Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM SATUAN OPERASI (SO)

SEDIMENTASI TIPE I

DISUSUN OLEH :
AURELIA ANGGITA PUTRI
NPM : 19034010030
KELOMPOK : A3

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Partikel Diskrit adalah partikel yang dapat mengendap dengan sendirinya tanpa
membutuhkan bantuan dari reaksi tertentu atau reaksi antar partikel lainnya. Partikel diskrit yang
terkandung di dalam dalam air dapat dihilangkan dengan cara mengendapkan air limbah tersebut
hingga partikel diskritnya mengendap pada dasar wadah bak pengendap.
Proses yang bisa dilakukan untuk meremoval partikel diskrit adalah dengan melakukan
sedimentasi atau pengendapan. Sedimentasi adalah proses membiarkan partikel diskrit maupun
flok-flok mengendap karena gravitasi. Unit sedimentasi biasanya ditaruh setelah unit koagulasi
dan flokulasi.
Sedimentasi Tipe I/Plain Settling/Discrete particle Merupakan pengendapan partikel
diskrit, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya
interaksi antar partikel dan tanpa menggunakan koagulan. Tujuan dari unit ini adalah
menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit chamber.

1.2 Tujuan Praktikum


● Mengetahui secara nyata batas pemisahan antara liquid dan solid pada interval waktu
tertentu.
● Mengetahui kecepatan pengendapan partikel dan persen partikel terendapkan pada
interval waktu tertentu.
● Menghitung kedalaman zona settling.

1.3 Ruang Lingkup


● Praktikum dilakukan secara daring melalui zoom meeting online conference, dan
menonton tayangan video praktikum.
● Penyusunan laporan ini dilakukan dengan menggunakan referensi jurnal berjudul
“Penentuan Surface Loading Rate (Vo) Dan Waktu Detensi (Td) Air Baku Air Minum
Sungai Kreo Dalam Perencanaan Prasedimentasi Dan Sedimentasi HR-WTP Jatibarang”.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sedimentasi

Air sungai biasanya berwarna tergantung dari input pencemar yang ada di sekitarnya.
Apabila lingkungan sungai tersebut adalah lingkungan industri, tak heran apabila sungai
berpotensi limbah dan berwarna hitam/hijau. Beberapa sungai yang berwarna coklat dengan
kadar TDS yang cukup diprediksi sanggup menjadi bahan baku dalam paket pengolahan air
bersih secara sedimentasi..Pengolahan air terbagi menjadi tiga metode, yaitu : fisika, kimiawi,
dan biologis. Ketiga metode tersebut dapat dikombinasikan secara bersamaan atau diaplikasikan
tersendiri. Salah satu unit pengolahan fisika adalah sedimentasi. Unit sedimentasi berfungsi
untuk mengurangi kandungan Total Suspended Solid (TSS), sebagian padatan organik dalam air
buangan, dan menurunkan BOD, sedangkan melalui proses fisik tanpa pembubuhan zat kimia.
Pada proses pengolahan air minum umumnya terdiri dari pengadukan cepat, pengadukan lambat,
pengendapan, dan filtrasi (Kurniawan, 2014). Pengendapan (sedimentasi) adalah proses
pemisahan padatan dari air yang didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga
harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan. Kunci
sedimentasi yang efisien tergantung pada beberapa parameter, yaitu tipe koagulan yang
digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan materi koloid yang terkandung di
dalam air baku (Kawamura, 1991).

Proses pengendapan atau yang biasa disebut proses sedimentasi dalam pengolahan air
merupakan serangkaian proses pengolahan air dengan memanfaatkan gaya tarik gravitasi bumi.
Dengan demikian partikel-partikel yang memiliki massa jenis lebih tinggi dari air akan
mengendap di dasar air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi,
terjadi karena berat jenis padatan lebih besar disbanding berat jenis air. Cara yang sederhana
adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya, Setelah partikel-partikel
mengendap, maka air yang jernih dapat dipisahkandari padatan yang semula tersuspensi di
dalamnya. Cara lain yang lebih cepat adalah dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan
kecepatan tertentusehingga padatannya terpisah dari aliran air dan jatuh ke dalam bak pengendap
tersebut. Kecepatan pengendapan partikel-partikel yang terdapat di dalam air bergantung kepada
berat jenis, bentuk dan ukuran partikel,viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak
pengendap.Pada umumnya proses Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi dan Flokulasi
dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan. Unit sedimentasi membutuhkan
kondisi aliran yang tenang untuk memaksimalkan proses pengendapan. Faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja dan efisiensi bak sedimentasi seperti pengaruh bentuk geometri bak
sedimentasi pengaruh kecepatan aliran dan pengaruh inlet dan outlet. Bak pengendapan ideal
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil endapan yang optimal melalui pengaturan besar kecilnya
bak yang akan dibangun. Pada setiap kedalaman akan mempengaruhi kecepatan pengendapan
dan waktu tinggal (Febriary, 2016). Ukuran bak sedimentasi menyesuaikan dengan penyediaan
kebutuhan air bersih yang diperlukan. Ada beberapa syarat yang diperhatikan dalam pengolahan
air dengan sedimentasi yaitu pemilihan air baku yang menjadi tolak ukur kesuksesan
pengolahan. Pengecekan awal dilakukan terhadap pH, TSS, kekeruhan dan pemantauan warna
air baku. Selain itu, sebaiknya sumber air atau air baku yang tepat berasal dari air sungai yang
tidak tercemar limbah, berwarna tidak hitam, cenderung cokelat, dengan kandungan CO2 dan
HCO3- yang tidak terlalu mencolok, air sungai cenderung jernih yang memilki kosentrasi partikel
tinggi (keruh) dan air sumur yang partikel kotorannya tinggi (keruh).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi

Adapun faktor yang mempengaruhi sedimentasi menurut Masduqi (2016) sebagai


berikut:

a. Ketinggian
Semakin dalam kolom pengendapan maka semakin besar nilai TSS yang didapat
karena partikel-partikel yang telah membentuk flok akan langsung mengendap ke
bawah. Semakin besar konsentrasi TSS, maka persen removalnya akan semakin kecil.
b. Ukuran partikel
Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter partikel. Jika ukuran
partikel semakin besar maka semakin besar pula permukaan dan volumenya. Luas
permukaan partikel berbanding lurus dengan gaya drag dan volume partikelnya
berbanding lurus dengan gaya apungnya. Hal ini disebabkan gaya ke atas ( gaya drag
dan gaya apung ) semakin besar sehingga gaya total untuk mengendapkan partikel
semakin kecil sehingga kecepatan pengendapan semakin menurun.
c. Waktu
Semakin lama waktu yang digunakan, semakin banyak endapan / lumpur yang
dihasilkan.

2.3 Tipe Sedimentasi

Menurut Davis (2011), terdapat empat tipe sedimentasi atau pengendapan padatan, yakni:

- Sedimentasi Tipe 1, merupakan tipe pengendapan partikel diskrit yang mengendap


dengan kecepatan konstan. Partikel tersebut mengendap langsung tanpa adanya proses
pembentukan flok dengan partikel lainnya. Penyisihan pasir pada grit chamber
merupakan contoh pengendapan Tipe 1.
- Sedimentasi Tipe 2, merupakan pengendapan partikel flokulan pada padatan tersuspensi.
Fenomena ini terjadi ketika partikel-partikel di dalam air limbah domestik saling
berinteraksi membentuk partikel yang lebih besar. Pembentukan flok tersebut
menyebabkan bertambahnya massa padatan sehingga kecepatan pengendapan meningkat
lebih cepat. Contoh sedimentasi Tipe 2 antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah domestik dan pengendapan partikel hasil proses
koagulasi-flokulasi dengan penambahan bahan kimia.
- Sedimentasi Tipe 3, merupakan proses pengendapan partikel dengan konsentrasi yang
lebih pekat. Partikel-partikel secara bersama-sama berinteraksi dan mengendap pada
kecepatan pengendapan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat batas yang
memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air yang relatif lebih jernih.
- Sedimentasi Tipe 4, merupakan kelanjutan dari sedimentasi Tipe 3. Lumpur yang telah
terendapkan dalam proses sedimentasi Tipe 3 akan mengalami pemadatan sehingga
diperoleh lumpur dengan kadar solid yang lebih tinggi.

2.4 Sedimentasi Tipe 1

Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partiket diskret yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai
contoh sedimentasi tipa I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk
pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sesuai definisi ini, maka
pengendapan terjaadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel yaitu gaya drag dan
gaya impelling (Reynold, 1996). Tujuan utama dari sedimentasi primer (sedimentasi tipe 1)
adalah untuk menghilangkan settleable solid dan material mudah mengambang dan dengan
demikian mengurangi kandungan padatan tersuspensi. Sedimentasi primer digunakan sebagai
langkah awal dalam pengolahan lebih lanjut dari air limbah. Rancangan dan pengoperasian yang
efisien dari tangki sedimentasi primer harus menghilangkan 50 sampai 70 persen dari padatan
tersuspensi dan dari 25-40 % BOD (Metcalf & Eddy,2004). Jumlah dari keseluruhan partikel
yang mengendap disebut penyisihan total (total removal). Besarnya partikel yang mengendap
dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan column settling test.

Gambar 2.1 Sketsa Column Settling Test Tipe I

Sumber : Reynold dan Richards (1996)


BAB 3
PROSEDUR PRAKTIKUM

3.1 Peralatan yang Digunakan

Adapun peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Coloum Test (Settling coloum)


b. Erlenmeyer 100 ml
c. Beaker glass 100 ml
d. Peralatan Analisa TSS
e. Peralatan analisan kekeruhan

3.2 Bahan yang Digunakan

Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Air permukaan / Air Limbah


b. Sampel setelah proses koagulasi dan flokulasi
c. Sampel proses hasil pengolahan biologi
d. Sampel pengolahan lumpur
e. Kertas saring
Adapun bahan yang digunakan pada jurnal yang digunakan antara lain air sungai Kreo
yang diambil di waduk Jatibarang, koagulan PACI dengan dosis 10 mg/L, 20 mg/L, dan 30
mg/L.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja sedimentasi tipe 1
a. Siapkan sampel air asli (air permukaan/air limbah) aduk merata.
b. Ambil 100 ml sampel awal lakukan analisa pH, Kekeruhan dan TSS sebagai nilai
parameter sampel awal.
c. Masukkan sampel pada alat settling coloum yang telah dibersihkan dan diukur tinggi
titik sampling dan diameternya.
d. Aduklah perlahan-lahan agar sampel homogen kembali dan hentikan
e. Mulailah sampling pada titik sampling dengan variasi waktu 0,5 menit,1 menit, 2 menit,
4 menit, 6 menit dan 8 menit
f. Setiap sampling yang diambil, dianalisa pH, kekeruhan dan TSS nya.
g. Buatlah grafik untuk menghitung fraksi removal dan kecepatan settlingnya (settling type
1).

3.4 Data Hasil Analisa

Adapun data hasil analisa pada jurnal yang digunakan adalah sebagai berikut.

JAR TEST

Untuk mengetahui dosis koagulan yang digunakan agar proses koflok dan sedimentasi berjalan
dengan baik dilakukan uji jar test. 

Berdasarkan data diatas, dosis optimal dalam penyisihan kekeruhan adalah 20 mg/l sampai 30 mg/l. 
COLUMN SETTLING TEST 1

Column settling test 1 berfungsi untuk mengetahui beban pengendapan yang optimal dalam
mengolah air baku menjadi air minum dalam kondisi sedimentasi tipe 1. Berikut adalah hasil column
settling tipe 1.

Berdasarkan tabel diatas, menyatakan bahwa semakin kecil kecepatan pengadukan maka fraksi
tersisa juga semakin besar.

COLUMN SETTLING TEST 2 

Colum settling test 2 berfungsi untuk mengetahui beban pengendapan yang optimum untuk
mengolah air baku yang telah diproses dengan koagulasi – flokulasi sehingga layak menjadi air
minum dalam kondisi sedimentasi 2 (pengendapan flok).
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa parameter TSS paling besar adalah pada kedalaman
90cm pada waktu 10 menit. Kemudian persenan removal yang terbesar adalah saat pada kedalaman
10 cm dengan waktu 60 menit.

COLUMN SETTLING TEST 2


Column settling test 2 bertujuan untuk mengetahui beban pengendapan yang optimum untuk
mengolah air baku yang telah diproses dengan koagulasi – flokulasi sehingga layak menjadi air
minum dalam kondisi sedimentasi 2.

3.5 Perhitungan Hasil Analisa

Table Hasil Analisa Column Setling Tipe 1


3.5.1 Menghitung Kecepatan Pengendapan
Diketahui :
Tinggi pipa = 120 cm = 1,2 m
H = Kedalaman titik sampling = 90 cm = 0,9 m

Tabel Perhitungan Kecepatan Pengendapan

Waktu Pengendapan Waktu Pengendapan


H (m) Vo (m/s)
(menit) (detik)

0,9 0,5 30 0,03

0,9 1 60 0,015

0,9 2 120 0,0075

0,9 4 240 0,00375

0,9 8 480 0,001875

𝐻 (𝑚)
● Kecepatan Pengendapan pada 0,5 menit (Vo) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑠)
0,9 𝑚
= 30 𝑠

= 0,03 m/s
𝐻 (𝑚)
● Kecepatan Pengendapan pada 1 menit (Vo) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑠)
0,9 𝑚
= 60 𝑠

= 0,015 m/s
𝐻 (𝑚)
● Kecepatan Pengendapan pada 2 menit (Vo) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑠)
0,9 𝑚
= 120 𝑠

= 0,0075 m/s
𝐻 (𝑚)
● Kecepatan Pengendapan pada 4 menit (Vo) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑠)
0,9 𝑚
= 240 𝑠

= 0,00375 m/s
𝐻 (𝑚)
● Kecepatan Pengendapan pada 8 menit (Vo) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑠)
0,9 𝑚
= 480 𝑠

= 0,001875 m/s
3.5.2 Menghitung Fraksi Tersisa
Tabel Perhitungan Fraksi Tersisa

Waktu (s) 0 30 60 120 240 480

Kecepatan
Pengendapan 0 0,03 0,015 0,0075 0,00375 0,001875
(m/s)

Kekeruhan
6,28 5,46 5,13 5 4,97 4,95
(NTU)

Fraksi Tersisa 100% 86,94% 81,68% 79,61% 79,14% 78,82%

𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)


% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%

● Perhitungan % fraksi tersisa pada 0,5 menit


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)
% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%

5,46 𝑁𝑇𝑈
= 6,28 𝑁𝑇𝑈
x 100%

= 86,94 %

● Perhitungan % fraksi tersisa pada 1 menit


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)
% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%

5,13 𝑁𝑇𝑈
= 6,28 𝑁𝑇𝑈
x 100%

= 81,68 %

● Perhitungan % fraksi tersisa pada 2 menit


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)
% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%
5 𝑁𝑇𝑈
= 6,28 𝑁𝑇𝑈
x 100%

= 79,61 %

● Perhitungan % fraksi tersisa pada 4 menit


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)
% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%

4,97 𝑁𝑇𝑈
= 6,28 𝑁𝑇𝑈
x 100%

= 79,14 %

● Perhitungan % fraksi tersisa pada 8 menit


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑁𝑇𝑈)
% fraksi tersisa = 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑁𝑇𝑈)
x 100%

4,95 𝑁𝑇𝑈
= 6,28 𝑁𝑇𝑈
x 100%

= 78,82 %

3.5.3 Menghitung Removal

Gambar Hubungan Fraksi Tersisa dengan Kecepatan Pengendapan


Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui removal total dengan persamaan:

Fo= 0,46

Vo= 0,001 m/s

Luas daerah di atas kurva yaitu :

Df V V dF

0,1 0,0007 0,00007

0,1 0,0003 0,00003

0,1 0,0002 0,00002

Ʃ 0,00012

1
% Removal = (1 – 0,46) + 0,001
× (0,00012)

% Removal = 0,66 = 66%


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel dan Grafik


4.2 Pembahasan
a. Jar Test

Koagulan merupakan sebuah stimulator dari proses koagulasi atau pengadukan cepat.
Untuk mengetahui suatu dosis tersebut optimal atau tidak adalah dengan menggunakan
jar test. Hal ini dilakukan agar ketika berada pada proses sesungguhnya akan berlangsung
dengan baik. Berdasarkan data yang ada di tabel 1, dosis koagulan PaCl yang paling
optimal adalah dengan dosis 30 mg/l. Dosis tersebut mampu untuk mengurangi parameter
kekeruhan dari 5,68 NTU hingga menjadi 0,36 dengan efisiensi sebesar 94%. Namun,
dalam studi ini akan menggunakan dosis 20 mg/l dikarenakan efesiensi yang tidak begitu
jauh perbedaannya.

b. Column Settling Tipe 1

Column settling tipe 1 bertujuan untuk menentukan nilai presentase removal partikel
diskrit dan untuk menentukan nilai kecepatan pengendapan partikel diskrit sebagai dasar
penentuan bak prasedimentasi dan grit chamber (Tauhid Imam dkk, 2018). Hasil
pengujian dari column settling tipe 1 adalah fraksi tersisa dan kecepatan pengendapan
diplot untuk mengetahui partikel diskrit yang mengendap.
Berdasarkan tabel 2, kekeruhan terendah berada pada waktu 8 menit dengan
kekeruhan sebesar 4,95 dan kecepatan pengendapan sebesar 0,001875 dengan fraksi
yang tersisa sebesar 78,82. Kemudian, terlihat grafik hubungan antar fraksi dengan
kecepatan pengendapan. Dari gambar 1, dapat diketahui removal total dengan persamaan:

F0 = 0,46

V0 = 0,001 m/s

𝐹0
1 1
R = (1-F0) + 𝑉0
∫ 𝑉𝑑𝑓 = (1 − 0, 46) + 0,002
x (0,00012)
0

R = 0,658 = 65,8%

Menghitung diameter partikel:


2
𝑔 𝐷 (𝑆𝑔 −1)
VS = V 0 = 18𝑉

2
9,81𝐷 (2,65−1)
0,001 = −6
18 𝑥 (0,893 𝑥 10

D = 0,0000315 m = 0,00315 mm

Cek bilangan Reynold:

(𝑉𝑠 𝑥 𝑑𝑝)
Nre = 𝑢

(0,001 𝑥 0,0000315)
Nre = −6
0,893 𝑥 10

Nre = 0,03527

Nre yang didapatkan adalah kurang dari 1, maka hukum stokes dapat digunakan
untuk menentukan kecepatan pengendapan pada kondisi aliran laminar (Reynold, 1996).

24
Cd = 𝑁𝑟𝑒

24
Cd = 0,03527

Cd = 680,38
Selain itu, gunakan koefisien drag (Cd) pada persamaan Newton untuk menentukan
kecepatan pengendapan partikel.

4𝑔 4(9,81)
Vp = 3𝐶𝑑
(𝑆𝑔 − 1)𝑑 = 3(680,38)
(2, 65 − 1)0, 0000315

Vp = 0,000999 m/s

Kecepatan pengendapan awal (V0) diasumsikan dengan 0,001 m/s hamper sama
dengan kecepatan pengendapan awal (Vp) dengan hasil perhitungan menurut hukum
stokes = 0,000999 m/s. Menurut ISO 14688-1:2017, partikel dengan diameter 0,0315 mm
termasuk coarse silt, dimana lebih kecil dari diameter partikel (0,1 mm) yang perlu
dicegah masuk ke dalam pompa menggunakan grit chamber (Kawamura, 1991).

Karena pengaruh eddy current, aliran udara, dan gangguanlainnya yang terjadi dan
menghambat proses pengendapan di dalam air. Maka diberikan factor scale up (treatment
parameter) pada grafik good performance sebesar 1,3 (Shammas, 2016). Hal ini terlihat
pada gambar 2.

𝑉𝑠
𝑄/𝐴
= 1,3

0,001
𝑄/𝐴
= 1,3

Q/A = Overflow rate = 0,000769 m/s = 2,769 m/h.

Menghitung waktu tinggal:

Tinggi bak rencana (H) = 4 m

𝐻 4𝑚 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
td = 𝑂𝑣𝑒𝑟𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑅𝑎𝑡𝑒
= 0,000769 𝑚/𝑠
𝑥 60 𝑠
= 86, 67 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Dari hasil perhitungan, didapatkan overflow rate (beban pengendapan) sebesar 2,769
m/h. Hal ini lebih kecil daripada kriteria beban pengendapan menurut Crittenden (2012)
dengan rentang antara 8,3 – 16.67 m/h. Hal ini disebabkan oleh kekeruhan air baku yang
rendah sehingga tidak optimum jika diolah menggunakan prasedimentasi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga
harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan.
Proses sedimentasi dibagi dua klasifikasi grit chamber (Tipe 1) dan bak sedimentasi
(Tipe 2).
2. Peningkatan laju limpasan (overflow rate) di bak sedimentasi dan mencapai kualitas
air yang sama atau lebih baik akan memungkinkan instalasi pengolahan air baru
untuk dimuat di lokasi yang lebih kecil dan instalasi pengolahan air yang ada untuk
diperluas tanpa harus menggunakan lahan tambahan.
3. Dengan overflow rate sebesar 2,769 m/h dan waktu tinggal sebesar 86,67 menit,
bak prasedimentasi dapat mengendapkan partikel dengan ukuran 0,0315 mm atau
lebih besar.
4. Untuk mencapai efisiensi 70% dalam pengolahan koagulasi-flokulasi-sedimentasi,
maka dibutuhkan overflow rate (Vo) sebesar 1,3 m/h atau 0,000361 m/s.
5. Berdasarkan hasil jar test, dosis yang mempunyai hasil kekeruhan paling bagus
adalah 30 mg/L. Namun perbedaan kekeruhan antara dosis 20 mg/L dan 30 mg/L
tidak terlalu besar, sehingga dipilih dosis 20 mg/L.

5.2 Saran
1. Pada saat pelaksanaan proses penelitiaan sebaiknya mengurangi proses kegiatan yang
tidak diperlukan, agar hasil dari penelitian dapat menghasilkan penelitian yang baik.
2. Dapat menambahkan bermacam variabel lain dalam mengidentifikasi proses
sedimentasi.
DAFTAR PUSTAKA

Davis, M. L. 2011. Water and Wastewater Engineering. Mc Graw Hill Company, New York,
USA.
Febriary, Irfan., dkk. 2016. Efektivitas Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi untuk Menurunkan
Kekeruhan dan Kadar Besi (Fe) dalam Air. Universitas Jendral Soedirman.
Kawamura, S.. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities. John Wiley & Sons. New
York, USA.
Kurniawan, Allen. 2014. Rancangan Bangun Unit Sedimentasi Rectangular Pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah. Proceeding of National Conference on Conservation for Better
Life, 75-92, ISBN: 978-602-71782-0-5
Masduqi, Ali dan Abdu F.Assomadi. 2016. Operasi dan Proses Pengolahan Air Edisi Kedua.
Surabaya : ITS Press
Metcalf & Eddy, Inc.,Tchobanoglous, G.,Burton, F.L., & Stensel, H.D. (2004). Wastewater
Engineering Treatment and Reuse (4th ed.) Singapore : McGraw Hill
Reynold, T.D. 1996. Unit Operations in Environmental Engineering. Texas A & M University,
B/C Engineering Division Boston, Massachusetts, USA.

Anda mungkin juga menyukai