Oleh : Kelompok Nama : V (lima) : 1. Izal Permana R 2. Khoirul Nurasiah H 3. Leti Nurlatifah 4. Lidya Lorenta S
Kelas : 3A
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu bahan pokok, yang mutlak di butuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung. Apabila tidak diperhatikan maka air dari sumber, seperti air permukaan dan air tanah ataupun air hujan mungkin dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami proses penjernihan memenuhi syarat- syarat kesehatan. Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum. Seperti yang telah kita lihat diatas sumber air yang semakin lama semakin memburuk dapat kita antisipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur atau sungai yang tidak tersemar bahan-bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air secara sederhana yang memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita. Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut, sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. air agar
1.2 Tujuan a. Menentukan efisiensi proses sedimentasi dengan tawas sebagai koagulannya b. Menentukan hubungan antara waktu pengendapan dengan efisiensi
2.2. Proses Sedimentasi Ketut Sumada (2012) mengemukakan bahwa proses sedimentasi partikel dapat diklasifikasikan menjadi empat peristiwa yaitu : 1) Partikel Diskrit, sedimentasi partikel terjadi pada konsentrasi padatan rendah dimana partikel mengendap secara individu serta tidak terjadi interaksi dengan partikel yang lainnya. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel pasir pada air limbah.
2) Partikel Flokulan, sedimentasi partikel dimana partikel mengalami interaksi dengan partikel lainnya, pada peristiwa interaksi terjadi penggabungan antar partikel yang mempercepat kecepatan sedimentasi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel yang telah mengalami proses koagulasi/flokulasi. 3) Partikel Hindered, sedimentasi partikel terjadi karena partikel berinteraksi dengan partikel lainnya pada posisi yang sama, dan partikel mengendap terhambat oleh pertikel yang berada disekelilingnya dan tampaknya terjadi pengendapan secara massal. Persitiwa ini dapat terjadi pada konsentrasi padatan yang cukup tinggi. Peristiwa ini seperti terjadi pada pemisahan mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi. 4) Partikel kompresi, sedimentasi partikel terjadi karena partikel mengalami penekanan oleh partikel yang berada diatasnya, peristiwa ini terjadi pada konsentrasi padatan yang sangat tinggi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi. Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu : 1) Cara Batch Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena
sedimentasi batch paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :
Keterangan : A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan komsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening. Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah (gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (Foust, 1980). 2) Cara Semi-Batch Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Keterangan : A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam C = zona ukuran butir tidak seragam
3) Cara Kontinyu Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Keterangan : A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam C = zona ukuran butir tidak seragam D = zona partikel padat terendapkan Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (beningan) pada suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi. Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi dalam empat tipe yaitu : 1) Settling tipe I : pengendapan partikel disekret, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel. 2) Settling tipe II : pengendapan partikel flokulan, terjadi interaksi antar partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
3) Settling tipe III : pengendapan pada lumpur biologi, dimana gaya antarpartikel saling menahan partikel lainnya untuk mengengendap. 4) Settling tipe IV : terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel
2.3. Bak Sedimentasi Menurut soeparman & suparmin dalam bukunya Pembuangan Tinja dan Limbah Cair (halaman 113, 2001), pada proses sedimentasi limbah cair mengalir kedalam tangki ataupun bak pengendap dengan kecepatan alitan sekitar 0,9 cm/s sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Bak sedimentasi atau clarifier dapat berbentuk persegi maupun lingkaran dan umumnya dirancang untuk waktu penahanan selama 1,5-2,5 jam dengan aliran limbah sebesar 24-32 m/hari dengan kedalaman minimum bak sebesar 2-3 meter. Rancangan clarifier yang umum digunakan adalah jenis bak pengendap dengan aliran horizontal, tangki pengendapan dengan aliran radial, maupun bak sedimentasi dengan aliran vertical. Di bagian dasar bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi yang kemudian dikumpulkan dengan menggunakan lengan pengumpul yang digerakkan dengan mesin (rotating scrappers) atau secara gravitasi yang dibuat dengan cara membuat kemiringan kea rah pusat dasar tangki (kemiringan yang digunakan 1,7 : 1).
Gambar 2.5 (a) tangki sedimentasi bentuk persegi dengan aliran horizontal (b) tangki sedimentasi bentuk persegi dengan aliran radial. Sumber : Soeparman & Suparmin (Halaman 114, 2001)
Gambar 2.5 Tangki sedimentasi system aliran naik dengan bak penangkap lumpur Sumber : Soeparman & Suparmin (Halaman 114, 2001) 2.4. Air Sungai (Air Permukaan) Hefni Effendi (halaman 43, 2012) mengemukakan bahawa air sungai merupakan air permukaan yang berasal dari air tawar, yang tidak mengalami infiltrasi kebawah tanah. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari air hujan, pencairan es/salju, dan sisanya berasal dari air tanah. Sedimen penyusun dasar sungai memiliki ukuran
yang bervariasi. Perbedaan jenis sedimen dasar ini mempengaruhi karakteristik air sungai, pergerakan air, dan porositas dasar sungai. Parameter fisik air sungai dan ion-ion yang terdapat dalam air umumnya adalah sebagai berikut : Table 2.1 Karakteristik Air Sungai
Sumber : Nusa Idaman Said dan Ruliasih, Halaman 286, 2008 Table 2.2 Ion-Ion yang Terdapat dalam Air
Air baku
Tawas
SEDIMENTASI
4.1 Data Pengamatan Volume air umpan Berat bentonit Kekeruhan awal pH awal
Bahan koagulan (tawas) flokulan (aquaclear) 0,1 %
No. 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi TDS (ppm) 475 473 461 471 458 464 473
q vs n
0.7 0.6 0.5 Laju alir 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 efisiensi q vs n Linear (q vs n) y = 0.006x + 0.1589 R = 0.743
5.2 Kesimpulan Efisiensi pengendapan yang didapat adalah %. Semakin lama waktu pengendapan maka semakin turun nilai kekeruhannya dengan syarat tidak terjadi pengadukan atau pengadukannya konstan. Waktu pengendapan optimum yang didapat adalah menit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Satuan Operasi, Sedimentasi. Diakses pada situs
bhupalaka.files.wordpress.com/2010/12/sedimentasi.pdf, pada tanggal 16 November 2012. Anonim. 2011. Sedimentasi. Diakses pada situs
http://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/17/sedimentasi/, pada 16 November 2012. Effendi, Hefni. 2012. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. H.M. Soeparman, Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta : EGC (Penerbit Buku Kedokteran) Krisna. 2012. Sedimentasi/Pengendapan pada Pengolahan Air Limbah. Diakses pada situs http://industri17krisna.blog.mercubuana.ac.id/author/krisna/, November 2012. Said, Nusa Idaman Dan Ruliasih. 2008. Teknologi Pengolahan Air Minum. Jakarta : Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Limbah Secara Fisik. Diakses pada situs pada tanggal 16