Anda di halaman 1dari 41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan air, merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal
ini didasari oleh kebutuhan manusia itu sendiri yang sangat bergantung erat terhadap
keberadaan air. Pada mulanya, manusia tidak perlu melakukan pengolahan air agar bisa
dimanfaatkan dalam kehidupannya. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, manusia
itu sendiri mulai menciptakan limbah-limbah sisa aktivitasnya yang terkadang mencemari
sumber air. Selain itu, meningkatnya standar kualitas hidup juga menyebabkan manusia mulai
berusaha untuk mendapat air bersih. Hal ini tentunya berkaitan dengan keinginan manusia
yang senantiasa berkeinginan untuk hidup sehat dan bersih. Oleh karenanya, seiring dengan
perkembangan zaman, manusia mulai menciptakan sistem-sistem pengolahan air, sehingga
manusia dapat memperoleh air bersih yang layak konsumsi, walaupun dari air yang awalnya
merupakan air kotor.
Sistem pengolahan air terdiri atas beberapa bagian. Secara gambaran umum, sistem air
tersebut terdiri atas filtrasi dan bagian sterilisasi fisik, kimia, dan biologi. Pada praktikum
sebelumnya, kita sudah menganalisis proses koagulasi dan flokulasi yang dimana, kedua
proses tersebut termasuk kedalam sistem pengolahan air. Perlu kita ketahui bahwa dalam
proses filtrasi terdapat berbagai media dan sistem modifikasi yang bisa dijadikan sebagai
media support. Salah satu media support yang sering dipergunakan untuk membantu proses
filtrasi adalah gravel. Gravel dapat dikatakan sebagai metode pengolahan awal yang
penerapannya tidak membutuhkan koagulan ataupun peralatan mekanik. Selain itu, gravel
juga dapat digambarkan sebagai suatu lapisan bermedia kerikil dengan ukuran 3 sampai
dengan 64 mm. Tentunya, pemilihan ukuran dari gravel tersebut disesuaikan dengan tujuan
pengolahan air, karakteristik air, dan jenis air baku yang dipergunakan. Sama halnya dengan
proses koagulasi dan flokulasi, gravel dalam pengolahan air bertujuan untuk mengurangi
kekeruhan dari air baku yang diambil. Terkait dengan sistem pengolahan air, ukuran gravel
juga sangat berpengaruh terhadap aliran air dalam sistem pengolahan tersebut. Tepatnya,
ukuran gravel ini berpengaruh terhadap nilai bilangan Reynold dan velocity gradient.
Mengingat pentingnya hal tersebut, maka pada praktikum kali ini, kita akan menganalisis
pengaruh gravel terhadap gradien kecepatan pada pengadukan kanal bersekat.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu menentukan hubungan ukuran gravel terhadap headloss dan
velocity gradient pada berbagai ukuran gravel.
b. Mahasiswa mampu menentukan hubungan headloss terhadap velocity gradient pada
berbagai ukuran gravel.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gravel


Pengolahan air atau sistem pengolahan air memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
sistem filtrasi. Dalam sistem filtrasi tersebut sering kali kita akan mendengar istilah lapisan
gravel ketika mengamati sistem filtrasi tersebut. Berdasarkan literatur yang diperoleh, gravel
atau pasir gravel adalah suatu lapisan bebatuan yang dapat mengandung air, menyerap air,
dan dapat dilewati air. Dikarenakan sifatnya yang dapat dilewati air, maka gravel ini dangat
cocok diterapkan dalam sistem filtrasi air untuk membantu jalannya filtrasi. Ketika air kotor
melewati lapisan gravel, partikel-partikel makro yang terdapat dalam air akan tertinggal dalam
lapisan bebatuan gravel tersebut. Oleh karena itu, air yang keluar dari lapisan gravel ini sudah
tidak akan lagi mengandung partikel makro pengotor (Rolla, 2016).
Literatur lain mengatakan bahwa gravel adalah kumpulan bongkah, kerikil, dan kerakal
yang tidak terkonsolidasi. Gravel itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan ukuran
butir bebatuannya. Jenis pertama adalah gravel kasar/bongkah (boulder gravel), jenis kedua
adalah gravel halus/kerikil (pebble gravel), dan jenis ketiga adalah gravel kerakal (cobble
gravel). Dalam sistem filtrasi air, gravel terkadang dipergunakan sebagai metode pengolahan
awal. Hal ini disebabkan oleh penggunaan media gravel yang tidak memerlukan koagulan
ataupun peralatan mekanik. Selain itu, penerapan media gravel ini juga cenderung murah
dalam pembiayaan, sehingga sangat cocok untuk dipergunakan sebagai proses awal filtrasi.
Terkait dengan ukuran butirnya, media gravel terbentuk atas lapisan krikil dengan ukuran 4-
20 mm untuk butiran batunya. Pemasangan media gravel dibedakan berdasarkan arah aliran
dalam pengolahan air tersebut. Perbedaan tersebut terdiri atas tipe aliran keatas, tipe aliran
kebawah, ataupun tipe aliran horizontal. Terkait dengan ukuran butir gravel yang
dipergunakan, pemilihannya disesuaikan dengan bahan baku air yang diolah, tujuan
pengolahan, syarat operasi, dan metode perawatan yang dipergunakan (Aulia, 2012).

2.2 Fungsi Gravel pada Pengolahan Limbah


Gravel dapat dikatakan sebagai media support yang memiliki peran penting dalam sistem
pengolahan air, khususnya pada bagian filtrasi. Gravel digambarkan sebagai media yang
tersusun atas kerikil dan bebatuan kecil. Dalam penggunaannya, gravel tentunya memiliki
berbagai macam manfaat dan fungsi, sehingga gravel ini dipilih sebagai media support filtrasi.
Manfaat atau fungsi pertama dari gravel adalah sebagai filter untuk air, sehingga partikel
pengotor makro tidak bisa melewati lapisan tersebut, dan air setelahnya menjadi lebih bersih.
Kemudian, fungsi selanjutnya adalah sebagai tempat berkumpulnya bakteri pengurai. Hal ini
sesuai dan berkaitan erat dengan fungsi gravel sebagai filter, dimana dalam gravel tentunya
akan terdapat pertikel organik yang tersangkut. Hal ini menyebabkan banyaknya bakteri
pengurai yang akan berkumpul pada media tersebut untuk menguraikan partikel organik
(Pratiwi, 2017).
Pada dasarnya, gravel memiliki fungsi dan manfaat yang cukup banyak dalam sistem
pengolahan air bersih. Fungsi lainnya dari gravel itu sendiri adalah menurunkan kekeruhan
dengan cara menyaring influen dan partikel tersuspensi, sehingga air yang telah melalui media
gravel tersebut layak untuk memasuki tahap pengolahan selanjutnya. Terlebih lagi, media
gravel ini dapat mengurangi jumlah alga, sehingga terhindar dari resiko pengumbatan saluran
oleh alga. Kemudian, ketika dipadukan dengan penggunaan SSF, media gravel memiliki fungsi
sebagai pelindung bagi SSF tersebut. Adapun caraa media gravel untuk melindungi SSF ini
adalah dengan cara memfilter air, sehingga partikulat pada SSF tidak menumpuk. Hal ini
menyebabkan SSF bisa bekerja lebih baik, lebih cepat, dan dapat bertahan dalam waktu yang
lama. Pada intinya, gravel turut berperan dalam menurunkan kekeruhan (Aulia, 2012).
2.3 Tahap-tahap Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah, pada dasarnya, dilakukan melalui beberapa tahapan guna
memaksimalkan kinerja dari sistem pengolahan limbah tersebut. Tahapan pengolahan limbah
tersebut terdiri atas tahapan pengolahan secara fisik, pengolahan secara kimia, dan
pengolahan secara biologis. Tahapan pengolahan fisik merupakan tahapan awal dalam sistem
pengolahan limbah. Pada proses fisiki ini, hal yang dilakukan adalah menyingkirkan prolutan
atau partikel pengotor melalui beberapa metode fisik. Metode fisik yang dimaksud diantaranya
adalah filtrasi dan pengadukan. Untuk pengolahan limbah cair, terdapat cara tambahan, yaitu
proses penyaringan, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, dan absorpsi. Kemudian, tahapan
kedua yang dilaksanakan biasanya adalah pengolahan secara kimia. Sama halnya dengan
pengolahan fisik, pengolahan kimia ini juga dilakukan untuk menyisihkan partikel pengotor
pada sampel, tetapi, pada pengolahan kimia, metode dilakukan menggunakan senyawa kimia.
Adapun pengolahan secara kimia ini dilakukan dengan presipitasi, gas transfer, absorpsi, dan
desinfeksi. Tahapan selanjutnya adalah pengolahan secara biologis. Proses biologis
dilakukan dengan memanfaatkan agen-agen biologis, seperti mikrobiologi untuk menguraikan
partikel-partikel pengotor pada sampel. Zat pengotor tersebut dapat dijadikan gas ataupun
dijadikan endapan pada bagian dasar bak pengolahan (Pratiwi R. , 2017).
Tahapan pengolahan limbah, pada dasarnya dapat diperinci lagi menjadi beberapa
metode atau tahapan. Hal ini dapat dilakukan, khususnya pada pengolahan limbar cair atau
air limbah. Tahapan ini diawali dengan proses pengolahan pertama (primary treatment).
Adapun pengolahan pertama ini ditujukan untuk memisahkan bahan padatan pada air limbah
melalui metode fisik. Metode fisik yang dimaksud diantaranya adalah penyaringan bahan
padat atau filtrasi dan sedimentasi atau pengendapan bahan padat. Hasil dari pengolahan
pertama tersebut akan berupa air yang lebih bening yang akan masuk ke pengolahan kedua
(secondary treatment). Pada pengolahan kedua ini, terdapat beberapa hal yang dilakukan,
yaitu menghilangkan koloid melalui koagulasi, menetralkan zat organik, dan menghilangkan
nutrisi (fosfor dan nitrogen). Langkah tersebut dilakukan dengan dua proses, yaitu proses
aerobik dan proses anaerobik. Proses aerobik merupakan proses penguraian zat organik
menggunakan mikroorganisme pada keadaan terdapat oksigen. Sedangkan, proses
anaerobik merupakan proses penguraian bahan organik menggunakan mikroorganisme tanpa
adanya oksigen dalam sistem. Kemudian, tahapan selanjutnya adalah pengolahan ketiga
(tertiary treatment). Pada pengolahan ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah
menghilangkan nutrisi dalam air, yakni fosfat dan nitrat yang dapat memicu tumbuhnya
mikroorganisme dalam air bersih. Hal lain yang juga dilakukan adalah penambahan Chlor
(Sari, 2018).

2.4 Pengertian Headloss dan Perhitungannya


Headloss merupakan salah satu istilah yang sering kali muncul ketika kita membahas hal-
hal yang berkaitan dengan saluran air. Berdasarkan literatur, headloss dapat didefinisikan
sebagai kehilangan tekanan atau rugi aliran pada sistem saluran air yang disebabkan oleh
konstruksi dan gaya gesek pada saluran tersebut. Saluran air yang paling dipengaruhi oleh
headloss ini adalah sistem perpipaan. Adapun penyebab dari terjadinya headloss ini adalah
konstruksi sistem itu sendiri dan gaya gesek antara air dengan saluran airnya. Konstruksi yang
kurang efisien akan mengakibatkan headloss yang sangat besar. Konstruksi yang kurang
efisien ditandai dengan banyaknya katup, belokan, sambungan L, dan sambungan T. Kerugian
yang disebabkan oleh struktur saluran yang kurang efisien (banyak komponen pendukung)
disebut dengan kerugian minor (headlos minor). Kemudian, kerugian yang disebabkan oleh
gaya gesek antara fluida dengan saluran disebut dengan kerugian mayor (headloss mayor).
Dikatakan sebagai headloss mayor, karena gaya gesek merupakan komponen utama
penyebab kehilangan tekanan pada sistem saluran air (Mahsyam, 2021).
Literatur lain menyatakan bahwa headloss merupakan kehilangan energi mekanik per
satuan massa fluida. Dimana, satuan dari headloss itu sendiri adalah satuan panjang.
Headloss itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yakni headloss mayor dan headloss minor.
Headloss mayor merupakan kehilangan tekanan atau rugi aliran yang disebabkan oleh
kekentalan zat cair dan turbulensi. Turbulensi ini merupakan akibat dari adanya gaya gesek
antara fluida atau zat cair yang kental dengan dinding saluran yang memiliki permukaan kasar.
Kemudian, headloss minor merupakan kehilangan tekanan atau rugi aliran yang disebabkan
oleh banyaknya komponen pendukung seperti belokan, katup, dan sambungan. Biasanya,
headloss minor ini terjadi pada bagian yang memiliki komponen pendukung tadi. Adapun besar
nilai dari headloss sama dengan jumlah antara headloss mayor dan headloss minor. Rumus
untuk mencari headloss mayor adalah sebagai berikut.
𝐿 𝑉^2
Hlmy = 𝑓. .
𝐷 2𝑔
Dengan keterangan:
Hlmy = headloss mayor (m)
f = koefisien gesek fluida
L = panjang Pipa (m)
V = kecepatan aliran fluida (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
D = diameter pipa (m)
Kemudian, untuk menentukan nilai dari headloss minor adalah dengan menggunakan
rumus dibawah ini.
𝑉^2 𝑓
Hlm = 𝑘. dengan nilai k =
2𝑔 𝐷
Dengan keterangan:
Hlm = headloss minor (m)
k = koefisien kekasaran
V = kecepatan aliran fluida (m/s)
f = kekasaran relatif pipa
D = diameter pipa (m) (Putra, 2017).

2.5 Pengertian Velocity gradient dan Perhitungannya


Velocity gradient atau gradien kecepatan merupakan salah satu istilah yang sering
dipergunakan dalam bidang filtrasi fluida cair. Berdasarkan literatur, gradien kecepatan dapat
didefinisikan sebagai suatu perbedaan kecepatan antara dua titik terkecil atau volume terkecil
dari sejumlah fluida yang arah kecepatannya tegak lurus terhadap arah gerak koloid. Gradien
kecepatan ini biasanya dipergunakan dalam menentukan kecepatan pengadukan fluida dalam
proses koagulasi dan flokulasi. Besarnya gradien kecepatan sangat berpengaruh terhadap
kelancaran proses tersebut. Proses koagulasi membutuhkan gradien kecepatan yang cukup
tinggi, sehingga senyawa koagulan dapat tercampur merata dengan cepat dan terbentuk
senyawa fluida yang homogen. Sedangkan, proses flokulasi membutuhkan gradien kecepatan
yang lebih rendah. Hal ini bertujuan agar flok yang sudah terbentuk tidak hancur kembali
karena proses pengadukan. Nilai G yang terlalu besar atau terlalu kecil akan mengganggu
hasil akhir dari proses koagulasi-flokulasi. Mengingat gradien kecepatan ini merupakan salah
satu faktor yang penting, maka penentuannya tidak bisa sembarangan dan diharuskan
menggunakan perhitungan dalam penentuannya (Prakoso, 2018).
Literatur lain juga menyatakan hal serupa, dimana gradien kecepatan adalah salah satu
faktor penting dalam pelaksanaan proses koagulasi-flokulasi. Utamanya, gradien kecepatan
ini, sangat diperlukan dalam proses flokulasi yang membutuhkan kecepatan pengadukan yang
lebih kecil dari kecepatan pada proses koagulasi. Hal ini bertujuan untuk menjaga flok atau
gumpalan yang sudah terbentuk agar flok tersebut tidak terpecah kembali. Gradien kecepatan
yang terlampau tinggi dapat menyebabkan terpecahnya flok, sehingga diperlukan gradien
yang sesuai dengan karakteristik proses flokulasi tersebut. Untuk menentukan nilai dari
gradien kecepatan atau velocity gradient, tentunya diperlukan metode tertentu dalam
penentuannya, yakni dengan menggunakan rumus. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
gradien kecepatan ini dapat dinyatakan sebagai intensitas pengadukan dan fungsi dari tenaga
yang disalurkan untuk proses flokulasi tersebut. Gradien kecepatan mempengaruhi waktu
pengadukan, semakin besar nilai gradien kecepatan, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan proses. Adapun rumus dari gradien kecepatan adalah sebagai berikut.
ℎ.𝜌.𝑔.𝑄 1/2
G=[ ]
𝜇.𝛼.𝑉
Dengan keterangan:
G = gradien kecepatan (detik-1)
h = headloss (m)
𝜌 = massa jenis fluida (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
Q = debit aliran (m3/detik)
µ = viskositas dinamik air (kg/m.detik)
α = porositas butiran
V = volume air (m3) (Hamzani, 2020).
BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan beserta Fungsi


Tabel 3.1 Alat dan bahan beserta fungsinya
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Gelas volume Sebagai wadah untuk menampung air yang keluar dari
bak pengolahan limbah hingga sebanyak 2 liter
2. Bak pengolahan limbah Sebagai wadah perlakuan
3. Penggaris Sebagai alat untuk mengukur dimensi bak pengolahan,
ketinggian gravel, dan ketinggian air
4. Termometer Sebagai alat untuk mengukur temperatur sebelum dan
setelah air melalui gravel
5. Stopwatch Sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur
waktu air yang keluar dari bak dalam mencapai volume
2 liter
6. Limbah domestik air sungai Sebagai bahan perlakuan
7. Gravel Sebagai bahan perlakuan

3.2 Gambar Alat dan Bahan


Tabel 3.2 Gambar alat dan bahan
No. Alat dan Bahan Gambar
1. Gelas volume

Gambar 3.1 Gelas volume


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

2. Bak pengolahan limbah

Gambar 3.2 Bak pengolahan limbah


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

3. Penggaris

Gambar 3.3 Penggaris


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
4. Termometer

Gambar 3.4 Termometer


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

5. Stopwatch

Gambar 3.5 Stopwatch


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

6. Limbah domestik air sungai

Gambar 3.6 Limbah domestik air sungai


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

7. Gravel

Gambar 3.7 Gravel


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
3.3 Cara Kerja

Alat dan Bahan

Dipersiapkan

Bak Pengolahan Limbah

Diukur dimensinya, yaitu panjang,


lebar, dan tinggi
Gravel

Dimasukkan kedalam bak


pengolahan limbah serta diukur
ketinggiannya
Air Limbah

Dimasukkan kedalam bak


pengolahan limbah dan diukur
temperatur awalnya
Keran Bak Pengolahan

Dibuka hingga air memenuhi gelas


volume sebanyak 2 liter

Stopwatch

Dinyalakan untuk mengukur waktu


air memenuhi gelas volume
sebanyak 2 liter

Data Hasil Praktikum

Dicatat dan dipergunakan untuk


membuat grafik

Hasil
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Tabel 4.1 Data hasil praktikum
Ukuran Gravel Suhu
Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m) Waktu (s)
(m) (0C)
0,18 0,18 0,58 0,005 25 71
0,18 0,18 0,49 0,008 25 56

Volume = 2 liter
Volume gravel = 1 𝑐𝑚3 = 1x 10−6
Diameter Keran = 0,015 m
0,015 2
Luas permukaan keran = 3,14 x ( 2
) =1,76625 x 10-4 m2
−3
Massa Gravel 0,005 = 1,6752 𝑥 10 𝑘𝑔
Massa Gravel 0,008 = 1,7582 𝑥 10−3 𝑘𝑔
µ (viskositas) = 0,785 × 10−6
α = 0,4
θ = 0,8
g = 9.81
Volume bak gravel 0,005 cm = 0,018792
Volume bak gravel 0,008 cm = 0,015876
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan
Ukuran Gravel (m) Headloss (m) Gradien Kecepatan (s-1)
0,005 6,168 21997,966
0,008 5,235 25434,625

Perhitungan
1. Debit (Q)
𝑉
𝑄=
𝑡
a. Gravel Ukuran 0,005 m
0,002
𝑄= 71
= 2,8169 × 10−5
b. Gravel Ukuran 0,008 m
0,002
𝑄= 56
= 3,57143 × 10−5

2. Kecepatan Aliran (v)


𝑄
𝑣=
𝐴
a. Gravel Ukuran 0,005 m
2,8169 ×10−5
𝑣= 1,76625 x 10−4
= 0,159485

b. Gravel Ukuran 0,008 m


3,57143×10−5
𝑣= = 0,202204
1,76625 x 10−4

3. Massa Jenis (ρ)


𝑚
𝜌=
𝑉
a. Gravel Ukuran 0,005 m
1,6752 𝑥 10−3
𝜌= = 1675,2
10−6

b. Gravel Ukuran 0,008 m


1,7582 𝑥 10−3
𝜌= 10−6
= 1758,2

4. Bilangan Reynold
𝑑𝑣𝜌
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇

a. Gravel Ukuran 0,005 m


0,005 𝑥 0,159485 𝑥 1675,2
𝑁𝑅𝑒 = 0,785×10−6
= 1701713,656

b. Gravel Ukuran 0,008 m


0,008 𝑥 0,202204 𝑥 1758,2
𝑁𝑅𝑒 = 0,785×10−6
= 3623083,972

5. Faktor Gesekan
1− 𝛼
𝑓 = 150 × ( ) + 1,75
𝑁𝑅𝑒
a. Gravel Ukuran 0,005 m
1− 0,4
𝑓 = 150 × ( ) + 1,75 = 1,750052888
1701713,656

b. Gravel Ukuran 0,008 m


1− 0,4
𝑓 = 150 × ( )+ 1,75 = 1,750024841
3623083,972

6. Headloss
𝑓 1− 𝛼 𝐿 𝑣2
𝐻= × ( 3 )𝑥
𝜃 𝛼 𝑑𝑔

a. Gravel Ukuran 0,005 m


1,750052888 1− 0,4 0,58 0,1594852
𝐻= 0,8
× ( 0,4 3
) 𝑥 0,005 𝑥 9,81
= 6,168

b. Gravel Ukuran 0,008 m


1,750024841 1− 0,4 0,49 0,2022042
𝐻= 0,8
× ( 0,4 3
) 𝑥 0,008 𝑥 9,81
= 5,235

7. Gradient Kecepatan
ℎ𝜌𝑔𝑄
𝐺= √
𝜇𝛼𝑉
a. Gravel Ukuran 0,005 m
6,168 × 1675,2 × 9,81 × 2,8169 ×10−5
𝐺= √ 0,785 × 10−6 × 0,4 × 0,018792
= 21997,966

