Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA I


(HKKK 535P)

PERCOBAAN 7
ENERGY LOSSES IN PIPE

DOSEN PEMBIMBING: LAILAN NI’MAH, ST., M.Eng

DISUSUN OLEH
KELOMPOK VIII

RAHMAN MAULANA 1610814210022


SISKA SEPTIANTI TRI CAHYANI 1610814120014

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2018
ABSTRAK

Energy loses in pipe adalah kerugian energi yang diakibatkan oleh suatu faktor dalam air
melalui pipa. Salah satu penyebab energy losses ini adalah desain dari sistem perpipaan tersebut.
Fluida yang mengalir didalam perpipaan akan mengalami gesekan sehingga akan menimbulkan
kehilangan energi (energy losses). Berbagai industri kimia menerapkan analisis energy losses in pipe
pada sistem perpipaan untuk mengetahui besarnya kerugian yang terjadi pada aliran. Contohnya di
industri adalah pada perancangan sistem perpipaan pada pabrik.
Tujuan percobaan ini adalah mempelajari headloss yang ditimbulkan oleh friksi dalam
aliran air melalui pipa serta menentukan friction factor yang terjadi pada kecepatan aliran tertentu
dan pada kedua jenis aliran, laminar dan turbulen. Percobaan dilakukan pada kecepatan alir rendah
dan kecepatan alir tinggi. Prosedur dimulai dengan Setting-Up Alat, Pengambilan data percobaan
dengan kondisi flow control valve bukaan ¾, 1¼, 1¾ dan 2¼ untuk kecepatan alir rendah maupun
kecepatan aliran tinggi. Data percobaan yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai
headloss dan friction factor pada aliran dalam pipa.
Hasil dari percobaan didapat kecepatan alir rendah maupun tinggi secara umum nilai
headloss semakin besar dengan bertambahnya kecepatan aliran. Pada kecepatan alir tinggi, friction
factor yang didapat lebih kecil dan headloss yang ditimbulkan lebih besar dari kecepatan alir rendah.
Nilai headloss pada percobaan kecepatan aliran tinggi berturut-turut sebesar 0,0497 m; 0,0756 m;
0,0931 m dan 0,1043 m. Sedangkan pada kecepatan aliran rendah nilai headloss berturut-turut
sebesar 0,0441 m; 0,0665 m; 0,0791 m dan 0,0931 m.

Kata kunci: headloss, friction factor, velocity, reynold number

VII-i
PERCOBAAN 7
ENERGY LOSSES IN PIPE

7.1 PENDAHULUAN

7.1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari headloss yang ditimbulkan
oleh friksi dalam aliran air melalui pipa serta menentukan friction factor yang
terjadi pada kecepatan aliran tertentu dan pada kedua jenis aliran, laminar dan
turbulen.

7.1.2 Latar Belakang


Energy loses in pipe adalah kerugian energi yang diakibatkan oleh suatu
faktor dalam air melalui pipa. Pipa adalah saluran yang memiliki penampang
lingkaran dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampungan aliran penuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian ini adalah viskositas atau kekentalan,
kekasaran saluran, faktor friksi dalam pipa, kecepatan fluida dan Reynold number.
Headloss adalah kerugian tekanan terjadi pada aliran internal. Aliran
internal seperti pada perpipaan sangat sering mengalami headloss. Headloss terjadi
karena gesekan fluida dengan dinding pipa dan hambatan pada pipa seperti belokan,
cabang, katup dan sebagainya. Friction factor sendiri adalah kerugian energi
mekanik sehingga tekanan down stream menjadi berkurang. Faktor friksi
berhubungan dengan headloss yaitu jika fluida mengalir dalam pipa akan terdapat
pola aliran (friksi) yang menimbulkan headloss.
Aplikasi percobaan percobaan energy loses in pipe dalam dunia industri
antara lain pada perancangan sistem perpipaan pada pabrik. Salah satu industri yang
banyak menggunakan sistem perpipaan industri air bersih seperti PDAM dengan
sistem perpipaan yang digunakan untuk pendistribusian air bersih dari PDAM
untuk masyarakat. Manfaat dilakukannya percobaan ini adalah agar praktikan dapat
menentukan friction factor dalam air melalui pipa sehingga dapat mengaplikasikan
dalam dunia industri.

VII-1
VII-2

7.2 DASAR TEORI

Aliran fluida digolongkan menjadi aliran laminar dan juga aliran bergejolak
(turbulen). Dalam suatu aliran laminar bagian-bagian fluida bergerak melalui jalur-
jalur yang sejajar satu dengan yang lain dan tetap mengikuti arah alir. Dalam suatu
aliran bergejolak terdapat banyak gejolak ke samping kemudian meninggalkan arah
alir, akan tetapi secara keseluruhan terdapat gerakan ke arah air.

(a)

(b)
Gambar 7.1 (a) Aliran Laminar (b) Aliran Turbulen (Utomo,1984)

Misalkan ada bidang padat yang berbatasan dengan cairan, umpannya sebuah
mistar yang sebagian dicelupkan dalam air. Andaikan bahwa mula-mula tidak ada
gerakan, pada suatu waktu bidang digerakkan dengan kecepatan yang tetap ().
Maka akan terlihat bahwa mula-mula bagian dari cairan yang menempel pada
bidang akan bergerak, akan tetapi kemudian bagian-bagian cairan yang nanti akan
bergerak searah dengan arah gerakan bidang. Molekul-molekul cairan yang tidak
langsung bersentuhan dengan bidang padat itu, bergerak dengan kecepatan yang
VII-3

lebih kecil dari , makin jauh dari bidang maka semakin kecil kecepatannya. Bidang
padat dapat memindahkan momentum, mv ke arah tegak lurus pada arah kecepatan
. Ke arah perpindahan momentum itu (tegak lurus arah ) terdapat suatu perubahan
dalam besarnya kecepatan (Utomo, 1984).
Manometer adalah suatu piranti yang sangat penting yang fungsinya ialah
mengukur perbedaan tekanan. Pada gambar 7.3 diperlihatkan bentuk manometer
yang paling sederhana. Andaikan bahwa bagian yang diarsir pada tabung U itu
diisi dengan zat cair A, yang densitasnya ialah ρA, dan bahwa lengan tabung U
diatas zat cair itu diisi dengan fluida B yang densitasnya ialah ρB. Fluida B tidak
dapat bercampur dengan zat cair A dan lebih ringan dari A (tidak serapat A);
biasanya, fluida B ini ialah gas seperti udara atau nitrogen.

Gambar 7.2 Manometer Sederhana (McCabe dkk,1956)

Fluida yang mengikuti Hukum Newton disebut fluida Newton, yang


mempunyai harga μ yang tetap untuk temperatur tertentu. Viskositas merupakan
sifat fisis fluida yang besarnya tergantung pada tekanan dan temperatur. Fluida
yang viskositasnya selain pada tekanan dan temperatur, juga tergantung pada
faktor-faktor lain, misalnya waktu, disebut fluida tak-Newton. Contoh cairan tak-
Newton adalah pasta, aspal cair, dan sebagainya (Utomo, 1984).
Friksi merupakan kerugian energi mekanik, sehingga tekanan downstream
berkurang. Persamaan friction factor:
VII-4

64
𝑓 = 𝑅𝑒 ; Re < 2100 ……(7.1)

Persamaan ini berlaku untuk aliran laminar, karena f dan NRe tidak berdimensi,
maka persamaan dapat ditulis secara umum sebagai:

𝑓 = 𝜃 (𝑁𝑅𝑒) Re <2100 ……(7.2)


Dimana fungsionalnya akan bergantung pada efek relative pada mekanisme
molekular dan turbulen. Beberapa persamaan f tidak menyatakan perbedaan
dalam keseluruhan. Faktor friksi disini adalah:

(−∆𝑃) 𝐷
𝑓 = 2 𝑣−2 𝐿 𝜌 ; Re 2100 ……(7.3)

Sedangkan persamaan yang lebih tepat untuk range 3.000 ≤ NRe ≤ 3.000.000
adalah (Foust, 1980):

0,5
𝑓 = 0,0056 + ; R< 2100 ……(7.4)
NRe0,32

Headloss merupakan suatu fenomena merugikan aliran di dalam sistem


perpipaan. Headloss sangat merugikan dalam aliran fluida di salam sistem
perpipaan dikarenakan headloss dapat menurunkan tingkat efisien aliran suatu
fluida. Headloss dapat diukur dengan cara melewatkan fluida air pada pipa dengan
panjang tertentu. Kemudian diukur selisih tekanan yang terjadi dalam bentuk head
dengan menggunakan manometer. Salah satu penyebab headloss adalah konstruksi
desain dari sistem perpipaan tersebut. Arti fisik dari headloss adalah kehilangan
yang mekanik persatuan massa fluida, sehingga satuan headloss adalah sebuah
panjang yang setara dengan satuan energi yang dibutuhkan untuk memindahkan
satu satuan panjang yang bersesuaia. Headloss terbagi menjadi dua bagian, yaitu
(Helmizar, 2010).
1. Headloss mayor (rugi mayor)
Rugi mayor yang diakibatkan gesekan dimana antara dua fluida dengan pipa
lurus yang mempunyai luas penampang yang ketab.
VII-5

2. Headloss minor (Rugi minor)


Besar nilai dari kehilangan energi aliran fluida di dalam pipa yang
disebabkan oleh perubahan luas penampang jalan aliran, entrance, fitting
dan lain sebagainya.
Kecepatan aliran dibedakan menjadi dua jenis kecepatan aliran, yaitu
kecepatan aliran tinggi dan kecepatan aliran rendah. Kecepatan aliran tinggi
adalah aliran yang sumber airnya berasal dari pompa sehingga menghasilkan debit
dan aliran yang lebih besar. Sedangkan kecepatan aliran rendah adalah aliran yang
sumber airnya berasal dari reservoir dalam alat, sehingga kecepatan dan debit
alirnya tidak terlalu besar (Arip, 2004).
Fluida biasanya ditransportasi di dalam pipa atau tabung yang
penampangnya bundar dan terdapat di pasaran dalam berbagai ukuran, tebal
dinding dan bahan konstruksi. Sebetulnya tidak ada perbedaan antara istilah pipa
(pipe) dan tabung (tubing). Pada umumnya pipa berdinding tebal, diameternya
relatif besar dan tersedia dalam panjang yang sedang, yaitu antara 20 sampai 40 ft,
tabung berdinding tipis dan biasanya terdapat dalam bentuk gulungan yang
panjangnya sampai beberapa ratus kaki. Dinding pipa biasanya agak kesat dan
dinding tabung sangat licin. Pipa dan tabung dibuat dengan menggunakan berbagai
macam bahan. Dalam pabrik-pabrik pengolahan, bahan yang paling umum
digunakan ialah baja karbon-rendah yang dibuat menjadi pipa yang dikenal dengan
nama pipa besi hitam (black-iron pipe). Pipa besi tempa (wrought iron) dan besi
cor juga banyak digunakan untuk tujuan-tujuan khusus (McCabe dkk, 1999).
Istilah kinematik berkenaan dengan deskripsi kuantitatif dari pergerakan
fluida atau deformasi. Laju deformasi bergantung pada distribusi dari kecepatan
dalam fluida. Kecepatan fluida (v) merupakan kuantitas vektor, dengan tiga
komponen kartesian vx, vy dan vz. Vektor kecepatan fluida merupakan fungsi dari
posisi dan waktu. Aliran steady adalah salah satu contoh dari kecepatan fluida yang
bergantung pada waktu, sedangkan aliran unsteady merupakan kecepatan fluida
yang bervariasi terhadap waktu (Perry, 1997).
Kondisi aliran dibedakan menjadi dua yaitu aliran laminar dan aliran
turbulen. Aliran laminar ditandai dengan garis-garis aliran yang tidak saling
VII-6

memotong, sedang turbulen garis alirannya saling memotong (Maryono dkk, 2003)
Tegangan geser dan juga fluks momentum dapat dibagi menjadi dua jenis, satu jenis
tegangan geser itu ditimbulkan oleh suku kecepatan yang searah dengan arah alir
aliran dan disebut tegangan geser aliran laminar. Selain tegangan geser aliran
laminar itu ada lagi tegangan geser yang ditimbulkan oleh suku kecepatan ke kedua
arah sumbu yang lain. Tegangan geser ini disebut tegangan geser aliran bergolak.
Unutk memperoleh fungsi penyebaran kecepatan dalam aliran bergolak tidak dapat
ditempuh dengan jalan analisa lengkap, akan tetapi terpaksa digunakan juga
persamaan hasil percobaan. Dari hasil analisa dapat diperoleh penyebaran
kecepatan untuk aliran laminar dalam pipa:

Vz r 2
= 1- (R) ………(7.5)
Vz,𝑚𝑎𝑥

Untuk aliran bergolak dalam pipa maka hasil percobaan telah didapat penyebaran
kecepatan secara kasar yang berlaku hanya untuk bilangan Reynolds antara 10.000
dan 100.000:

1⁄
Vz 𝑟 7
= (1 − 𝑅) ………(7.6)
Vz,𝑚𝑎𝑥

Perbandingan penyebaran kecepatan dalam aliran laminar dan bergejolak dalam


pipa dapat dilihat pada Gambar 7.2

Gambar 7.3 Penyebaran Kecepatan Aliran Laminar dan Bergolak (Utomo, 1984)
7.3 METODOLOGI PERCOBAAN

7.3.1 Alat dan Rangkaian Alat


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
- Hydraulic bench (F1-10)
- Peralatan pipe friction (F-18)
- Stopwatch
- Termometer
- Gelas ukur 50 mL, 100 mL, dan 250 mL.

Deskripsi Alat :

Keterangan:
1. Air bleed screw
2. Pressure tapping (H.P)
3. Test section
4. Mercury manometer
5. Pressure water manometer
6. Pressure tapping (L.P)
7. Flow control valve
8. Adjustable feet
9. Inlet pipe to constant head
tank
10. Inlet pipe to test section
11. Pipe clips
12. Constant head tank
13. Air inlet/outlet valve
14. Air pump
15. Flexible outlet pipe from
head tank overflow

Gambar 7.4 Rangkaian Alat Energy Losses In Pipe

VII-7
VII-8

7.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air.

7.3.3 Prosedur Percobaan


7.3.3.1 Kecepatan Aliran Tinggi
7.3.3.1.1 Setting Up Alat
1. Inlet pipe to test section dihubungkan dengan hydraulic bench flow connector
2. Pompa dinyalakan dan bench gate valve dibuka
3. Flow control valve dibuka sedikit demi sedikit agar ada aliran fluida
4. Air bleed screw dibuka hingga udara dipastikan tidak ada yang terperangkap
didalam manometer Hg.
5. Air bleed screw dan flow control valve ditutup
6. Ketingggian (ho) pada manometer dibaca pada apabila sudah steady.

7.3.3.1.2 Pengambilan Data


1. Flow control valve dibuka pada bukaan ¼, 1¼, 2¼ dan 3¼.
2. Headloss yang tertera pada manometer dibaca.
3. Volume dan temperature fluida yang tertampung dalam gelas ukur selama 10
detik diukur.
4. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing bukaan.

7.3.3.2 Kecepatan Aliran Rendah


7.3.3.2.1 Setting Up Alat
1. Inlet pipe to test section dihubungkan header in flow.
2. Inlet pipe to constant head tank dihubungkan dengan hydraulic bench flow
connector.
3. Pompa dinyalakan dan bench gate valve dibuka.
4. Air bleed screw dan vent udara pada pada manometer air dibuka jingga udara
tidak ada yang terperangkap di dalam manometer.
5. Flow control valve dibuka hingga ketinggian air pad amanometer menurun.
6. Air bleed screw ditutup kemudian flow control valve dan vent udara ditutup.
VII-9

7. Ketingggian (ho) pada manometer dibaca pada apabila sudah steady.

7.3.3.1.3 Pengambilan Data


1. Flow control valve dibuka pada bukaan ¼, 1¼, 2¼ dan 3¼.
2. Headloss yang tertera pada manometer dibaca.
3. Volume dan temperature fluida yang tertampung dalam gelas ukur selama 10
detik diukur.
4. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing bukaan.
7.4 PEMBAHASAN

7.4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 7. 1 Hasil Pengamatan Kecepatan Aliran Tinggi
Bukaan
flow Volume 1 Volume 2 Volume 3 Volume avg Waktu Temperatur h0 h1 h2
No.
control (m3) (m3) (m3) (m3) (s) (oC) (m) (m) (m)
valve
1. ¾ 2,3x10-5 2,5x10-5 2,3x10-5 2,36x10-5 10 29 0,240 0,242 0,238
2. 1¼ 3,7x10-5 3,6x10-5 3,5x10-5 3,6x10-5 10 29 0,240 0,245 0,235
3. 1¾ 4,4x10-5 4,3x10-5 4,6x10-5 4,43x10-5 10 29 0,240 0,250 0,230
4. 2¼ 4,8x10-5 5,1x10-5 5,0x10-5 4,96x10-5 10 29 0,240 0,255 0,225

VII-10
Tabel 7. 2 Hasil Pengamatan Kecepatan Aliran Rendah
Bukaan
flow Volume 1 Volume 2 Volume 3 Volume avg Waktu Temperatur h0 h1 h2
No.
control (m3) (m3) (m3) (m3) (s) (oC) (m) (m) (m)
valve
1. ¾ 2,1x10-5 2,1x10-5 2,1x10-5 2,1x10-5 10 29 0,371 0,399 0,342
2. 1¼ 3,2x10-5 3,2x10-5 3,1x10-5 3,16x10-5 10 29 0,371 0,409 0,333
3. 1¾ 3,8x10-5 3,7x10-5 3,8x10-5 3,76x10-5 10 29 0,371 0,412 0,325
4. 2¼ 4,4x10-5 4,5x10-5 4,4x10-5 4,43x10-5 10 29 0,371 0,425 0,315

VII-11
7.4.2 Hasil Perhitungan
Tabel 7.3 Hasil Perhitungan Kecepatan Alir Tinggi

Test Pipe (m) Volume Temp. Kinematic Headloss,


Time to h0 h1 h2
Length, Diameter, avg, of Viscosity, ∆hf
No. Bukaan collect,
L d V water, ν (m) (m) (m)
(s) (m)
(m) (m) (m3) (0C) (m2/s)
1. ¾ 0,5 0,003 2,36x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,240 0,242 0,238 0,0497
2. 1¼ 0,5 0,003 3,6x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,240 0,245 0,235 0,0756
3. 1¾ 0,5 0,003 4,43x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,240 0,250 0,230 0,0931
4. 2¼ 0,5 0,003 4,96x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,240 0,255 0,225 0,1043

Flowrate, Velocity Reynolds


Friction faktor,
Qt v number,
(f)
(m3/s) (m/s) (NRe)

2,3667x10-6 0,3350 0,0521 1228,5501


3,6x10-6 0,5096 0,0342 1868,7805
4,4333x10-6 0,6275 0,0278 2301,3685
-6
4,9667x10 0,7030 0,0248 2578,2249

VII-12
Tabel 7.4 Hasil Perhitungan Kecepatan Alir Rendah

Test Pipe (m) Volume Temp. Kinematic Headloss,


Time to h0 h1 h2
Length, Diameter, avg, of Viscosity, ∆hf
No. Bukaan collect,
L d V water, ν (m) (m) (m)
(s) (m)
(m) (m) (m3) (0C) (m2/s)
1. ¾ 0,5 0,003 2,1x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,371 0,399 0,342 0,044
2. 1¼ 0,5 0,003 3,16x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,371 0,409 0,333 0,0665
3. 1¾ 0,5 0,003 3,76x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,371 0,412 0,325 0,0791
4. 2¼ 0,5 0,003 4,43x10-5 10 29 8,1800x10-7 0,371 0,425 0,315 0,0931

Flowrate, Velocity Reynolds


Friction faktor,
Qt v number,
(f)
(m3/s) (m/s) (NRe)

2,1x10-6 0,2972 0,0587 1090,1219


3,1667x10-6 0,4482 0,0389 1643,8347
3,7667x10-6 0,5331 0,0327 1955,2981
4,4333x10-6 0,6275 0,0278 2301,3685

VII-13
VII-14

7.4.2 Pembahasan
Headloss merupakan hilangnya energi mekanik persatuan massa fluida.
Sedangkan friction factor adalah fungsi kekasaran relatif dari dinding pipa bagian
dalam yang tergantung dari jenis bahan pipa yang digunakan serta merupakan
fungsi turbulensi aliran yang dinyatakan sebagai Reynolds number. Reynolds
number dapat berhubungan langsung dengan headloss atau kerugian energi yang
diakibatkan oleh friksi dalam aliran melalui pipa. Headloss yang timbul pada aliran
suatu fluida dalam pipa dapat dapat disebabkan oleh ketidakberaturan saluran
ukuran dan bentuk seperti debit fluida tersebut. Pada percobaan ini, kecepatan aliran
tinggi yaitu aliran yang sumber airnya berasal dari pompa sehingga menghasilkan
debit dan volume aliran yang lebih besar. Sedangkan kecepatan aliran rendah yaitu
aliran yang sumber airnya berasal dari reservoir. Maka dari itu, kecepatan dari
aliran rendah debitnya tidak terlalu besar. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya Reynolds number. Semakin besar debit aliran fluida maka tekanan
akan semakin besar.
Berdasarkan hasil perhitungan, pada kecepatan aliran tinggi maupun rendah
dapat dibuat grafik hubungan antara velocity () dan headloss (hf) yang dapat
dilihat pada Gambar 7.3 sebagai berikut:

0.12

0.1
Headloss (m)

0.08

0.06
Tinggi
0.04 Rendah

0.02

0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Velocity (m/s)

Gambar 7.5 Hubungan Headloss (hf) dan Velocity () pada Kecepatan Aliran
Tinggi dan Kecepatan Aliran Rendah
VII-15

Berdasarkan Gambar 7.3 menunjukkan bahwa headloss berbanding lurus terhadap


velocity. Semakin besar velocity maka headlossnya juga semakin besar. Hal ini
dikarenakan laju aliran besar maka debit yang terjadi juga besar sehingga tekanan
yang ditimbulkan fluida terhadap dinding pipa meningkat dan menyebabkan
headloss semakin besar. Headloss pada kecepatan aliran tinggi lebih besar daripada
aliran rendah. Hal ini karena pada aliran tinggi debit air lebih besar daripada
kecepatan aliran rendah. Percobaan ini telah sesuai dengan hukum Reynolds yaitu
semakin besar velocity maka semakin besar pula (McCabe dkk, 1999). Pasda grafik
terlihat bahwa garis pada aliran tinggi dan aliran rendah untuk beberapa titik saling
berimpit. Hal tersebut dipengaruhi oleh bukaan flow control valve. Bukaan flow
control valve dapat mempengaruhi velocity suatu aliran. Nilai headloss dapat
dihitung melalui persamaan (Foust, 1980):

𝑓.𝐿.𝑉 2
∆ℎ𝑓 = ...(7.7)
𝐷.2.𝑔

Berdasarkan rumus diatas, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai headloss


(hf) adalah gravitasi, diameter pipa, panjang pipa, velocity dan friction factor.
Headloss untuk kerugian oleh fraksi dalam air melalui pipa dapat
berhubungan langsung dengan Reynolds number. Berikut merupakan grafik antara
Reynolds number dan friction factor pada kecepatan aliran tinggi dan kecepatan
aliran rendah dapat dilihat pada Gambar 7.4 sebagai berikut:
VII-16

0.07
0.06
Friction Factor (f)
0.05
0.04
Tinggi
0.03
Rendah
0.02
0.01
0
0 1000 2000 3000
Reynolds Number (Re)

Gambar 7.6 Hubungan Friction factor (f) dengan Reynolds number (NRe) pada
Kecepatan Aliran Tinggi dan Kecepatan Aliran Rendah

Berdasarkan Gambar 7.4 di atas menunjukkan Reynolds number berbanding


terbalik terhadap friction factor. Hal ini sudah sesuai dengan persamaan 7.3 yang
menyatakan bahwa semakin tinggi Reynolds number suatu aliran maka semakin
rendah friction factor yang ditimbulkan. Dari percobaan, terjadi penurunan dari
nilai friction factor di setiap aliran. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor seperti
kecepatan alir, diamter pipa, viskositas kinematik dan ketidakstabilan aliran yang
mempengaruhi pengambilan data. Pada grafik terlihat bahwa garis pada aliran
tinggi dan aliran rendah untuk beberapa titik saling berhimpit. Hal tersebut
dipengaruhi oleh bukaan flow control valve. Bukaan flow control valve dapat
mempengaruhi velocity suatu aliran. Velocity suatu aliran mempengaruhi Reynolds
number. Adapun hubungan friction factor dengan Reynolds number dapat dilihat
dari persamaan berikut (Foust, 1980):

64
𝐹= ...(7.8)
𝑁𝑅𝑒

Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui hubungan friction factor berbanding


terbalik dengan Reynolds number. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai
Reynolds number diantaranya yaitu viskositas, dan diameter pipa serta kecepatan
VII-17

aliran fluida. Faktor-faktor yang mempengaruhi friction factor adalah kekasaran


relatif pipa dan Reynolds number. Berdasarkan grafik yang didapat, maka dapat
dikatakan hasil percobaan sudah sesuai dengan teori Reynolds yang menyatakan
bahwa semakin besar Reynolds number maka friction factor akan semakin kecil.
VII-18

7.5 PENUTUP

7.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah nilai dari
headloss pada bukaan ¾, 1¼, 1¾ dan 2¼ masing-masing pada kecepatan aliran
tinggi adalah 0,0497 m; 0,0756 m; 0,0931 m dan 0,1043 m. Sedangkan pada
kecepatan aliran rendah adalah 0,0441 m; 0,0665 m; 0,0791 m dan 0,0931 m. Nilai
friction factor pada bukaan ¾, 1¼, 1¾ dan 2¼ masing-masing pada kecepatan
aliran tinggi adalah 0,0521; 00,0342; 0,0278 dan 0,1043. Sedangkan pada
kecepatan aliran rendah adalah 0,0587; 0,0389; 0,0327 dan 0,0278.

7.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah dengan manambah
variasi bukaan flow control valve menjadi 3½, 4, 4½ dan 5 agar dapat
membandingkan data hasil percobaan menggunakan bukaan valve maksimal (5)
dengan bukaan valve lainnya pada alat percobaan energy loses in pipe.
DAFTAR PUSTAKA

Arip Dwiyantoro, B. 2004. Studi Eksperimental Tentang Pengaruh Protituding


(Tonjolan) pada Pipa Lurus Bercabang 45 dan 60 Terhadap Distribusi
Kecepatan dan Tekanan Aliran. ITS. Surabaya.

Foust, A.S. 1980. Principles of Unit Operations. John Willey and Sons, Inc . New
York.

Helmizar. 2010. Studi Eksperimental Pengukuran Head Losses Mayor (Pipa PVC
Diameter ¾”) dan Head Losses Minor (Belokan Knee 90 Diameter ¾”)
Pada Sistem Instalasi Pipa. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Volume 1.
No.2:59-64.

Maryono, A, dkk. 2003. Hidrolika Terapan. Pradnya Paramita . Jakarta.

McCabe, W.L, dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 1. Erlangga . Jakarta.

Perry, R.H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook 7th Edition. McGraw-
Hill Companies, Inc . New York.

Utomo, T. 1984. Teori Dasar Phenomena Transport. Binacipta . Bandung.

