Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNIK ANALISIS PENCEMAR LINGKUNGAN


DESINFEKTAN DENGAN METODE IODIOMETRI DAN
BREAKPOINT CLORINATION (BPC)

Nama : Raihan Nabil


NRP : 03211740000068
Kelas :B
Dosen : Bieby Voijant Tangahu, S.T.,
M.T., Ph.D.
Asisten Lab : Salni Oktaviani Ainun S.

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................2
1.1 Tujuan Percobaan....................................................................................................2
1.2 Prinsip Percobaan.....................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
2.2 Dasar Teori...............................................................................................................3
2.3 Skema Percobaan.....................................................................................................4
2.3.1 Desinfektan...........................................................................................................4
2.3.2 Analisis Konsentrasi........................................................................................5
2.3.3 Analisis BPC....................................................................................................6
BAB III.................................................................................................................................8
PEMBAHASAN....................................................................................................................8
3.3 Tabel Pengamatan....................................................................................................8
3.3.1 Analisis Sisa Klor....................................................................................................8
3.3.2 Analisis Klorinasi....................................................................................................9
3.3.3 Analisis BPC.........................................................................................................11
3.4 Pembahasan...........................................................................................................13
3.4.1 Analisis Desinfektan............................................................................................14
3.4.2 Analisis Konsentrasi.............................................................................................14
3.4.3 Analisis BPC.........................................................................................................15
BAB IV..............................................................................................................................21
KESIMPULAN....................................................................................................................21
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................21
Daftar Pustaka..................................................................................................................22
JAWABAN DAN PERTANYAAN..........................................................................................23
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Menentukan besarnya klor aktif yang diperlukan sampel untuk proses
desinfeksi
Menentukan besarnya kebutuhan desinfeksi (kaporit) dalam air

1.2 Prinsip Percobaan


Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan klor aktif dalam sampel
menggunakan metode iodometrik dengan menambahkan asetat glasial,
kristal kalium iodida sebagai pengoksidasi klor aktif, indikator amilum dan
natrium tiosulfat sebagai pengoksidasi KI (untuk mengetahui jumlah KI yang
bereaksi) . Reaksi ini melewati persamaan:

2ClO2 + 2I¯ → 2ClO2 ¯ + I2

I3- + 2S2O32- → 3I- + S4O62-


Penentuan lain adalah untuk mengetahui jumlah klorin yang dibutuhkan
untuk desinfeksi air. Klorin mengoksidasi ion logam dan direduksi menjadi
klorida yang tidak memiliki sifat desinfeksi. Klorin juga bereaksi dengan
amonia. Penentuan ini dilakukan dengan menganalisis breakpoint
chlorination (titik klorinasi terendah), yaitu jumlah klorin yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi semua ion yang dapat dioksidasi, bereaksi amonia
menjadi gas N dan sehingga ada sisa residu klorin aktif yang terlarut.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Dasar Teori

Pemutih komersial dibuat dengan menggelembungkan gas klor ke


dalam larutan natrium hidroksida. Beberapa klor dioksidasi menjadi ion
hipoklorit yang ada dalam larutan, ClO, dan sebagian direduksi menjadi ion
klorida, Cl-. Oleh karena itu, solusinya tetap sangat mendasar. Persamaan
kimia ion untuk proses adalah :
Cl2(g) + 2OH-(aq)  ClO-(aq) + Cl- (aq) + H2O(l)
Jumlah ion hipoklorit yang ada dalam larutan pemutih ditentukan oleh
titrasi redoks. Dalam percobaan ini, titrasi melibatkan ion iodida dan tiosulfat.
Ion iodida, I- dapat dioksidasi oleh hampir semua zat pengoksidasi. Tiga
reaksi terjadi yang menganalisis titrasi:
2H+(aq) + ClO-(aq) + 2 I-(aq)  Cl-(aq) + I2(aq) + H2O(l)
I2(aq) + I-(aq)  I3- (aq)
I3 (aq) + 2 S2O32- (aq)  3 I-(aq) + S4O62- (aq)
-

Reaksi terakhir memiliki ion triiodida (awalnya merah-coklat) memudar


menjadi kuning dan akhirnya jernih (ion iodida). Penambahan pati mengubah
solusi menjadi warna biru tua yang dapat dibalik. Hilangnya warna biru
menyediakan metode yang efektif untuk menentukan titik akhir.
(Ko, 2009)

Klorin larut dalam air dan pelarutannya dalam air adalah proses fisik dan
kimia. Setelah kontak dengan air, klor tidak proporsional, memberikan ion
klorida dan asam hipoklorit atau ion hipoklorit, tergantung pada pH larutan.
Dengan demikian, klorin terlarut hadir dalam larutan air sebagai campuran
dari tiga spesies aktif, molekul klor (Cl2), asam hipoklorit (HOCl), dan ion
hipoklorit (OCl-). Ketiga spesies ini umumnya disebut klorin tersedia bebas
(FAC). Kedua kesetimbangan tergantung pada pH. Dengan demikian,
distribusi ketiga spesies bervariasi dengan pH larutan. Dengan
menggunakan konstanta kesetimbangan, diagram distribusi dapat dibuat
yang menunjukkan kelimpahan relatif masing-masing spesies pada berbagai
nilai pH. Kedua kesetimbangan tergantung pada pH. Dengan demikian,
distribusi ketiga spesies bervariasi dengan pH larutan. Dengan
menggunakan konstanta kesetimbangan, diagram distribusi dapat dibuat
yang menunjukkan kelimpahan relatif masing-masing spesies pada berbagai
nilai pH.
(Körtvélyesi, 2004)

Kelemahan metode klorinasi seperti terdapatnya colerasi positif antara


kaporit dan organohalogen yang merupakan produk dari reaksi klor dan
organohalogen (CHCl) yang terkandung dalam air limbah. Salah satu
organohalogen adalah trihalomethan (THM). Peluang pembentukan THM
tergantung pada konsentrasi kaporit. Lebih banyak caporite akan
meningkatkan kemungkinan pembentukan THM. Trihalomethan adalah
senyawa karsinogenik dan mutagenik. Titik penentuan Breakpoint
Chlorination (BPC) adalah penting dan menjadi fokus utama untuk
menghilangkan pembentukan THM, sebelum menerapkan caporite dalam
4

suatu proyek. Breakpoint Chlorination (BPC) dapat didefinisikan sebagai


jumlah dari klor aktif (ClO- dan HCOl) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
semua zat organik dan anorganik yang larut dalam air limbah. Kemudian
residu klor aktif akan bereaksi sebagai desinfektan
(Shovitri et al.,2011)

Klorinasi persediaan air dan air yang tercemar berfungsi terutama untuk
menghancurkan atau menonaktifkan mikroorganisme penghasil penyakit.
Manfaat sekunder, khususnya dalam pengolahan air minum, adalah
peningkatan kualitas air secara keseluruhan yang dihasilkan dari reaksi klorin
dengan amonia, besi, mangan, sulfida, dan beberapa zat organik. Klorinasi
dapat menghasilkan efek buruk. Rasa dan karakteristik bau fenol dan senyawa
organik lain yang ada dalam persediaan air dapat ditingkatkan. Senyawa
chloroorganic yang berpotensi karsinogenik seperti kloroform dapat
terbentuk. Gabungan klorin yang terbentuk pada klorinasi air yang
mengandung amonia atau amina berdampak buruk pada kehidupan akuatik.
Untuk memenuhi tujuan utama klorinasi dan untuk meminimalkan efek
buruk, penting bahwa prosedur pengujian yang tepat digunakan dengan
pengetahuan sebelumnya tentang keterbatasan penentuan analitis.
(American Public Health Association, 1999)

Karena pH dapat dipengaruhi oleh bahan kimia dalam air, pH


merupakan indikator penting dari air yang berubah secara kimia. PH air
menentukan kelarutan (jumlah yang dapat larut dalam air) dan ketersediaan
biologis (jumlah yang dapat dimanfaatkan oleh kehidupan akuatik) dari
unsur-unsur kimia seperti nutrisi (fosfor, nitrogen dan karbon) dan logam
berat (timah, tembaga , kadmium dll.). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pH: curah hujan yang bersifat asam - mungkin memiliki sedikit efek
jika wilayah tersebut kaya akan mineral yang menghasilkan nilai alkalinitas
yang tinggi, yaitu konsentrasi karbonat, bikarbonat, dan ion hidroksida yang
lebih tinggi dari batu kapur dapat memberikan kapasitas buffer alami yang
mampu menetralkan banyak mineral. ion H + dari asam, tingkat mineral air
keras, pelepasan dari proses industri- tergantung pada apakah asam atau
basa dilepaskan, pelepasan deterjen ke dalam air, asam karbonat dari
dekomposisi dan oksidasi sulfida dalam sedimen (asam).
(Kale,2016)
Klorinasi banyak digunakan dalam proses reklamasi air limbah untuk
melindungi keselamatan ekosistem dan kesehatan manusia, karena biaya
rendah dan inaktivasi spektrum luas untuk bakteri patogen. Tetapi selama
klorinasi air limbah, klorin juga dapat bereaksi dengan bahan organik terlarut
(DOM) untuk menghasilkan berbagai produk sampingan desinfeksi (DBP).
Ditemukan bahwa banyak DBP telah diidentifikasi dengan aktivitas
genotoksik, mutagenik dan / atau karsinogenik dan dianggap sebagai risiko
toksik bagi manusia dan organisme akuatik dalam klorinasi air. Diantaranya,
trihalomethanes (THMs) dan asam haloasetat (HAA) sebagai dua kelompok
utama DBP telah diatur dalam Disinfektan Tahap 2 AS dan Disinfektan
Produk Sampingan. Aturan untuk air minum karena volume produksi yang
besar dan genotoksisitas
(Ying, X.S. et al., 2009).
5

2.3 Skema Percobaan


2.3.1 Desinfektan

Sampel Air

 Diambil sebanyak 25 mL
 Dimasukkan kedalam gelas
Erlenmeyer 100 mL

Asam Asetik Glaxcial


 Ditambahkan sebanyak 10mL
 Dimasukkan kedalam erlenmayer
100mL

Kristal KI  Diambil sebanyak 1 spatula


 Dimasukkan kedalam erlenmayer
100mL

Indikator Amilum
 Ditambahkan 3 tetes indikator
amilum

 Dititrasi sampai warna biru hilang


Natrium Thiosulfat

HASIL

2.3.2 Analisis Konsentrasi

Klor
 Diambil sebanyak 1 mL ke dalam
gelas Erlenmeyer 100 mL
 Ditambahkan aquadest hingga
mencapai 50 mL

Asam Asetik Glacial

 Diambil sebanyak 2,5 mL


 Ditaruh ke dalam gelas
Erlenmeyer 100 Ml

Kristal KI
6

 Diambil sebanyak 1 spatula


 Ditaruh ke dalam gelas
Erlenmeyer 100 mL

Indikator Amilum
 Ditambah sebanyak 3 tetes ke
dalam gelas Erlenmeyer 100 mL

Natrium Thiosulfat
0,0125 N
 Dititrasi sampai warna biru hilang
 Penghitungan konsentrasi
dengan : N1 X V1 = N2 X V2

HASIL

2.3.3 Analisis BPC

Sampel Air

 Dituang 25 mL ke dalam 10 gelas


Erlenmeyer yang berbeda

Larutan Kaporit
 Ditambahkan ke dalam masing-
masing gelas Erlenmeyer dalam
jumlah ; 3 mL – 4 mL
 Didiamkan selama 30 menit

Larutan Asam  Ditambahkan 2,5 larutan asam


Asetik Glacial
asetik glacal ke dalam masing-
masing gelas Erlenmeyer

Kristal KI
 Ditambahkan 1 gram kristal KI ke
dalam masing-masing gelas
Erlenmeyer

Indikator Amilum
7

 Ditambahkan 3 tetes indikator


amilum

Larutan Standar
Natrium Thisulfat
0,0125 N
 Dititrasi dengan larutan standar
Natrium Thiosulfat 0,0125 N
hingga warna biru dari
penambahan amilum hilang

HASIL
8

BAB III

PEMBAHASAN
3.3 Tabel Pengamatan
3.3.1 Analisis Sisa Klor
No Perlakuan Kerja Hasil Pengamatan Gambar
.
1 Mengambil sampel air Sifat fisik sampel air
PDAM sebanyak 25 mL kran : cair, bening,
dan dimasukkan ke tidak berbau, dalam
dalam gelas Erlenmeyer suhu ruang
100 mL

2 Menambahkan larutan Sifat fisik asam asetik


asam asetik glasial glasial : cair, bening,
sebanyak 10 mL ke dalam suhu ruang dan
dalam gelas Erlenmeyer bebau kuat menyengat
dengan pipet ukur 10 mL
berisi sampel, proses Sifat fisik sampel
dilakukan di ruang asam setelah penambahan
tidak ada perubahan
selain ada bau tidak
sedap dari
penambahan asam
asetat glasial
3 Menambahkan 1 spatula Sifat fisik kristal KI :
kristal KI menggunakan dalam bentuk bubuk /
spatula kaca ke dalam kristal , dalam suhu
gelas Erlenmeyer berisi
ruang, tidak berbau
sampel
Sifat fisik sampel
setelah penambahan
larutan menjadi sedikit
keruh
9

4 Menambahkan 3 tetes Sifat fisik larutan


larutan indikator Amilum indikator amilum :
ke dalam gelas bening, cair, dalam
Erlenmeyer berisi
suhu ruang
sampel
Sifat fisik sampel
setelah penambahan
tidak ada perubahan
terjadi
Titrasi tidak dilakukan
karena sampel tidak
berubah warna,
menandakan tidak
adanya klor dalam air
5 Tidak Dilakukan titrasi Sifat fisik sampel air
dengan natirium tiosulfat setelah perlakuan yang
karena sampel tidak telah dilakukan
berubah warna cairan bening
berbau asam
suhu ruang

3.3.2 Analisis Klorinasi

No Perlakuan Kerja Hasil Pengamatan Gambar


.
1 Mengambil kaporit Sifat fisik kaporit : tidak
sebanyak 1 mL, lalu berwarna, bening, dalam
ditambahkan suhu ruang, berbau khas
aquadest hingga kaporit
mencapai 50 mL di
dalam gelas Sifat fisik setelah
Erlenmeyer 100 mL pencampuran cair, bening,
tidak berbau, dalam suhu
ruang
10

2 Menambahkan asam Sifat fisik larutan asam


asetik glasial asetik glasial : cair,
sebanyak 2,5 mL bening, dalam suhu ruang
menggunkan pipet
dan bebau kuat
ukur 5 mL ke dalam
gelas berisi sampel menyengat
Sifat fisik setelah
penambahan tidak ada
perubahan fisik selain ada
bau tidak sedap

3 Menambahkan kristal Sifat fisik kristal KI : dalam


KI sebanyak 1 bentuk bubuk / kristal ,
spatula dalam suhu ruang, tidak
menggunakan berbau
spatula kaca Sifat fisik setelah
penambahan tidak ada
perubaha fisik selain
warna menjadi kuning
jernih dan tidak berbau

4 Menambahkan Sifat fisik larutan indikator


larutan indikator amilum : bening, cair,
amilum sebanyak 3 dalam suhu ruang
tetes menggunakan Sifat fisik setelah
pipet tetes penambahan warna
menjadi biru gelap
11

5 Metitrasi dengan Sifat larutan Natrium


larutan Natrium Thiosulfat : tidak
Thiosulfat 0,0125 N berwarna, bening, dalam
sampai larutan
suhu ruang, cair.
menjadi bening
menggunkann soklet Jumlah larutan Natrium
Thiosulfat yang
dibutuhkan untuk
mentitrasi larutan : 1,6 mL
Perhitungan klor sisa
- kaporit sisa
1000
x 0,0125 x 1,6 x 35,45
25

= 28,36 mg/L

- kaporit asli
= 28,36 x 25
= 709 mg/L

3.3.3 Analisis BPC


No Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar
.
1. Mengambil 25 mL Sifat fisik sampel air
sampel air kolam IPAL IPAL:
Teknik Lingkungan - cairan keruh
- sedikit berbau
- suhu ruang

2. Menambahkan larutan Volume larutan kaporit


kaporit dengan volume yang digunakan pada
dari rentang 3,1- 4 kelompok aslab mbak
kedalam 10 sampel salni:
pada erlenmeyer 3,1;3,2;3,3;3,4;3
berbeda yang telah ,5;3,6;3,7
diberi label dengan ;3,8;3,9;4.
menggunakan pipet Sifat fisik larutan
ukur Kaporit:
- cairan keruh
- berbau kaporit
- suhu ruang
Sifat fisik setelah
penambahan:
- cairan bening
- sedikit berbau
12

kaporit
- suhu ruang
- volume tiap
sampel berbeda
3. Menutup mulut labu Sifat fisik setelah
dengan plastic wrap dibiarkan 30 menit:
sesegera mungkin - cairan bening
setelah adanya - sedikit berbau
penambahan larutan kaporit
kaporit dan dibiarkan - suhu ruang
selama 30 menit - volume tiap
diruangan yang gelap sampel berbeda

4. Menambahkan Asam Sifat fisik Asam Astetik


Astetik Glasial Glacial:
sebanyak 2,5 mL - cairan bening
dengan menggunakan - sedikit pekat
pipet ukur di ruang - berbau asam
asam kedalam setiap cuka menyengat
labu erlenmeye - suhu ruang
Sifat fisik sampel air
setelah penambahan
- cairan bening
- berbau asam
- suhu ruang

5. Menambahkan kristal KI Sifat fisik Kristal KI:


sebanyak ± 1 spatula - Kristal putih
dengan spatula besi - Tidak berbau
kedalam setiap labu - suhu ruang
erlenmeyer
Sifat fisik sampel air
setelah penambahan
- cairanbewarna
kuning transparan
- berbau asam
- suhu ruang

6. Menambahkan Indikator Sifat fisik indikator


Amilum sebanyak 3 amilum:
tetes dengan - cairan bening
menggunakan pipet - tidak berbau
tetes kedalam setiap - suhu ruang
labu erlemneyer Sifat fisik sampel air
setelah penambahan
- cairan
berwarna kehitaman
13

- berbau asam
- suhu ruang

7. Mentitrasi sampel yang Sifat fisik Natrium


telah diberi perlakuan Tiosulgat:
dengan menggunakan - cairan bening
Natrium Tiosulfat - tidak berbau
(0,0125 N) hingga - suhu ruang
warna menjadi bening Sifat fisik sampel air
setelah penambahan
- cairan bening
- berbau asam
- suhu ruang
Volume Natrium
Tiosulfat yang
digunakan hingga
bening:
- 3,1 mL Kaporit:
3,1 mL
- 3,2 mL Kaporit:
3,2 mL
- 3,3 mL Kaporit:
3,4 mL
- 3,4 mL Kaporit:
4 mL
- 3,5 mL Kaporit:
4,7 mL
- 3,6 mL Kaporit:
3,5 mL
- 3,7 mL Kaporit:
2,9 mL
- 3,8 mL Kaporit:
4,3 mL
- 3,9 mL Kaporit:
3,9 mL
- 4,0 mL Kaporit:
3 mL

3.4 Pembahasan
Praktikum ke 3 ini berlangsung di Laboratorium Pemulihan Air
Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, pada
tanggal 13 Maret 2019 pukul 09.15-11.32. Pada percobaan kali ini tentang
Analisis , buret volume 25 mL, erlenmayer 12 buah volume 100mL, pipet
ukur 5 mL, pipet ukur 10mL, pipet ukur 1 mL ,dan beaker glas 50 mL
Pertama-tama dalam percobaan ini kita harus mengambil sampel di titik
di jL. Sumber Mulyo gang 5 no 36, Surabaya (7.14”47.3”S112.43’32.8”E)dan
titik yang kedua berada di IPAL Departemen Teknik Lingkungan ITS
(7°16'46.8"S 112°47'30.6"E.)
14

. Dalam pengambilan sampel ini, metode kami adalah pengambilan


sampel, bahwa kami hanya mengambil satu sampel yang berisi 600 ml air
dari 2 titik berbeda dalam penyimpanan yang sebentar

Analisis BPC menggunakan metode iodometri. Air sampel ditambahkan


larutan kaporit dengan konsentrasi bervariasi, asam asetik glacial, kristal KI,
indikator amilum dan dititrasi dengan larutan standar Natrium Tiosulfat untuk
mengubah larutan warna biru menjadi bening sehingga dapat ditentukan
jumlah klor pada sampel.

Konsentrasi klor aktif ditentukan dengan metode iodometrik. Konsentrasi


Klor ditentukan berdasarkan Tiosulfat yang diperlukan dalam titrasi dengan
rumus:
OCl- / HOCl (ppm) = 1000 / (ml sampel) x mL natrium tiosulfat x N
natrium sulfat x BM Cl
(Shovitri et al., 2011)

3.4.1 Analisis Desinfektan


Prakitum Pertama tentang analisis desinfaktan atau klor aktif. Langkah
Pertama Menyiapkan sampel air kran sebanyak 25mL kemudian masukkan
kedalam gelas Erlenmeyer 100mL dengan cara menuangkanyya. Step
selanjutnya, memasukkan asam asetik glasial sebanyak 10mL ke dalam
gelas Erlenmeyer menggunakan pipet ukur dengan perlakuan didalam ruang
asam sifat fisik setelah penambahan asam asetik glasial tidak terjadi
perubahan. Tujuan dari penambahan untuk menurunkan pH larutan sampai
3 atau 4 karena klor aktif akan membebaskan iodine (I2). Step selanjutnya,
menambahkan 1 spatula kristal KI ke dalam erlenmayer menggunakan
spatula kaca sifat fisik setelah penambahan larutan menjadi sedikit keruh.
Fungsi penambahan KI untuk menunjukkan sisa klor aktif yang ada dalam
sampel. Seperti contoh reaksi kimia berikut :
2ClO2 + 2I¯→ 2ClO2¯+I2
I3-+2S2O32- → 3I-+S4O62
Step selanjutnya, menambahkan 3 tetes indicator amilum ke dalam
erlenmyer menggunkan pipet tetes, sifat fisik setelah penambahan tidak
adanya perubahan yang terjadi dengan sampel. Fungsi penambahan untuk
mendeteksi adanya iodin dalam larutan serta sebagai penentu titik akhir saat
titrasi berlangsung oleh karena tidak terjadi perubahan fisik pada sampel
sehingga diputuskan tidak ada I2 bebas iodide masih teikat dalam senyawa
KI akibat tidak adanya klor aktif yang membebaskan. Dengan tidak adanya
sisa klor yang berfungsi untuk membunuh patogen maka air tersebut tidak
baik untuk digunakan. Menurut PERMENKES RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010 untuk kadar klorin sebagai desinfektan yang
diperbolehkan maksimal 5mg/L.

3.4.2 Analisis Konsentrasi


Praktikum Kedua tentang analisis konsentrasi klor . langkah pertama
Mengambil kaporit 1mL menggunakan pipet ukur 1 mL dengan propipet
lalu menambahkan aquadest sampai 50L di dalam Erlenmeyer 100mL. sifat
15

fisik setelah pencampuran tetap cair dan tidak ada perubahan di sampel.
Step selanjutnya menambahkan asetik glasial sebanyak 2,5mL ke dalam
erlenmayer menggunakan pipet ukur 5mL dan propipet. Sifat fisik setelah
penambahan tidak ada perubahan yang terjadi selain adanya bau tidak
sedap. Fungsi penambahan untuk menciptakan suasana asam pada pH 3
atau 4 karena klor aktif akan membebaskan iodine dari larutan kalsium
iodide jika pH <8. Step selanjutnya, Menambahkan kristal KI sebanyak 1
spatula dengan menggunakan spatula kaca, sifat fisik setelah penambahan
terjadinya perubahan warna menjadi kuning jernih dan tidak berbau. Fungsi
penambahan membebaskan dan mengoksidasi ion I- dari KI menjadi iodine
bebas yang ditunjukkan oleh perubahan warna. Warna kuning ini disebabkan
olehnya reaksi yang terjadi antara kloroksida dengan KI.

2ClO2 + 2I¯→ 2ClO2¯+I2


I3-+2S2O32- → 3I-+S4O62

Step selanjutnya, mentitrasi larutan dengan Natrium Thiosulfat 0,0125N


sampai larutan berubah menjadi tidak berwarna atau bening.
1000
x 0,0125 x 1,6 x 35,45
25

= 28,36 mg/L

- kaporit asli
= 28,36 x 25
= 709 mg/L
Sehingga dapat diketahui konsentrasi klorin yang digunakan pada
praktikum ini yaitu 709 mg/L.

3.4.3 Analisis BPC


Ander dan Madeleine (2011) mengatakan bahwa metode yang disebut
breakpoint chlorination diterapkan di NGWRP, yang berarti bahwa klorin
ditambahkan ke tingkat di mana reaksi antara klorin dan senyawa dalam air
tidak lagi menurunkan konsentrasi klorin. Ketika breakpoint tercapai,
efektivitas klorinasi akan. Menurut Achour dan Chabbi (2014), breakpoint
adalah titik di mana permintaan klorin telah sepenuhnya terpenuhi. Klorin
pada titik ini bereaksi dengan semua zat pereduksi, organik, dan amonia di
dalam air. Jika lebih banyak klorin ditambahkan melewati titik ini, klorin akan
bereaksi dengan air dan membentuk asam hipoklorus dalam proporsi
langsung dengan jumlah klorin yang ditambahkan. Proses ini, dikenal
sebagai klorinasi breakpoint, adalah bentuk klorinasi yang paling umum, di
mana cukup klorin ditambahkan ke air untuk membawanya melewati
breakpoint dan untuk membuat sisa klorin bebas.

Praktikum Ketiga tentang analisis BPC atau Breakpoint Clorine.


Langkah pertama mengambil air IPAL Tek. Ling dan masukan ke dalam 10
gelas Erlenmeyer 100mL dengan mengisi 25mL sampel pada setiap gelas.
Step selanjutnya, mengencerkan sampel air kolam IPAL dengan aquades
hingga 1L dengan bantuan gelas ukur 1L. Step selanjutnya, mengambil
200mL sampel pengenceran dengan bantuan gelas ukur untuk dituang ke
dalam 10 erlenmeyer masing-masing sebanyak 20mL dengan pipet ukur
16

10mL menambahkan larutan kaporit dengan volume dari rentang 3,1-4mL


kedalam 10 labu Erlenmeyer berbeda yang telah diberi label dengan
menggunakan pipet ukur 5mL . 3,1 mL : 3,1 mL
3,2 mL : 3,2 mL 3,5 mL : 4,7 mL 3,8 mL : 4,3 mL
3,3 mL : 3,4 mL 3,6 mL : 3,5 mL 3,9 mL : 3,9 mL
3,4 mL : 4 mL 3,7 mL : 2,9 mL 4 mL : 3 mL
kemudian menututup dengan plastic warp dan diamkan selama 30 menit
dalam box dengan keadaan gelap sifat fisik setelah penambahan tidak ada
perubahan yang terjadi di sampel.
Ca(OCl)2 + 2 H2O 2 HOCl + Ca (OH)2
HOCl + H2O H3O+ + OCl-
Step selanjutnya, menambahkan Kristal KI sebanyak 2,5mL
menggunakan pipet ukur 5 ml dan propipet ke dalam 10 erlenmeyer. Sifat
fisik sampel setelah penambahan ada bau asam . Fungsi penambahan untuk
menghilangkan zat pengotor dan membuat suasana asam pada pH 3-4,
sebab reaksi akan bekerja optimal pada pH tersebut., Step selanjutnya,
Menambahkan kristal KI sebanyak 1 spatula menggunakan spatula besi
kedalam labu Erlenmeyer, sifat fisik setelah penambahan terjadi peubahan
warna menjadi kuning transparan, bau asam, suhu ruang.

2ClO2 + 2I¯→ 2ClO2¯+I2


I3-+2S2O32- → 3I-+S4O62
Step selanjutnya, menambahkan indicator amilum sebanyak 3 tetes
dengan menggunakan pipet tetes kedalam labu Erlenmeyer. Sifat fisik
setelah penambahan terjadi perubahan warna menjadi kehitaman, bau
asam, suhu ruang. Fungsi penambahan untuk mengikat ion-ion I.

Vol. larutan Vol. Natrium


Klorin/Kaporit Tiosulfat
(mL) (mL)
1,3 1,3
1,6 1,7
1,9 1,5
2,2 1,35
2,5 2
2,8 2,1
3,1 2,4
3,4 2,5
3,7 1,95
4 2,4

Sehingga jika dilakukan perhitungan dosis pembubuhan klor adalah


dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N 1 X V 1=N 2 X V 2
Dengan :
N1 = konsentrasi kaporit = 841,9375 mg/mL
N2 = konsentrasi dosis pembubuhan kaporit
V1 = volume penambahan kaporit
V2 = volume sampel + penambahan kaporit
17

Maka berikut adalah tabel perhitungan N2 atau konsentrasi pembubuhan


kaporit :

 3,1 mL Kaporit  3,6 mL Kaporit


N 1 X V 1=N 2 X V 2 N 1 X V 1=N 2 X V 2
841,9375 X 3,1=N 2 X 28,1 841,9375 X 3,6=N 2 X 28,6
N 2=92,88 mg/mL N 2=105,97 mg/mL
 3,2 mL Kaporit  3,7 mL Kaporit
N 1 X V 1=N 2 X V 2 N 1 X V 1=N 2 X V 2
841,9375 X 3,2=N 2 X 28,2 841,9375 X 3,7=N 2 X 28,7
N 2=95,53 mg/mL N 2=108,54 mg/mL
 3,3 mL Kaporit  3,8 mL Kaporit
N 1 X V 1=N 2 X V 2 N 1 X V 1=N 2 X V 2
841,9375 X 3,3=N 2 X 28,3 841,9375 X 3,8=N 2 X 28,8
N 2=98,17 mg /mL N 2=111,08 mg/mL
 3,4 mL Kaporit  3,9 mL Kaporit
N 1 X V 1=N 2 X V 2 N 1 X V 1=N 2 X V 2
841,9375 X 3,4=N 2 X 28,4 841,9375 X 3,9=N 2 X 28,9
N 2=100,79 mg/ mL N 2=113,61mg/mL
 3,5 mL Kaporit  4,0 mL Kaporit
N 1 X V 1=N 2 X V 2 N 1 X V 1=N 2 X V 2
841,9375 X 3,5=N 2 X 28,5 841,9375 X 4=N 2 X 29
N 2=103,39 mg/ mL N 2=116,12 mg/mL

Hasil perhitungan diatas digunakan untuk data membuat grafik pada


sumbu X. Sedangkan untuk mendapatkan data pada sumbu Y dilakukan
perhitungan sebagai berikut :

 3,1 mL Kaporit: 3,1 mL


=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 3,1 x 35,45
28,1
= 48,88 mg/ L
 3,2 mL Kaporit: 3,2 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 3,2 x 35,45
28,2
= 50,28 mg/ L
 3,3 mL Kaporit: 3,4 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 3,4 x 35,45
28,4
18

= 53,05 mg/ L
 3,4 mL Kaporit: 4 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 4 x 35,45
29
= 61,12 mg/ L
 3,5 mL Kaporit: 4,7 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 4,7 x 35,45
29,7
= 70,12 mg/L
 3,6 mL Kaporit: 3,5 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 3,5 x 35,45
28,5
= 54,41 mg/L
 3,7 mL Kaporit: 2,9 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 2,9 x 35,45
27,9
= 46,05 mg/ L
 3,8 mL Kaporit: 4,3 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 4,3 x 35,45
29,3
= 65,03 mg/ L
 3,9 mL Kaporit: 3,9 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
1000
= x 0,0125 x 3,9 x 35,45
28,9
= 59,79 mg/ L

 4,0 mL Kaporit: 3 mL
=
1000
x N Natrium Tiosulfat x Vol titrasi x 35,45
ml sampel hasil pengenceran
19

1000
= x 0,0125 x 3 x 35,45
28
= 47,47 mg/L

Vol. klorin Vol. Sampel Konsentrasi Residual


Vol. Titran (mL)
(mL) Total (mL) Larutan (x) Klorin (y)
0,1 25,1 0,4 3,35 7,09
0,4 25,4 0,5 13,26 8,86
0,7 25,7 0,8 22,93 14,18
1 26 1,65 32,38 29,25
1,3 26,3 1,5 41,62 26,59
1,6 26,6 2,1 50,64 37,22
1,9 26,9 1,95 59,47 34,56
2,2 27,2 2,7 68,10 47,86
2,5 27,5 2,85 76,54 50,52
2,8 27,8 3,65 84,80 64,70
3,1 28,1 3,1 92,88 54,95
3,4 28,4 4 100,80 70,90
3,7 28,7 2,9 108,54 51,40
4 29 3 116,13 53,18
4,3 29,3 3 123,56 53,18
4,6 29,6 2,3 130,84 40,77
4,9 29,9 1,6 137,98 28,36
Dari data diatas didapat kan grafik dengan X konsentrasi Larutan dan Y
Residu Klor

Grafik BPC Air Kolam IPAL


80 Teknik Lingkungan
70

60
Residual Klorin

50

40

30

20

10

0
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00
Dosis Klor
20

BAB IV

KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan

Analisis Klorin Aktif


Analisis desinfektan atau klor aktif(sisa klor) dengan metode iodometri
menggunakan air kran rumah di Jl. Sumber Mulyo 5 no 36 didapatkan hasil
analisis tidak mengandung klor. Dikarenakan setelah penambahan indikator
amilum tidak terjadi perubahan warna (larutan tetap bening). Hal ini
menunjukkan kadar klor yang terdapat pada sampel air kran TL ITS adalah 0
mg/L. Menurut PERMENKES RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
persyaratan kualitas air minum, kadar klor dalam desinfektan yang
diperbolehkan maksimal 5 mg/L, maka air tersebut tidak baik untuk
digunakan

Analisis Breakpoint Chlorine (BPC)


Sampel air keran dari distribusi air Departemen Teknik Lingkungan IT,
residu klorin aktif yang ditemukan adalah nol. Ini memenuhi standar
Peraturan Menteri Kesehatan Publik Indonesia 492 / Menkes / per / IV /
2010, tetapi ini bukan hasil yang positif karena direkomendasikan untuk
memiliki sedikit residu klorin dalam air yang didistribusikan.
21

Daftar Pustaka
Achour, S. and Chabbi F. 2014. Disinfection of Drinking Water-Constraints
and Optimization Perspectives in Algeria. Larhyss Journal : Page
193-212.
Ander, Helen and Forss, Madeleine. 2011. Microbiological Risk
Assessment of the Water Reclamation Plant in Windhoek,
Namibia. Sweden. Sweden : Department of Civil and
Environmental Engineering Division of Water Environment
Technology CHALMERS UNIVERSITY OF TECHNOLOGY
Göteborg, Sweden.
American Public Health Association (APHA). 1999. “Standard methods for
the Examination of Water and Wastewater (20th ed)”. New York:
American Public Health, Association (APHA), American Water
Works Association (AWWA), and Water Pollution Control
Federation (WPCF).
Ko, H. 2009. “Analysis of a Commercial Bleach”. Dulaney High School.
Kale, Vijay S. 2016. Consequence of Temperature, pH, Turbidity and
Dissolved Oxygen Water Quality Parameters. International
Advanced Research Journal in Science, Engineering and
Technology. 3(8): 186,188,189.
Körtvélyesi, Z. 2004. “Analytical Methods for the Measurement of Chlorine
Dioxide and Related Oxychlorine Species in Aqueous Solution”.
Ohio : Oxford.
Shovitri, Maya, Rosyidi, Muhammad B., Nurhatika, Sri, and Zulaika, Enny.
2011. “Apakah Breakpoint Chlorination (BPC) Selalu Aplikatif
Mengelolah Limbah Cair Rumah Sakit ?”. Journal of Purification,
12(1) : 83-92.
22

JAWABAN DAN PERTANYAAN


1) Mengapa penentuan sisa klor penting dalam pengolahan air minum?
2) Jelaskan pentingnya waktu kontak, sisa klor, dan pH sebagai faktor
yang mempengaruhi
kekuatan desinfeksi!
3) Hitungkah proporsi efektif dari sisa sebagai HOCl dan OCl - pada pH
6, 8, dan suhu 20°C!
4) Menurut Hukum Chick, desinfeksi oleh Klorinasi mngikuti orde
pertama. Berapa waktu
kontak yang diperlukan untuk membunuh 99% bakteri dengan sisa klor
0,1 mg/L, jika
80% mati dalam kurun waktu 2 menit pada dosis tersebut? (Kill ≈ c x t).
5) Jelaskan aplikasi data BPC yang saudara peroleh dalam proses
desinfeksi dengan
Klorinasi!
6) Berapa dosis pembubuhan klor yang diperlukan, jika tujuan
pembubuhan adalah
desinfeksi?
7) Pada penentuan BPC dosis yang digunakan adalah sampai
tercapainya BPC, untuk apa demikian?
8) Berapa pH optimum desinfeksi dengan Klor dan jelaskan mengapa?
9) a. Untuk mengolah air sebanyak 100 L/det, hitunglah kebutuhan
kaporit/ hari (kadar Cl2
60%), jika dosis yang diperlukan 2 mg/L dan sisa klor yang ditambahkan
0,5 mg/L.
b. Untuk membuat larutan 2% dari sampai diatas, hitunglah volume
pelarut yang
diperlukan.
Jawab
1) Untuk memastikan ada klorin yang cukup untuk desinfeksi, untuk
mencegah gejala atau infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
selama proses distribusi, untuk mengoksidasi ion logam (Fe2 + dan
Mn2 +) sehingga mereka lebih stabil dan terendapkan, dan
mencegah molekul warna. Selain itu, klorin juga bereaksi dengan
amonia (menyebabkan bau) dan menjadi gas N2.
2) • Waktu kontak: mempengaruhi deformasi gas NH2Cl ke N2. Amonia
harus benar-benar hilang dalam proses desinfeksi, melewati waktu
kontak yang lama dan membutuhkan desinfektan konsentrasi rendah
• Residu klorin: mencegah mikroorganisme patogen dari menginfeksi
air dalam proses distribusi
• pH: memengaruhi reaksi amonia dengan klorin terjadi pada pH 8,3
3)

HOCl  H+ + OCl-
pH = - log [H ] 6.8 = - log [H+]
+
[H+] = 1.58 x 10-7

HOCl in temperature 20°C = 2.7 x 10-8


([H+] [OCl-])/([HOCl]) = 2,7 x 10-8
([HOCl])/([OCl-]) = (1.58 x 10-7) / (2.7 x 10-8) = 5.85
4) Chlor residue = 0.1 mg/L
23

t1 = 2 minutes  80% died

t2 = ...  99% died


Chick’s Law
K = Ch x t C1n = C2n K1/t1 = K2/t2
(80%)/2 = (99%)/t2
t2 = 2,475 minutes
5) Untuk menentukan jumlah klorin aktif optimal yang dapat diberikan
dalam sistem pengolahan air minum dalam proses desinfeksi optimal.
6) Dosis klorin yang dibutuhkan = BPC + residu klorin dalam sistem
distribusi air.
7) Karena aplikasi data BPC adalah untuk menentukan kapasitas
desinfeksi, jumlah desinfeksi yang dibutuhkan dan semua hal yang
berhubungan dengan proses desinfeksi dalam sistem pengolahan air
minum (SPAM). BPC tercapai ketika semua zat yang bisa teroksidasi
sudah teroksidasi. Amonia menghilang sebagai N2 dan masih ada
dalam klorin aktif. Jadi, jika itu berkorelasi dengan penerapannya
dalam SPAM, air sudah bersih dan aman untuk digunakan ketika
mencapai permukaan.
8) pH 6-7, karena pada pH yang lebih rendah, rasio antara klor yang
dibutuhkan di antara amonia akan lebih besar dan pada pH yang
lebih tinggi klorin akan memiliki rasio yang lebih kecil karena mereka
membentuk nitrat. Selain itu, pada pH 6-7 mikroorganisme tidak
aktif.
9) A)
Q= 100 L/s Cl2 = 60% Cl2 residue = 2 mg/L
Q each day = 100 L/s x 86400 = 8,64 x 106 L/day
100
Amount of caporite that needed = x (Cl dosage + Cl residue) x Q
Cl 2

100
= x ( 2 + 0,5) x 8,64 x 106
60

= 3,64 x 106 mg = 3,64 kg


B)
Density of Ca(OC)2 = 8600 kg/m3
Volume of Ca(OC)2 = 36/8600 = 0.04186 m3/day = 41,86 L/day
Volume of Solvent = (100%-2%) / (2%) x volume of bleach
= 49 x 41.86 = 2051.14 L = 2.0514 m3
Total Volume = 2.05114 + 0.04186 = 2,093 m3
24

Anda mungkin juga menyukai