Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM II

LABORATORIUM LINGKUNGAN
TL 3103
Asiditas-Alkalinitas, CO2 Agresif, dan Fosfat

Nama Praktikan : Alifya Salsadila


NIM : 15318027

Tanggal Praktikum : 1 Oktober 2020


Tanggal Penyerahan : 8 Oktober 2020
PJ Modul : 1. M. Yusuf Habibullah
2. Cindy Maura Bernadine
Asisten yang bertugas : 1. Arisa F. Pangaribuan
2. Syams A.
3. Miftahir Rizka
4. Muhammad Farhan Huda
5. Putri Shafa Kamila

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
Kamis, 1 Oktober 2020

MODUL VIII
ASIDITAS-ALKALINITAS

I. Tujuan

1. Menentukan tingkat asiditas dan alkalinitas suatu sampel air.


2. Menentukan jenis senyawa penyebab asiditas-alkalinitas.
3. Menentukan aplikasi hasil pengukuran asiditas-alkalinitas pada sampel air.

II. Landasan Teori

Asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan basa tanpa kenaikan pH yang signifikan. Asam
anorganik seperti HCL, H2SO4, HNO3, H2S dan asam organik di antaranya asam humus (air gambut),
asam cuka, dan asam format merupakan penyebab asiditas dalam air. Asiditas juga dapat diakibatkan
adanya karbondioksida (CO2) dan garam yang terbentuk dari asam kuat dan basda lemah. Sedangkan
alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan asam tanpa menyebabkan penurunan pH yang
signifikan. Penyebab alkalinitas paling dominan adalah bikarbonat (HCO3-). Selain itu juga dapat
diakibatkan oleh adanya karbonat (CO32-+), hidroksida (OH-) dan garam dari basa kuat dan asam lemah.

Terdapat dua jenis asiditas yaitu asiditas methyl orange


yaitu banyak miliekuivalen basa yang dibutuhkan untuk
menaikkan pH air sampai 4,3 (H+). Sedangkan asiditas
total diukur dengan asiditas phenolpthalin yaitu
banyaknya basa yang dibutuhkan untuk menaikkan pH
air sampai 8,3 (H+ + CO2).

Gambar II.1. Skema Tipe Asiditas dalam Air


(Sumber: Sawyer, 1994)

Besarnya pH pada alkalinitas dipengaruhi oleh komposisinya. Apabila pH air < 8,3 maka komposisi
penyebabnya yaitu gas CO2 dan HCO3- atau bikarbonat (HCO3-) saja. Ketika air memiliki pH > 8,3 maka
terdapat gas CO2 dan HCO3- atau karbonat (CO32-). Jika air komposisinya hidroksida (OH-) atau CO32-
dan OH- maka pH-nya akan >10.
Jenis alkalinitas juga dibagi menjadi
dua, yaitu phenolptalin alkalinity
ketika pH > 8,3 dan total alkalinity
saat pH sampai > 4,3.
Gambar II.2. Grafik Titrasi Spesi
Kimia Penyebab Alkalinitas
(Sumber: Sawyer, 1994)
III. Prinsip Praktikum

Mengukur asiditas atau alkalinitas dalam air dilakukan dengan menetralkan dengan basa NaOH atau
asam HCl/H2SO4 melalui titrasi menggunakan indikator fenolftalein dan metil oranye. Perubahan
warna dari indikator menunjukkan titik akhir titrasi dan dapat digunakan untuk menentuka pH larutan.

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Erlenmeyer
2. Pipet tetes
3. Buret
4. Statis
IV.2. Bahan
1. 100 mL sampel air
2. HCl 0,N
3. NaOH 0,1 N
4. Fenolftalein 0,035%
5. Methyl orange 0,1%
6. Aquades

V. Cara Kerja
VI. Data Hasil Praktikum

[NaOH] = 0,0196 N
[H2SO4] = 0,0205 N
Asiditas Alkalinitas
20 tetes PP 20 tetes PP
Vo NaOH 11 mL Vo H2SO4 19 mL
Vf NaOH 11,4 mL Vf H2SO4 22,7 mL
3 tetes MO 3 tetes MO
Vo H2SO4 11 mL Vo H2SO4 23 mL
Vf H2SO4 18,8 mL Vf H2SO4 31,3 mL
∆V NaOH 0,4 mL (p) ∆V H2SO4 3,7 mL (p)
∆V H2SO4 7,8 mL (m) ∆V H2SO4 8,3 mL (m)

VII. Pengolahan Data


✓ Asiditas

Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO2


CO2 = (1000/100) x 2p x N. NaOH x (44/2) = mg/l

Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO2 dan HCO3–


CO2 = (1000/100) x 2p x N. NaOH x (44/2) = mg/l
HCO3- = (1000/100) x { (m x N . HCl) – (p x N NaOH) } x (61) = mg/l

Jika p > m, maka air tersebut mengandung H+ dan CO2.


