Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

FREE SETLING DAN SEDIMENTASI


(Bak Sedimentasi)

Dosen Pembimbing:
Dr. Rozanna Dewi, ST., MT

Disusun Oleh:
Monika Ramazela NIM. 180140089
KELAS A3

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2020

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sedimentasi


Sedimentasi adalah salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan
cairan (slurry) menjadi cairan beningan dan sludge (slurry yang lebih pekat
konsentrasinya). Pemisahan dapat berlangsung karena adanya gaya gravitasi yang
terjadi pada butiran tersebut. Dalam filtasi partikel zat padat dipisahkan dari slurry
dengan kekuatan fluida yang berada pada medium filter yang akan menghalangi
laju lintas partikel zat padat. Dalam proses pengendapan dan proses sedimentasi
partikel dipisahkan dari fluida oleh gaya aksi gravitasi partikel. Pada beberapa
proses, pemisahan serta sedimentasi partikel dan pengendapan bertujuan untuk
memisahkan partikel dari fluida sehingga fluida bebas dari konsentasi partikel.
(Cristie geankolplis, tahun : 815-816).

Sedimentasi merupakan peristiwa turunnya partikel padat yang semula


tersebar merata dalam cairan karena adanya gaya berat setelah terjadi
pengendapan cairan jernih dapat dipisahkan dari zat padat yang menumpuk di
dasar (endapan). Keadaan dimana padatan bergerak turun hanya karena gaya
gravitasi. Kecepatan yang konstan ini disebabkan oleh konsentrasi di lapisan batas
yang relatif masih kecil, sehingga pengaruh gaya tarik-menarik antar partikel,
gaya gesek dan gaya tumbukan antar partikel dapat diabaikan, proses ini disebut
free settling.

Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum,


pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Biasanya
proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi dimana
tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih
berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Dengan kata lain,
sedimentasi adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau tersuspensi non
koloidal dalam air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

2
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan
flokulasi, dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya.
Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya
untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated
sludge, OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit
pengolahan lumpur tersendiri.

Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat


jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak
pengendap. Dapat disimpulkan bahwa sedimentasi merupakan proses pemisahan
dan pengendapan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan menggunakan gaya
gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih
(IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL).

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi


Semakin banyak partikel yang mengendap, konsentrasi menjadi tidak
seragam dengan bagian bawah slurry menjadi lebih pekat. Konsentrasi pada
bagian batas bertambah, gerak partikel semakin sukar dan kecepatan turunnya
partikel berkurang. Kondisi ini disebut hindered settling (Cristie geankolplis,
tahun : 815-816) Selama proses berlangsung terdapat tiga gaya yang
mempengaruhi proses, yaitu:

1. Gaya Gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis
partikel, sehingga partikel lain lebih cepat mengendap. Gaya ini bisa dilihat pada
saat terjadi endapan. Pada kondisi ini, sangat dipengaruhi oleh hukum 2 Newton,
yaitu:
Fg = m . g
= ρs x g

3
2. Gaya Apung
Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis
fluida sehingga fluida berada pada permukaan cairan.
Fa= m x p x g
ρ

3. Gaya Dorong
Gaya ini terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier.
Gaya dorong juga dapat dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena
adanya gaya gravitasi, maka fluida akan memberikan gaya yang besarnya sama
dengan berat padatan itu sendiri.
Fd = V x D²(ρg- ρg)
18μ

Didalam slurry yang mengandung partikel-partikel ukuran berbeda,


partikel-partikel yang lebih besar akan mengendap lebih cepat dan mulai
menumpuk, dimana zona D dan zona transisi C yang mengandung padatan yang
bervariasi antara konsentrasi zona B dan zona D mulai nampak. Setelah
pengendapan lebih jauh atau pada kondisi kecepatan pengendapan kompresinya,
zona B dan zona C tidak nampak tetapi hanya terdapat slurry pekat pada zona D
(Geankoplis, C.J., 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan sedimentasi, yaitu:


1. Ukuran partikel
Bentuk partikel, dan konsentrasi partikel. Semakin besar semakin cepat
mengendap dan semakin banyak yang terendapkan.

2. Viskositas cairan
Pengaruh viskositas cairan terhadap kecepatan sedimentasi yaitu dapat
mempercepat proses sedimentasi dengan cara memperlambat cairan supaya
partikel tidak lagi tersuspensi.

4
3. Temperatur
Bila temperatur turun, laju pengendapan berkurang. Akibatnya waktu
tinggal di dalam kolam sedimentasi menjadi bertambah.

4. Berat jenis partikel


Dalam Proses Sedimentasi dalam skala kecil ini terdapat 3 cara yang dapat
dilakukan, yaitu :

2.3 Proses Sedimentasi


Didalam slurry yang mengandung partikel-partikel ukuran berbeda,
partikel-partikel yang lebih besar akan mengendap lebih cepat dan mulai
menumpuk, dimana zona D dan zona transisi C yang mengandung padatan yang
bervariasi antara konsentrasi zona B dan zona D mulai nampak. Setelah
pengendapan lebih jauh atau pada kondisi kecepatan pengendapan kompresinya,
zona B dan zona C tidak nampak tetapi hanya terdapat slurry pekat pada zona D
(Geankoplis, C.J., 2003).

Pemakaian Proses Sedimentasi terbagi beberapa metode :

1. Cara Batch
Sedimentasi merupakan pemisahan antara padatan dengan cairan yang
berasal dari slurry encer. Pemisahan ini menghasilkan cairan jernih dan padatan
dengan konsentrasi tinggi. Mekanisme darisedimentasi dideskripsikan dengan
observasi pada tes batch settling yaitu ketika partikel-partikel padatan dalam suatu
slurry mengalamiproses pengendapan dalam silinder kaca.

5
Gambar 1 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011)
  Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi
seragam dengan partikel padatan yang seragam). Partikel mulai mengendap dan
diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona D yang
terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada
zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah
daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak
seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan konsentrasi dan
distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang
merupakan cairan bening.

Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah.


Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya zona B, C dan
transisi hilang, semua padatan berada di zona D.  Saat ini disebut critical settling
point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan
(Budi, 2011).

2. Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan
masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau
beningan yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch  bisa dilihat pada
gambar berikut :

6
Gambar 2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011)

Keterangan :

A = cairan bening

B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam

D=zona partikel padat terendapkan

3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang
dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan.
Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :

7
Gambar 3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu (Budi, 2011)
Keterangan :

A = cairan bening

B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam

D=zona partikel padat terendapkan

Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi,


prosessedimentasi terbagi atas empat tipe:
1. Sedimentasi Tipe I/Plain Settling/Discrete particle
1. Partikel mengendap secara individual, dan tidak ada interaksi antar
pertikel. Tipe ini merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan
koagulan. Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan air baku dan
digunakan pada grit chamber. pengendapan yang memerlukan konsentrasi
suspended solid yang paling rendah, sehingga analisisnya  menjadi yang
paling sederhana. Partikel mengendap secara individual dan tidak ada
interaksi antar-partikel. Contoh aplikasi dari Discrete settling adalah grit
chambers.

2. Sedimentasi Tipe II (Flocculant Settling)


Terjadi interaksi antar partikel, sehingga ukuran meningkat dan kecepatan
pengendapan bertambah. Pengendapan material koloid dan solid
tersuspensi terjadi melalui adanya penambahan koagulan, biasanya
digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia setelah proses koagulasi
dan flokulasi,pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
Flocculant settling banyak digunakan pada primary clarifier.

3. Hindered Settling/Sedimentasi Tipe III (Zone Settling)


Merupakan pengendapan dengan konsentrasi koloid dan partikel
tersuspensi adalah sedang, di mana partikel saling berdekatan sehingga

8
gaya antar pertikel menghalangi pengendapan partikel-partikel di
sebelahnya. Partikel berada pada posisi yang relatif tetap satu sama lain
dan semuanya mengendap pada suatu kecepatan yang konstan. Hal ini
mengakibatkan massa pertikel mengendap sebagai suatu zona, dan
menimbulkan suatu permukaan kontak antara solid dan liquid.

4. Sedimetasi Tipe IV (compression settling): Pengendapan secara


pemampatan. terjadi pemampatan partikel (kompresi) yang telah
mengendap yang terjadi karena berat partikel

Gambar 4. Empat tipe sedimentasi

Tipe sedimentasi yang sering ditemui pada proses pengolahan air minum
adalah sedimentasi tipe I dan tipe II. Sedimentasi tipe I dapat ditemui pada
bangunan grit chamber dan prasedimentasi (sedimentasi I). Sedimentasi tipe II
dapat ditemui pada bangunan sedimentasi II. Sedangkan sedimentasi tipa III dan
IV lebih umum digunakan pada pengolahan air buangan.

2.4 Sedimentasi Tipe I (Free Setling)


Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel
yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel

9
tersebut mengendap. Partikel tersebut dapat mengendap bebas secara individual
tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel, juga tanpa menggunakan
koagulan. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh
gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna
apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Sebagai contoh sedimentasi
tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk
pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.

Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh


karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi
efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi
pada inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G
sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain
diabaikan untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan
ideal settling basin.

Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan
bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan
diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai
suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif
partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan
dan disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama
partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan
kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.

Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya


interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling,
sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.

Gaya impelling dinyatakan dengan persamaan :


F1 = (s - ) g V
Dimana :

10
F1 = gaya impelling s = densitas massa partikel
 = densitas massa liquid V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag dinyatakan dalam persamaan :
FD = CD AC  (VS2/2)
Dimana : FD = gaya drag CD = koefisien drag
AC = luas potongan melintang partikel VS = kecepatan pengendapan

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan


pengendapan bila telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity,
dan temperatur air :
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminar, karena itu
gunakan persamaan Stoke’s untuk menghitung kecepatan
pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapannya, hitung bilangan reynold
untuk membuktikan pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminar, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen,
maka gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka
gunakan persamaan untuk transisi.

BAB III
APLIKASI PADA INDUSTRI (INDUSTRI AIR MINUM DALAM
KEMASAN)

3.1 Penjernihan Air Minum


Air adalah sumber daya yang tidak akan pernah habis. Air termasuk dalam
sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Pengolahan air secara sedimentasi,
yaitu pengendapan partikel-partikel kotoran dalam air baik secara manual maupun
terkondisikan, sehingga air yang terpisahkan akan jernih dan dapat digunakan
untuk aktivitas sehari-hari oleh manusia. Beberapa tahapan yang merupakan
rangkaian proses pemurnian air adalah:

11
1. Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah- berukuran besar.

2. Koagulasi dan flokulasi yaitu proses penginjeksian koagulan (”pembantu”


proses pengendapan), dimana terjadi kontak stabil antara bahan baku dengan
koagulan, yang menyebabkan terbentuknya flok partikel berukuran besar dan
mudah mengendap secara gravitasi.

3. Sedimentasi yaitu proses pengendapan flok partikel dan pemisahan


kotoran/warna, sehingga air terolah akan jernih (supernatan) dan endapan yang
terjadi dibuang atau digunakan ulang (concentrate). Hal ini dilakukan secara
gravitasi.

4. Filtrasi yaitu proses penyaringan partikel tersisa dengan menggunakan media


tertentu (kain, plastik, saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, media lainnya
yang sesuai).

Gambar 5. Proses pemurnian air.


3.1.1 Teknik Pengolahan Air Sumur atau Sungai dengan Metode
Sedimentasi
Beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dengan metode
ini sebagai berikut :
1. Pemilihan air baku merupakan tingkat kesuksesan pengolahan dengan
metode ini. Pengecekan awal dilakukan terhadap pH, TSS, kekeruhan dan
pemantauan warna air baku. Sebagai referensi, Sungai Cileueur memiliki
kekeruhan sebesar 43.4 NTU, TSS 187,75 mg/L dan TDS 44,73 mg/L.

Oleh sebab itu, sebaiknya sumber air atau air baku yang tepat berasal dari :
a. Air sungai yang tidak tercemar limbah, berwarna tidak hitam, cenderung
cokelat, dengan kandungan CO2 dan HCO3- yang tidak terlalu mencolok.

12
b. Air sungai cenderung jernih yang memliki kosentrasi partikel tinggi
(keruh)
c. Air sumur yang partikel kotorannya tinggi (keruh).

2. Proses koagulasi-flokulasi menggunakan alum/tawas akan efektif pada pH


air berkisar antara 4.5-8 (Reynolds, 1982) dan ”kondisi ini menunjang proses
koagulasi dan flokulasi karena biasanya koagulan dapat efektif bekerja pada pH
netral” (Anggriani, 2008).

3. Beberapa proses membutuhkan bak/tandon dengan ukuran yang berbeda


dan alat pengaduk yang kestabilan pengadukannya baik.

4. Sebisa mungkin mengoptimalkan daya endap diri partikel kotoran dalam


air, namun jika tidak mampu perlu ditambahkan koagulan.

5. Mengusahakan kontruksi yang sederhana, kuat dan murah

6. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat


setempat.

3.1.2 Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum


Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada
perancangan bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.

1. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah
mengendap (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi
tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung
secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar
partikel.

2. Sedimentasi II

13
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-
flokulasi yang relatif mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi
partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi
partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak
sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini mengemukakan
bahwa pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar partikel.

Gambar 6. Bak Sedimentasi


BAB IV
TUGAS ALAT (BAK SEDIMENTASI)

4.1 Bentuk dan Bagian Bak Sedimentasi


 Unit atau alat sedimentasi merupakan suatu unit operasi yang berfungsi
untuk memisahkan solid  dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang
lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara
gravitasi.Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan
bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bentuk bak sedimentasi:

14
1.  Segi empat (rectangular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan
kapasitas besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga
6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada
bak ini, air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel
mengendap ke bawah (Anonim, 2007).