DP-VII-1
DAFTAR NOTASI

L = Panjang pipa (m)


d = Diameter pipa (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
T = Temperatur (oC)
V = Volume (m3)
Δh = Perbedaan tinggi manometer h2 dan h1 (m)
Δhf= Headloss (m)
h0 = Tinggi manometer awal (m)
h1 = Tinggi manometer akhir (m)
h2 = Tinggi manometer akhir (m)
Qt = Flowrate (m3/s)
v = Velocity (m/s)
t = Waktu penampungan air (s)

DN-VII-1
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Kecepatan Aliran Tinggi


Bukaan ¾
a. Volume rata-rata (V)
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
𝑉=
𝑛
23 + 25 + 23
=
3
= 0,000023667 𝑚3

b. Tinggi pada manometer (h)


∆ℎ = ℎ1 − ℎ2
= (242 − 238). 10−3 𝑚
= 4𝑥10−3 𝑚

c. Flowrate (Qt)
𝑉 0,00002533
𝑄𝑡 = =
𝑡 10
3
= 2,3667𝑥10−6 𝑚 ⁄𝑠

d. Velocity (v)
Diketahui: d test pie= 0,003 m
3
4(𝑄𝑡) 4(2,3667𝑥10−6 ) 𝑚 ⁄𝑠
𝑣= =
𝜋𝑑 2 3,14(0,003 𝑚)2
= 0,3350 𝑚⁄𝑠

e. Bilangan Reynolds (Re)


Diketahui: T= 29 oC
Kinematic viskosity (V)= 0,818x10-6 m2/s

LP-VII-1
LP-VII-2

𝑣. 𝑑 0,3350 𝑚⁄𝑠 . 0,003 𝑚


𝑅𝑒 = = 2
𝑉 0,818𝑥10−6 𝑚 ⁄𝑠
= 1228,5501

f. Friction faktor (laminar)


64 64
𝑓= = = 0,0521
𝑅𝑒 1228,5501

g. Headloss
𝐹. 𝐼. 𝑉 2 0,0521.0,5 𝑚. (0,3350 𝑚⁄𝑠)2
∆ℎ𝑓 = =
2. 𝑔. 𝑑 2.9,8 𝑚⁄𝑠 . 0,003 𝑚
= 0,0497 𝑚

Hasil Perhitungan pada bukaan 1¼, 2¼ dan 3¼ dapat dilihat pada Tabel 7.3

2. Kecepatan Aliran Rendah


Bukaan ¾
a. Volume rata-rata (V)
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
𝑉=
𝑛
21 + 21 + 21
=
3
= 2,1𝑥10−5 𝑚3

b. Tinggi pada manometer (h)


∆ℎ = ℎ1 − ℎ2
= (399 − 342). 10−3 𝑚
= 57𝑥10−3 𝑚

c. Flowrate (Qt)
𝑉 2,1𝑥10−5 𝑚3
𝑄𝑡 = =
𝑡 10
LP-VII-3

3
= 2,1𝑥10−6 𝑚 ⁄𝑠

d. Velocity (v)
Diketahui: d test pie= 0,003 m
3
4(𝑄𝑡) 4(2,1𝑥10−6 ) 𝑚 ⁄𝑠
𝑣= =
𝜋𝑑 2 3,14(0,003 𝑚)2
= 0,2972 𝑚⁄𝑠

e. Bilangan Reynolds (Re)


Diketahui: T= 29 oC
Kinematic viskosity (V)= 0,818x10-6 m2/s
𝑣. 𝑑 0,2972 𝑚⁄𝑠 . 0,003 𝑚
𝑅𝑒 = = 2
𝑉 0,818𝑥10−6 𝑚 ⁄𝑠
= 1090,1219

f. Friction faktor (laminar)


64 64
𝑓= = = 0,0587
𝑅𝑒 1090,1219

g. Headloss
𝐹. 𝐼. 𝑉 2 0,0587.0,5 𝑚. (0,2972 𝑚⁄𝑠)2
∆ℎ𝑓 = =
2. 𝑔. 𝑑 2.9,8 𝑚⁄𝑠 . 0,003 𝑚
= 0,0441 𝑚

Hasil Perhitungan pada bukaan 1¼, 2¼ dan 3¼ dapat dilihat pada Tabel 7.4

Anda mungkin juga menyukai