H+ = (1000/100) x { (p x N . NaOH) – (m x N HCl) } x (1) = mg/l
CO2 = (1000/100) x (2m x N. HCl ) x (44/2) = mg/l

Karena p<m, maka air sampel mengandung CO2 dan HCO3–


CO2 = (1000/100) x 2(0,4) x 0,0196 x (44/2) = 3,4496 mg/l
HCO3- = (1000/100) x {(7,8 x 0,0205) – (0,4x 0,0196)} x (61) = 92,7566 mg/l

✓ Alkalinitas

Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO3=


CO3= = (1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = mg/l

Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO3= dan HCO3–


CO3= = (1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = mg/l
HCO3- = (1000/100) x (m-p) x N. HCl x (61) = mg/l

Jika p > m, maka air tersebut mengandung OH- dan CO3=


OH- = (1000/100) x (p-m) x N. HCl x (17) = mg/
CO3= = (1000/100) x 2m x N. HCl x (60/2) = mg/l

Karena p<m, maka air sampel mengandung CO3= dan HCO3–


CO3= = (1000/100) x 2(3,7) x 0,0205 x (60/2) = 45,51 mg/l
HCO3- = (1000/100) x (8,3-3,7) x 0,0205 x (61) = 57,523 mg/l

VIII. Pembahasan
VIII.1. Analisis Cara Kerja
Pada praktikum ini menerapkan metode titrasi atau volumetri untuk menghitung asiditas-alkalinitas
karena nilai yang didapat cukup akurat, dapat diketahui senyawa penyebab asiditas-alkalinitas dari
volume titrasi yang digunakan, dan penentuan titik akhir titrasi cukup mudah hanya dengan
mengamati oerubahan warna secara visual (subjektif pengamat).
Langkah pertama, yaitu sampel 1 dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 100 mL lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian, ditambahkan indikator phenolphtalein sebanyak 20
tetes. Tujuannya untuk mengidentifikasi apakah sampel memiliki asiditas yang ditunjukkan dengan
warna yang tidak berubah ataupun alkalinitas (berubah warna). Sampel 1 tidak berubah warna
sehingga dilanjutkan dengan prosedur titrasi untuk asiditas. Selanjutnya sampel ditritasi dengan
NaOH yang telah diketahui konsentrasinya yaitu 0,0196 N dan dicatat volume awalnya di buret.
Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda yang
menunjukkan titik akhir dari titrasi. Setelah berubah warna, catat volume NaOH yang tersisa di buret.
Reaksi yang terjadi:
H+ + OH- ↔ H2O dan CO2 + OH- ↔ HCO3-

Titrasi dilanjutkan dengan menambahkan 3 tetes indikator methy orange hingga larutan berubah
warna menjadi kuning, lalu ditritasi dengan H2SO4 0,0205 N dan mencatat volume awalnya di buret.
Penambahan indikator ini juga berfungsi untuk menandai titik akhir titrasi yang kedua. Ketika warna
berubah dari kuning menjadi jingga berarti titik akhir titrasi telah tercapai. Lalu dicatat volume
H2SO4 yang tersisa di buret. Reaksi yang terjadi: HCO3- + H+ ↔ H2O + CO2

Pada sampel 2 dilakukan proses yang sama, hanya saja ketika penambahan PP warnanya berubah
menjadi merah muda sehingga dilakukan prosedur titrasi untuk alkalinitas. Sampel yang sudah
ditambahkan indikator PP ditritasi dengan H2SO4 0,0205 N hingga warnanya tepat hilang. Setelah
dicatat volume H2SO4 yang digunakan, ditambahkan indikator methy orange dan warnanya berubah
menjadi kuning. Kemudian dilanjutkan titrasi dengan H2SO4 hingga menjadi berwarna jingga dan
volume di buret dicatat.

Secara teoritis, pengukuran asiditas dan alkalinitas seharusnya secara langsung di tempat
pengambilan sampel air agar data yang didapatkan lebih akurat. Hal ini dikarenakan gas penyebab
asiditas (dalam sampel ini CO2) bisa terlepas ke udara atau masuk ke air apabila disimpan terlalu
lama atau tidak mengikuti prosedur.

VIII.2. Analisis Kesalahan Praktikum


Beberapa kesalahan yang dapat terjadi saat dilaksanakannya praktikum di antaranya sampel kurang
representatif akibat preservasi yang kurang tepat atau metode pengawetan yang salah. Untuk sampel
yang akan diukur asiditas-alkalinitasnya dilakukan preservasi pada suhu 4oC dan disimpan di dalam
botol plastik 1 Liter. Kesalahan penyimpanan juga dapat menyebabkan kontaminasi senyawa/zat-zat
lain yang masuk ke dalam air maupun berkurangnya gas-gas penyebab asiditas dari dalam air. Selain
itu, kesalahan juga mungkin ketika praktikan melakukan titrasi yaitu penentuan titik akhir yang
ditandai dengan adanya perubahan warna. Apabila tidak cukup teliti, titik akhir titrasi dapat saja
terlewat sedikit dan memengaruhi volume titran yang digunakan sehingga terdapat hasil yang
berbeda ketika dilakukan perhitungan. Kesalahan perhitungan juga terjadi akibat kecerobohan
praktikan pada saat menganalisis. Sampel yang tidak diberi label dengan benar juga dapat tertukar.
Wadah penyimpanan atau peralatan yang tidak steril juga dapat menyebabkan kontaminasi.

VIII.3. Analisis Hasil


Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil pada sampel air 1 mengandung asiditas yang
disebabkan oleh CO2 dan HCO3–. Air sampel 1 mengandung 3,4496 mg/l CO2 dan 92,7566 mg/l
HCO3–. Dari komponen-komponen tersebut dapat dihitung asiditas total dengan mengkonversi
satuan mg/l menjadi mg/L CaCO3 sebagai berikut:
CO2: (100/44) x 3,4496 mg/L = 7,84 mg/L CaCO3
HCO3–: (100/61) x 92,7566 mg/L = 152,06 mg/L CaCO3
Sehingga asiditas total = 159,9 mg/L CaCO3

Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil pada sampel air 2 mengandung alkalinitas yang
disebabkan oleh CO3= dan HCO3–. Air sampel 2 mengandung 45,51 mg/l CO3= dan 57,523 mg/l
HCO3–. Dari komponen-komponen tersebut dapat dihitung alkalinitas total dengan mengkonversi
satuan mg/l menjadi mg/L CaCO3 sebagai berikut:
CO3=: (100/60) x 45,51 mg/L = 75,85 mg/L CaCO3
HCO3–: (100/61) x 57,523 mg/L = 94,3 mg/L CaCO3
Sehingga alkalinitas total = 170,15 mg/L CaCO3

VIII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan


Pengukuran asiditas-alkalinitas terutama sangat dibutuhkan pada proses pengolahan air minum di
PDAM dan pengembangan sumber daya air lainnya. Contohnya, ketika air memiliki asiditas artinya
air memiliki komponen pembentuk asam sehingga dapat bersifat korosif terhadap sistem perpipaan
dan menimbulkan karat. Perkaratan dapat menghambat distribusi air, mengkontaminasi air, dan dapat
berdampak pada kesehatan. Penetralan air yang memiliki asiditas dapat diilakukan dengan
melewatkan air pada instalasi penetralan dengan batu kapur, NaOH, dan lain-lain.

Gambar VIII.1. Instalasi Penetralan Air Gambut


(Sumber: PUPR, 2014)

VIII.5. Keterkaitan
Asiditas, alkalinitas merupakan dua parameter yang sangat berhubungan dengan pH. Keduanya
berfungsi sebagai buffer yang menjaga pH tetap stabil. Pada percobaan ini didapatkan bahwa
komponen penyebab alkalinitas adalah CO3= dan HCO3– yang berarti pH dari sampel > 8,3 (basa).
Kesadahan juga sangat berhubungan dengan pH. Semakin tinggi mineral penyebab kesadahan yang
terkandung dalam air, maka semakin tinggi pula pH-nya. Secara tidak langsung dapat dikatakan
peningkatan kadar alkalinitas dapat dipengaruhi oleh peningkatan kadar mineral penyebab kesadahan
dalam air sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pH air, sehingga air akan cenderung bersifat
basa. Pada PermenKes No. 32 tahun 2017, parameter asiditas dan alkalinitas tidak ditentukan sebagai
baku mutu, akan tetapi terdapat baku mutu parameter kesadahan (CaCO3) yaitu 500 mg/l.
Berdasarkan baku mutu tersebut, dapat dikatakan bahwa sampel air 2 masih memenuhi baku mutu
untuk air sanitasi dari parameter kesadahan.

IX. Kesimpulan
1. Asiditas total dari air sampel 1 yaitu 159,9 mg/L CaCO3 dan alkalinitas pada sampel air 2 sebesar
170,15 mg/L CaCO3.
2. Jenis senyawa penyebab asiditas pada sampel 1 adalah CO2 dan HCO3–. Sedangkan penyebab
alkalinitas pada sampel 2 yaitu CO3= dan HCO3–.
3. Hasil pengukuran asiditas-alkalinitas pada air dapat digunakan untuk menganalisa zat pencemar
pada air, membantu mendesain perpipaan pada sistem transmisi dan distribusi air, serta
mengantisipasi dampak buruk dari asiditas-alkalinitas.

X. Daftar Pustaka
Alaerts G. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
Reynolds. 1982. Unit Operations and Process in Environmental Engineering. New York: Mc Graw
Hill.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum. Perkemkes No. 32 tahun 2017.
Rianto, Audri. 2019. Hubungan Alkalinitas, Kesadahan Air, dan pH pada Tambak Udang. ISW
Group. https://www.isw.co.id/post/2019/09/03/hubungan-alkalinitas-kesadahan-air-dan-ph-
pada-tambak-udang (diakses 7 Oktober 2020).
Sawyer, Clair N. 1994. Chemistry for Environmental Engineering. New York: Mc Graw Hill.
Kamis, 1 Oktober 2020

MODUL IX
CO2 Agresif

I. Tujuan

1. Menentukan pengaruh CO2 dan HCO3- dalam perhitungan CO2 agresif.


2. Menentukan nilai CO2 agresif pada sampel air.
3. Menentukan aplikasi hasil perhitungan CO2 agresif pada sampel.

II. Landasan Teori

CO2 dalam air yang dapat bereaksi dengan batuan CaCO3 (marmer), membentuk Ca(HCO3)2 yang larut
dalam air disebut CO2 agresif. Reaksi kesetimbangannya sebagai berikut:
CO2 + CaCO3 solid + H2O ↔ Ca(HCO3)2
Sumber-sumber CO2 dalam air dapat berasal dari CO2 di atmosfer yang mengikuti Hukum Henry
sehingga larut dalam air, dari hasil penguraian senyawa organik, dan respirasi makhluk hidup.

CO2 agresif terjadi karena pergeseran kesetimbangan reaksi antara CO2 dan HCO3- dalam air ea rah
CO2 yang diakibatkan oleh jumlah HCO3- yang berlebih sehingga menyebabkan jumlah CCO2
meningkat melampaui jumlah HCO3-. Kelebihan CO2 itulah yang mengakibatkan CO2 bersifat agresif.
Karena CO2 berlebih maka akan berusaha untuk mencapai kesetimbangan dengan HCO3-. Reaksi
kesetimbangannya sebagai berikut:
CO3= + H+ ↔HCO3-

Untuk memperoleh kesetimbangan, CO2 bereaksi dengan CaCO3, CaO, dengan senyawa lain atau
dengan melepaskan CO2 ke udara. Jadi, keberadaan CO2 agresif ini memicu CO2 untuk bereaksi
dengan senyawa lain sehingga menimbulkan efek korosif. Ambang batas CO2 agresif yang
diperbolehkan menurut PermenKes No. 416/IX/MenKes/1990 adalah sebesar 0,0 mg/l. Walaupun CO2
agresif ini tidak membahayakan Kesehatan, akan tetapi sifatnya yang korosif dapat melarutkan logam-
logam yang ada dalam pipa sehingga air akan mengandung logam dan menjadi berbahaya.

Air disebut memiliki kesadahan yang tinggi apabila banyak mengandung Ca2+. Kelebihan HCO3- dari
reaksi kesetimbangan tadi akan bereaksi dengan Ca2+ hingga membentuk Ca(HCO3)2 yang larut dalam
air. Kemudian akan mengendap membentuk endapan putih sebagai CaCO3 solid atau disebut scalling.
Pada pipa transmisi dan distribusi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), endapan ini akan
menyebabkan penyempitan pada pipa dan lama-kelamaan bisa terjadi penyumbatan sehingga perlu
dihindari. Untuk mengetahui apakah suatu kualitas air cenderung membentuk scalling atau agresif
maka harus ditentukan dengan menghitung indeks Langelier (LI) atau indeks saturasi (SI).

III. Prinsip Praktikum

Terdapat dua metode dalam pengukuran CO2 agresif yaitu dengan penambahan serbuk CaCO3
(marmer) dan metode Grafik Tillman. Metode penambahan serbuk CaCO3 didasarkan pada
kemampuan CO2 agresif untuk bereaksi dengan serbuk CaCO3 sehingga membentuk Ca(HCO3)2 yang
larut dalam air. Metode Grafik Tillman dilakukan dengan mengukur asiditas-alkalinitas dari sampel
air. Kemudian konsentrasi CO2 dan HCO3- dihitung (dalam satuan mg/l). Setelah itu, hasil pengukuran
diplotkan ke dalam Grafik Tillman.

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Wadah tertutup tanpa udara
2. Kertas saring
3. Grafik Tillman
IV.2. Bahan
1. 1 L sampel air
2. 10 gr serbuk CaCO3

V. Cara Kerja

VI. Data Hasil Praktikum

Metode Grafik Tillman .


Data didapat dari praktikum modul sebelumnya yakni asiditas-alkalinitas.
Asiditas
CO2 3,4496 mg/L
HCO3- 92,7566 mg/L

VII. Pengolahan Data


Sumbu x adalah mg/l HCO3 (92,7566 mg/L) dan sumbu y adalah konsentrasi CO2 total (3,4496
mg/L). Sedangkan garis diagonal dari kiri ke kanan adalah garis penurunan CO2 menggunakan
CaCO3 dan CaO. Sedangkan skala pH tertera pada sumbu dibagian atas dan sebelah kanan.
Garis kesetimbangan adalah garis kesetimbangan antara CO2 dengan HCO3 -. Jika titik
pertemuan antara konsentrasi CO2 dan HCO3- berada di sebelah kiri, maka berarti air tersebut
mengandung CO2 agresif. Jika tiitik pertemuan berada di sebelah kanan garis kesetimbangan
berati tidak ada CO2 agresif atau non agresif. Titik pertemuannya pada titik A (disebelah kanan
garis kesetimbangan, berarti mengandung CO2 non agresif). Dari titik A ditarik garis sejajar
dengan garis CaCO3 memotong garis kesetimbangan pada titik B. Kemudian ditarik garis ke
arah kiri berpotongan pada titik C (2 mg/L).

Maka konsentrasi CO2 non agresif adalah garis AC atau 3,45-2 mg/l = 1,45 mg/l.

A
3,45
C,452
B

92,7
6

VIII. Pembahasan
VIII.1. Cara kerja
Sebelum memasukkan datanya ke Grafik Tillman terlebih dahulu dilakukan prosedur yang sama
dengan praktikum di modul sebelumnya yaitu asidi-alkali untuk mendapatkan konsentrasi dari
HCO3- dan CO2 dalam mg/L. Kemudian dilakukan pengolahan data seperti yang tertera di atas
dan didapatkan banyaknya CO2 agresif.

VIII.2. Kesalahan dalam Praktikum


Dalam pelaksanaan praktikum, terdapat beberapa kesalahan yang mungkin dilakukan, seperti
penetapan besar asiditas dan alkalinitas yang kurang tepat dari praktikum sebelumnya sehingga
ketika konsentrasi HCO3- dan CO2 diplotkan ke grafik menjadi tidak akurat. Selain itu, skala
dari grafik yang terbatas menyebabkan banyaknya asumsi dari praktikan sehingga garis yang
dibuat pun memiliki ketelitian yang kecil. Garis juga bisa tidak lurus atau sejajar seperti yang
seharusnya. Sehingga hasil dari metode Grafik Tillman ini cukup subjektif.
VIII.3. Hasil Praktikum
CO2 agresif merupakan hasil pergeseran kesetimbangan CO2 + H2O ↔H+ + HCO3-. Ketika
dalam sampel air jumlah HCO3- berlebih, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri dan Co2
berusaha mengkompensasi dengan berekasi dengan CaCO3, CaO, ataupun melepaskan CO2 ke
udara yang kemudian menjadi bersifat CO2 agresif. Saat CO2 agresif berusaha mencapai
kesetimbangan dengan berikatan dengan logam, maka akan bersifat korosif.

Berdasarkan hasil plot pada Grafik Tillman, didapatkan angka CO2 agresif sebesar 1,45 mg/L
di sebelah kanan garis kesetimbangan. Artinya, 1,45 mg/L CO2 tersebut bukan merupakan CO2
non agresif. Dapat dipahami bahwa reaksi CO2 dengan air berada dalam kesetimbangan. Sesuai
dengan permenKes No. 416/IX/menkes/1990 mengenai baku mutu untuk air baku air minum
yaitu sebesar 0,0 mg/L, maka sampel air tersebut tidak memenuhi standar sebagai air baku air
minum dari parameter kandungan CO2. Standar tersebut dibutuhkan karena apabila CO2
membuat pipa logam saluran air berkarat, maka logam akan terlarut dalam air dan apabila
dikonsumsi dapat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Konsentrasi CO2 agresif dapat diturunkan dengan cara aerasi yaitu mengeluarkan CO2 dalam
air dan memasukkan O2 ke dalam air, atau penambahan zat kimia berupa kapur (CaO) dan batu
marmer (CaCO3). Selain itu juga dapat dikendalikan dengan melihat Grafik Tillman, yaitu
dengan mencari konsentrasi HCO3- yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan reaksi agar
terbentuk kesetimbangan dan CO2 agresif tidak terbentuk.

VIII.4. Aplikasi di Bidang TL


CO2 agresif tentunya tidak diinginkan dalam air karena dapat merugikan baik bagi ekonomi
maupun kesehatan. Dalam bidang Teknik Lingkungan, penting untuk menetapkan nilai CO2
agresif dalam air agar dapat dilakukan antisipasi dan penanganan yang tepat sebelum sudah
dipasang instalasi perpipaannya. Apabila tidak dilakukan antisipasi, pipa dapat berkarat seperti
gambar berikut.

Gambar VIII.2. Karat pada Pipa Akibat CO2 Agresif dalam Air
(Sumber: radarbali.jawapos.com)

VIII.5. Keterkaitan
CO2 agresif dalam air terbentuk akibat adanya asiditas dalam air karena CO2 merupakan salah
satu komponen pembentuk asam.oleh karena itu, dengan adanya CO2 dalam air dapat
meningkatkan keasaman air. Keberadaan CO2 agresif juga dapat menimbulkan pergerakan
kesetimbangan karena meningkatkan kesadahan sementara berdasarkan reaksi:
CO2 + CaCO3 + H2O ↔ Ca(HCO3)2
IX. Kesimpulan
1. CO2 dan HCO3- yang diketahui konsentrasinya dari pengukuran asiditas dan alkalinitas
merupakan komponen utama yang menentukan kehadiran CO2 agresif karena
kesetimbangan reaksinya dan merupakan variabel untuk di plot ke Grafik Tillman.
2. CO2 yang terukur dalam sampel air dengan metode Grafik Tillman sebesar 1,45 mg/l. dan
bukan merupakan CO2 agresif karena letaknya di sebelah kanan dari garis kesetimbangan.
3. Hasil dari pengukuran ini dapat digunakan untuk mengontrol sifat korosif dalam perpipaan
besi pada jalur air pada proses desain, selain itu dapat diketahui perlakuan yang tepat untuk
perawatan pipanya, dan mengetahui kualitas air yang dijadikan sebagai air baku.

X. Daftar Pustaka
Ariyani, Puji Hastuti. 2003. Efektivitas Batu marmer dalam Menurunkan Kadar
Karbondioksida (CO2) Agresif Air Sumur Gali di Desa Wulung Kecamatan
Randublatung Kabupaten Blora. Blora: eprints.undip.ac.id (diakses 8 Oktober 2020).
Eugene. 2000. Applications of Environmental Chemistry: A Practical Guide for Environmental
Professions.Florida: CRC Press.
Mustofa, Ali. 2018. Pelayanan Buruk, Jadi Sasaran Kritik, PDAM Nekat Sesuaikan Tarif.
Semarapura: radarbali.jawapos.com (diakses 8 Oktober 2020).
Rich, Linvil. 1963. Unit Process of Sanitary Engineering. New York: John Wiley & Sons Inc.
Sawyer, Clair. 1993. Chemistry for Environmental Engineering. New York: Mc Graw Hill.
Kamis, 1 Oktober 2020

MODUL XXIII
FOSFAT

I. Tujuan

1. Menentukan konsentrasi fosfat dalam air.


2. Menentukan metode pengukuran fosfat.
3. Menentukan kualitas air berdasarkan parameter fosfat.

II. Landasan Teori

Sumber fosfat yang terdapat dalam air dapat berasal dari limbah domestik, pertanian, dan industri. Jenis-jenis
senyawa fosfat dalam air dapat dibedakan menjadi:
1. Ortofosfat
Merupakan senyawa anorganik yang monomer, seperti Na2PO4, Na3HPO4, NaH2PO4, (NH4)2HPO4.
2. Polifosfat
Merfupakan senyawa polimer anorganik, seperti Na3(PO3)6, Na5P2O10, Na4P2O7
3. Senyawa fosfat organik
Merupakan fosfat yang terikat dengan senyawa organik sehingga tidak berada dalam larutan secara lepas,
seperti ATP dan ADP.

Bila kadar fosfat dalam air sangat rendah (<0,01 mg/l) pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhambat
(oligotrophic). Sedangkan jika kadar fosfat dan nutrient lain tinggi maka pertumbuhan ganggang dan tanaman
air menjadi tidak terkendali (eutrophic) sehingga tanaman dann ganggang mengonsumsi oksigen dalam badan
air dan mengakibatkan kadar DO (Dissolved Oxygen) menurun pada malam hari atau bila tanaman tersebut
mati dan diuraikan atau digest.

Klasifikasi penting lainnya dari fosfat adlaah berdasarkan sifat fisisnya, yaitu fisfat terlarut, fosfat tersuspensi
(berada dalam kekeruhan), dan total fosfat. Dalam sedimen atau endapan juga dapat ditemukan fosfat. Fosfat
terlarut dipisahkan oleh filter membrane dengan pori 0,45 µm. sedangkan fosfat total adalah jumlah fosfat
terlarut dan tidak terlarut. Karena perbedaan antara yang terlarut dengan tersuspensi berdasarkan filtrasi maka
definisi tersbeut menjadi kurang tepat sehingga lebih tepat apabila disebut fosfat lolos saring dan tidak lolos
saring.

Menurut PP No. 82 tahun 2001, klasifikasi air berdasarkan kelasnya (parameter fosfat) adalah sebagai berikut:
1. Kelas 1: 0 < total fosfat < 0,2 mg/l
2. Kelas 2: total fosfat = 0.2 mg/l
3. Kelas 3: 0,2 < total fosfat < 1.0 mg/l
4. Kelas 4: 1.0 < total fosfat < 5.0 mg/l.

III. Prinsip Praktikum

Orthofosfat dengan Ammonium molibdat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Dengan
penambahan reduktor SnCl2 akan tereduksi membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Intensifikasi warna
biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometri pada ƛ = 660 nm. Senyawa polyfosfat diubah terlebih
dahulu menjadi orthofosfat dan dilakukan hal yang sama. Sedangkan fosfat organik didestruksi dengan larutan
oksidator kemudian dinetralkan dan diperiksa seperti orthofosfat.

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Erlenmeyer.
2. Pipet tetes
3. spektrofotometer
IV.2. Bahan
1. Sampel air
2. Larutam Ammonium molibdat
3. Larutan SnCl2
4. Larutan standar fosfat 100 g/l

V. Cara Kerja

VI. Data Hasil Praktikum


Konsentrasi Std
No. %T A
(mg/l)
1 0 100 0
2 0,025 95 0,022276
3 0,0499 90,5 0,043351
4 0,0998 80 0,09691
5 0,2495 57 0,244125
6 0,4989 33,5 0,474955
7 0,7484 21 0,677781

Konsentrasi Fosfat
No. dalam Sampel %T A
(mg/l)
1 0,067366 86 0,065502

VII. Pengolahan Data

Rumus:
Slope = C/A
Konsentrasi fosfat (mg/L) = absorbansi contoh x slope
Keterangan:
C merupakan konsentrasi (mg/L) dan A merupakan absorbansi.
Diketahui % Transmittan Fosfat hasil praktikum = 86%
Diubah menjadi Absorbansi dengan rumus A = 2-log (%T)
Sehingga A = 2-log(86) = 0,065502
Dengan regresi linear dari konsentrasi standar, didapat grafik sebagai berikut:
Dengan C (konsentrasi) sebagai x dan absorbansi (A) sebagai y maka:
y = ax + b
A = Cx +b
y = 0,9174x + 0,0037
x = (0,065502-0,0037) / 0,9174
konsentrasi Fosfat = 0,067366 mg/L

VIII. Pembahasan
VIII.1. Analisis Cara Kerja
Pada praktikum ini, metode yang digunakan adalah spektrofotometri. Pertama, siapkan sampel sebanyak 25
ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama dan diberi label SP. Kemudian masukkan juga 25 ml
larutan aquades sebagai blanko ke dalam tabung reaksi kedua dan diberi label BL. Pemberian label bertujuan
agar kedua jenis larutan tidak tertukar dan mengakibatkan kesalahan pengukuran. Setelah itu, ke dalam
masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL Ammonium Molibdat lalu dikocok (agar tercampur rata).
Fungsinya adalah untuk membentuk senyawa kompleks dengan Orthofosfat dengan reaksi:
PO43- + 12(NH4)2MoO4 + 24H+ ↔ (NH4)3PO4 . 12MoO3 + 21NH4+ + 12H2O
Jika kandungan fosfat tinggi, senyawa kompleks akan terbentuk endapan kuning yang merupakan senyawa
kompleks. Namun apabila konsentrasi fosfat di bawah 30 mg/L, warna kuning akan tidak terlalu jelas sehingga
perlu reaksi dengan pereaksi lain.

Setelah penambahan Amonium Molibdat, ditambahkan pula pereaksi larutan SnCl2 sebanyak masing-masing
2 tetes atau sekitar 0,125 ml ke dalam sampel dan blanko, lalu dikocok hingga merata dan ditunggu sampai 10
menit. Larutan SnCl2 berfungsi sebagai reduktor bagi senyawa kompleks Ammonium Phosphomolibdat
((NH4)3PO4 . 12MoO3) dengan reaksi:
(NH4)3PO4 . 12MoO3 + Sn2+ ↔ Molibdenum blue + Sn4+
Hasil dari reaksi reduksi tersebut adalah terbentuknya kompleks Molibdenum berwarna biru yang memiliki
warna sebanding dengan konsentrasi Fosfor. Larutan didiamkan selama 10 menit agar reaksi dapat berlangsung
menyeluruh dan rata sehingga warna biru yang terbentuk bercampur sempurna.

Kemudian set spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Lalu masukkan blanko ke dalam cuvet
dan keringkan menggunakan tisu agar tidak ada air yang masih menempel di dinding cuvet karena akan
memengaruhi hasil pembacaan. Lalu set sampai menunjukkan transmittan 100%. Tujuan dimasukkannya
blanko sebelum sampel yaitu untuk melakukan kalibrasi terhadap spektrofotometer agar hasil pembacaan yang
didapatkan lebih akurat. Selanjutnya dimasukkan sampel ke dalam cuvet, keringkan dan masukkan ke dalam
spektrofotometer. Hasil % transmittan dapat dibaca dan kemudian dicatat. Terkahir, spektrofotometer
dimatikan.

VIII.2. Kesalahan dalan Praktikum


Fosfat dapat menempel pada dinding wadah penyimpanan kecuali apabila dilakukan pengawetan dengan suhu
dingin. Selain itu pengocokan yang kurang maksimal selama proses analisis juga dapat menyebabkan fosfat
tidak tercampur merata terutama yang menempel di dinding. Dalam pengukuran menggunakan pereaksi
Ammonium Molibdat bisa saja kurang akurat karena sampel air tidak diawetkan dengan penambahan H2SO4
pekat sampai pH < 2 dan pendinginan dalam suhu 4oC. Tanpa pengawetan yang benar, senyawa fosfat akan
terurai selama perjalanan dan penyimpanan. Dengan demikian, kandungan fosfat menjadi berkurang dan
pengukuran tidak akurat dan tidak representatif.

Terdapat bebeapa zat pengganggu pada analisa orthofosfat, di antaranya Arsen (> 0.1 mg As/L), Chrom (IV)
dan Nitrit, Sulfida (> 1 mg S-2/L), silikat (>10 mgSiO4/L), dan partikel penyebab kekeruhan.

VIII.3. Hasil dan Pembahasan


Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa %transmisi dari air sampel yang terbaca di spektrofotometer yaitu
86% yang apabila diubah menjadi absorbansi bernilai 0,065502. Dengan kata lain, diketahui bahwa kandungan
Fosfat dalam air yaitu 0,067366 mg/L. Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian pencemaran Air, baku mutu air kelas I untuk fosfat (PO43-) sebagai P adalah 0,2 mg/l.
Dengan demikian, air sampel yang diuji telah memenuhi baku mutu Kelas I tersebut dan dapat dijadikan
sumber baku air minum karena memiliki nilai yang lebih kecil dari standar.

Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih rendah daripada Nitrogen.
Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Akan tetapi, dalam jumlah yang banyak
Fosfor dapat menstimulasi terjadinya blooming algae dan eutrofikasi yang dapat menurunkan kadar DO
(Dissolved Oxygen).

Fosfor juga dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam bentuk ATP, ADP, DNA, dan RNA. Mikroorganisme
membutuhkan fosfor untuk membentuk fosfor anorganik dan akan mengubahnya menjadi organik fosfor ynag
dibutuhkan untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat.

Kelebihan menggunakan metode spektrofotometri ini yaitu pengukuran lebih objektif karena menggunakan
alat yang tidak dinilai secara visual atau langsung oleh indra pengamat sehingga hasilnya lebih akurat, serta
praktis dan cukup mudah.

VIII.4. Aplikasi di Bidang TL


Pengukuran fosfat dapat digunakan dalam bidang Teknik Lingkungan, di antaranya untuk menentukan kualitas
air baku air minum, juga untuk mengontrol sistem pengolahan air agar tidak terjadi korosi dan endapan.
Senyawa fosfat juga digunakan untuk menghilangkan kerak di dalam boiler industri. Pada pengelohan air
limbah yang menggunakan mikororganisme, fosfat digunakan sebagai salah satu supply nutrien untuk
metabolisme bakteri.

IX. Kesimpulan
1. Konsentrasi Fosfat yang terukur dalam air yaitu 0,067366 mg/L.
2. Metode pengukuran fosfat yang digunakan yaitu Stannous Chloride Spectrofotometry.
3. Kualitas air sampel yang diuji memenuhi baku mutu air kelas I berdasarkan parameter Fosfat.

X. Daftar Pustaka

PP No. 32 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Reynolds, Tom D. 1982. Unit Operations & Process for Environmental Engineering. New York: Mc Graw
Hill
Sawyer, Clair N. 1994. Chemistry for Environmental Engineering. New York: Mc Graw Hill
Simestri, Sri. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Syahril. 2013. Kandungan Unsur Fosfat dalam Air. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai