sehingga jika kita menggunakan thin film composite membran RO yang memiliki tingkat
penolakan garam (salt rejection rate) 99%, maka garam yang dapat melewati membran (salt
passage) hanya 1%. Akan tetapi perlu diketahui sistem membran RO umumnya tidak dapat
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
menghasilkan air dengan konduktivitas dibawah 21.4 µS/cm atau TDS 10 ppm, hal ini
disebabkan molekul karbon dioksida dalam air tidak dapat tertahan oleh membran RO pada
saat pH kurang dari 8.5. Jika sekiranya air umpan memiliki TDS 50 ppm maka kemampuan
membran secara maksimal hanya dapat menghasilkan kualitas produk TDS sebesar 10 ppm.
Berikut diagram contoh untuk tingkat pemulihan air (water recovery rate) dan tingkat
penolakan garam (salt rejection rate):

Agar diperhatikan bahwa nilai perhitungan untuk tingkat penolakan garam dan
perlintasan garam bisa jadi berbeda realitanya, hal ini disebabkan sistem RO merupakan
proses yang dinamis. Sistem biasanya didesign bisa sampai 7 elemen membran setiap vessel
dalam rangkaian seri (lihat gambar dibawah dengan 3 seri). Membran elemen terkoneksi
melalui tabung permeate dimana air yang difilter berasal dari setiap elemem membran yang
masuk ke tabung ini.

Pada konfigurasi ini, setiap membran akan memiliki kemampuan penolakan garam
yang berbeda-beda disebabkan TDS pada membran disusunan seri terakhir akan jauh lebih
tinggi dibandingkan TDS pada membran di seri pertama dekat air umpan. Untuk memahami
fenomena ini, tingkat penolakan garam dan perlintasan garam diukur menggunakan rata-rata
Mahayutan Bayu Nugroho
21080117130078
PBPAM
Kelas A
TDS di air umpan (feed) dan buangan (concentrate) sebagai perhitungan TDS feed.
Perhitungan ini dapat mempertimbangkan dinamika sistem RO secara aktual dan
memprediksi secara tepat mengenai potensi pembentukan kerak diatas permukaan membran
(scaling). Perhitungannya dapat menggunakan rumus berikut:

dengan demikian, jika TDSfeed 600 ppm, TDSconcentrate 2310 ppm, dan TDSpermeate 30 ppm,
maka tingkat penolakan garam (salt rejection rate)-nya adalah 97.94% dan perlintasan garam
(salt passage)-nya adalah 2.06%.

D. Perawatan RO
“Keep the membrane surface clean”
Semboyan diatas merupakan asas dalam mempertahankan kinerja membran RO,
dimana diperlukan agar selalu menjaga permukaan membran tetap bersih dari semua
kotoran (impurities) baik yang disebabkan oleh ion, molekul, mikrobiologi atau padatan
terlarut. Jika terjadi peningkatan konsentrasi di atas permukaan membran maka dapat
menyebabkan terjadinya presipitasi (endapan) dan menurunkan kinerja membran.
Sehingga hal ini sangatlah penting penanganan yang tepat saat mendesign dan saat
pengoperasian sistem membran RO agar dapat meminimalisir masalah yang dapat terjadi
yang akan menyebabkan penurunan laju alir air atau buruknya kualitas air bersih yang
dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai