Anda di halaman 1dari 44

MODUL I

PRASEDIMENTASI DAN SEDIMENTASI 3&4

1.1. TEORI
1.1.1.

Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel diskret.

Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat
pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya
terpenuhi. Menurut Lopez (2007), efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran,
sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat
diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude (Kawamura, 2000).
Bentuk bak prasedimentasi dapat mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga bentuk
merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat merancang unit prasedimentasi. Selain bentuk,
rasio lebar dan kedalaman merupakan hal yang juga menentukan karakteristik aliran. Hal ini
dikarenakan formula perhitungan bilangan Reynolds dan Froude mengandung jari-jari hidrolis R
sebagai salah satu fungsinya. Jari-jari hidrolis terkait dengan luas permukaan basah A dan
keliling basah P yang merupakan fungsi dari lebar dan kedalaman, sehingga rasio antara lebar
dan kedalaman juga akan mempengaruhi karakteristik aliran.
Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya aliran pendek,
turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan (Kawamura, 2000). Begitu juga halnya
terhadap zona lumpur. Zona lumpur merupakan zona dimana terkumpulnya partikel diskret yang
telah terendapkan. Apabila terjadi aliran turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat
mengalami penggerusan, sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona
outlet juga mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk
meminimalisasi terjadinya aliran pendek.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan
prasedimentasi. Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum
yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi
pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak
terjadi interaksi antar partikel.
Tugas Besar Desain Fisik Kimia II
Dewi Komalasari 25-2011-037

I-1

Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah. Bak prasedimentasi merupakan
bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur
sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi
flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe III dan IV
karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan
komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).

1.1.2.

Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi

untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air
minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Pada
pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter


Pasir cepat.
Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring
Dengan filter pasir cepat.
Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur.
Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan.

Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk:


1. penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
2. penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier
akhir.
4. penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.
Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur
setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan
dalam pengendalian partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air
limbah adalah sama,demikian juga untuk metoda dan peralatannya.
Tangki sedimentasi yang ideal terdiri dari :
a) Zona inlet, dimana air didistribusikan sepanjang bagian yang menyilang.
b) Zona pengendapan, dimana partikel tersuspensi diendapkan dan air berada dalam keadaan
diam.
c) Zona lumpur, dimana partikel yang mengendap dikumpulkan.
d) Zona outlet, adalah bagian untuk menyalurkan air yang sudah tidak mengandung partikel
yang dapat diendapkan keluar dari tangki.Aliran pada tangki sedimentasi dapat horizontal
maupun vertikal.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-2

Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran,
bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7
meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai
lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat
umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan
kedalaman lebih dari 1,8 meter.
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk
berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar 1.1), yaitu:
Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak

ada interaksi antar-partikel


Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga

ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah


Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling

menahan partikel lainnya untuk mengendap


Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena
berat partikel

Gambar 1.1 Empat Tipe Sedimentasi (Reynold dan Richards, 1996)


1.1.2.1.

Sedimentasi Tipe I

Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gayagaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan
adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan
partikel konstan.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-3

Gaya impelling diyatakan dalam persamaan:


F1 = (S - ) g V
dimana:
F1 = gaya impelling
s = densitas massa partikel
= densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:
FD = CD Ac (Vs2/2)
di mana:
FD = gaya drag
CD= koefisien drag
Ac = luas potongan melintang partikel
Vs = kecepatan pengendapan
Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:

(S - ) g V = CD Ac (Vs2/2)
atau

atau

Bila V/Ac = (2/3)d , maka diperoleh :

dimana Sg adalah specific gravity. Besarnya nilai CD tergantung pada


bilangan Reynold.

bila NRe < 1 (laminer), CD = 24 / NRe


bila NRe = 1 - 104 (transisi), CD = 24 / NRe+3 / NRe
bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,4.

0,5

+ 0,34

Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:

NRe = dVs/

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-4

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah
diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan
pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan
pendekatan grafis (Gambar 3.2). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi
tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameternya pada
temperatur 10oC.

Gambar 1.2 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C


(Reynold dan Richards, 1996)

Pada kenyataannya, ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali jumlahnya.
Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai
kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 3.3). Vo disebut juga overflowrate. Dengan
acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-5

b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak semua
akan mengendap dalam waktu yang sama.

Gambar 1.3 Lintasan Pengendapan Partikel


(Reynold dan Richards, 1996)
a. Bentuk bak segi empat (rectangular)
b. Bentuk bak lingkaran (circular)
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test (Gambar 1.4). Over flow rate dihitungdengan persamaan:

Vo = H/t

Gambar 1.4 Sketsa Column Settling Test Tipe I


(Reynold dan Richards, 1996)
Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:

di mana:
R = besarnya fraksi pengendapan partikel total
Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-6

Berdasarkanbesarnya R tersusun oleh dua komponen, yaitu:

1.
2.

(1-Fo) = fraksi partikel dengan kecepatan > Vo


= fraksi partikel dengan kecepatan < Vo
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel

yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadapkonsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu
klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo, yaitu
merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi partikel lebih
kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan
daerah di atas kurva sampai batas Fo (Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Grafik Pengendapan Partikel Diskret

1.1.2.2.

Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di

mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi
pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga
meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's
karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap
diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 1.6).

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-7

Gambar 1.6 Sketsa Kolom Sedimentasi Tipe III


Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap
port pada interval waktu tertentu, dan data REMOVAL partikel diplot pada grafik seperti pada
Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Grafik Isoremoval (Reynold dan Richards, 1996)

Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada
waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan kedalaman
H1, H2, H3 dan seterusnya (lihat Gambar 1.8).

Gambar 1.8 Penentuan Kedalaman H1, H2 dan Seterusnya


(Reynold dan Richards, 1996)

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-8

Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:

Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu


pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan
tertentu. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak
tiga variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu
pengendapan (sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate
(sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).

1.1.2.3.

Sedimentasi Tipe III dan IV


Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di

mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di
sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan
kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara
massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan
dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga
diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini
adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar
1.9). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-9

Gambar 1.9 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif
(Reynold dan Richards, 1996)

Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap
tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur
dengan waktu (Gambar 1.10).

Gambar 1.10 Grafik Hasil percoban Sedimentasi Tipe III dan IV


(Reynold dan Richards, 1996)

Pengolahan Data (hasil dapat dilihat pada Gambar 1.11):


1. Tentukan slope pada zona III (slope=kecepatan pengendapan, Vo)
2. Perpanjang garis lurus dari zona III dan zona IV
3. Tentukan titik pertemuan garis dari zona III dan zona IV, tentukan titik pusat
lengkungan, dan buat garis singgung
4. Dengan mengetahui konsentrasi lumpur awal (Co), tinggi lumpur awal (Ho), dan
konsentrasi disain underflow (Cu), tentukan tinggi lumpur underflow Hu.
Co Ho = Cu Hu
Underflow adalah lumpur hasil akhir pengendapan yang siap disirkulasikanke reaktor
lumpur aktif.
5. Buat garis horisantal dari Hu hingga memotong garis singgung, maka diketahui tu
(waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi Cu).
Tugas Besar Desain Fisik Kimia II
Dewi Komalasari 25-2011-037

I-10

Gambar 1.11 Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV


(Reynold dan Richards, 1996)

Setelah pengolahan data tersebut, parameter yang diperoleh dapat digunakan untuk
endisain bak pengendap lumpur biomassa, yaitu:
1. Luas permukaan yang diperlukan untuk thickening, At dengan menggunakan
persamaan:
At = 1,5 (Q+QR) tu/Ho
2. Luas permukaan yang diperlukan untuk klarifikasi (sedimentasi), Ac dengan
menggunakan persamaan:
Ac = 2,0 Q/Vo
di mana:
Q = debit rata-rata harian sebelum resirkulasi, m3/detik
QR = debit resirkulasi, m3/detik
Selain dengan pendekatan waktu tercapainya konsentrasi underflow, disain final
clarifier dapat juga menggunakan pendekatan konsep solid flux. Solid flux adalah kecepatan
thickening solid per satuan luas, dinyatakan dalam kg/jam-m2.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-11

1.1.3.

Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude


Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate, v

horizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran
diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak
dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan.
Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa acuan yang tepat untuk desain bak
prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan Froude, sedangkan acuan
yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed
adalah bilangan Reynolds. Berdasarkan SNI 6774 tahun 2008 tentang tata cara perencanaan
unit paket instalasi pengolahan air, bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi harus
memiliki nilai kurang dari 2000, sedangkan Bilangan Froude harus lebih dari 10 -5. Kedua
persyaratan tersebut seharusnya terpenuhi, tetapi pada kenyataannya akan sulit memenuhi
kedua bilangan tersebut sekaligus dalam perancangan unit prasedimentasi.
a) Bilangan Reynolds
Penerapan Bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa
fungsi Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit
prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Kondisi aliran yang laminer diharapkan
terjadi di unit prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan
efisiensi kerja unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008
tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan
Reynolds harus kurang dari 2000. Pengaruh jenis aliran yang terjadi pada prasedimentasi
terhadap proses pengendapan partikel dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.12 Pengendapan Partikel pada Aliran Laminer dan Turbulen


(Huisman, 1997)

b) Bilangan Froude
Bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis.
Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-12

menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga
kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada unit prasedimentasi menunjukkan bahwa
bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi aliran pendek atau tidak pada unit
prasedimentasi.
Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar, sehingga diharapkan
kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau dalam keadaan
subkritis, sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh karena itu, sesuai
dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air, nilai bilangan Froude harus lebih dari 10 -5. Unit prasedimentasi
dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi Bilangan Reynolds dan Froude,
sehingga tercapai keadaan aliran yang sebaik mungkin untuk mendukung proses
pengendapan.

1.1.4.

Zona Inlet
Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara seragam,

mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar transisi dari kecepatan
air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang sesuai untuk terjadinya proses
pengendapan di zona pengendapan. Rostami dkk (2011) melakukan penelitian dengan cara
mengatur letak bukaan inlet dan juga mengatur jumlah bukaan inlet. Bukaan inlet (a) terletak
di atas, bukaan inlet (b) terletak di tengah bak, bukaan inlet (c) terletak di bawah bak,
sedangkan bukaan inlet (d) dan (e) merupakan variasi dari jumlah bukaan inlet. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, apabila digunakan hanya satu bukaan inlet, circulation zone yang
terbentuk yang paling kecil adalah apabila bukaan inlet diletakkan di tengah. Hasil penelitian
tersebut, memberikan kesimpulan bahwa apabila hanya digunakan satu bukaan saja, maka
yang paling baik adalah dengan meletakkan bukaan inlet pada bagian tengah bak. Namun,
akan lebih baik apabila bukaan pada inlet jumlahnya lebih banyak. Hasil serupa juga
dihasilkan dari hasil penelitian Tamayol dkk (2008). Tamayol dkk (2008) melakukan
penelitian serupa dengan memposisikan inlet pada tiga posisi, yaitu atas bak, tengah bak, dan
bawah bak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peletakan bukaan inlet di tengah dapat mengurangi
volume circulation zone yang dapat mempengaruhi kondisi pengendapan. Selain melakukan
pengaturan pada posisi inlet, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume
circulation zone dan mengurangi energi kinetik air adalah dengan memasang baffle. Namun,
perlu diketahui peletakan baffle yang tepat, sebab peletakan baffle yang salah dapat
memperburuk kinerja bak. Hasil penelitian Tamayol dkk (2008) menunjukkan bahwa baffle

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-13

harus diletakkan tidak jauh dari letak terjadinya circulation zone. Baffle harus diletakkan
dekat dengan terjadinya circulation zone.
Apabila merujuk pada hasil penelitian Rostami dkk (2011) bahwa semakin banyak
bukaan inlet dapat mengurangi volume circular zone dan hasil penelitian Tamayol dkk (2008)
bahwa penempatan baffle pada posisi yang tepat dapat meningkatkan kinerja bak, maka hal
ini akan berkaitan dengan hasil penelitian Kawamura (2000) tentang perforated baffle.
Perforated baffle merupakan modifikasi dari baffle yang memiliki lubang-lubang pada
dindingnya. Adanya lubang-lubang dengan ukuran seragam pada dinding baffle menyebabkan
terjadinya perataan aliran, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya dead zone. Sketsa
perforated baffle dapat dilihat pada Gambar 1.13.

Gambar 1.13 Sketsa Perforated Baffle


Perforated baffle berfungsi untuk meratakan aliran, sehingga dapat meminimalisasi
terjadinya dead zone. Perataan aliran yang terjadi menyebabkan kecepatan aliran hampir
merata di semua titik, sehingga kecepatan air yang terjadi seragam di semua titik pada lubang
perforated baffle. Namun, perforated baffle bukan berfungsi untuk mengatur agar
terpenuhinya bilangan Reynolds aliran, sebab kecepatan aliran yang seragam hanya terjadi
pada lubang di perforated baffle, namun setelah air melalui lubang tersebut, kecepatan air
akan mengikuti luas penampang basah bak yang dilalui oleh air, sehingga perforated baffle
bukan berfungsi untuk mengatur bilangan Reynolds.

1.1.5. Zona Pengendapan


Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor,
yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak.
a) Karakteristik partikel tersuspensi
Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan pengendapan partikel
diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran,
maupun berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-14

terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
Contoh partikel diskret adalah silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki
spesifik gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan mengendap <
100 mm/detik. Pengendapan partikel diskret merupakan jenis pengendapan tipe I, yaitu
proses pengendapan yang berlangsung tanpa adanya interaksi antar partikel. Selain
pengendapan partikel diskret, contoh lain pengendapan tipe I adalah pengendapan
partikel grit pada grit chamber. Contoh partikel grit adalah pasir, dengan spesifik gravity
antara 1,2-2,65 dengan ukuran partikel 0,2 mm dan kecepatan pengendapan sebesar 23
mm/detik.
b) Overflow Rate dan Efisiensi Bak
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada dasarnya
seperti yang terlihat pada Gambar 1.14. Partikel memiliki kecepatan horizontal, v H dan
kecepatan pengendapan vS.

Gambar 1.14 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran Horizontal

Gambar 1.14 menunjukkan bahwa apabila overflow rate/kecepatan horizontal sebanding


dengan kedalaman/panjang bak, maka

v0 D
=
vH L

... (1)

v0 =

D
.v
L H

... (2)

v0 =

D Q
.
L wD

... (3)

Sehingga
Tugas Besar Desain Fisik Kimia II
Dewi Komalasari 25-2011-037

I-15

v0 =

Q
wD

... (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan luas
permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut dapat
membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface

h0
t0

... (5)

V
Q

... (6)

v0 =

t 0=

Sehingga

h0
V /Q

... (6a)

v0 =

h0Q
V

... (6b)

v0 =

Q
As

... (7)

v0 =

Atau

Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, v o, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya.
Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada v o akan tersisih
sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar 1.15).

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-16

Gambar 1.15 Profil pada Bak Rectangular Ideal


(Reynold dan Richards, 1996)
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v 0 pada proses
pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes kolom
tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat diketahui
waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu, pada dasarnya
kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu detensi maupun overflow
rate. Kolom yang digunakan untuk analisa memiliki beberapa kran pada rentang jarak
tertentu. Kran-kran tersebut digunakan untuk mengambil sampel air pada rentang waktu
tertentu yang telah ditetapkan. Sebelum tes dilakukan, terlebih dahulu diambil sampel
untuk dikeringkan dan dianalisis konsentrasinya untuk diketahui konsentrasi awalnya.
Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu, diambil
sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan dibandingkan
dengan konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya. Hal tersebut
dilakukan selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi penyisihan partikel
pada overflow rate tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi menjadi dua, yaitu yang
memiliki kecepatan pengendapan lebih besar daripada overflow rate dan yang lebih kecil
daripada overflow rate. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan v s
> v0 dapat dituliskan sebagai 1- F0. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan
pengendapan vs < v0 tetapi berada pada kedalaman tertentu, sehingga dapat terendapkan
F0

dapat ditulis sebagai 1

1
V dF .
V 0
0

1.1.6. Zona Outlet


Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-17

debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya. Berikut ini adalah
beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai sumber (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Ragam Weir Loading dari Berbagai Sumber
Weir Loading Rate
(m3/hari.m)
186

Katz, 1962

249,6

Katz, 1962

264
125-500
172,8-259,2

Sumber

Keterangan
Pada daerah yang terpengaruh
density current

Kawamura, 2000
Droste, 1997
Huisman, 1977

Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading rate
di atas, dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading rate diharapkan
tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya penggerusan pada partikel yang
mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan weir loading rate dapat sekecil mungkin.
Pada dasarnya satu pelimpah sudah cukup, namun jika hanya ada satu pelimpah, maka
weir loading rate akan menjadi besar. Hal tersebut dapat mengganggu proses pengendapan,
sebab terjadi aliran ke atas menuju pelimpah dengan kecepatan cukup besar yang
menyebabkan partikel yang bergerak ke bawah untuk mengendap terganggu. Terdapat
beberapa alternatif untuk mendesain pelimpah agar luas yang dibutuhkan untuk zona outlet
tidak terlalu besar dan beban pelimpah juga tidak terlalu besar, antara lain dapat dilihat pada
Gambar .

Gambar 1.16 Beragam Susunan Pelimpah pada Outlet


(Qasim, 1985)

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-18

Pemilihan desain outlet sangat tergantung pada lebar bak, debit air yang dialirkan serta
weir loading rate, sehingga pada saat menetapkan bentuk outlet, ketiga hal tersebut harus
dipertimbangkan. Jenis pelimpah yang umumnya digunakan adalah bentuk rectangular dan vnotch, namun v-notch lebih banyak digunakan karena memiliki kemampuan self cleansing
dan dapat meminimalisasi pengaruh angin. Contoh gambar v-notch dapat dilihat pada Gambar
6 berikut.

Gambar 1.17 Contoh v-notch


(Fair dkk., 1981)

Selain menggunakan pelimpah, outlet unit prasedimentasi dapat menggunakan perforated


baffle karena pada dasarnya outlet berfungsi untuk mengalirkan air yang telah terpisah dari
suspended solid tanpa mengganggu partikel yang telah terendapkan di zona lumpur, sehingga
perforated baffle dapat digunakan, hanya saja bukaan diletakkan 30-90 cm dari permukaan,
dan tidak diletakkan terlalu di bawah, sebab apabila bukaan diletakkan terlalu bawah, partikel
yang telah terndapakan dapat ikut terbawa ke outlet.

1.1.7. Tray (Alas Semu)


Peningkatan kapasitas bak dengan mempercepat pengumpulan flok menjadi dasar
pemikiran. Sehingga muncul gagasan untuk menambah dasar/alas semu (tray) Peningkatan
kapasitas bak dengan tray yang horizontal, menyebabkan efisiensi pengendapan bertambah
tinggi. namun lama-lama effluen yang keluar akan tercampur partikel yang sudah mengendap.
Solusinya bisa dengan menggunakan multi tray settler. Bentuk multi tray settler dapat berupa
Tube settler dan Plate settler.
Bila plate settler ditambahkan pada bak sedimentasi, maka dapat menambah kapasitas
dan memperbaiki kualitas effluent. Kapasitas produksi akan meningkat sebesar 50-150 %.
Plate settler dapat direncanakan dengan bahan yang mudah didapatkan sendiri. Tube settler
didapatkan dari suatu fabrikasi sebelum disesuaikan dengan perencanaan unit. Plate settler
direncanakan dari bahan yang tahan karat akibat larutan alum dan susah ditumbuhi alga,
seperti bahan dari polyethylene atau bahan terlapisi plastic.

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-19

Waktu yang diperlukan lebih kecil dari waktu detensi semula sehingga overlow rate lebih
besar dan pengendapan lebih banyak. Jika sudut kemiringan besar maka jarak tempuh besar
kemampuan mengendap kecil waktu pengendapan lama serta overflow rate kecil. Seperti
diilustrasikan dengan gambar berikut.

Gambar 1.18 Ilustrasi Dasar Semu (Tray) pada Bak Pengendap

Maka waktu yang diperlukan hanya 1/5 waktu semula, jadi overflow rate menjadi 5 kali
lebih besar dari semula. Namun akan mempercepat proses penumpukan sludge pada dasar
semu tersebut yang memungkinkan akan terbawa keluar oleh aliran efluen.
Maka dengan sedikit modifikasi, membuat tray tersebut dalam posisi miring, sehingga
jika sudut kemiringan () besar, maka jarak tempuh besar, kemampuan pengendapan kecil,
waktu detensi besar akibatnya overflow rate kecil. Sudut kemiringan plate settler
direncanakan agar lumpur jatuh dengan sendirinya dan tidak menempel pada plate (45 - 60),
namun biasanya direncanakan pada sudut 55 dari horizontal.(Schlutz, 1984)

1.2.

PERHITUNGAN

1.2.1. Overflow Rate


Suatu kolam pengendapan sedalam 150 cm dipakai untuk mengendapkan partikel diskret pada
kedalaman 120 cm. Terdapat titik sampling over flow rate 0,025 m/s.
Tabel 1.2 Data Hasil Uji Pengendapan di Laboratorium
waktu (menit)
frek partikel tersisa (Fo)
kec pengendapan (Vo) (m/s)

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

0,5
0,56
0,04

1,0
0,48
0,02

2,0
0,37
0,01

4,0
6,0
0,19
0,05
0,005 0,0033333

8,0
0,02
0,0025

I-20

Contoh Perhitungan:

Vo=

Kedalamanair
1,2 cm
1,2 m
m
=(
=
=0,04
( Waktu
)
)
Pengendapan
0,5 m
30 detik
detik

Over flowrate (Vo) = 0,025 m/s


Fo

= 0,51
Kemudian data frekuensi partikel tersisa (Fo) dan kecepatan pengendapan (Vo) dari

tabel diatas diplotkan kedalam Grafik Pengendapan Partikel Diskret seperti yang telah
dijelaskan pada Gambar 1.5 pada teori tentang overflow rate.
Pada Grafik Pengendapan Partikel Diskret tersebut dapat dicari dari luasan daerah di
atas kurva sampai batas Vo yang telah ditetapkan yaitu 0,025 m/s, dan didapatkan batas Fo
pula, yaitu 0,51. Luasan daerah di atas kurva dapat dicari dengan membuat kotak dengan seadil
mungkin sehinggadapat dicari luasan kotak tersebut. Luasan kotak harus representatif dari
luasan daerah diatas kurva hingga titik Fo yang telah ditetapkan. (grafik terdapat pada
lampiran)

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-21

Tabel 1.3 Perhitungan Luasan Daerah diatas Grafik Pengendapan Partikel Diskret
Sampai Fo ditentukan

A
B
C

Fo
(%)
0,035
0,05
0,05

Vo
m/s
0,022
0,016
0,012

D
E
F
G

0,125
0,125
0,05
0,075

0,0082
0,0052
0,004
0,0028

Kotak

Luas
0,00077
0,0008
0,0006
0,00102
5
0,00065
0,0002
0,00021
0,00425
5

Fo

1
=( 1Fo ) + Vol F
Vo o
=( 10,51 ) +

1
.0,004255=66,02
0,025

= 66,02% efisiensi pengendapan partikel diplotkan ke grafik Persentasi removal vs nilai


kapasitas pengendapannya.

66,02

1,
3

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-22

Dari grafik di atas didapatkan nilai kapasitas nya adalah 1,3.


Hasil dari efisiensi ini dimasukkan kedalam Performance Curves For Settling Basins Of
Varying Didapat

t
Vo
=
=1,3
td Q / A
t Q Vo
= =
td A 1,3
t Q 0,025
= =
td A
1,3
t Q
= =0,0192m/ s
td A

Kedalaman (Zo)

V h=

V h=

8
F

1
2

( ) .Uto
1

8 2
m
m
.0,0192 =0,31
0,03
s
s

( )

Mencari panjang bak (Po)

Po
8
=
Zo F

1
2

( ) . td

Po
8
=
3 m 0,03

1
2

Po
8
=
3 m 0,03

1
2

( ) . 1,31
( ) . 1,31

Po
=12,56
3m
Tugas Besar Desain Fisik Kimia II
Dewi Komalasari 25-2011-037

I-23

P o=12,56 x 1,5 m=18.84 m

Diketahui : Q = 0,112 m3/s


Uto = 0,025 m/s
Zo = 1,5 m

m3
Q
s
As=
=
=4,48 m2
Uto
m
0,025
s
0,112

Mencari Lebar Bak (B)


Po : B = 4 : 1

B=

18,84 m
=4,7 m
84

Mencari Jari-jari Hidrolis (R)

R=

B x Zo
4,71m x 1,5 m
=
=0,97 m
B+2 Zo 4,71 m+ 2 x 1,5 m

Mencari Over flow rate(Vo)

Vo=

Q
0,112 m3/det
m
=
=0,0159
B x Zo
m
s
4,7 m x 1,5
s

Viskositas suhu air saat 20c =

1,105 x 106 m/s

m
.0,97
Vo . R
s
NRE=
=
=13957,46
6

1,105 x 10
0,0159

Tidak memenuhi kriteria desain, dapat menggunakan multiple tray


2

Vo2 ( 0,0159 m/s )


NFR=
=
=2,65 x 105
g. R
m
9,8 .0,97 m
s2
Memenuhi kriteria desain

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-24

1.2.2. Kolam Prasedimentasi


Ketika merancang sebuah tangki pengendapan aliran horizontal, hal untuk menghilangkan
partikel diskrit, faktor utama adalah jumlah debit (Q) dari air harus diolah dan karakteristik
pengendapan dari suspensi dan rasio dihilangkan secara bersamaan dengan menentukan
pembebanan perKolam Prasedimukaan So yang akan diterapkan. Setelah faktor-faktor tersebut
diketahui, luas permukaan yang dibutuhkan yaitu A =

Q
S o tetap. Dengan penghilangan

lumpur secara mekanik, kedalaman akan memenuhi semua persyaratan.


Dengan menggunakan tangki persegi panjang tidak hanya kedalaman, tetapi nilai rasio antara
panjang dan lebar masih perlu ditetapkan. Seperti disebutkan sebelumnya, gerusan umumnya
tidak masalah jika memiliki persyaratan sebagai berikut :
NRe =

V oR
<2000

dan NFr =

V o2
>105
gR

Perhitungan
Diketahui :
= 1,12 m3/det

Akan dirancang 2 bak dengan ukuran yang sama besar, sehingga Q = 0,56 m 3/det
So = 0.00037 m/s
T = 10C = 1,31 x 10 -6 m2/s
Ut = 0,025 m/s

DIMENSI BAK PRASEDIMENTASI

Menentukan luas permukaan kolam ( A surface)


Denah kolam akan dirancang berbentuk persegi panjang.

As=

Q
So

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-25

As=

0.56
=1513,5 m2
0.00037

Menghitung panjang dan lebar dengan kriteria desain L:W = 6-10, diambil L:W = 6
L= 6W
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W

1513,5 m2 = 6 W2
W=

1513,5
6

W= 15,8 m

Panjang :
L=6W
L = 6 x 15,8m = 94,8 m

Menentukan kedalaman

H=

Menentukan jari-jari hidrolis

R=

1 0.8 1
L = 94,8 0.8=3.17 m
12
12

W xH
15,8 m x 3.17 m
=
=2,26 m
W +2 H 15,8 m+2 x 3.17 m

Menentukan kecepatan horizontal

Vo=

Q
0.56
=
=0.011 m/s
W x H 15,8 x 3.17

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-26

Cek nilai Re dan Fr (T = 10C = 1,31 x 10 -6 m2/s)

Vo x R 0.011 x 2.26
=
=18977
6

1.31 x 10

Nilai Re tidak memenuhi kriteria desain sehingga alirannya turbulen.

Fr=

Vo2
0.0112
=
=5.45 x 106
g R 9.81 x 2.26

Nilai Fr tidak memenuhi kriteria desain sehingga terjadi penggerusan.

DIMENSI BAK PRASEDIMENTASI DENGAN LEBAR YANG LEBIH BESAR


Bilangan Froude dan Bilangan Reynolds terlalu tinggi, mengurangi efisiensi cekungan oleh
turbulensi dan juga mengakibatkan terjadinya penggerusan. Bila penurunan ini tidak dapat
diterima, lebar yang lebih besar dapat diterapkan (diperbesar 2x lipat).

Memper lebar kolam 2 kali lipat


W = 2 x Wi
W = 2 x 15,8 m = 31,6 m

Menentukan panjang kolam


L = As : W
L = 1513,6 m2 : 31,6 m
L = 48 m

Menentukan kedalaman

H=

Menentukan jari-jari hidrolis

R=

1 0.8 1
L = 480.8=1,84 m
12
12

W xH
31,6 m x 1,84 m
=
=1,6 m
W +2 H 31,6 m+2 . 1,84 m

Menentukan kecepatan horizontal

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-27

Vo=

Q
0.56
=
=0,0098m/ s
W x H 31,6 x 1,8

Cek nilai Re dan Fr (T = 10C = 1,31 x 10 -6 m2/s)

Vo x R 0,0098 x 1.6
=
=12024

1.31 x 106

Nilai Re tidak memenuhi kriteria desain sehingga alirannya turbulen.

2
Vo2 ( 0,0098)
Fr=
=
=6.11 x 106 <105
g R 9.81 x 1.6

Nilai Fr tidak memenuhi kriteria desain sehingga terjadi penggerusan.

DIMENSI BAK PRASEDIMENTASI DENGAN MEMBUAT BAFFLE VERTIKAL


Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude masih belum memenuhi kriteria desain. Hasil yang
lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan baffle vertikal.

BAK PRASEDIMENTASI DENGAN 3 TRAY VERTIKAL

Lebar trays
Wf = W : 4
Wf= 31,6 m : 4 = 7,9 m

Jari-jari Hidrolis

R=

Wx H
W +2 H

R=

7.9 m x 1.84 m
=1.3 m
7.9 m+ 2 x 1.84 m

Reynolds Number

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-28

Vo x R

0.0098 x 1.3
=9725 > 2000 aliran turbulen tidak memenu h i KD
1.31 x 106

Froude Number

Fr=

Vo2
gR

Fr=

(0.0098)
6
5
=7,53 x 10 <10 penggerusan tidak memenu h i KD
9.81 x 1.3

BAK PRASEDIMENTASI DENGAN 8 TRAY VERTIKAL

Lebar trays
Wf = W : 9
Wf= 31,6 m : 9 = 3,5 m

Jari-jari Hidrolis

R=

Wf x H
Wf +2 H

R=

3.5 m x 1.84 m
=0.89 m
3.5 m+ 2 x 1.84 m

Reynolds Number

Vo x R

0.0098 x 0.89
=6658 > 2000 aliran turbulen tidak memenuhi KD
1.31 x 106

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-29

Froude Number

Fr=

Vo2
gR

Fr=

0.0982
=1.1 x 105 >105 memenuhi KD
9.81 x 0.89

DIMENSI BAK PRASEDIMENTASI DENGAN MEMBUAT BAFFLE HORIZONTAL


Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude masih belum memenuhi kriteria desain. Hasil yang
lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan baffle Horizontal.

BAK PRASEDIMENTASI DENGAN 3 TRAY HORIZONTAL

Overflow rate
So =

So
4

So=

0.00037
4

= 9.25 x 10-5 m/s

Luas Permukaan

As=

Q
So '

As=

0.56: 4
2
=1513.5 m
5
9.25 x 10

Perbandingan panjang dan lebar


L = 6W
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-30

1513.5 m

W=

= 6 W2

1513.5
6

W= 15.8 m
Panjang :
L = As : W

1513.5 m2 : 15.8 m

L=

L = 95,29 m

Hitung Kedalaman

H=

1 0.8
L
12

H=

1
95,290.8 =3,2 m
12

Jari-jari HIdrolis

R=

W xH
W +2 H

R=

15.8 m x 3,2 m
=2,28 m
15.8 m+ 2 x 3,2m

Kecepatan Horizontal

Vo=

Q
W xH

Vo=

0.56 :4
=0.0027 m/ s
15.8 x 3,2

Reynolds Number

Vo x R

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-31

0.0027 x 2,28
=4699,2 >2000 aliran turbulen Tidak memenu h i KD
6
1.31 x 10

Froude Number

Fr=

Vo2
gR

Fr=

0.00272
=3,25 x 107 < 105 terjadi penggerusan tidak Memenu h i KD
9.81 x 2,28

BAK PRASEDIMENTASI DENGAN 6 TRAY HORIZONTAL

Overflow rate
So =

So
7

So=

0.00037
7

= 5,3 x 10-5 m/s

Luas Permukaan

As=

Q
So '

As=

0.56 :7
=10566 m2
5
5.3 x 10

Perbandingan panjang dan lebar


L = 6W
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W

10566 m2 = 6 W2

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-32

W=

10566 m2
6

W= 41,96 m 42 m
Panjang :
L = As : W

10566 m2 : 42 m

L=

L = 251.6 m

Hitung Kedalaman

H=

1 0.8
L
12

H=

1
0.8
251.6 =6,9 m
12

Jari-jari Hidrolis

R=

W xH
W +2 H

R=

42 m x 6,9 m
=5.2m
42 m+2 x 6,9 m

Kecepatan Horizontal

Vo=

Q
W xH

Vo=

0.56 ; 7
=0.0003 m/s
42 x 6,9

Reynolds Number

Vo x R

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-33

0.0003 x 5.2
=1095,7 >2000 aliran turbulen tidak memenu h i KD
6
1.31 x 10

Froude Number

Fr=

Vo2
gR

Fr=

(0.0003)2
=1,79 x 109 <105 terjadi penggerusan tidak memenu h i KD
9.81 x 5.2

TILTED PLATE SEPARATORS


Dikarenakan tidak memenuhinya Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude dengan berbagai
metode, yaitu memperlebar kolam, membuat trays vertikal maupun horizontal, jadi direncanakan
bak prasedimentasi dengan tipe tilted plate separator atau plate settlers. Dimana Plate settlers ini
telah meiliki ukuran lebar tipa plate-nya yaitu 0,1 m, dan kedalamnya adalah 1 m dengan sudut
600.
Direncanakan W = 0.1 m, H = 1m, = 600
Dengan 95% removal So = 0.00025 m/s

Menentukan luas area plate

S 0=

Q
W
A H cos + W cos2

S 0=

Q
0.1
0
A 1 cos 60 +0.1 cos2 600

S 0=0.19

Q
A

A=0.19

Q
0,56
2
=0.19
=425.6 m
S0
0.00025

Kecepatan horizontal

V o=

Q
0.56
=
=0.0015 m/s
A s sin 425.6 sin 60

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-34

Jari-jari hidrolis

R=

W 0.1
=
=0.05 m
2
2

Reynolds number

V o x R 0.0015 x 0.05
=
=57 < 2000 aliran laminer memenu h i KD

1.31 x 106

Froude number
2

2
V
0.0015
Fr= 0 =
=4.6 x 106 <105 penggerusan tidak memenu h i KD
g x R 9.81 x 0.05

TUBE SETTLER
Dikarenakan tetap tidak memenuhinya Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude dengan berbagai
plate settlers, maka bak prasedimentasi akan dirancang dengan tipe tube separator, dengan tetap
memerhatikan pemenuhan kriteria desain Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude. Dimana Tube
settlers ini telah memiliki ukuran lebar tiap tube (pipa)-nya yaitu 0,05 m, dan kedalamnya adalah
0,9 m dengan sudut 600.
Direncanakan W = 0.05 m, H = 0.9 m, = 600
Dengan 95% removal So = 0.00025 m/s

Menentukan luas area tube settlers

S 0=

Q
W
A H cos + B cos 2

S 0=

Q
0.05
Q
=0.108
0
2
0
A 0.9 cos 60 + 0.05cos 60
A

S 0=0.108

Q
A

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-35

A=0.108

Q
0,56
=0.108
=241.9 m2
S0
0.00025

direncanakan square tank (harganya lebih murah)

Kecepatan horizontal

V o=

Q
281 sin

V o=

0.56
=0.0027 m/s
241,9 sin 60

Jari-jari hidrolis

R=

W2
0.052
=
=0.0125 m
4 W 4 x 0.05

Reynolds number

V o x R 0.0027 x 0.0125
=
=26 <2000 aliran laminer memenuhi KD
6

1.31 x 10

froude number

0.0027

2
V0
Fr=
=
gxR

Dikarenakan dengan menggunakan Tube Settlers, pengujian Bilangan Reynolds, dan Bilangan
Fraude memenuhi kriteria desain. Maka akan dirancang Bak Prasedimentasi dengan tipe Tube
Settlers. Dengan ukuran ukuran stiap tube (pipa)-nya yaitu 0,05 m, dan kedalamnya adalah 0,9 m
dengan sudut 600 dan kemampuan pemisahan partikel diskret sebesar 95%. Dan ukuran bak yang
digunakan dengan lebar 31,6 m, panjang bak 48 m, dan ketinggian bak 1,84 m.

INLET SISTEM

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-36

Q = 0,56 m3/det untuk masing masing bak (terdapat 2 bak)


W = 31,6 m (lebar tangki)
Vi = 0,6 m/det (kecepatan aliran saat memasuki inlet)
= 0,04 (koefisien friksi), bukaan weir (x) = setiap 2 meter
H = 1,84 m (kedalaman bak)

Cross Area

A c=

Q 0.56
=
=0,93 m2
Vi 0.6

Kedalaman Inlet

1
1
Hi= H = 1,84=0,631 m
3
3

Lebar Inlet

W=

Diameter Hydraulic Total

Dh=4 x

luasbasah
keliling basah

Dh=4 x

Hi . W
2 Hi+ W

D h=4 x

0,631 m x 1,5 m
=1,34 m
( 2 x 0,6312 m ) x 1,5 m

Jumlah bukaan pada Inlet

n=

Ac 0,93
=
=1,5 m
Hi 0.631

W
31,6
1=
1=14,8 bukaan 15 bukaan
x
2

Kenaikan Level Piezometer

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-37

v
B
1
= i 1 x

2g
3 Dh n

( {

} )

m 2
detik
0,04 31,6 m
1
=
1
x

=0,011 m
m
3
1,34 m 15
2 x 9,81
detik 2

0,6

( {

} )

z> 10

z> 10 x 0,011 m=0,11

Debit Per Bukaan

Q p=

Q
n
3

m
detik
m3
=0,037
15
detik

0,56
Q p=

Diameter Tiap Bukaan

Q p=F 2 g z

F=

Qp

2 gz
3

m
detik
F=
=2,8 x 103 m2
m
2 x 9,81
x 0,11 m
2
detik
0,037

F=

2,8 x 10

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-38

Bila = 0,3

F=

2,8 x 103
=0,0092m 2
0,3
2

F= r =0,0092 m m
r=

0,0092 m2
=0,054 m

D=2 r=2 x 0,054 m=0,11 m

Kecepatan Rerata Di Bukaan

v p = 2 gz

v p = 2 x 9,81

m
m
x 0,11 m=1,47
2
detik
detik

OUTLET SISTEM
Q = 0,56 m3/det untuk masing masing bak (terdapat 2 bak)
W = 31,6 m (lebar tangki)
H = 1,84 m (kedalaman bak)
So = 0,0037 m/det (overflow rate)

1. Untuk Bak Persegi

Q
<5. H . S 0
nB
m3
0,56
detik
m
< 5 x 1,84 x 0,0037
n x 10 m
detik
n>5,2 bua h

6 bua h

2. Total panjang weir

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-39

Total=n x W
Total=6 x 31,6 m=189,6 m

3. Total weir loading

Q
<5 H S 0
nB
Q
m
<5 x 1,84 x 0,0037
nB
de tik
Q
m2
<3,4 x 103
nB
detik
Untuk memenuhi syarat weir loading < 5HS0 maka perlu memasang 6 bukaan di tangki
selebar 189, 6 m
4. Debit pada Bukaan
3

q=

Q
=
. no

m
3
detik
m
=6,2 x 103
15 x 6
d etik

0,56

5. V-notch
(dipilih V-Notch karena dapat melakukan self cleansing dengan baik)

q
h= 0
1,4

( )

h=

2
5

6,2 x 103
1,4

m3
detik

2
5

=0,15m=15 cm

1.2.3. Kolam Sedimentasi Tipe 3&4

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-40

Q maximum = 1,12 m3/s


2 bak = 0,56 m3/s
Cu = SDI = 13500 mg/l
C0 = MLSS aerasi = 35000 mg/lt
Waktu pengamatan (menit)
0
10
20
25
30
35
40
50
60
70

Ketinggian bidang batas (cm)


75,5
57,5
40
34
27
24
22
18,5
17,5
17,25

Data waktu pengamatan dan ketinggian bidang batas permukaan lumpur diplotkan kedalam
Grafik Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV seperti yang telah dijelaskan
pada Gambar 1.11.
Dari grafik, didapatkan hasil:
Tu = 41,25 menit

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-41

Gambar 1.19 Grafik Perbandingan Waktu Terhadap Ketinggian Permukaan Lumpur

mg
Co . Ho 3500 .75,5 cm
hu=
=
=19,59 cm
Cu
mg
13500

Y 5,5 cm
cm
=
=1,1
X 5 menit
menit

Vo=

Q .C + R .Cu= (Q+ R ) . Co

(0,56 m3s .0)+(R .13500 mg )=( 0,56 ms3 + R ) .3500 mg

( R .13500 mg )=1960 mg . m3s + R .3500 mg

( 10000 R )=1960 .

R=0.196

m3
s

m3
s

1. Area Clarifier

m3
Q
s
2
Ac= .2=
=6109 m
Vo
cm 1cm 1 mnt
1,1
.
.
s 100 m 60 s
0,56

2. Area Thickening

AT =( Q+ R )

Tu
.1,5
Ho

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-42

AT =( Q+ R )

Tu
.1,5
Ho

m3
AT =( 0,56+0,196 )
.
s

60 s
1mnt
1m
75,5 cm.
100 cm

41,25 menit .

AT =3742,2m2

3. Luas Area yang digunakan


Luas area yang akan digunakan adalah luas area yang terluas antara area klarifikasi dengan
area thickening, karena AT < AC maka luas area yang digunakan adalah luas area
klarifikasi
4. Diameter Tangki Clarifier

D=

4 Ac
4 . 6109 m2
=

=88,19 m

5. Volume Tangki Clarifier

Vol=Q .Td
Vol=0,56

m3
60 s
3
. 41,25 menit .
=1386 m
s
1 mnt

6. Tinggi Tangki Clarifier


3

H=

1.3.

Vol
1386 m
+ Freeboard=
x 1,2=0,26 m
2
Ac
6109 m

GAMBAR

Contents
MODUL I PRASEDIMENTASI DAN SEDIMENTASI 3&4..................................................1
1.1.

TEORI............................................................................................................ 1

1.1.1.

Prasedimentasi............................................................................................... 1

1.1.2.

Sedimentasi.................................................................................................. 2

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-43

1.1.2.1.

Sedimentasi Tipe I....................................................................................... 4

1.1.2.2.

Sedimentasi Tipe II...................................................................................... 8

1.1.2.3.

Sedimentasi Tipe III dan IV.........................................................................10

1.1.3.

Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude..............................................................13

1.1.4.

Zona Inlet................................................................................................... 14

1.1.5.

Zona Pengendapan........................................................................................ 15

1.1.6.

Zona Outlet................................................................................................. 18

1.1.7.

Tray (Alas Semu)......................................................................................... 20

1.2.

PERHITUNGAN............................................................................................. 21

1.2.1.

Overflow Rate............................................................................................. 21

1.2.2.

Kolam Prasedimentasi................................................................................... 24

1.2.3.

Kolam Sedimentasi Tipe 3&4..........................................................................37

1.3.

GAMBAR..................................................................................................... 40

Tabel 1.1 Ragam Weir Loading dari Berbagai Sumber.........................................................18


Tabel 1.2 Data Hasil Uji Pengendapan di Laboratorium.......................................................21
Tabel 1.3 Perhitungan Luasan Daerah diatas Grafik Pengendapan Partikel Diskret Sampai Fo
ditentukan............................................................................................................... 22
Gambar 1.1 Empat Tipe Sedimentasi (Reynold dan Richards, 1996).........................................3
Gambar 1.2 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C (Reynold dan Richards, 1996)........6
Gambar 1.3 Lintasan Pengendapan Partikel (Reynold dan Richards, 1996).................................6
Gambar 1.4 Sketsa Column Settling Test Tipe I (Reynold dan Richards, 1996)............................7
Gambar 1.5 Grafik Pengendapan Partikel Diskret................................................................8
Gambar 1.6 Sketsa Kolom Sedimentasi Tipe III...................................................................8
Gambar 1.7 Grafik Isoremoval (Reynold dan Richards, 1996).................................................9
Gambar 1.8 Penentuan Kedalaman H1, H2 dan Seterusnya (Reynold dan Richards, 1996)...............9
Gambar 1.9 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif (Reynold dan Richards,
1996)..................................................................................................................... 11
Gambar 1.10 Grafik Hasil percoban Sedimentasi Tipe III dan IV (Reynold dan Richards, 1996).....11
Gambar 1.11 Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV (Reynold dan Richards, 1996)....12
Gambar 1.12 Pengendapan Partikel pada Aliran Laminer dan Turbulen (Huisman, 1997).............13
Gambar 1.13 Sketsa Perforated Baffle............................................................................15
Gambar 1.14 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran Horizontal...........................16
Gambar 1.15 Profil pada Bak Rectangular Ideal (Reynold dan Richards, 1996)..........................17
Gambar 1.16 Beragam Susunan Pelimpah pada Outlet (Qasim, 1985).....................................19
Gambar 1.17 Contoh v-notch (Fair dkk., 1981).................................................................19
Gambar 1.18 Ilustrasi Dasar Semu (Tray) pada Bak Pengendap.............................................20
Gambar 1.19 Grafik Perbandingan Waktu Terhadap Ketinggian Permukaan Lumpur...................38

Tugas Besar Desain Fisik Kimia II


Dewi Komalasari 25-2011-037

I-44

Anda mungkin juga menyukai