1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui besarnya kadar zat padat yang terlarut dalam air.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi.
c. Mahasiswa mampu menentukan hubungan kecepatan pengendapan sedimentasi
terhadap waktu dan fraksi tersisa.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Erlenmeyer
4. Cawan
porcelain
5. Desikator
6. Kertas saring
7. Gelas ukur
9. Penjepit
11. Oven
Air Sampel
Kertas Saring
Vacuum Filter
• Dsambungkan pada Erlenmeyer lalu
letakkan corong dan kertas saring diatas
Erlenmeyer
• Dihidupkan
Air Sampel
Hasil
TSS (g/L) 17,612 15,136 14,108 11,972 10,608 9,748 8,688 8,572 8,276 8,072
Kecepatan 0 0,02 0,0067 0,004 0,0028 0,0022 0,0018 0,0015 0,0013 0,0011
Pengendapan
(m/s)
Fraksi TSS 1 0,859 0,801 0,679 0,602 0,553 0,493 0,486 0,469 0,458
H = 1,2 m
V = 25 ml
1. Kecepatan Pengendapan
𝐻 (𝑚)
𝑉𝑠 =
𝑡 (𝑠)
• 0 menit
1,2
𝑉𝑠 =
0
𝑉𝑠 = 0 𝑚/𝑠
• 1 menit
1,2
𝑉𝑠 =
1 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
60
𝑉𝑠 = 0,02 m/s
• 3 menit
1,2
𝑉𝑠 =
3 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
180
𝑉𝑠 = 0,0067 m/s
• 5 menit
1,2
𝑉𝑠 =
5 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
300
𝑉𝑠 = 0,004 m/s
• 7 menit
1,2
𝑉𝑠 =
7 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
420
𝑉𝑠 = 0,0028 m/s
• 9 menit
1,2
𝑉𝑠 =
9 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
540
𝑉𝑠 = 0,0022 m/s
• 11 menit
1,2
𝑉𝑠 =
11 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
660
𝑉𝑠 = 0,0018 m/s
• 13 menit
1,2
𝑉𝑠 =
13 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
780
𝑉𝑠 = 0,0015 m/s
• 15 menit
1,2
𝑉𝑠 =
15 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
900
𝑉𝑠 = 0,0013 m/s
• 17 menit
1,2
𝑉𝑠 =
17 𝑥 60
1,2
𝑉𝑠 =
1.020
𝑉𝑠 = 0,0011 m/s
2. TSS
1000
𝑇𝑆𝑆 = (𝑎 − 𝑏)𝑥
𝑉 (𝑚𝑙)
● 0 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,2738 − 0,8335) × 25
= 17,612 𝑔/𝐿
● 1 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,2119 − 0,8335) × 25
= 15,136 𝑔/𝐿
● 3 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,1862 − 0,8335) × 25
= 14,108 𝑔/𝐿
● 5 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,1328 − 0,8335) × 25
= 11,972 𝑔/𝐿
● 7 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0987 − 0,8335) × = 10,608 𝑔/𝐿
25
● 9 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0772 − 0,8335) × 25
= 9,748 𝑔/𝐿
● 11 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0507 − 0,8335) × 25
= 8,688 𝑔/𝐿
● 13 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0478 − 0,8335) × 25
= 8,572 𝑔/𝐿
● 15 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0404 − 0,8335) × 25
= 8,276 𝑔/𝐿
● 17 menit
1000
𝑇𝑆𝑆 = (1,0353 − 0,8335) × = 8,072 𝑔/𝐿
25
3. Fraksi TSS
𝑇𝑆𝑆 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 =
𝑇𝑆𝑆 𝑎𝑤𝑎𝑙
● 0 menit
17,612
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = = 1 𝑔/𝐿
17,612
● 1 menit
15,136
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = = 0,859 𝑔/𝐿
17,612
● 3 menit
14,108
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0,801 𝑔/𝐿
● 5 menit
11,972
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0.679 𝑔/𝐿
● 7 menit
10,608
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = = 0,602 𝑔/𝐿
17,612
● 9 menit
9,748
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0,553 𝑔/𝐿
● 11 menit
9,688
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0,493 𝑔/𝐿
● 13 menit
8,572
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = = 0,468 𝑔/𝐿
17,612
● 15 menit
8,276
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0,469 𝑔/𝐿
● 17 menit
8,072
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑆𝑆 = 17,612 = 0,458 𝑔/𝐿
0,02
y = -0,0005x + 0,0082
0,015 R² = 0,258
0,01
0,005
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
-0,005
Waktu (s)
Gambar diatas, yakni Gambar 4.1 merupakan grafik yang menunjukkan hubungan
kecepatan pengendapan terhadap waktu pengambilan sampel. Perlu diketahui bahwa
semakin lama waktu pengambilan sampel, maka sampel tersebut memperoleh perlakuan
pengadukan yang lebih lama. Dari grafik tersebut dapat kita amati bahwa garis grafik
menunjukkan kecenderungan yang cenderung menurun. Grafik yang menurun memiliki arti
bahwa, antara waktu pengambilan sampel dan nilai kecepatan pengendapan memiliki
hubungan yang berbanding terbalik. Semakin lama pengadukan yang dialami sampel, maka
semakin kecil nilai kecepatan pengendapan yang dimiliki oleh sampel tersebut. Hal ini juga
berlaku sebaliknya, semakin kecil waktu pengadukan sampel, maka semakin besar kecepatan
pengendapan yang dapat terjadi pada sampel tersebut. Pada dasarnya, hal ini disebabkan
oleh pengadukan itu sendiri. Air sampel yang awalnya mengendap akan menjadi keruh
kembali ketika diaduk, terlebih lagi diaduk dalam waktu yang cukup lama. Partikel pengotor
yang awalnya mengendap dan berbentuk flok besar menjadi pecah kembali ketika diaduk.
Semakin lama proses pengadukan menyebabkan partikel tersebut menjadi lebih kecil lagi dan
semakin terlarut dalam air sampel. Hal inilah yang menyebabkan semakin lama proses
pengadukan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengendap. Dengan kata lain,
semakin lama waktu pengadukan, semakin kecil kecepatan pengendapan yang dimiliki sampel
tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kecepatan pengendapan adalah konsentrasi sedimen suspensi. Selain itu,
dikatakan pula bahwa konsentrasi suspensi merupakan faktor yang paling penting dalam
mempengaruhi kecepatan pengendapan. Hal ini jelas terjadi dalam praktikum, dimana proses
pengadukan yang semakin lama akan memecah kembali flok yang telah terbentuk dan
memperbesar konsentrasi padatan, terutama pada bagian atas air sampel (Rustiah, 2015).
12
10
8
6
4
2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu (s)
Grafik diatas, yakni pada Gambar 4.2 merupakan grafik yang menyatakan hubungan
antara waktu pengadukan air sampel dengan nilai TSS (Total Suspended Solid). Sama halnya
dengan grafik sebelumnya, garis grafik ini juga mengalami penurunan. Artinya, grafik ini
mempunyai kecenderungan yang cenderung menurun. Hal ini menegaskan bahwa waktu
pengadukan sampel memiliki hubungan yang terbalik dengan nilai TSS. Semakin lama air
sampel diaduk akan menyebabkan nilai TSS menjadi menurun. Begitu pula sebaliknya,
semakin kecil waktu pengadukan air sampel, maka nilai kadar TSS akan menjadi semakin
tinggi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pengadukan itu sendiri. Pengadukan menyebabkan
sedimen yang telah berada di bawah menjadi tersebar merata kembali keseluruh bagian air
sampel. Pengadukan yang semakin lama akan menyebabkan flok-flok tersebut pecah kembali
dan partikel pengotor tersebar merata di seluruh bagian air. Pada mulanya, air sampel bagian
bawah keruh karena terdapat endapan. Seiring dengan bertambahnya waktu pengendapan,
kondisi keruh atau pekat tersebut semakin menjadi bening dan air diatasnya menjadi keruh.
Dengan kata lain, terjadi pemerataan sebaran partikel. Pengambilan sampel 25 mL yang
dilakukan pada bagian dasar wadah sampel menyebabkan terjadinya penurunan kadar TSS
sebab, partikel yang awalnya berkumpul pada dasar akan tersebar ke seluruh bagian wadah.
Hal ini juga disebutkan dalam literatur yang menyatakan bahwa pengadukan berlebihan
menyebabkan partikel tersebar kembali ke seluruh bagian air sampel. Pengambilan sampel
air pada dasar wadah dapat menghasilkan data serupa dengan praktikum kita kali ini
(Yanuarita, 2017).
0,02
y = 0,0137x - 0,0046
R² = 0,1937
0,015
0,01
0,005
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Fraksi Tersisa (g/L)
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara fraksi tersisa dengan kecepatan pengendapan
Sumber : Data diolah, 2022
Gambar 4.3 merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara fraksi tersisa dan
kecepatan pengendapan dari air sampel yang telah diaduk. Perlu diketahui bahwa fraksi
tersisa merupakan perbandingan antara nilai TSS setelah pengadukan terhadap nilai TSS
awal. Dari grafik tersebut dapat kita amati bahwa grafik tersebut menunjukkan kecenderungan
yang cenderung naik. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi tersisa memiliki hubungan yang
berbanding lurus dengan kecepatan pengendapan. Artinya, semakin besar nilai fraksi tersisa,
semakin besar pula kecepatan pengendapan yang terjadi pada sampel tersebut. Jika kita
telaah lebih mendalam, pada dasarnya, kecepatan pengendapan memiliki hubungan
berbanding terbalik dengan waktu pengendapan. Waktu pengendapan yang dimaksud disini
adalah selang waktu pengambilan sampel air, yakni 0,1,3,5,7,9,11,13,15, dan 17 menit.
Semakin tinggi kecepatan pengendapan, maka waktu pengendapannya semakin kecil. Hal
inilah yang menyebabkan fraksi tersisa dari air sampel tersebut semakin besar. Semakin
kecilnya waktu pengendapan menandakan waktu pengendapan yang dilakukan terhadap
sampel sebelum dilakukan pengukuran TSS semakin sebentar. Hal ini menyebabkan partikel
yang masih melayang pada air sampel belum sempat mengendap seluruhnya. Sehingga,
partikel yang melayang atau tersuspensi masih terdapat dalam jumlah yang banyak. Hal ini
juga terdapat dalam literatur, dimana dalam penelitian yang tertera pada literatur diperoleh
grafik hubungan antara fraksi tersisa dengan kecepatan pengendapan. Sama halnya dengan
praktikum kali ini, dala literatur juga diperoleh grafik yang menunjukkan bahwa kecepatan
pengendapan memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan fraksi tersisa. Semakin besar
nilai kecepatang pengendapan, semakin besar pula fraksi tersisa dari air sampel yang diamati.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari waktu pengendapan yang diterapkan pada setiap sampel
berbeda (Tauhid, 2018).
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini merupakan praktikum satuan operasi teknik lingkungan materi ketiga,
yakni dengan judul materi sedimentasi. Praktikum kali ini dilaksanakan dengan tiga buah
tujuan praktikum yang mendasari pelaksanaan praktikum itu sendiri. Tujuan pertama dari
praktikum kali ini adalah untuk mengetahui besarnya kadar zat padat yang terlarut dalam air.
Kemudian, tujuan kedua dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi sedimentasi. Selanjutnya, tujuan ketiga dari praktikum kali ini adalah agar
mahasiswa mampu menentukan hubungan kecepatan pengendapan sedimentasi terhadap
waktu dan fraksi tersisa.
Praktikum dapat dinyatakan berhasil ketika praktikan dapat memenuhi tujuan praktikum
yang ditetapkan. Pada praktikum kali ini, dilakukan pengambilan sampel air yang diaduk pada
selang waktu 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan 17 menit. Terdapat beberapa data yang dicari
dalam praktikum kali ini, yakni TSS, kecepatan pengendapan, dan fraksi TSS. Besarnya kadar
zat padat yang terlarut dalam air atau TSS ditentukan melalui perhitungan, sehingga
didapatkan hasil bahwa nilai TSS pada sampel yang diambil pada selang waktu 0, 1, 3, 5, 7,
9, 11, 13, 15, dan 17 menit, secara berurutan, adalah 17,612; 15,136; 14,108; 11,972; 10,608;
9,748; 8,688; 8,572; 8,276; 8,072 g/L. Nilai TSS pada sampel tentunya berkaitan erat dengan
proses sedimentasi itu sendiri. Pada dasarnya, proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yakni konsentrasi koagulan, konsentrasi partikel pengotor, pH lingkungan, waktu dan
kecepatan pengadukan, jenis koagulan dan flokulan, waktu pengendapan, serta kecepatan
pengendapan. Kemudian, dari praktikum kali ini dapat kita ketahui beberapa hubungan
diantara faktor tersebut. Pertama, waktu pengendapan memiliki hubungan yang berbanding
terbalik dengan kecepatan pengendapan. Artinya, waktu pengadukan yang semakin besar
akan berdampak pada kecepatan pengendapan yang semakin kecil. Kemudian, terkait dengan
hubungannya, kecepatan pengendapan memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan
fraksi tersisa. Artinya, semakin besar kecepatan pengendapan, semakin kecil fraksi tersisa
yang terdapat pada sampel. Hal ini dipengauruhi oleh waktu pengendapan yang dimiliki oleh
setiap sampel yang berbeda.
5.2 Saran
Praktikum kali ini telah dilaksanakan dengan cukup lancar dan tidak ada kendala. Praktikan
sudah sangat merasa terbantu dengan adanya praktikum kali ini walaupun dilaksanakan
secara onlin melalui video praktikum dan asistensi. Harapan kedepannya, kami berharap agar
pelaksanaannya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi TA, Butungan J, Sudiyanto A, Amrin D, Siri HT, dan Nusanto G. 2019. Rancangan
Sistem Penyaliran pada Lokasi Disposal Tambang Nikel. Jurnal Teknik: Media
Pengembangan Ilmu dan Aplikasi Teknik 18(1): 27-37.
Ermayendri D dan Riangdeko. 2019. Penurunan Kekeruhan dan TSS pada Unit Sedimentasi
dengan Aplikasi Granite Platesetller dan Tanpa Settler Instalasi Pengolahan Air Bersih.
Journal of Nursing and Public Health 7(1): 12-16.
Fardinan K dan Bahriani. 2016. Studi Pengolahan Air Bersih Kelurahan Buloa, Kecamatan
Tallo. Skripsi. Jurusan Sipil Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Fitriyanto A. 2017. Pengolahan Air Bersih Skala Rumah Tangga dengan Menggunakan
Teknologi Tepat Guna saat Bencana Banjir. Tugas Akhir. Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Martini S, Yuliawati E, dan Kharismadewi D. 2020. Pembuatan Teknologi Pengolahan Limbah
Cair Industri. Jurnal Distilasi 5(2): 26-33.
Prihatini Y. 2014. Efektivitas Ekstrak Larutan NaCl Biji Kelor (Moringa oleifera L.) tanpa Lemak
Sebagai Koagulan Air Sungai Bengawan Solo. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Malang.
PUPR K. 2018. Pedoman Perencanaan Teknik Terinci Sistem Pengelolaan Air Limbah
Domestik Terpusat. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Setiyadi, Lourentius S, Ariella WE, dan Prema G. 2013. Menentukan Persamaan Kecepatan
Pengendapan pada Sedimentasi. Jurnal Ilmiah Widya Teknik 12(2): 9-17.
Tauhid AI, Oktiawan W, dan Samudro G. 2018. Penentuan Surface Loading Rate (Vo) dan
Waktu Detensi (td) Air Baku Air Minum Sungai Kreo Dalam Perencanaan
Prasedimentasi dan Sedimentasi HR-WTP Jatibarang. Jurnal Sains dan Teknologi
10(2): 77-87.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Rustiah W. 2015. Analisis Logam Berat Cu dan Cd pada Sedimen di Sekitar Perairan Laut
Dangkal Selat Buton Kab. Muna. Jurnal Teknosains 9(2): 253-264.
Yanuarita D, Julaika S, Malik A, dan Goa JL. 2017. Pengaruh Penambahan Bittern pada
Limbah Cair dari Proses Pencucian Industri Pengolahan Ikan. Jurnal IPTEK 21(1): 43-
50.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
LAMPIRAN DATA HASIL PRAKTIKUM
REVIEW VIDEO
Video praktikum materi ketiga menjelaskan tentang alat, bahan, dan metode yang
dipergunakan dalam praktikum materi ketiga ini, yakni materi sedimentasi. Penjelasan
pertama dilakukan dengan menjelaskan alat bahan yang dipergunakan dalam praktikum,
beserta kegunaan alat tersebut dalam praktikum. Alat yang pertama adalah vacuum filter. Alat
ini merupakan alat yang dipergunakan untuk membantu proses filtrasi atau penyaringan agar
berjalan lebih cepat. Kemudian, alat kedua dalam praktikum adalah gelas erlenmeyer yang
dipergunakan untuk menampung fluida atau air yang telah melalui proses penyaringan.
Kemudian, alat selanjutnya adalah cawan porcelain yang dipergunakan sebagai tempat kertas
saring. Alat selanjutnya adalah kertas saring itu sendiri yang berfungsi sebagai media filter
atau media saringan. Lalu, terdapat corong yang berfungsi sebagai tempat dari kertas saring
ketika proses penyaringan. Alat selanjutnya adalah penjepit yang dipergunakan untuk menjepit
alat lainnya ketika proses pemanasan dalam oven. Kemudian terdapat gelas ukur yang
dipergunakan untuk mengambil air sampel dalam volume tertentu. Terdapat juga pengaduk
kaca sebagai alat untuk menghomogenkan air limbah. Selanjutnya, terdapat bahan praktikum,
yakni air sampel yang diambil dari bak pengendap. Sebelum pengambilan air sampel, bak
pengendap terlebih dahulu diaduk dan air sampel dihomogenkan. Kemudian, terdapat oven
sebagai alat untuk mengeringkan filtrat atau partikel yang terjebak dalam saringan. Setelah
itu, terdapat desikator yang berfungsi sebagai penyerap air pada kerta saring.
Penjelasan praktikum dilanjutkan dengan menjelaskan metode atau langkah kerja
praktikum. Langkah pertama adalah memanaskan cawan porcelain dan kertas saring kedalam
oven atau inkubator selama 1jam dengan temperatur sebesar 105oC. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan kadar air pada cawan dan kertas saring agar tidak mempengaruhi
penimbangan sampel. Setelah 1 jam, cawan dan kertas saring diambil dari oven, kemudian
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
memastikan kadar air pada kedua alat tersebut sudah hilang. Setelah 15 menit, cawan dan
kertas saring kemudian diambil dan diletakkan pada timbangan analitik untuk proses
penimbangan awal. Hasil penimbangan tersebut dicatat sebagai berat awal. Langkah
selanjutnya adalah mengaduk air sampel pada gelas beker sama halnya dengan proses
koagulasi. Seiring pengadukan tersebut dilakukan pengamatan dalam jangka waktu 0, 1, 3, 5,
7, 9, 11, 13, 15, dan 17 menit. Pada setiap selang waktu tersebut dilakukan pengamatan untuk
mengamati bentuk dan kondisi, serta dilakukan pengambilan sampel sebanyak 25 mL. Dalam
pengambilan sampel tersebut, miniskus yang dipergunakan adalah miniskus bawah.
Langkah kerja selanjutnya adalah menyaring setiap sampel yang diperoleh pada
rentang waktu tersebut. Adapun proses penyaringan dibantu dengan menggunakan vacuum
cleaner untuk menyedot air sampel melewati kertas saring. Penyaringan dilakukan diatas
gelas erlenmeyer yang berisi lubang samping. Pada mulut gelas terdapat corong yang
dilengkapi kertas saring. Kemudian lubang samping erlenmeyer berhubungan dengan vacuum
cleaner. Penuangan air sampel keatas kertas saring dilakukan secara perlahan dan hati-hati
agar air sampel tidak tumpah keluar corong. Setelah semua sampel tersaring, setiap kertas
saring yang dipergunakan dimasukkan bersama cawan porcelain kedalam oven untuk
dipanaskan selama 1 jam dalam suhu 105oC. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air
pada kertas saring dan cawan setelah proses filtrasi. Setelah 1 jam, semua cawan porcelain
yang berisi kertas saring dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk memastikan
hilangnya kadar air pada alat tersebut. Langkah selanjutnya adalah menimbang semua cawan
yang berisi kertas saring dengan menggunakan timbangan analitik. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui massa kertas saring dan cawan setelah perlakuan. Hasil penimbangan dicatat
dan kemudian dimasukkan kedalam data hasil praktikum. Maka dari itu akan didapatkan data
berat awal cawan dan kertas saring serta berat cawan dan kertas saring setelah perlakuan,
yakni pada selang waktu 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan 17 menit. Data tersebut nantinya akan
dipergunakan dalam perhitungan. Adapun berat partikel yang tersaring diperoleh dari selisih
antara massa awal cawan porcelain beserta kertas saring dengan berat cawan beserta kertas
saring setelah dilakukannya perlakuan. Setelah data dicatat, kita akan mengetahui
perhitungan TS pada air sampel sebelum dan setelah perlakuan. Kemudian kita akan
mengetahui fraksi TS dan kecepatan pengendapan untuk sampel pada setiap selang waktu.
Demikianlah review video praktikum kali ini.