Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

REMEDIASI BADAN AIR DAN PESISIR

SOIL WASHING & SOIL FLUSHING

Dosen : Bieby Voijant Tangahu, ST., MT., PhD

Asisten Laboratorium : Intan Rahmawati

Disusun Oleh:

Laudza Adi Nugraha 3315100033

Mahdiyah Anes 3315100035

Dewi Erianik 3315100037

Fitriandika Nugraha 331100041

Valianto Rojulun Afif 3315100043

Zulfa Safira 3315100049

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan percobaan


Untuk menentukan efisiensi proses washing pada tanah tercemar bahan organik dan pencemar
inorganik.
1.2 Prinsip percobaan
Soil washing adalah proses yang berbasis air untuk menghilangkan kontaminan atau pencemar
pada tanah secara ex situ. Prinsip utama soil washing adalah teknologi remediasi dengan
prinsip pengurangan volume/limbah berdasarkan proses fisik dan atau kimia. Proses remediasi
kontaminan dari dapat dilakukan dengan dua cara berikut:
o Dengan melarutkan atau menampung tanah tercemar tersebut dalam larutan pencuci
(dengan variasi bahan kimia, pH, dan waktu) atau disebut proses secara kimiawi.
Larutan pencuci yang digunakan adalah larutan asam, alkali, kompleks, pelarut lain dan
surfaktan, tergantung jenis polutan yang akan diremediasi dan atau,
o Dengan mengubah tanah tercemar tersebut menjadi partikel yang lebih kecil melalui
ukuran pemisahan partikel, pemisahan gravitasi atau disebut proses secara fisikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar teori

Soil washing adalah proses fisik atau kimia untuk memisahkan kontaminan dari tanah dan
sedimen. Kontaminan terkonsentrasi ke dalam volume yang jauh lebih kecil dari residu yang
terkontaminasi, yang baik didaur ulang atau dibuang. Teknik ini dapat digunakan untuk menangani
berbagai macam kontaminan anorganik dan organic, yang digunakan secara terpisah atau dalam
kombinasi dengan teknologi lainnya. Soil washing juga telah digunakan sebagai langkah awal
untuk mengurangi konsentrasi polutan di tanah. Sisa polutan di tanah kemudian dioksidasi dengan
menggunakan proses Fenton.
(Liao et al, 2016)

Bulk density tanah adalah properti dinamis yang bervariasi dengan kondisi struktural tanah.
Secara umum, bulk density akan meningkat sesuai kedalaman profil, karena perubahan kandungan
bahan organik, porositas dan pemadatan. Nilai bulk density dapat digunakan untuk mengetahui
volume kadar air pada tanah dan menghitung nilai poroitas tanah atau jumlah pori di dalam tanah.

(Chaudhari. dkk, 2013)

Soil Wahing dapat memungkinkan untuk menghilangkan, mengendalikan, atau mencegah


kemungkinan terjadi pencemaran tanah oleh logam berat. Soil washng dilakukan bergantung pada
reaksi pertukaran antara logam berat seperi Cu, Cd, Zn EDTA, dan FeCl3. Logam berat di dalam
tanah terdapat berbagai bentuk. Berbagai jenis logam dapat hadir dalam bentuk ionik, dapat
ditukar, terikat secara organik atau bentuk residu. Beberapa jenis logam lebih cepat bereaksi,
sementara bentuk lainnya sangat stabil dan tidak dapat dikonversi dengan mudah dari satu bentuk
ke bentuk lainnya. Fraksi logam yang berbeda di dalam tanah memerlukan metode yang berbeda
untuk memisahkannya dari matriks tanah. Teknik yang paling umum menggunakan ekstraksi
kimia dengan reagen yang berbeda untuk memobilisasi logam analit secara selektif dari tanah.
Berbagai fraksi logammemiliki respon berbeda terhadap reagen kimia yang berbeda.

(Bilgin, 2016)

Tanah adalah sistem yang dinamis, bagian dari alam yang terbentuk di permukaan bumi.
Tanah adalah media untuk pertumbuhan tanaman bagi tanaman darat. Pencemaran tanah
didefinisikan sebagai fenomena yang ditandai dengan rusaknya sifat struktural dan biologis lapisan
tanah sebagai akibat dari faktor manusia dan alam antara lain angin, deforestasi, penggunaan bahan
kimia, industri, dan lain-lain. Kegiatan pembangunan seperti pembuatan konstruksi, transportasi,
dan manufaktur tidak hanya menguras sumber daya alam, tetapi juga menghasilkan sejumlah besar
limbah yang menyebabkan polusi bagi udara, air, lautan, dan tanah.
(Gangadhar, 2014)

Proses pencucian tanah adalah proses memisahkan tanah yang terkontaminasi massal
menjadi beberapa fraksi berdasarkan ukuran partikel. Persepsi tersebut telah membuktikan bahwa
partikel pasir dan partikel tanah yang lebih besar dapat diolah dengan menggunakan air ditambah
dengan agen pengekstraksi. Proses yang menghasilkan penyisihan hingga 60% dalam volume
material yang terkontaminasi harus dibuang atau diolah lebih lanjut dengan menggunakan proses
pembersihan lebih ketat. Dalam aplikasi flushing tanah in situ juga telah berusaha untuk
memanfaatkan ukuran partikel yang relatif lebih besar dan karakter dominan mineral bahan akuifer
khas. Partikel yang lebih besar, karena rasio luas dan volume permukaan yang kecil dan tidak
adanya muatan permukaan yang signifikan, lebih mudah didekontaminasi ke tingkat pembersihan
yang ditetapkan selama proses pencucian tanah.

(Bhandari et al, 2000)

Saat ini, tanah menjadi tercemar karena adanya beberapa bentuk aktivitas industri, bahan
kimia pertanian atau pembuangan limbah yang tidak tepat. Kekhawatiran terbesar terkait dengan
kontaminasi tanah adalah bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan
hidup. Tujuan utama remediasi tanah adalah untuk mengembalikan tanah ke dalam bentuk
alaminya, bebas polusi. Untuk meremediasi tanah, ada sejumlah metode yang dapat digunakan,
salah satunya adalah pencucian tanah (soil washing). Keuntungan metode pencucian tanah (soil
washing) adalah ekstraksi tinggi dan efisiensinya untuk pencemar logam berat.

(Karthika et al, 2016)

Zat-zat anorganik, seperti logam berat, dapat terbentuk dalam berbagai senyawaan,
misalnya sebagai oksida, hidroksida, nitrat, fosfat, klorida, sulfat, dan berbagai bentuk mineral
kompleks yang mempunyai kelarutan rendah. Zat-zat kimia bersifat asam dapat ditambahkan ke
dalam larutan pencuci untuk menambah keefisienan penghilangan kontaminan logam berat. Zat-
zat asam ini antara lain adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat. Berbagai larutan pencuci
dari jenis senyawa sepit (chelating agents) atau bersifat sequestering, misalnya asam asetat asam
sitrat, ammonium asetat, asam nitrilotriasetat (NTA, nitrilotriacetic acid), dan asam
etilenadiaminatetra asetat (EDTA, ethylenediaminetetraacetic acid), dapat dipakai sebagai aditif
karena mempunyai sifat dapat melarutkan berbagai macam kontaminan logam-logam berat.

(Desrina, 2012)

Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) adalah dua dari beberapa jenis logam berat yang
mencemari lingkungan. Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat
di dalam kerak bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu
mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Logam Pb digunakan dalam
industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri
atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara
air rumah tangga dengan Pb.

(Widowati, 2012)

Soil Washing hanya dengan chelators atau menggabungkan dengan ferric klorida dalam
percobaan lapangan menunjukkan bahwa penambahan FeCl3 menguntungkan untuk penghapusan
logam berat di lapisan atas tanah. Proses metal leaching terjadi terutama di musim hujan selama
tanam pertama. FeCl3 bermanfaat untuk diterapkan saat dikombinasikan dengan chelators, karena
meningkatkan proses metal leaching, tidak mahal dan mungkin menguntungkan bagi fiksasi
tercuci dari chelator-logam di bawah tanah. Penerapan FeCl3 mengurangi hasil S. alfredii dan
meningkatkan konsentrasi logam dari mays Z. Saat panen pertama. Namun, setelah amandemen
tanah, phytoavailability yang logam menurun dan pertumbuhan tanaman ditingkatkan, logam
konsentrasi mays Z. dalam pengobatan FeCl3+MC yang mirip dengan hanya mencuci oleh MC.
(Guo, 2016)

Pencemaran tanah yang disebabkan oleh tumpahan minyak mentah (crude oil) atau
hidrokarbon merupakan masalah utama di seluruh dunia. Di Asia, penurunan produktivitas lahan
karena polusi tanah, air dan udara merupakan masalah utama dalam meningkatkan produktivitas
pertanian, terutama untuk menjamin keamanan pangan. Indonesia, sebagai salah satu negara rawan
bencana dan pengguna minyak mentah (hidrokarbon), perlu untuk menemukan cara-cara dan
metode yang tepat untuk menangani tanah yang terkontaminasi, terutama polusi yang disebabkan
oleh hidrokarbon.
(Waksman, 2012)

Soil Washing adalah salah satu dari beberapa perlakuan alternatif untuk penghapusan
logam berat dari tanah yang terkontaminasi, yang dapat diterapkan untuk percontohan / skala
penuh remediasi bidang (Dermont et al., 2008). Keuntungan dari teknologi ini adalah: adaptasi
tinggi, berbagai untuk konsentrasi efektif kontaminan, operasi sederhana, regulasi yang kuat,
singkat perbaikan siklus periode, biaya yang lebih rendah, penerapan yang luas, dan besar nilai
praktis. Juwarkar et al. (2007) digunakan 0,1 rhamnolipids mol untuk mencuci Cd-terkontaminasi
tanah dan memperoleh 91% removal Cd di pH = 10. Torres et al. (2012) menunjukkan bahwa Cd,
Zn, dan Cu bisa dicuci dengan efisiensi hingga 85,9%, 85,4%, dan 81,5%,masing-masing.
membuktikan bahwa cuci tanah bisa mencapai efisiensi yang tinggi, dengan penghapusan 98% Pb,
95% Cu, dan 56% Zn.
(Maity et al., 2013)
Teknologi pemisahan fisik terutama diterapkan dalam industri pertambangan dan
pengolahan mineral untuk memisahkan bentuk partikulat logam. Teknologi ini termasuk
penyaringan, sentrifugasi, flokulasi, klasifikasi hydrocyclone, magnetik pemisahan, dan flotasi.
Sebagai teknologi ini berkonsentrasi kontaminan dalam volume yang lebih kecil, mereka telah
diterapkan di bidang remediasi tanah dalam beberapa tahun terakhir.
(Dumontet, 2010)

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih
akibat bahaya yang mungkin ditimbulkan. Bagaimanapun logam berat tersebut berbahaya
terutama apabila diserap oleh tanaman, hewan atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian
beberapa logam berat merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan (Nugroho, 2001).
Sudarmaji, dkk (2008) mengatakan bahwa diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki
urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian
diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn.

Logam berat Pb dan Cd lebih mudah diserap oleh akar tumbuhan dalam bentuk ion-ion
Pb2+ dan Cd2+ yang larut dalam air seperti unsur hara yang ikut masuk bersama aliran air.
Lingkungan yang banyak mengandung logam berat, membuat protein regulator dalam tumbuhan
tersebut membentuk senyawa pengikat yang disebut fitokhelatin. Fitokhelatin merupakan peptida
yang mengandung 2-8 asam amino sistein di pusat molekul serta suatu asam glutamat dan sebuah
glisin pada ujung yang berlawanan.
(Aprilia, 2013)

Sistem soil washing merupakan metode remediasi tanah terkontaminasi yang dapat
digunakan pada berbagai jenis pencemar seperti logam berat, radionuklida, dan kontaminan
organik. Pencemar di dalam partikel tanah halus dipisahkan dari tanah tercemar melalui system
berbasis air berdasar ukuran partikel. Air cuci dapat ditambah dengan agen leaching, surfaktan,
penyesuaian pH, atau agen chelating untuk membantu menghilangkan organic dan logam berat.
Air cuci setelah digunakan ini harus diolah untuk menghilangkan kontaminan yang ada misalnya
dengan serapan pada karbon aktif atau pertukaran (ion)
(Pearl, 2007)
Tergantung pada kemampuan kompleks yang terbentuk, EDTA bereaksi dengan ion logam
yang berbeda-beda pada harga pH yang berbeda-beda pula. Ion-ion logam yang membentuk
kompleks dapat bereaksi dengan EDTA dalam larutan yang bersifat asam. Bila protective agent
yaitu EDTA ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam maka senyawa kompleks
akan terbentuk. Senyawa kompleks tersebut mempunyai nilai stabilitas tertentu, yang dinyatakan
dalam konstanta stabilitas kation yang terkomplekkan. Bila ada dua atau lebih ion logam dalam
larutan sebagaimana yang terjadi pada air alam, terdapat reaksi kompetisi terhadap protective
agent. Reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dan protective agent merupakan
reaksi setimbang, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, temperatur, jenis dan
konsentrasi padatan terlarut, dan lain-lain. Misalnya penambahan EDTA akan dapat mengatasi
gangguan fosfat karena EDTA akan bereaksi dengan kalsium (EDTA harus juga ditambahkan pada
larutan standar).
(Salimin, 2006)
Di lingkungan perairan, kalsium dapat berikatan dengan fosfat membentuk kalsium fosfat
yang sangat mengganggu. Apabila dianalisis menggunakan AAS, maka dapat mengurangi kadar
kalsium yang akan dianalisis. Gangguan tipe ini adalah gangguan kimia. Untuk mengatasinya
dapat dilakukan usaha menguranginya dengan nyala suhu yang lebih tinggi atau menambahkan
senyawa yang disebut “releasing agent” atau “masking agent”. Dan yang akan digunakan saat ini
adalah menambahkan senyawa masking agent yaitu EDTA.
(Nasution, 2010)

Berbagai metode remediasi insitu dan exsitu telah digunakan untuk memulihkan tanah
yang terkontaminasi dari logam berat. Pencucian tanah sangat efektif. Namun, secara konvensional
dilakukan secara ex situ, dalam bioremediasi yang menggunakan reagen ekstraksi untuk
menggantikan logam berat dari tanah ke dalam larutan. Pencucian tanah salah satu dari beberapa
alternatif pemulihan yang permanen dapat menghapus kontaminan logam dari tanah. Berbagai
bahan kimia seperti agen asmetal chelating, garam netral, dan asam kuat telah diterapkan untuk
tanah terkontaminasi logam. Terutama, etilendiamin asam tetraacetic (EDTA) telah banyak
digunakan karena efisien menghapus Cd dari tanah yang terkontaminasi. Namun, EDTA memiliki
beberapa masalah seperti tahan berada di lingkungan karena biodegradabilitas rendah. EDTA
menunjukkan efek ke lingkungan karena memiliki beban tinggi dan dengan demikian, beberapa
peneliti lebih memilih agen chelating yang biodegradable.

(Makino, 2016)

Larutan pencuci yang digunakan pada proses ini adalah larutan asam, chelating agents,
elektrolit, oxidizing agents, dan surfaktan. Larutan pencuci yang paling umum digunakan pada soil
washing dalam proses penghilangan logam berat adalah chelating agents dan larutan asam. Larutan
asam, terutama asam kuat, kurang dianjurkan untuk digunakan pada proses ini karena akan
mengurangi produktivitas tanah, mineral yang terdapat pada tanah cenderung larut pada larutan
asam. EDTA terus digunakan untuk remediasi tanah karena kemampuanya menggerakkan kation
logam lebih baik dan hanya menghasilkan sedikit dampak secara fisika dan kimia pada matriks
tanah.

(Aziz et al, 2016)


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan (Ditambahkan)

o Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu :

 Labu erlenmeyer 250 ml  Spatula


 Corong  Kertas saring whatman
 Beaker glass 100 ml  Botol UC
 Beaker glass 500 ml  Neraca analitik
 Pipet ukur 10 ml  Botol centrifuge
 Propipet  Rotary agitator
 Toples plastik  Platform shaker
 Gelas ukur 100 ml  Labu ukur 1 liter
 Gelas ukur 50 ml
 Spatula.
o Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu :

 Larutan Pb(NO3)2
 Air kran
 Aquadest
 Tanah taman 500 gram
 Larutan HNO3 0,1 N
 Larutan EDTA.
3.2 Skema Percobaan

Menentukan bulk density

Tanah tidak tercemar


sebanyak 100 gram

 Ditimbang dengan menggunakan neraca analitik


 Dimasukkan ke dalam corong hingga mampat
 Diambil air kran sebanyak 100 ml menggunakan gelas
 Dituangkan ke dalam corong yang telah berisi tanah dan
ditunggu hingga air menetes pertama kali kemudian
dicatat volume air yang dibutuhkan
 Dihitung nilai bulk density lalu dapat diperolah beban
pencemar dalam tanah

Hasil

Proses Soil Washing

500 gram tanah tidak


tercemar

 Ditimbang dengan menggunakan neraca massa


 Dituangkan larutan Pb pada tanah tidak tercemar
sebanyak 75 ml

5 gram dari campuran tanah


dan larutan Pb

 Ditimbang dengan menggunakan neraca massa


 Diberi penambahan Asam HNO3 0.1M (pH = 2-3)
sebanyak 125 mL
 Dicampur lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
250 mL
 Mulut erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil

Sampel dishaker selama 6 jam


dengan kecepatan 250 rpm
 Setelah 6 jam, supernatan atau air sampel dipisahkan
dari tanah sampel
 Sample tanah diletakkan pada wadah plastik;
sedangkan air sample disaring dengan menggunakan
kertas saring hingga didapatkan volume setengah botol
UC dalam sekali tuang.
 Air hasil penyaringan dan sample tanah diletakkan
dalam kulkas untuk selanjutnya percobaan soil flushing

5 gram campuran tanah


dan Pb

 Ditimbang dengan menggunakan neraca


analitik
 Diletakkan dalam labu erlenmeyer

50 ml larutan EDTA Na2

 Dituang ke dalam gelas ukur


 Sample 5 gram campuran tanah dan Pb dilarutkan
dengan 50 ml larutan EDTA
 Dicampur lalu dimasukkan ke dalam botol centrifuge

Rotasi/flushing dengan rotator


selama 1 jam

 Setelah di rotator selama 1 jam, sampel


disettling selama 30 menit
 Sample disaring dengan menggunakan kertas
saring sampai berwarna bening, hasil saringan
diletakkan dalam plastik zip

Hasil
3.2 Tabel Pengamatan

Menentukan bulk density

No. Perlakuan Pengamatan Gambar

1. Menimbang tanah tidak Ciri fisik tanah :


tercemar sebanyak 100
gram dengan menggunakan  Berwarna coklat gelap
neraca massa  Sedikit lengket dan
basah

2. Mengambil air kran Ciri fisik air kran :


sebanyak 100 ml
menggunakan gelas ukur  Tidak berwarna
dan dituangkan ke dalam (bening)
corong yang telah berisi  Suhu ruang
tanah dan ditunggu hingga  Tidak berbau
air menetes pertama kali
Volume air yang
dan dicatat volume air
dibutuhkan adalah
yang dibutuhkan
sebanyak 15 ml

Nilai bulk density adalah


75 ml

Volume Pb yang
ditambahakan adalah 75
ml

Proses Soil Washing

No. Perlakuan Pengamatan Gambar

1. Menimbang tanah tidak Ciri fisik tanah :


tercemar sebanyak 500
gram dengan menggunakan  Berwarna coklat gelap
neraca massa  Sedikit lengket dan
basah
 Suhu ruang

2. Menambahkan larutan Pb Ciri fisik larutan Pb :


pada tanah sebanyak 75 ml
 Tidak berbau
 Tidak berwarna
(bening)
 Hangat

3. Mengambil sample ±5gr Ciri fisik tanah campuran


dari campuran tanah dan Pb :
larutan Pb ditimbang
dengan neraca analitik  Berwarna coklat
 Encer
 Tidak berbau
 Bersuhu ruang

4. Menambahkan Asam Ciri fisik HNO3 :


HNO3 0.1M (pH = 2-3)
sebanyak 125 mL pada  Tidak berbau
sample campuran tanah,  Encer
dicampur lalu dimasukkan  Tidak berwarna
ke dalam labu erlenmeyer  Suhu ruang
250mL. Mulut labu
Setelah penambahan asam
erlenmeyer ditutup dengan
sampel menjadi coklat
alumunium foil dan diikat
muda dan lebih encer
dengan karet

5. Sampel dishaker selama 6 Setelah di shaker larutan


jam dengan kecepatan 250 sampelmenjadi tercampur
rpm lalu di diamkan rata.
selama ± 30 menit
Setelah didiamkan air
sampel (supernatan) berada
di atas berwarna coklat
keruh dan terdapat endapan
di bawah erlenmeyer .

6. Menyaring Supernatan atau Setelah penyaringan,


air sampel menggunakan supernatan menjadi tidak
kertas saring, hingga berwarna (jernih)
didapatkan volume
setengah botol UC dalam Kertas saring menjadi
sekali tuang; lalu keduanya kecoklatan karena endapan
diletakkan dalam kulkas yang ikut terbawa di kertas
saring.

7. Menimbang 5 gram Ciri fisik tanah campuran


campuran tanah dan Pb Pb :
dengan neraca analitik.
Kemudian meletakkan ke  Berwarna coklat
dalam labu erlenmeyer  Encer
 Tidak berbau
 Bersuhu ruang

8. Mengambil 50 mL larutan Ciri fisik larutan EDTA


EDTA Na2. Dituang ke Na2 :
dalam gelas ukur
 Tidak berwarna
 Suhu ruang
 Tidak berbau

9. Mencampur sampel 5 gram Ciri fisik campuran tanah


dan Pb kemudian dan larutan EDTA :
melarutkan dengan 50 ml
larutan EDTA. Kemudian  Berwarna keruh
memasukkan ke dalam  Tidak berbau
botol centrifuge  Suhu ruang

10. Sampel dirotasi/flushing Setelah dirotasi/flushing


dengan rotator selama 1 dengan rotator larutan
jam sampel menjadi tercampur
rata
11. Sample disettling Setelah didiamkan air
(didiamkan/diendapkan) sampel (supernatan) berada
selama 30menit di atas berwarna coklat
keruh dan terdapat endapan
di bawah botol centrifuge

12. Menyaring sampel dengan Setelah penyaringan,


menggunakan kertas saring supernatan menjadi tidak
sampai berwarna bening, berwarna dan jernih
hasil saringan diletakkan
dalam plastik zip Kertas saring menjadi
kecoklatan karena endapan
yang ikut terbawa
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum Remediasi Badan Air dan Pesisir ini tentang Soil Washing pada Tanah Tercemar
yang dilaksanakan pada hari Selasa, 12 Maret 2017 pukul 13.00-selesai di Laboratorium
Fitoteknologi Departemen Teknik Lingkungan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
menentukan efisiensi proses soil washing pada tanah tercemar bahan organik dan pencemar
inorganik. Prinsip dari praktikum ini adalah pengurangan volume/limbah berdasarkan proses fisik
dan atau kimia. Proses fisik dilakukan dengan pemisahan pencemar di dalam partikel tanah halus
dari tanah tercemar melalui sistem berbasis air berdasar ukuran partikel, sedangkan proses kimia
dengan menampung tanah tercemar dalam sebuah reaktor dan menambahkan larutan pencuci
dalam tanah tercemar tersebut. Alat yang dibutuhkan pada praktikum soil washing ini adalah labu
erlenmeyer 250 ml, corong , beaker glass 100 ml, beaker glass 500 ml, pipet ukur 10 ml, propipet,
toples plastik, gelas ukur 100 ml dan 50 ml, spatula, kertas saring whatman, botol UC, neraca
analitik, botol centrifuge, rotary agitator, platform shaker, labu ukur 1 liter, dan spatula.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu larutan Pb(NO3)2, air kran, aquadest, tanah taman 500
gram, larutan HNO3 0,1 N, dan larutan EDTA. Pada praktikum kali ini dibagi menjadi dua tahap,
pertama menentukan bulk density terlebih dahulu selanjutnya melakukan proses Soil Washing.

Menentukan bulk density

Langkah pertama dalam menentukan bulk density yang dilakukan adalah menimbang tanah
tidak tercemar yang diambil dari taman sebanyak 100 gram menggunakan neraca analitik. Bulk
density tanah adalah properti tanah yang dinamis yang bervariasi sesuai dengan struktral tanah.
Nilai bulk density dapat digunakan untuk mengetahui volume kadar air pada tanah dan menghitung
nilai poroitas tanah atau jumlah pori di dalam tanah (Chaudhari. Dkk, 2013). Sifat fisik tanah
tersebut antara lain berwarna coklat gelap, sedikit lengket dan basah serta bersuhu ruang.
Kemudian tanah dimasukkan ke dalam corong hingga padat. Dipadatkannya tanah ini bertujuan
untuk memberikan gambaran yang sesungguhnya dari tingkat porositas tanah sampel. .Langkah
selanjutnya adalah mengambil air kran menggunakan gelas ukur sebanyak 100 ml. Sifat fisik air
kran antara lain tidak berwarna (bening), tidak berbau, dan bersuhu ruang. Air kran tersebut
kemudian dituangkan ke dalam corong yang sudah berisi tanah dan ditunggu sampai air menetes
pertama kali. Setelah itu, dicatat volume air yang dibutuhkan hingga air menetes pertama kali.
Tujuannya adalah hasil volume dari air yang disaring melalui tanah digunakan untuk menghitung
bulk density. Volume air kran yang dibutuhkan adalah sebanyak 15 ml. Kemudian dapat dihitung
nilai bulk density dengan perhitungan sebagai berikut:
500𝑔𝑟𝑎𝑚
Bulk Density: 100𝑔𝑟𝑎𝑚 x volume air yang dibutuhkan hingga menetes pertama kali

500𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 15 ml = 75 ml
100𝑔𝑟𝑎𝑚

Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai bulk density adalah sebesar 75 ml.
Selanjutnya dihitung beban pencemar, sebagai berikut :
k (mg/l) × v (l)
Beban pencemar: w (kg)

𝑚𝑔
300 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 45 mg/kg
0,5 𝑘𝑔

Hasil perhitungan yang diperoleh yaitu 45 mg/kg

Kemudian diambil larutan stok logam berat Pb(NO3)2. Volume larutan stok yang diambil
berdasarkan perhitungan berikut :

Larutan stok : V1 x C1 = V2 x C2
75 𝑚𝑙 ×300 𝑚𝑔/𝑙
V1 = = 22,5 ml
1000 𝑚𝑔/𝑙

Hasil perhitungan pengenceran diperoleh volume larutan stok yang diambil adalah 22,5 ml.
Namun, karena praktikum ini memerlukan pencemar dengan konsentrasi 250 ml dalam bulk
density, maka selanjutnya dilakukan perhitungan pengenceran kembali sebagai berikut:
22,5 𝑚𝑙 ×250 𝑚𝑔/𝑙
X= = 75 ml
75 𝑚𝑔/𝑙

dari hasil perhitungan pengenceran diperoleh volume larutan stok yang diambil adalah 75 ml.
Pengambilan larutan stok digunakan gelas ukur 100 ml.

Proses Soil Washing


Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang tanah tidak tercemar sebanyak 500
gram menggunakan neraca analitik dan dimasukkan ke wadah plastik. Tujuannya adalah sebagai
pembuatan media pencemar. Sifat fisik tanah tersebut antara lain berwarna coklat gelap, sedikit
lengket dan basah serta bersuhu ruang. Kemudian, larutan stok (Pb) dimasukkan ke dalam beaker
glass sebanyak 75 ml. Timbal (Pb) adalah jenis logam berat yang mencemari lingkungan. Timbal
(Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Logam
Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada
bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga
memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Widowati, 2012). Sifat
fisik larutan Pb adalah tidak berbau, tidak berwarna dan hangat. Lalu diambil campuran tanah dan
larutan Pb dan ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan neraca analitik. Sifat fisik campuran
tanah dan larutan Pb adalah berwarna coklat, encer, tidak berbau, bersuhu ruang. Kemudian
ditambahkan asam HNO3 0.1M (pH = 2-3) sebanyak 125 ml kemudian diaduk sampai tercampur
rata dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Tujuan penambahan asam adalah untuk
mereduksi logam berat pada sampel. Asam nitrat dipilih karena dapat dipakai sebagai aditif karena
mempunyai sifat dapat melarutkan berbagai macam kontaminan logam-logam berat. Zat-zat kimia
bersifat asam dapat ditambahkan ke dalam larutan pencuci untuk menambah keefisienan
penghilangan kontaminan logam berat dalam proses soil washing (Desrina, 2012). Sifat fisik
HNO3 adalah tidak berwarna, tidak berbau, suhu ruang dan encer. Setelah penambahan asam,
sampel menjadi coklat muda dan lebih encer. Kemudian mulut erlenmeyer ditutup menggunakan
aluminium foil dan diikat dengan karet. Tujuannya adalah agar sampel tidak tumpah saat
dihomogenkan dengan menggunakan shaker. Lalu sampel dishaker selama 6 jam dengan
kecepatan 250 rpm. Tujuan penggunaan shaker adalah untuk menghomogenkan larutan/ meratakan
kontak tanah tercemar dengan asam asetat sehingga pengikatan logam Pb dapat lebih merata. Lalu
didiamkan selama ± 30menit. Setelah didiamkan, terdapat endapan tanah di dasar erlenmeyer.
Supernatan/air sample disaring dengan menggunakan kertas saring, hingga didapatkan volume
setengah dari botol UC dalam sekali tuang, sedangkan endapan tanahnya dimasukkan ke dalam
plastik lalu keduanya diletakkan dalam kulkas. Setelah penyaringan, supernatan menjadi tidak
berwarna dan jernih dan kertas saring menjadi kecoklatan karena endapan yang ikut terbawa.

Pada praktikum hari selanjutnya langkah pertama adalah mengambil natan (sampel tanah)
hasil shaker dan ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan neraca dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer. Sifat fisik natan adalah berwarna coklat, encer, tidak berbau, dan bersuhu ruang.
Kemudian diambil 50 mL larutan EDTA Na2 menggunakan gelas ukur. Ciri fisik larutan EDTA
Na2 adalah tidak berwarna, suhu ruang, tidak berbau. Lalu 5gr natan (sampel tanah) dilarutkan
dengan 50mL larutan EDTA. Tujuan dari penambahan larutan EDTA ini adalah sebagai pelarut
logam berat karena kemampuannya menggerakkan kation logam lebih baik dan hanya
menghasilkan sedikit dampak secara fisika dan kimia pada matriks tanah. Kemudian dicampur dan
dimasukkan ke dalam botol centrifuge. Ciri fisik campuran tanah dan larutan EDTA adalah
berwarna keruh, tidak berbau, dan suhu ruang. Selanjutnya Sampel dirotasi/flushing dengan rotator
selama 1 jam. Tujuan dilakukannya agitasi adalah agar terjadi proses ekstraksi kontaminan atau
pencemar yang dalam hal ini adalah logam berat Pb dari tanah oleh larutan EDTA yang dapat
mengikat logam berat pada tanah. Setelah dirotasi dengan rotator, larutan sampel menjadi
tercampur rata. Kemudian sampel disettling (didiamkan/diendapkan) selama 30 menit. Setelah
didiamkan air sampel (supernatan) berada di atas berwarna coklat keruh dan terdapat endapan di
bawah botol centrifuge. Tujuan dari langkah ini adalah untuk memisahkan larutan dari endapannya
dan memudahkan proses penyaringan pada langkah berikutnya. Sampel disaring dengan
menggunakan kertas saring sampai berwarna bening, hasil saringan diletakkan dalam plastik zip.
Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk mendapatkan larutan yang lebih jernih dan sudah
terpisah dari partikel-partikel tanah yang masih berada dalam larutan. Penyaringan ini dilakukan
kurang lebih 5 kali untuk mendapatkan larutan yang bening dan hampir mendekati tidak berwarna.
Ini disebabkan karena banyaknya partikel tanah yang larut dalam larutan, sehingga pada saat
proses sedimentasi, partikel tersebut sulit mengendap dan pada akhirnya partikel tersebut dapat
lolos dari kertas saring whatman serta memengaruhi warna dari larutan tersebut. Hasil penyaring
larutan seharusnya bening dan tidak berwarna, karena apabila larutan tersebut masih memiliki
warna, maka akan memengaruhi nilai kandungan logam berat Pb pada uji AAS. Setelah
penyaringan, supernatan menjadi tidak berwarna dan jernih , supernatan ini dimasukkan ke dalam
botol UC dan kertas saring menjadi kecoklatan karena endapan yang ikut terbawa. Kemudian
keduanya dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

Pengujian selanjutnya akan dilakukan di laboratorium Afiliasi dan Konsultasi Industri di


Jurusan Teknik Kimia FTI ITS untuk dilakukan proses AAS pada sampel hasil proses soil washing
dan soil flushing yang telah dilakukan. Adapun hasil analisa kandungan Pb sebagai berikut :

Keterangan Blanko Asam nitrat Asam Asetat

(Pb, mg/l) (Pb, mg/l) (Pb, mg/l)

Soil washing 0,35 mg/l 1,31 mg/l 0,34 mg/l

Soil flushing 3,06 mg/l 4,46 mg/l 3,80 mg/l

Hasil ini dikonversikan ke dalam satuan mg/kg dengan perhitungan sebagai berikut:
𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Hasil analisa soil washing menggunakan asam nitrat = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)

𝑚𝑔
1,31 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 196,5 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Hasil analisa soil washing menggunakan asam asetat= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)

𝑚𝑔
0,34 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 51 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Blanko soil washing =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)

𝑚𝑔
0,035 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 52,2 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Hasil analisa soil flushing menggunakan asam nitrat= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)

𝑚𝑔
4,46 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 669 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Hasil analisa soil flushing menggunakan asam asetat= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)
𝑚𝑔
3,80 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 570 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

𝑚𝑔
𝐴𝐴𝑆 ( )×𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑙)
𝑙
Blanko soil flushing = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑔)

𝑚𝑔
3,06 ×0,075 𝑙
𝑙
= = 459 mg/kg
0,0005 𝑘𝑔

Hasil di atas menunjukan bahwa pencucian tanah menggunakan larutan asam nitrat
memiliki efektifitas lebih besar dari pada menggunakan larutan asam asetat. Soil washing
menggunakan larutan asam nitrat sebesar 196,5 mg/kg sedangkan menggunakan larutan asam
asetat sebesar 51 mg/kg. Soil flushing menggunakan larutan asam nitrat sebesar 669 mg/kg
sedangkan menggunakan larutan asam asetat sebesar 570 mg/kg. dapat diketahui juga bahwa
metode menggunakan soil flushing lebih efektif melarutkan logam berat Pb dalam tanah dari pada
menggunakan metode soil washing.
BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa lebih efektif menggunakan metode soil flushing
dari pada soil washing. Dengan metode soil flushing menggunakan larutan asam nitrat
dibandingkan dengan asam asetat dapat menghilangkan logam berat Pb sebesar 669 mg/kg.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Dita Dwi & Kristanti Indah Purwani. 2013. Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus
Fasciculatum terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) pada Tanaman Euphorbiamilii.
Surabaya : Jurusan Biologi Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Aziz Tamzil, Amalia Rizky P, Vishe Devah.2016. Removal Logam Berat dari Tanah
Terkontaminasi Dengan Menggunakan Chelating Agent (EDTA). Universitas Sriwijaya:
Palembang.

Bhandari, A., Novak, J.T, and Dove, D.C. 2000. Effect of Soil Washing on Petroleum-
Hydrocarbon Distribution on Sand Surfaces. Journal of Hazardous Substance Research
Manhattan Kansas State University 2 (7) : 1.

Bilgin, M dan Tulum, S. 2016. Removal Of Heavy Metals (Cu,Cd, and Zn) from Contaminated
Soils Using EDTA and FeCl3. Aksaray University, Engineering Department of Environmental
Engineering : Aksaray, Turkey

Chaudhari, P.R; Ahire, D.V; Ahire, V.D; Chkravarty, M;Maity, S. 2013. Soil Bulk
Density as Related to Soil Texture, Organic Matter Content and Available Total
Nutrients of Coibatore Soil. International Journal of Scientific and Reasearch Publications,
Vol. 3.

Desrina, R. 2012. Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi


Cuci Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi, Jakarta.

Dumontet and Callahan DL. 2015. Heavy Metal Contamination of Soils : Monitoring and
Remediation. Springer : Switzerland

Gangadhar, Z.S . 2014. Environmental Impact Assessment on Soil Pollution Issue about
Human Health. International Research Journal of Environtment Sciences Vol. 3 (11), 78-81.

Guo X, Wei Z, Wu Q, Li C, Qian T, and Zheng W. 2015. Effect of soil washing with only chelators
or combining with ferric chloride on soil heavy metal removal and phytoavailability: Field
experiments. Chemosphere Journal. College of Natural Resources and Environment : China.

Khartika, N., K. Jananee,V., dan Murugaiyan. 2016. Remediation of Contamined Soil Using Soil
Washing-a review. Journal of Engineering Research and Applications 6 (1) : 13-18.

Liao Xiaoyang, You Li, Xiulan Yan. 2016. Removal of Heavy Metals and Arsenic from a co-
contamined soil by sieving combined with washing process. Journal of Environmental
Sciences 41 : 205-210.
Makino Tomoyuki, Yuji Mejima, Ikuko Akhane at all. 2016. A practical soil washing method for
use in a Cd-contaminated paddy field, with simple on-site wastewater treatment. Journal of
Environmental Sciences 41 : 202-210.

Maity JP, Huang YM, and Chen CY. 2013. Removal of Cu, Pb and Zn by foam fractionation and
a soil washing process from contaminated industrial soils using soapberry-derived
saponin: a comparative effectiveness assessment. Chemosphere Journal. Department of
Earth and Environmental Sciences, National Chung Cheng University : Taiwan.
Nasution, N. 2010. Analisis Gangguan Fosfat pada Ca. Jurnal Emisi, 2 (3).
Pearl, M. 2007. Understanding Soil Washing. CL: AIRE technical bulletins, TB 13: 1-4.
Salimin, Z., dan Gunandjar, 2006. Penggunaan EDTA sebagai Pencegah Timbulnya
Kerak pada Limbah Cair, Jurnal Kegiatan dan Penelitian PTLR, ISSN 0852- 2979.
Waksman, S.A. 2012. Soil Microbiology. New York: John Willey and Sons. Inc.

Widowati, W., Sastiono, A., & Raymond, J.R. 2012. Efek Toksik Logam Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: ANDI.
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Jelaskan keuntungan dan kelemahan metode soil washing untuk meremediasi tanah
tercemar?
Jawaban: Kelebihan dari remediasi cuci lahan ini terutama adalah dapat mengurangi
volume tanah dan kandungan kontaminannya yang selanjutnya tanah dapat diolah dengan
teknik remediasi lainnya. Pengurangan volume ini penting artinya dalam penurunan biaya
untuk pembersihan tanah selanjutnya. Kelemahannya ialah sulitnya metode ini apabila
diterapkan secara in situ dikarenakan faktor scale
up dari skala laboratorium dan pilot ke skala lapangan. (Desrina, 2011)

2. Apa perbedaan antara soil washing dan soil flushing?


Jawaban: pada proses soil washing dilakukan secara ex situ dengan prinsip pengurangan
volume/ limbah berdasarkan proses fisika dan atau kimia. Sedangkan pada proses soil
flushing dilakukan secara in situ dengan prinsip injeksi atau infiltrasi cairan ke dalam
lahan tercemar dan cairan tersebut dapat didaur ulang.

Anda mungkin juga menyukai