Bentuk kolam memanjang sesuai arah aliran, sehingga dapat mencegah


kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting). Bentuk ini secara
hidraulika lebih baik karena tampang alirannya cukup seragam sepanjang kolam
pengendapan. Dengan demikian kecepatan alirannya relatif konstan, sehingga
tidak akan mengganggu proses pengendapan partikel suspensi. Selain itu
pengontrolan kecepatan aliran juga lebih mudah dilaksanakan. Namun demikian,
bentuk ini mempunyai kelemahan kurangnya panjang peluapan terutama apabila
ukurannya kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata menjadi terlalu besar dan
menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian akhir kolam pengendapan. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya
dengan menambahkan kisi-kisi saluran peluapan di depan outlet (Kamulyan,
1997).

Gambar 7. Bak sedimentasi bentuk segi empat.

2. Lingkaran (circular)

15
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan
kapasitas yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7
hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air
dapat secara horizontal ke arah radial dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau
dengan aliran arah vertikal.

Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran


ini kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada
kolam pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan
tidak level sehingga aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara
hidraulika kurang baik karena tampang alirannya tidak seragam, sehingga
kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu timbul kesulitan dalam
pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan pengontrolan
kecepatan menjadi lebih sulit lagi.

Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya


panjang peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan
dibangun sepanjang keliling lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang
peluapan agak berlebihan, sehingga aliran melewati ambang peluapan berupa
aliran yang sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka ambang peluapan
harus diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk
seperti huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari
kolam pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur
lebih sederhana dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan
pemeliharaan lebih mudah (Kamulyan, 1997).

16
Gambar 8. Bak sedimentasi bentuk lingkaran aliran horizontal.

Gambar 9. Bak sedimentasi bentuk lingkaran aliran vertikal.

4.2 Bagian-bagian dari bak sedimentasi


1. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak)
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi
dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai,
karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan
menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda
untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak
sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah
baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak
sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.

17
Gambar 10. Contoh-contoh konstruksi inlet kolam pengendapan

2. Zona pengendapan (tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan).


Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet, dalam
zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya
kecepatan pengendapan.

3. Zona lumpur (tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak).


Dalam zona ini, lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini, ia
akan tetap disana. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper.

4. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat dimana air akan meninggalkan
bak).
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh
besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada
bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan
digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah
tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya,
orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa
flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.

18
Gambar 11. Contoh-contoh konstruksi outlet kolam pengendapan.

Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi


dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (gambar 8) dengan tujuan
untuk meningkatkan efisiensi pengendapan (Anonim, 2007).

Gambar 12. Settler pada bak sedimentasi

4.3 Pemeliharaan

19
Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeliharaan bak sedimentasi yaitu:
1. Tangki Sedimentasi perlu disikat untuk menghindari penebalan kotoran
akibat flok yang bersifat kimiawi.

2. Tangki Supernatan perlu dibersihkan untuk menjaga kejernihan air olahan.

3. Peralatan yang digunakan untuk menakar dan membubuhkan zat kimia


sebaiknya terbuat dari bahan tahan karat dan perlu dibersihkan setiap habis
digunakan.

4.4 Keuntungan
Adapun keuntungan dalam menggunakan bak sedimentasi dalam industry
adalah:
1. Kontruksi tangki yang sederhana dan mudah dilaksanakan sendiri tanpa
memerlukan persyaratan khusus, dapat menggunakan tangki atau bak yang sudah
ada.

2. Biaya yang diperlukan cukup terjangkau oleh masyarakat.

4.5 Kerugian
Kerugian dalam menggunakan bak sedimentasi yaitu:
1. Apabila menggunakan sistem pengadukan manual dengan tenaga manusia,
maka perlu kesabaran dari penggunanya.

2. Diperlukan upaya ujicoba untuk menentukan dosis zat kimia yang


dibutuhkan supaya pembubuhannya optimal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Halberthal, Josh (2013). Engineering Aspects In Solid-Liquid Separation-


Thickener. From http://www.solidliquid
separation.com/thickeners/thickener.htm, 12 Maret 2014
Metcalf danEddi,Inc.( 2003). Wastewater Engineering Treatment and Reuse.Edisi
4. Mc.Graw Hill.
Perry, Robert H., dan Green, Don W., Perry’s Chemical Engineer’s Handbook,
McGraw-Hill Publishing Company, 1999.
Reynolds, Tom D. Dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company,
Boston, 1996.
Sincero, Arcadio P. Dan Gregorio A. Sincero, Environmental Engineering,
Prentice Hall, 1996.

21

Anda mungkin juga menyukai