b. Gravel Ukuran 0,008 m


5,235 × 1758,2 × 9,81 × 3,57143 × 10−5
𝐺= √ 0,785 × 10−6 𝑥 0,4 × 0,015876
= 25434,625
4.2 Analisa Data Hasil Praktikum
Data hasil praktikum dalam praktikum kali ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data hasil
pengukuran dan data hasil perhitungan. Data hasil pengukuran berasal dari pengukuran yang
dilakukan, sedangkan data hasil perhitungan didapat dari perhitungan menggunakan data
hasil pengukuran. Dalam data hasil praktikum tersebut, dapat kita amati, untuk ukuran gravel
0,005 m, dimensi panjang dan lebarnya dalam bak pengolahan adalah sama, yaitu 0,18 m.
Kemudian, tinggi air pada gravel tersebut adalah 0,58 m, temperatur awal sebesar 25oC, dan
waktu yang dibutuhkan untuk melewatkan 2liter air adalah 71 detik. Selanjutnya, pada gravel
berukuran 0,008m, dapat kita amati bahwa dimensi panjang dan lebarnya dalam bak
pengolahan adalah sama, yaitu 0,18 m. Tinggi air pada gravel dalam bak pengolahan adalah
0,49 m, temperatur awal sebesar 25oC, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyalurkan 2 liter
air adalah 56 detik. Selanjutnya, terdapat data lain yang diperoleh yakni, volume air yang
ditampung dari keran bak pengolahan adalah 2liter. Kemudian, volume gravel yang
dipergunakan sebagai filter adalah 1 x10-6 m3, diameter keran pengolahan sebesar 0,015 m
sehingga, luas permukaan keran adalah sebesar 1,76625 x 10-4 m2. Massa gravel ukuran
0,005 m adalah 1,6752 x 10-3 kg, massa gravel berukuran 0,008 m adalah sebesar 1,7582 x
10-3 kg, dan nilai viskositas air yang dipergunakan adalah sebesar 0,785 x 10-6 . Kemudian,
nilai α adalah 0,4, nilai θ sebesar 0,8, dan percepatan gravitasi adalah sebesar 9,81.
Selanjutnya, untuk volume bak gravel 0,005 m adalah sebesar 0,018792 m3, sedangkan untuk
volume bak gravel 0,008 m adalah sebesar 0,015876 m3.
Kemudian, dilakukanlah perhitungan untuk menentukan besarnya debit air yang melalui
kedua jenis ukuran gravel tersebut. Setelah perhitungan dilakukan, diketahui bahwa debit yang
air yang mengalir pada gravel 0,005 m adalah sebesar 2,8169 × 10−5 sedangkan, debit air
yang mengalir melalui gravel 0,008 m adalah sebesar 3,57143 × 10−5. Setelah mendapatkan
nilai debit pada ekdua gravel, perhitungan dilanjutkan dengan menghitung kecepatan aliran
pada kedua gravel. Diketahui bahwa, pada gravel 0,005 m, kecepatan aliran airnya adalah
sebesar 0,159485 kemudian, untuk gravel berukuran 0,008 m, kecepatan aliran air bernilai
0,202204. Perhitungan selanjutnya adalah menghitung massa jenis dari kedua media gravel
tersebut. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa media gravel 0,005 memiliki massa jenis
sebesar 1675,2 dan media gravel 0,008 memiliki nilai massa jenis sebesar 1758,2. Setelah
mengetahui nilai massa jenis, perhitungan dilanjutkan untuk menentukan bilangan Reynold
pada aliran kedua jenis gravel. Perhitungan tersebut menghasilkan data bahwa nilai bilangan
Reynold untuk gravel 0,005 adalah sebesar 1701713,656 kemudian, nilai bilangan Reynold
untuk gravel 0,008 adalah sebesar 3623083,972. Selain bilangan Reynold, perhitungan juga
dilakukan untuk menentukan faktor gesekan yang terjadi antara gravel dengan fluida. Dari
perhitunga tersebut diketahui bahwa nilai faktor gesekan pada gravel 0,005 adalah sebesar
1,750052888 sedangkan, nilai faktor gesekan untuk gravel 0,008 adalah sebesar
1,750024841. Kemudian, perhitungan dilanjutkan untuk menentukan headloss pada kedua
jenis gravel, sehingga diketahui bahwa, pada gravel 0,005 terjadi headloss sebesar 6,168
sedangkan, pada gravel 0,008 terjadi headloss sebesar 5,235. Perhitungan terakhir dilakukan
untuk menentukan gradient kecepatan pada kedua jenis gravel. Dari perhitungan tersebut
diketahui bahwa aliran pada gravel 0,005 memiliki gradien kecepatan sebesar 21.997,966.
Kemudian, aliran air pada gravel 0,008 memiliki gradien kecepatan sebesar 25.434,625.
4.3 Hubungan Ukuran Gravel dengan Headloss dan Perbandingan Grafik antar Dua
Kelompok

Hubungan Gravel dengan Headloss


6,4
6,2
6

Headloss
5,8
5,6
5,4
5,2
5
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01
Gravel

Gambar 4.1 Grafik hubungan gravel dengan headloss kelompok M4


Sumber: Data diolah, 2022

Gambar 4.2 Grafik hubungan gravel dengan headloss kelompok M3


Sumber: Data diolah, 2022

Kedua grafik diatas merupakan grafik yang menyatakan hubungan ukuran gravel terhadap
headloss. Gambar 4.1 merupakan grafik dari kelompok saya, yaitu kelompok M4. Grafik
tersebut memuat hubungan antara ukuran gravel terhadap kehilangan tekanan (headloss)
pada aliran filter media gravel. Apabila kita teliti lebih mendalam, dapat kita amati bahwa grafik
tersebut menurun. Ketika gravel yang dipergunakan pada praktikum memiliki ukuran 0,005 m
headloss aliran bernilai sebesar 6,168. Sedangkan, ketika gravel yang dipergunakan memiliki
ukuran 0,008 m, headloss pada aliran tersebut bernilai sebesar 5,235. Hal ini menunjukkan
bahwa, antara ukuran gravel dan headloss memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Jika
ukuran gravel semakin besar, maka nilai kehilangan tekanan atau headloss akan semakin
mengecil. Hal ini juga dapat kita amati pada Gambar 4.2, dimana grafik tersebut merupakan
grafik dari kelompok M3. Pada grafik tersebut, kita dapat mengamati bahwa ketika gravel yang
dipergunakan dalam praktikum memiliki ukuran 0,005 m headloss aliran bernilai lebih besar
dari 6. Sedangkan, ketika gravel yang dipergunakan memiliki ukuran 0,008 m, headloss pada
aliran tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dari 6. Sama halnya dengan grafik kelompok M4,
grafik kelompok M3 juga menurun, yang artinya, antara ukuran gravel dan headloss memiliki
hubungan yang berbanding terbalik. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa grafik kelompok M3
dan grafik kelompok M4 mendapatkan hasil yang serupa dalam menyatakan hubungan antara
ukuran gravel dan headloss.
Ukuran gravel dan headloss memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Artinya, ketika
ukuran gravel semakin besar, nilai headloss akan bernilai semakin kecil. Hal ini juga berlaku
sebaliknya. Pada dasarnya, hal ini sangat berkaitan erat dengan ukuran pori-pori yang
terbentuk pada lapisan media gravel. Semakin besar ukuran gravel yang dipergunakan akan
menyebabkan pori-pori pada media gravel lebih besar. Dengan adanya pori-pori yang lebih
besar, maka akan menyebabkan fluida lebih mudah dan lebih cepat dalam mengalir.
Kemudian, besarnya pori-pori menyebabkan gesekan antara fluida dengan partikel gravel
menjadi lebih sedikit. Gesekan yang semakin sedikit menyebabkan nilai headloss menjadi
semakin kecil. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa headloss atau
kehilangan tekanan secara menyeluruh disebabkan oleh hilangnya energi akibat adanya
gesekan antara fluida dengan media filter. Dalam hal ini, fluida yang dimaksudkan adalah air
dan media filter yang dimaksud adalah media gravel (Sasmitha, 2017).

