Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/2014

MODUL : Sedimentasi
DOSEN PEMBIMBING : Ir. Emma Hermawati, MT.

Praktikum : 25 September 2013


Penyerahan Laporan : 02 Oktober 2013

Oleh :
Kelompok : V (lima)
Nama : 1. Izal Permana R 111411015
2. Khoirul Nurasiah H 111411016
3. Leti Nurlatifah 111411017
4. Lidya Lorenta S 111411018

Kelas : 3A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu bahan pokok, yang mutlak di butuhkan oleh manusia
sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung.
Apabila tidak diperhatikan maka air dari sumber, seperti air permukaan dan air tanah
ataupun air hujan mungkin dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mencegah
timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang
dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami proses penjernihan air agar
memenuhi syarat- syarat kesehatan.
Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya
perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan
industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke
badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan
air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.
Seperti yang telah kita lihat diatas sumber air yang semakin lama semakin memburuk
dapat kita antisipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur
atau sungai yang tidak tersemar bahan-bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air
secara sederhana yang memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita.  
Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk meningkatkan
kualitas dari sumber air tersebut, sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan
material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta
yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun
dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin.

1.2 Tujuan
a. Menentukan efisiensi proses sedimentasi dengan tawas sebagai koagulannya
b. Menentukan hubungan antara waktu pengendapan dengan efisiensi
prosessedimentasi
c. Menentukan waktu pengendapan optimum pada proses sedimentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sedimentasi adalah salah satu metoda pengolahan air limbah secara fisik atau
pengolahan awal (primary treatment) yang dilakukan sebelum dilakukan pengolahan lanjutan
(secondary treatment). Tujuan dari proses pengolahan secara fisik adalah untuk memilahkan
padatan-padatan tersuspensi dalam air limbah.

2.1. Prinsip Sedimentasi

Prinsip kerja dari sedimentasi pengolahan air limbah adalah memisahkan padatan
tersuspensi dalam limbah cair dengan bantuan gaya gravitasi, semakin besar laju alir
limbah masuk maka semakin sulit mengendap dan semakin ringan padatan tersuspensi
dalam limbah maka sulit diendapkan.
Umumnya proses Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi dan Flokulasi
dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih
berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi, sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan flokulasi,
dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya. Sedangkan
secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya untuk
memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated sludge,
OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan keunit pengolahan
lumpur tersendiri.

2.2. Proses Sedimentasi

Ketut Sumada (2012) mengemukakan bahwa proses sedimentasi partikel dapat


diklasifikasikan menjadi empat peristiwa yaitu :

1) Partikel Diskrit, sedimentasi partikel terjadi pada konsentrasi padatan rendah


dimana partikel mengendap secara individu serta tidak terjadi interaksi dengan
partikel yang lainnya. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel pasir pada
air limbah.
2) Partikel Flokulan,  sedimentasi partikel dimana partikel mengalami interaksi
dengan partikel lainnya, pada peristiwa interaksi terjadi penggabungan antar
partikel yang mempercepat kecepatan sedimentasi. Peristiwa ini terjadi pada
pemisahan partikel yang telah mengalami proses koagulasi/flokulasi.
3) Partikel Hindered, sedimentasi partikel terjadi karena partikel berinteraksi
dengan partikel lainnya pada posisi yang sama, dan partikel mengendap
terhambat oleh pertikel yang berada disekelilingnya dan tampaknya terjadi
pengendapan secara massal. Persitiwa ini dapat terjadi pada konsentrasi
padatan yang cukup tinggi. Peristiwa ini seperti terjadi pada pemisahan
mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi.
4) Partikel kompresi,  sedimentasi partikel terjadi karena partikel mengalami
penekanan oleh partikel yang berada diatasnya, peristiwa ini terjadi pada
konsentrasi padatan yang sangat tinggi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan
mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi.

Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu :


1) Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena
sedimentasi  batch paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan
ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung
bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Mekanisme Sedimentasi Batch


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
 Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi
seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B).
Partikel mulai mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum
dengan cepat. Zona D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga
lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena
tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang
berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah
konsentrasi seragam, dengan komsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan
awal. Di atas zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah
(gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang.
Akhirnya zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D.  Saat
ini disebut critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara
cairan bening dan endapan (Foust, 1980).
2) Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan
masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau
beningan yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch  bisa dilihat pada
gambar berikut :

Gambar 2.2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan

3) Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang
dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan
konstan. Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau
penurunan ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant
(beningan) pada suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena
konveksi.
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan
partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi dalam empat tipe yaitu :
1) Settling tipe I : pengendapan partikel disekret, partikel mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
2) Settling tipe II : pengendapan partikel flokulan, terjadi interaksi antar partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
3) Settling tipe III : pengendapan pada lumpur biologi, dimana gaya antar-
partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengengendap.
4) Settling tipe IV : terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel

Gambar 2.4 Empat tipe sedimentasi


Sumber : http://bhupalaka.files.wordpress.com

2.3. Bak Sedimentasi

Menurut soeparman & suparmin dalam bukunya Pembuangan Tinja dan Limbah
Cair (halaman 113, 2001), pada proses sedimentasi limbah cair mengalir kedalam
tangki ataupun bak pengendap dengan kecepatan alitan sekitar 0,9 cm/s sehingga
padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Bak sedimentasi atau clarifier
dapat berbentuk persegi maupun lingkaran dan umumnya dirancang untuk waktu
penahanan selama 1,5-2,5 jam dengan aliran limbah sebesar 24-32 m/hari dengan
kedalaman minimum bak sebesar 2-3 meter. Rancangan clarifier yang umum digunakan
adalah jenis bak pengendap dengan aliran horizontal, tangki pengendapan dengan aliran
radial, maupun bak sedimentasi dengan aliran vertical. Di bagian dasar bak pengendap
ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi yang kemudian dikumpulkan dengan
menggunakan lengan pengumpul yang digerakkan dengan mesin (rotating scrappers)
atau secara gravitasi yang dibuat dengan cara membuat kemiringan kea rah pusat dasar
tangki (kemiringan yang digunakan 1,7 : 1).
Gambar 2.5 (a) tangki sedimentasi bentuk persegi dengan aliran horizontal (b) tangki
sedimentasi bentuk persegi dengan aliran radial.
Sumber : Soeparman & Suparmin (Halaman 114, 2001)

