A. Dasar Teori
Sedimentasi
Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan dimana akibat gaya gravitasi, partikel
yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil
berat jenisnya akan mengapung. Kecepatan pengendapan partikel akan bertambah sesuai dengan pertambahan
ukuran partikel dan berat jenisnya (Joko, 2010). Metode pemisahan partikel tersuspensi dan koloid dengan
menggunakan teknik gravitasi merupakan metode operasi yang paling banyak digunakan saat ini dalam
pengolahan air bersih
Pada bangunan unit sedimentasi terdiri dari 4 bagian (zona). Bagian-bagian dalam unit sedimentasi diperlihatkan
pada Gambar 1.
Penjelasan mengenai tiap-tiap bagian dalam unit sedimentasi adalah sebagai berikut (Joko, 2010) :
1. Zona inlet
Zona ini didesain sedemikian rupa sehingga air baku dapat masuk ke zona pengendapan tanpa
menimbulkan gangguan pada partikel yang mengendap dan dapat didistribusikan secara uniform serta
merata sepanjang bak pengendapan. Jika distribusi aliran merata pada bak sedimentasi da nada
penyebaran aliran yang masuk ke bak sedimentasi maka karakteristik aliran hidrolik mendekati kondisi yang
ideal dan dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih baik.
2. Zona pengendapan
Pada zona ini terjadi proses pengendapan. Pada zona pengendapan aliran cenderung pelan dan tenang.
Partikel yang mengendap pada zona pengendapan dipengaruhi oleh dua gaya yaitu aliran air itu sendiri dan
gaya gravitasi. Aliran horizontal air menyebabkan partikel bergerak kea rah horizontal, sedangkan gaya
gravitasi menyebabkan partikel bergerak kea rah vertical bawah. Resultan dari kedua arah gaya tersebut
yang menyebabkan partikel dapat mengendap ke zona lumpur. Waktu yang dibutuhkan oleh air untuk
mengalir dari awal zona pengendapan sampai air keluar dari zona tersebut disebut waktu detensi, yaitu
waktu yang dibutuhkan oleh air selama berada di zona pengendapan.
3. Zona lumpur
Zona lumpur berada pada bagian dasar dari unit sedimentasi. Lumpur diusahakan dapat terkumpul di zona
ini dan sewaktu-waktu dapat dibuang dengan pengurasan. Zona ini merupakan tempat terakumulasinya
lumpur hasil pemisahan tersuspensi dari koloid yang mengendap akibat gaya gravitasi.
4. Zona outlet
Zona ini didesain sebagaimana zona inlet sehingga air dapat dikeluarkan tanpa mengganggu proses
pengendapan. Biasanya zona outlet ini berupa pelimpah atau weir dan dilengkapi bak penampung limpahan
untuk mengontrol outlet dari unit sedimentasi.
Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi diskrit (tipe I) merupakan proses yang bertujuan untuk menyisihkan partikel diskrit, yaitu partikel
yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa adanya interaksi antar partikel. Contohnya adalah
pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber. Teori
pengendapan yang ideal menurut Camp (1946) dalam Joko (2010), diasumsikan sebagai berikut :
1. Pengendapan tipe 1 dinamakan sebagai partikel diskrit
2. Adalah pembagian yang sama pada aliran masuk pada kolam
3. Adalah pembagian yang sama pada aliran keluar
4. Ada 3 bagian dalam kolam yaitu daerah masuk, keluar, dan endapan
5. Adalah pembagian yang beragam dari partikel melalui kedalaman dari daerah masuk
6. Partikel yang masuk daerah endapan, diendapkan dan partikel yang masuk daerah outlet dipisahkan.
Masing-masing partikel terdistribusi, dimana partikel memiliki Vs (kecepatan mengendap). Ada dua kondisi yang
dapat terjadi pada proses pengendapan, yaitu :
1. Suatu partikel mempunyai kecepatan V > Vs, maka diendapkan seluruhnya
2. Suatu partikel mempunyai kecepatan V < Vs, maka diendapkan sebagian
Hukum Newton menunjukkan kecepatan terminal partikel sama dengan gaya gravitasi partikel menjadi tahanan
friksi atau drag. Gaya gravitasi hukum Newton (Metcalf and Eddy, 2004).
FG ( p w ).g.V p
dimana :
FG = gaya gravitasi (kg.m/s2)
ρp = density partikel, (kg/m3)
ρw = density air, (kg/m3)
g = kecepatan gravitasi, (9,81 m/s2)
Vp = Volume partikel, (m3)
Gaya drag sangat tergantung pada kecepatan partikel, density dan viskositas fluida, diameter partikel dan
koefisien drag (Cd), persamaannya adalah sebagai berikut
Cd A p w ..V 2
FD
2
dimana :
FD = gaya drag, (kg.m/s2)
Cd = koefisien drag, (tak berdemensi)
Ap = luas partikel dalam aliran, (m2)
Vp = kecepatan pengendapan partikel, (m/s)
dimana :
Vs = kecepatan mengendap partikel (m/s)
s = massa jenis partikel (kg/m3)
= massa jenis fluida (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
d = diameter partikel, mm
CD = Koefisien gesek (tidak berdimensi)
Metode lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan pendekatan grafis. Grafik
tersebut secara langsung memberikan informasi tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific
gravity dan diameter partikel.
Partikel yang mempunyai ukuran lebih besar dari do atau mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari
Vo, maka 100% akan mengendap dalam waktu yang sama. Partikel yang mempunyai ukuran lebih kecil dari d o
atau mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo maka tidak semua akan mengendap dalam waktu
yang sama.
Gambar 4. Lintasan Pengendapan Partikel
(a) bentuk bak rectangular (b) bentuk bak circular
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total removal). Besarnya partikel
yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan cloumn settling test. Over flow rate dihitung
dengan persamaan : Vo = h/t
Total partikel yang dipisahkan pada kecepatan Vo partikel yang dipisahkan disebut dengan fraksi pengendapan
partikel yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.
1 𝐹
𝑅 = (1 − 𝐹𝑜 ) + 𝑉 ∫0 𝑜 𝑉𝑑𝐹
𝑜
Sampel air diambil menggunakan wadah yang terbuat dari gelas atau plastik dengan volume 250 – 1000 mL.
Setiap 1 titik sampling terdiri dari 2 sampel untuk dianalisa (duplo) sehingga hasil analisa lebih valid.
Metode Imhoff
1. Personil
Personil analisa zat padat terendap minimum terdiri dari:
a. 1 orang surveyor untuk mengambil sampel air
b. 1 orang laboran untuk analisa di laboratorium
2. Peralatan
Peralatan analisa zat padat terendap terdiri dari:
a. Botol atau wadah pengambilan sampel air terbuat dari bahan gelas atau plastik dengan volume 250 –
1000 mL
b. Kerucut imhoff
c. Alat-alat yang digunakan untuk analisa zat padat tersuspensi
3. Metode Kerja
a. Penentuan secara volumetris
1) Isi kerucut imhoff dengan sampel yang telahdikocok merata sebanyak 1 liter
2) Endapkan selama 45 menit (atau waktu terpilih lain)
3) Putarlah kerucut agar jonjot yang menempel pada dinding kerucut dapat terlepas dan turun ke
bawah
4) Endapkan lebih lanjut dengan tambahan waktu 15 menit lagi
5) Bacalah volume endapan dan catat kadar zat yang terendap sebagai mL/L
6) Kalau perlu, lumpur yang terendap dapat disalurkan ke luar kerucut untuk dianalisa lebih lanjut
b. Penentuan secara gravimetris
1) Tetapkan kadar zat padat tersuspensi sampel
2) Tuangkan sampel yang telah dikocok merata ke dalam bejana diameter 9 cm dan volume 1 liter
(dari volume 1 liter diinginkan tinggi kolom larutan ± 20 cm
3) Endapkan selama 1 jam. Kemudian keluarkan larutan sebanyak 250 mL dengan menggunakan
pipet yang dimasukkan di tengah-tengah kolom antara permukaan larutan dan permukaan
endapan
4) Tetapkan kadar zat padat tersuspensi dari larutan yang telah diambil (butir c)
5) Agar supaya hasil analisa teliti, harap dibuat duplikat
4. Perhitungan
Secara volumetris
volume lumpur terendap
Volume lumpur =
mL sampel (1 liter)
Secara gravimetris
mg/L zat tersuspensi yang terendap =
mg/L zat tersuspensi sampel asli – mg/L zat tersuspensi yang tidak terendap
Tabel di atas selanjutnya diolah menjadi bentuk grafik sehingga diperoleh efisiensi removal dan kecepatan
pengendapan. Parameter ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung parameter desain unit
sedimentasi seperti waktu detensi, dimensi, dan efisiensi removal pada perencanaan unit sedimentasi.
Contoh analisa dan perhitungan secara detail dapat dilihat pada poin D.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi TSS dan kekeruhan semakin lama semakin
menurun. Hal ini disebabkan jumlah partikel diskrit yang mengendap semakin banyak. Pengendapan ini
terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling sehingga kecepatan
pengendapan (Vs) partikel konstan.
Sebanyak 68,85 % suspended solid terendapkan pada menit ke-30. Sisanya adalah partikel koloid yang
mempunyai kecepatan pengendapan sangat rendah sehingga tidak dapat mengendap sebagai partikel
diskrit. Grafik antara kecepatan pengendapan dengan % removal dan % remaining dapat dilihat pada
gambar berikut.
Jadi waktu detensi pada saat efisiensi removal sebesar 68% adalah 46 menit.
dimana :
TSS = total suspended solid (mg/L)
Q = debit aliran (cm/menit)
A = luas penampang (cm2)
Hasil perhitungan solids loading rate adalah sebagai berikut.
Untuk mengetahui solids loading rate selama 46 menit, maka perlu dibuat kurva hubungan antara waktu
terhadap TSS yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Waktu dengan TSS
Dengan memasukkan nilai x = 46 ke dalam persamaan y = 839,22e-0,022x maka diperoleh nilai y (TSS) =
305,05 mg/l.
𝑚𝑔 𝑐𝑚3
305,05 ×528,89
Solids loading rate = 𝜋
𝐿 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,671 mg/menit/cm2
× (17,5 𝑐𝑚)2
4
0 1011.33 0.00
5 980.67 16.22
10 860.00 80.04
15 544.67 246.81
20 494.00 273.61
25 411.67 317.15
30 315.00 368.28
35 303.33 374.45
40 292.00 380.45
45 283.67 384.85
50 276.67 388.55
55 279.33 387.15
60 278.67 387.50
65 278.67 387.50
Dengan waktu detensi 46 menit, maka suspended solid yang tersisihkan adalah
Suspended solids removal = (1011,33 mg/l – 278,67 mg/l) x 0,529 l/menit
= 387,6 mg/menit