4.4 Hubungan Ukuran Gravel dengan Velocity gradient dan Perbandingan Grafik antar
Dua Kelompok

Hubungan Gravel dengan Gradien


26000
25500
25000
24500
Gradien

24000
23500
23000
22500
22000
21500
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01
Gravel

Gambar 4.3 Grafik hubungan ukuran gravel dengan gradien kecepatan kelompok M4
Sumber: Data diolah, 2022

Gambar 4.4 Grafik hubungan ukuran gravel dengan gradien kecepatan kelompok M3
Sumber: Data diolah, 2022

Gambar-gambar diatas merupakan grafik yang berasal dari dua kelompok berbeda, yakni
kelompok M4 dan kelompok M3. Kedua grafik tersebut akan dibandingkan untuk memastikan
hasil yang diperoleh pada praktikum ini. Gambar 4.3 adalah grafik dari kelompok M4 yang
menyatakan hubungan antara ukuran gravel dengan gradien kecepatan. Dapat kita amati
bahwa dalam grafik tersebut terjadi kenaikan, ketika gravel yang dipergunakan dalam
praktikum merupakan gravel berukuran 0,005 m, gradien kecepatan dari aliran yang terjadi
menunjukkan nilai sebesar 21.997,966. Sedangkan, ketika gravel yang dipergunakan
berukuran 0,008 m, gradien kecepatan dari aliran tersebut bernilai sebesar 25.434,625. Hal
ini tentunya menunjukkan bahwa ukuran gravel memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Artinya, semakin besar ukuran gravel yang dipergunakan, semakin besar pula gradien
kecepatan dari aliran yang akan terbentuk nantinya. Hal serupa dapat kita amati pada Gambar
4.4, dimana gambar 4.4 merupakan grafik dari kelompok M3 yang menyatakan hubungan
antara ukuran gravel dengan gradien kecepatan. Pada grafik tersebut dapat kita amati, ketika
gravel yang dipergunakan dalam praktikum berukuran 0,005 m, gradien kecepatan dari aliran
yang terjadi menunjukkan nilai sebesar kurang dari 2700000. Sedangkan, ketika gravel yang
dipergunakan berukuran 0,008 m, gradien kecepatan dari aliran tersebut bernilai lebih besar
dari 3100000. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran gravel dan gradien kecepatan memiliki
hubungan berbanding lurus. Dari kedua grafik tersebut dapat kita amati bahwa kelompok M4
dan kelompok M3 mendapatkan hasil yang serupa dalam menyatakan hubungan ukuran
gravel terhadap gradien kecepatan.
Hubungan antara ukuran gravel dan gradien kecepatan merupakan hubungan yang
berbanding terbalik, artinya semakin besar ukuran gravel, nilai dari gradien kecepatan akan
semakin kecil. Hal ini didasari oleh ukuran partikel gravel itu sendiri. Semakin besarnya ukuran
gravel akan menyebabkan pori-pori pada media gravel filter tersebut semakin besar. Besarnya
pori-pori menyebabkan air dapat masuk dalam jumlah banyak dan mengalir dengan lebih
cepat. Dikarenakan gradien kecepatan merupakan perbandingan yang menyatakan waktu
yang dibutuhkan oleh fluidan untuk mengalira dari suatu titik ke titik lainnya, maka semakin
cepat air mengalir, semakin kecil gradien kecepatan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa pada pengadukan lambat, gradien kecepatan dipengaruhi
oleh ukuran media krikil atau gravel yang dipergunakan. Ukuran diameter yang semakin besar
akan menyebabkan pori-pori media gravel tersebut semakin besar pula dan memperkecil
gradien kecepatan (Rizkya, 2020).

4.5 Hubungan Headloss dengan Velocity gradient dan Perbandingan Grafik antar Dua
Kelompok

Hubungan Headloss dengan Gradien


26000
25500
25000
24500
Gradien

24000
23500
23000
22500
22000
21500
5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 6,4
Headloss

Gambar 4.5 Grafik hubungan headloss dengan gradien kecepatan kelompok M4


Sumber: Data diolah, 2022
Gambar 4.6 Grafik hubungan headloss dengan gradien kecepatan kelompok M3
Sumber: Data diolah, 2022

Sama halnya dengan topik sebelumnya, kedua gambar diatas merupakan perbandingan
grafik antara kelompok M4 dan kelompok M3. Gambar 4.5 merupakan grafik dari kelompok
M4 yang menyatakan hubungan antara headloss dan gradient kecepatan. Dalam grafik
tersebut, terlihat bahwa grafik menurun, ketika headloss bernilai sebesar 5,235, gradien
kecepatan aliran memiliki nilai sebesar 25.434,625. Sedangkan, ketika headloss bernilai
sebesar 6,168, gradien kecepatan bernilai sebesar 21.997,966. Hal ini menunjukkan bahwa
antara headloss dan gradien kecepatan memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Semakin
besar headloss, maka nilai gradien kecepatan akan bernilai semakin kecil. Gambar 4.6, yaknik
grafik kelompok M3 menunjukkan hal serupa. Ketika headloss bernilai kurang dari 6, gradien
kecepatan memiliki nilai yang lebih dari 3100000. Sedangkan, ketika headloss bernilai lebih
dari 6, gradien kecepatan memiliki nilai yang kurang dari 2700000. Hal ini menunjukkan bahwa
headloss dan gradien kecepatan memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Dari kedua
grafik tersebut dapat kita amati bahwa kelompok M4 dan kelompok M3 mendapatkan hasil
yang serupa dalam menyatakan hubungan headloss terhadap gradien kecepatan.
Jika diamati dari literatur yang diperoleh, kita akan memperoleh perbedaan. Literatur
menyatakan bahwa hubungan antara gradien kecepatan dan headloss adalah berbanding
lurus. Sedangkan, pada praktikum kali ini kita memperoleh hubungan bahwa headloss dan
gradien kecepatan berbanding terbalik. Pernyataan literatur tersebut diperkuat dengan rumus
ℎ𝜌𝑔𝑄
gradien kecepatan, yakni 𝐺 = √ 𝜇𝛼𝑉
. Dalam rumus tersebut, diketahui bahwa G merupakan
gradien kecepatan, sedangkan h merupakan headloss. Tentunya dari rumus tersebut dapat
kita ketahui bahwa gradien kecepatan dan headloss memiliki hubungan yang berbanding
lurus. Semakin besar headloss semakin besar pula gradien kecepatan yang diperoleh
(Hamzani, 2020).

4.6 Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Ukuran Gravel terhadap Headloss dan
Velocity gradient
Pada dasarnya, ukuran gravel, headloss, dan gradien kecepatan merupakan faktor-faktor
yang saling mempengaruhi. Hubungan ini dapat dilihat dalam rumus yang dipergunakan untuk
menentukan nilai dari ketiga faktor tersebut. Headloss dipengaruhi oleh ukuran partikel atau
diameter butiran gravel dan gradient kecepatan dipengaruhi oleh headloss itu sendiri. Lebih
jelasnya, dalam rumus headloss, hubungan antara headloss dan ukuran gravel dipengaruhi
juga oleh faktor gesekan dari gravel, tinggi media, nilai alpha, dan tentunya kecepatan aliran.
𝑓 1− 𝛼 𝐿 𝑣2
Hal ini dapat kita lihat pada rumus headloss, yakni 𝐻 = × ( )𝑥 . Dalam rumus
𝜃 𝛼3 𝑑𝑔
tersebut diketahui bahwa H adalah head los, f adalah faktor gesekan, L adalah tinggi media,
v adalah kecepatan aliran, d adalah diameter butiran gravel, dan g adalah percepatan gravitasi
(Hamzani, 2020).
Hubungan antara ukuran gravel dan gradien kecepatan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dimana faktor-faktor tersebut juga dapat kita amati pada rumus yang dipergunakan untuk
menentukan besar dari gradien kecepatan itu sendiri. Selain itu, dalam literatur disebutkan
bahwa headloss yang terlalu kecil dapat menyebabkan gradien kecepatan menjadi tidak
konstan, maka, head los merupakan salah satu hal yang mempengaruhi gradien kecepatan.
Kemudian, disebutkan pula bahwa gradien kecepatan ini juga dipengaruhi oleh ketinggian air.
Ketinggian air yang semakin besar menyatakan bahwa volume air dalam bak pengolahan
semakin besar pula. Besarnya volume air menyebabkan tekanan kebawah semakin besar.
Tekanan ini akan mendorong air keluar dari bak melalui keran secara cepat, sehingga
mempengaruhi gradien kecepatan (Bhaskoro, 2018).
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini dilaksanakan dengan dua buah tujuan praktikum sebagai acuan
pelaksanaan praktikum itu sendiri. Tujuan pertama dari praktikum ini adalah agar mahasiswa
mampu menentukan hubungan ukuran gravel terhadap headloss dan velocity gradient pada
berbagai ukuran gravel. Kemudian tujuan kedua adalah agar mahasiswa mampu menentukan
hubungan headloss terhadap velocity gradient pada berbagai ukuran gravel. Dari tujuan
tersebut terdapat beberapa istilah, yakni gravel, headloss, dan gradient velocity. Gravel
merupakan salah satu media filtrasi yang terdiri atas butiran bebatuan kecil. Kemudian,
headloss merupakan kehilangan tekanan atau rugi aliran yang terjadi pada sistem penyaluran
fluida, sehingga fluida tidak bisa mengalir. Selanjutnya, gradient velocity adalah perbedaan
kecepatan antar 2 titik terkecil atau volume terkecil dari sejumlah fluida yang arah
kecepatannya tegak lurus terhadap arah gerak koloid.
Ukuran partikel, headloss, dan gradien kecepatan, pada dasarnya merupakan besaran
yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan. Headloss memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan ukuran gravel. Hal ini dipengaruhi oleh pori-pori media gravel yang
dapat menjadi besar ketika gravel yang dipergunakan berukuran besar. Kemudian, ukuran
gravel memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan gradien kecepatan. Hal ini
dipengaruhi oleh ukuran praktikel. Semakin besar ukuran partikel akan menyebabkan ukuran
pori-pori semakin besar. Hal ini berdampak pada air yang mengalir semakin cepat dan gradien
kecepatan semakin kecil. Kemudian, terkait hubungan antara headloss dan gradien
kecepatan, keduanya memiliki hubungan yang berbanding lurus, dimana hal tersebut tertera
pada rumus yang dipergunakan. Dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa grafik hubungan
ukuran gravel dan gradien kecepatan tidak sesuai dengan literatur. Begitu pula dengan grafik
hubungan headloss dan gradien kecepatan.

5.2 Saran
Praktikum kali ini sudah dilaksanakan dengan cukup baik walaupun dilaksanakan secara
daring melalui beberapa media pembelajaran. Namun, dibalik itu, terdapat beberapa hal yang
harus dimaksimalkan kembali. Para praktikan disarankan mencari literatur yang lebih banyak
lagi, mengingat materi ini cukup rumit untuk dicerna.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia Y. 2012. Efektivitas Biofiltrasi pada Proses Penyaringan Air Minum Isi Ulang Sebagai
Pencegahan Penyebaran Bakteri Patogen di Salah Satu DMIU Pancoran Mas Depok
Tahun 2012. Skripsi. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Depok.
Hamzani S. 2020. Rancang bangun gravel bed flocculator sistem kontinu untuk pengolahan
air sungai martapura . Buletin Profesi Insinyur 3(1): 11-16.
Mahsyam T. 2021. Pengaruh Aspect Ratio Nosel Inlet Terhadap Performa Propeller Flow
Cooling System (PFCS). Skripsi. Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas
Teknik, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Prakoso H. 2018. Uji Kinerja Unit Pengaduk Lambat Tipe Hidraulis. Tugas Akhir. Departemen
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Pratiwi M. 2017. Pengembangan Tutorial Pembuatan Media Aquascape Berbasis Project
Based Learning (PjBL) pada Materi Ekosistem Siswa Kelas X SMA. Skripsi. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan. Lampung.
Pratiwi R. 2017. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah dan Sistem Daur Ulang Air
Hotel Budget di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Putra IE, Sulaiman, dan Galsha A. 2017. Analisa rugi aliran (headlosses) pada belokan pipa
PVC. Seminar Nasional Peranan Ipteks Menuju Industri Masa Depan (PIMIMD-4),
Institut Teknologi Padang (ITP), Padang, 27 Juli 2017: 34-39.
Rolla E. dan Surandono A. 2016. Deteksi keberadaan aquifer air tanah menggunakan software
IP2Win dan rockwork 2015. Jurnal TAPAK 6(1): 44-51.
Sari R. 2018. Efektivitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Berdasarkan
Parameter BOD, COD, dan TSS (Studi di Dusun Denok Wetan, Desa Denok,
Kabupaten Lumajang. Skripsi. Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Bhaskoro RGE dan Ramadhan T. 2018. Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Minum
(IPAM) Karangpilang I PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Secara Kuantitatif.
Jurnal Presipitasi 15(2): 62-68.
Rizkya MH dan Ratni N. 2020. Penurunan Total Suspended Solid dan Kekeruhan Air Baku
Menggunakan Pipa Circular dan Gravel Bed Flocculator dengan Koagulan Poly
Aluminium Chloride. Jurnal Enviorus 1(1): 16-21.
Sasmitha D. 2017. Pemanfaatan Sampah Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) sebagai
Media pada Unit Pre-Filter. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
DATA HASIL PRAKTIKUM
REVIEW VIDEO

Sama halnya dengan praktikum materi pertama, praktikum materi kedua ini juga
dilengkapi dengan video praktikum yang dibuat oleh mas dan mba asisten praktikum. Adapun
judul atau topik praktikum materi kedua ini adalah analisis pengaruh ukuran gravel terhadap
gradien kecepatan pada pengadukan kanal bersekat. Pertama-tama, kita diberi penjelasan
terkait alat dan bahan yang dipergunakan dalam praktikum kedua ini. Selain itu, tentunya juga
dijelaskan pula, kegunaan alat bahan tersebut dalam praktikum. Untuk peralatan yang
pertama adalah gelas volume. Gelas volume ini dipergunakan untuk menampung sekaligus
mengukur volume air yang keluar dari bak pengolahan limbah. Kemudian, alat yang kedua
adalah bak pengolahan limbah yang terbuat dari kaca dengan pelengkap berupa keran di
bagian sampingnya. Bak pengolahan limbah ini berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk
kita memberikan perlakuan pada fluida. Kemudian, alat ketiga yang dipergunakan adalah
termometer. Dalam praktikum ini, termometer dipergunakan untuk mengukur temperatur air
limbah sebelum masuk bak pengolahan dan setelah keluar dari bak pengolahan limbah. Alat
ke empat dalam praktikum ini adalah penggaris yang dimana, penggaris ini dipergunakan
untuk mengukur ketinggian air dalam bak pengolahan limbah sebelum dan sesudah
dimasukannya gravel pada bak tersebut. Beralih pada bahan praktikum, bahan perlakuan
pada praktikum kali ini adalah limbah air sungai yang ditampung pada wadah jirigen. Bahan
selanjutnya adalah gravel dengan dua buah ukuran berbeda, yaitu berukuran 0,8 cm dan 1
cm. Maka dari itu, pada praktikum ini kita akan membandingkan antara gravel 0,8 cm dan 1
cm terkait dengan pengaruhnya terhadap pengolahan air limbah.
Video dilanjutkan dengan pemaparan langkah kerja dari asisten praktikum. Langkah
praktikum yang pertama adalah memasukkan gravel dengan ukuran 0,8 cm kedalam bak
pengolahan limbah dengan ketinggian 56 cm. Perlu ditekankan bahwa ketinggian gravel tidak
harus 56 cm, tetapi bebas, asalkan gravel tersebut jauh lebih tinggi dari keran bak pengolahan
limbah, sehingga air yang keluar pada keran melewati lapisan gravel terlebih dahulu. Langkah
praktikum yang kedua adalah menuangkan air limbah kedalam bak pengolahan limbah.
Setelah limbah air sungai dimasukkan, langkah kerja dilanjutkan dengan mengukur ketinggian
air dalam bak dan temperaturnya. Pengukuran tersebut, tepatnya dilakukan setelah air
menyentuh dasar gravel. Dari video tersebut dapat kita ketahui bahwa ketinggian air limbah
adalah 86,5 cm dan temperaturnya adalah 27 oC. Langkah selanjutnya adalah mengukur air
limbah yang keluar dari keran bak pengolahan limbah. Adapun pengukuran tersebut dilakukan
untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh air limbah untuk memenuhi gelas volume
dengan volume 2 liter pada perlakuan gravel 0,8 cm. Pengukuran waktu tersebut dilakukan
dengan menggunakan stop watch dan pengukuran dimulai ketika aliran air yang keluar dari
keran mulai konstan. Setelah air memenuhi volume 2 liter, langkah kerja dilanjutkan dengan
mengukur temperatur dari air tersebut yang menghasilkan temperatur 30oC. Sedangkan, untuk
waktuk air untuk memenuhi gelas volume 2 liter adalah 1 menit 14 detik.
Data-data hasil pengukuran tersebut kemudian dimasukkan kedalam DHP agar bisa
diolah pada praktikum. Nantinya, data hasil praktikum tersebut akan diolah untuk menentukan
hubungan antara gradien kecepatan, ukuran butiran gravel, waktu keluaran air limbah, dan
headloss. Setelah data dimasukkan kedalam DHP, langkah kerja dilanjutkan dengan
melakukan perlakuan yang sama, tetapi dengan menggunakan gravel dengan ukuran yang
berbeda, yakni gravel berukuran 1cm. Langkah kerja untuk gravel 1 cm ini masih sama dengan
langkah kerja untuk gravel 0,8 cm. Walaupun langkah kerjanya sama, tetapi data yang
dihasilkan nantinya akan berbeda. Data yang dimaksudkan adalah temperatur sebelum dan
sesudah air melalui bak pengolahan limbah, ukuran gravel, dan waktu yang dibutuhkan air
limbah untuk memenuhi gelas volume dengan ukuran 2 liter. Data hasil pengukuran yang
diperoleh kemudian dimasukkan kedalam DHP, sehingga dapat dioleh untuk menentukan
gradien kecepatan, ukuran gravel, dan headloss. Nah, nantinya, ketika data tersebut sudah
diolah, kita akan menemukan perbandingan gradien kecepatan, ukuran gravel, dan headloss
yang ditimbulkan antara perlakuan gravel 0,8 cm dan perlakuan gravel 1 cm. Dalam praktikum
kali ini dibutuhkan ketelitian dalam menentukan tinggi air, waktu, dan temperatur air limbah
dalam sistem.

Anda mungkin juga menyukai