Anda di halaman 1dari 14

Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara

gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut
(Reynold, 1982). Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum.
Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah:
a) Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan pasir cepat.
b) Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit
saringan pasir cepat.
c) Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang
menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-soda.
d) Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.
Bak Sedimentasi sebelum pengolahan biologis memiliki waktu detensi lebih pendek dan
overflow rate lebih tinggi dibandingkan setelah pengolahan biologis, kecuali pembuangan
lumpur aktif diresirkulasikan kembali ke bak sedimentasi. Efisiensi penyisihan padatan pada
bak sedimentasi tergantung pada luas permukaan (surface area) dan waktu detensi.
Kedalaman tangki tidak memberikan pengaruh yang besar hanya berperan dalam menjaga
kecepatan horizontal agar tidak melebihi kecepatan penggerusan. Bak sedimentasi yang ideal
dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada
3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu rectangular, circular, dan square.

Berikut Tabel 1 yang menunjukkan kriteria desain unit sedimentasi menurut SNI 6774-2008
tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air dan Kawamura (1991):
Tabel 1 Kriteria perencanaan sedimentasi (SNI 6774-2008 & Kawamura, 1991)
Kriteria Umum
Beban permukaan (m/jam)
Kedalaman (m)
Waktu tinggal (mnt)
Weir loading rate (m/jam)
Bilangan Reynold
Kecepatan pada settler (m/menit)
Bilangan Fraude
Kemiringan dasar bak (tanpa scraper)
Kemiringan settler

SNI 6774:2008

Susumu
Kawamura

3,8 7,5
3-6
4,2
< 11
< 2000
Max 0,15
> 10-5
45o 60o
30o / 60o

3,8 7,5
3,6 4,5
>4
3,8 15
< 50
Max 0,15
> 10-5
45o 60o
60o 90o

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

Bak Sedimentasi Persegi Panjang


Pengendapan partikel bergantung pada karakteristik partikel dan geometri proses sedimentasi.
Camp membagi bak sedimentasi menjadi empat zona, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Zona inlet merupakan zona di mana aliran terdistribusi secara merata di cross
section sehingga aliran yang melewati zona pengendapan mengikuti alur horizontal. Zona
pengendapan (pengendapan zone) adalah zona terjadinya proses pengendapan. Zona outlet
adalah zona dimana efluen yang telah jernih terkumpul dan dikeluarkan melalui pipa outlet.
Zona sludge adalah zona tempat sludge hasil pengendapan.

Gambar 1 Zona dalam tangki sedimentasi


Bak Sedimentasi Circular
Penyisihan partikel di bak sedimentasi circular dapat menggunakan persamaan 1.

Q
. . Persamaan 1)
V=
2 rH
dimana V = kecepatan fluida, m/h
Q = debit, m3/h
r = jarak dari tengah bak sedimentasi, m
H = kedalaman bak sedimentasi , m

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

Gambar 2 Lintasan partikel diskrit di zona pengendapan dari bak sedimentasi circular
(Vf=V), (Vc=Vo), (ho= H) dan (hs=Hs)

Lintasan partikel yang mulai dari bagian atas zona inlet dan memasuki zona sludge sebelum
zona outlet ditunjukkan oleh partikel 1 di Gambar 2. Untuk waktu pengendapan atau waktu
detensi t, partikel bergerak secara horizontal dengan rumus V.r dan bergerak secara vertikal
dengan rumus Vo.H. Sehingga didapatkan jarak yang dilalui partikel 1 sehingga terendapkan
sebagai fungsi dari r adalah

H=t.Vo

( r 2 r i2 ) H

V o .. Persamaan 2)
Q

dimana ri = radius dari zona inlet, m


H = kedalaman dari permukaan air untuk partikel 1 , m
t = waktu pengendapan, h
Berikut ini pada Gambar 3 dan Gambar 4 ialah desain bak sedimentasi berbentuk
rectangular dan circular

Gambar 3 Rectangular Settling Tank

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

Gambar 4 Circular Settling Tank


Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh Camp (1946) dan
Fitch (1956) dan dikutip dari Reynolds (1982), pengendapan yang terjadi pada bak
sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari
partikel dan kemampuan dari partikel tersebut Evaluasi instalasi untuk berinteraksi.
Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pengendapan Tipe I (Free Settling)
Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan flok
pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi
atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah
prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Pengendapan akan terjadi jika pergerakan vertikal mengalahkan pergerakan acak dari
partikel. Partikel bergerak secara vertikal di fluida karena gaya gravitasi dan drag force.
Gaya vertikal pada partikel ditunjukkan pada Gambar 5. Kesetimbangan gaya yang
terjadi adalah

F=F gF b F d . Persamaan(3)
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

dimana Fg = gaya gravitasi, N


Fb = gaya buoyant, N
Fd = drag force, N

Gambar 5 Gaya yang bekerja pada partikel yang mengendap


Gaya impelling diyatakan dalam persamaan:
F1 = (S - ) g V.....................................................Persamaan (4)
dimana:
F1 = gaya impelling
s = densitas massa partikel
= densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:
FD = CD Ac (Vs2/2)..........................................................Persamaan (5)
di mana:
FD = gaya drag
CD= koefisien drag
Ac = luas potongan melintang partikel
Vs = kecepatan pengendapan
Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(S - ) g V = CD Ac (Vs2/2).........................................Persamaan (6)
atau

........................................................................Persamaan (7)
atau
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

................................................................Persamaan (8)
Bila V/Ac = (2/3)d , maka diperoleh :

....................................................................Persamaan (9)
dimana Sg adalah specific gravity. Besarnya nilai CD tergantung pada bilangan Reynold.

bila NRe < 1 (laminer), CD = 24 / NRe


bila NRe = 1 - 104 (transisi), CD = 24 / NRe+3 / NRe 0,5 + 0,34
bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,4.
Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:
NRe = dVs/.............................................................................Persamaan(10)
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah
diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung

bilangan

Reynold

untuk

membuktikan pola aliran pengendapannya.


3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka
gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan
persamaan untuk transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan
pendekatan grafis (Gambar 6). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi
tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameternya
pada temperatur 10oC.

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

Gambar 6 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C


(Reynold dan Richards, 1996)

Pada kenyataannya, ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali
jumlahnya. Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja do,
yang mempunyai kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 7). Vo disebut
juga overflowrate. Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai
berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka
100% akan mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak
semua akan mengendap dalam waktu yang sama.

Gambar 7 Lintasan Pengendapan Partikel


(Reynold dan Richards, 1996)

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

a. Bentuk bak segi empat (rectangular)


b. Bentuk bak lingkaran (circular)
Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test (Gambar 8). Over flow rate dihitungdengan persamaan:
Vo = H/t

Gambar 8 Sketsa Column Settling Test Tipe I


(Reynold dan Richards, 1996)
Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:

..........................................................Persamaan (11)

di mana:
R = besarnya fraksi pengendapan partikel total
Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa
Berdasarkanbesarnya R tersusun oleh dua komponen, yaitu:
1.
2.

(1-Fo) = fraksi partikel dengan kecepatan > Vo


= fraksi partikel dengan kecepatan < Vo

Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi
pada berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan
perbandingan antara konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadapkonsentrasi partikel
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

mula-mula. Selanjutnya dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu


pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga
waktu klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai
Fo, yaitu merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi
partikel lebih kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil
dapat dicari dari luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo (Gambar 9).

Gambar 9 Grafik Pengendapan Partikel Diskret


(Reynold dan Richards, 1996)

Desain Unit Sedimentasi


Kriteria desain bak sedimentasi persegi tipe I adalah
1. Kecepatan mengendap partikel, berdasarkan analisa air baku dengan test kolom settling
di laboratorium, sehingga didapatkan nilai kecepatan pengendapan partikel diskrit dan
efisiensi removal partikel pada bangunan prasedimentasi. (Reynold dan Richards, 1996)
dan (Schulz dan Okun 1984)
2. Re < 2000, untuk menjaga aliran tetap laminer. (Reynold dan Richards, 1996) dan SNI
6774-2008. Bilangan Reynolds menunjukkan kondisi aliran pada unit prasedimentasi
apakah laminar atau turbulen. Kondisi aliran yang laminar diharapkan terjadi di unit
prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan efisiensi kerja
unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Perencanaan Unit Pake Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan Reynolds harus
kurang dari 2000.
3. NFr > 10-5, untuk mencegah aliran pendek (Reynold dan Richards, 1996) dan SNI 67742008. NFr adalah bilangan Froude yang terkait dengan kondisi aliran apakah subkritis,
kritis atau superkritis. Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude <1 yang
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga
kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada unit prasedimentasi menunjukkan bahwa
bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi aliran pendek atau tidak pada unit
prasedimentasi. Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar,
sehingga diharapkan kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau
dalam keadaan subkritis, sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh
karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit
Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai bilangan Froude harus lebih dari 10-5.
4. Kecepatan horizontal V < Vo (Reynold dan Richards, 1996)

Gambar 10 Diagram Good Performance


sumber: http://rpitt.eng.ua.edu/Class/Erosioncontrol/Module6/Module6.html
b) Pengendapan Tipe II (Flocculent Settling)
Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang berupa flok pada
suatu suspensi. Partikel-partkel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan
terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat.
Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan
pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi. Sedimentasi tipe
II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama
pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan,
ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai
contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

10

atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum
maupun air limbah.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena
ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji
dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 11).

Gambar 11 Sketsa Kolom Sedimentasi Tipe II


Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap
port pada interval waktu tertentu, dan data REMOVAL partikel diplot pada grafik
seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik Isoremoval (Reynold dan Richards, 1996)

Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total


pada waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut.
Tentukan kedalaman H1, H2, H3 dan seterusnya (lihat Gambar 13).

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

11

Gambar 13 Penentuan Kedalaman H1, H2 dan Seterusnya


(Reynold dan Richards, 1996)

Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
....................................................Persamaan (12)
Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu
pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi
pengendapan tertentu. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal
sebanyak tiga variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu
pengendapan (sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow
rate (sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu.
Hasil yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di
laboratorium (secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak
pengendap (aliran kontinyu) setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan
faktor scale up (Reynold dan Richards, 1996).
Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses tak
terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air
sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan).
Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

12

Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil
karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion
positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan.
Segera setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan inti
flok menjadi flok berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat
mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena adanya
tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat. Gradien
kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi.
Koagulan yang banyak digunakan dalam pengolahan air minum adalah aluminium
sulfat atau garam-garam besi. Kadang-kadang koagulan-pembantu, seperti polielektrolit
dibutuhkan untuk memproduksi flok yang lebih besar atau lebih cepat mengendap.
Faktor utama yang mempengaruhi proses koagulasi-flokulasi air adalah kekeruhan,
padatan tersuspensi, temperatur, pH, komposisi dan konsentrasi kation dan anion,
durasi dan tingkat agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis koagulan, dan jika
diperlukan, koagulan-pembantu. Pemilihan koagulan dan konsentrasinya dapat
ditentukan berdasarkan studi laboratorium menggunakan jar test apparatus untuk
mendapatkan kondisi optimum.
Reaksi kimia untuk menghasilkan flok adalah:
Al2(SO4) 3.14H2O + 3Ca(HCO3) 2

2Al(OH) 3 + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2

c) Pengendapan Tipe III, (Zone/Hindered Settling)


Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang,
dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel
mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada
pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan
konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian
atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan
cairan.
d) Pengendapan Tipe IV, Compression Settling
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi
tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa
terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

13

Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa
pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 14). Tujuan pemampatan
pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang
tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.

Gambar 14 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif


(Reynold dan Richards, 1996)

DAFTAR PUSTAKA
Kawamura, Susumu. (1990): Integrated Design of water Treatment Facilities. John
Wiley and Sons, Inc. - New York.
Pemerintah Republik Indonesia. (2008): SNI 6774-2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit
Paket Instalasi pengolahan Air. Pemerintah Republik Indonesia - Jakarta.
Qasim, S. R., Motley, E. M., dan Zhu, G. (2000): Water Works Engineering: Planning,
Design, and Operation. PrenticeHall Inc - London.
Reynold, D. Tom. (1982): Unit Operation and Processes in Environmental Engineering.
Brooks/Cole Engineering Division, Monterey - California.
Rich, Linvil G, 1961, Unit Operation of Sanitary Engineering, London: John Wiley & Sons,
Inc,

Tugas 1 Laboratorium Teknik Lingkungan | Sedimentasi

14

Anda mungkin juga menyukai