Gambar 2.5 Tangki sedimentasi system aliran naik dengan bak penangkap lumpur
Sumber : Soeparman & Suparmin (Halaman 114, 2001)
2.4. Air Sungai (Air Permukaan)

Hefni Effendi (halaman 43, 2012) mengemukakan bahawa air sungai merupakan
air permukaan yang berasal dari air tawar, yang tidak mengalami infiltrasi kebawah
tanah. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari air hujan, pencairan es/salju,
dan sisanya berasal dari air tanah. Sedimen penyusun dasar sungai memiliki ukuran
yang bervariasi. Perbedaan jenis sedimen dasar ini mempengaruhi karakteristik air
sungai, pergerakan air, dan porositas dasar sungai.
Parameter fisik air sungai dan ion-ion yang terdapat dalam air umumnya adalah
sebagai berikut :

Table 2.1 Karakteristik Air Sungai

Sumber : Nusa Idaman Said dan Ruliasih, Halaman 286, 2008

Table 2.2 Ion-Ion yang Terdapat dalam Air

Sumber : Nusa Idaman Said dan Ruliasih, Halaman 291, 2008


BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


 Alat
1. Tangki penampung air
2. Tangki koagulasi + pengaduk
3. Tangki flokulasi + pengaduk
4. Bak sedimentasi
 Bahan
1. Air sungai Sarijadi
2. Tawas

3.2 Membuat Larutan Baku (Air Baku)

Air sampel sungai Sarjadi Tawas

PENGADUKAN

Air baku

3.3 Proses Sedimentasi

Mengukur nilai Air baku Tawas


kekeruhan awal (NTU)

KOAGULASI-FLOKULASI

SEDIMENTASI

Mengambil sampel setiap 3 menit sekali

Mengukurnilai kekeruhan (NTU)

BAB IV
Menentukan waktu pengendapan optimum
PENGOLAHAN DATA

rumus perhitungan efisiensi dapat dituliskan sebagai berikut :

X 0 −X ef
Efisiensi Penjernihan:∈ J = ×100 %
X0

4.1 Data Pengamatan

Volume air umpan = 80 liter

Berat bentonit = 80 gram

Kekeruhan awal = 86,47 NTU

pH awal = 5,4

Bahan Banyak Kekeruhan Konsentrasi TDS DHL pH


(NTU) (ppm) (mS)
koagulan (tawas) 80 gram 65,18 375 0,549 4,3
flokulan 20 ml 68,53 451 0,674 4,56
(aquaclear) 0,1 %

No. Waktu Kekeruhan Konsentrasi TDS DHL pH Volume Filtrat


(menit) (NTU) (ppm) (mS) (liter)
1 0 23,06 475 0,716 4,56 0
2 5 18,53 473 0,705 4,38 3,2
3 10 13,97 461 0,695 4,3 3,8
4 15 16,89 471 0,704 4,2 4,8
5 20 11,33 458 0,687 3,97 4
6 25 11,37 464 0,690 3,9 4
7 30 5,96 473 0,709 3,81 4

4.2 Pengolahan Data


Perhitungan Efisiensi Sedimentasi
Volume Filtrat (liter) Waktu (menit) Q (l/menit)
3,2 5 0,64
3,8 10 0,38
4,8 15 0,32
4 20 0,2
4 25 0,16
4 30 0,13

Kekeruhan akhir kekeruhan awal efisiensi Q (laju alir)


23,06 86,4 73,31 0,64
18,53 23,06 19,64 0,38
13,97 18,53 24,61 0,32
11,33 16,89 32,92 0,2
11,37 11,33 -0,35 0,16

q vs n
0.7
0.6
f(x) = 0.01 x + 0.16
0.5 R² = 0.74
0.4 q vs n
Laju alir

0.3 Linear (q vs n)
0.2
0.1
0
-20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
efisiensi
5.2 Kesimpulan
 Efisiensi pengendapan yang didapat adalah %.
 Semakin lama waktu pengendapan maka semakin turun nilai kekeruhannya dengan
syarat tidak terjadi pengadukan atau pengadukannya konstan.
 Waktu pengendapan optimum yang didapat adalah menit.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Satuan Operasi, Sedimentasi. Diakses pada situs


bhupalaka.files.wordpress.com/2010/12/sedimentasi.pdf, pada tanggal 16 November
2012.

Anonim. 2011. “Sedimentasi”. Diakses pada situs


http://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/17/sedimentasi/, pada 16 November
2012.

Effendi, Hefni. 2012. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

H.M. Soeparman, Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta : EGC
(Penerbit Buku Kedokteran)

Krisna. 2012. Sedimentasi/Pengendapan pada Pengolahan Air Limbah. Diakses pada situs
http://industri17krisna.blog.mercubuana.ac.id/author/krisna/, pada tanggal 16
November 2012.

Said, Nusa Idaman Dan Ruliasih. 2008. Teknologi Pengolahan Air Minum. Jakarta : Badan
Pengkajian Dan Penerapan Teknologi.

Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Limbah Secara Fisik. Diakses pada situs
http://ketutsumada.blogspot.com/2012/03/pengolahan-air-limbah-secara-fisik.html,
pada tanggal 16 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai