Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM II

LABORATORIUM LINGKUNGAN
TL 3103
Kesadahan Ca dan Mg, Pengukuran Besi dan Mangan
Nama Praktikan : Alifya Salsadila
NIM : 15318027

Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2020


Tanggal Penyerahan : 15 Oktober 2020
PJ Modul : 1. Syams A.
2. Miftahir Rizka
Asisten yang bertugas : 1. Arisa F. Pangaribuan
2. M. Yusuf Habibbullah
3. Cindy Maura Bernadine
4. Muhammad Farhan Huda
5. Fathiya Mufidah
6. Putri Shafa Kamila

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
Kamis, 8 Oktober 2020

MODUL XIV
KESADAHAN Ca DAN Mg

I. Tujuan

1. Menentukan kesadahan total (kesadahan Kalsium dan Magnesium) dalam sampel air.
2. Menentukan kesadahan Kalsium pada sampel air.
3. Menentukan kesadahan Magnesium pada sampel air.
4. Menentukan kualitas air berdasarkan kesadahannya.

II. Landasan Teori


Kesadahan atau hardness adalah salah satu sifat kimia air yang disebabkan oleh kehadiran ion-ion
bervalensi 2 (divalen) seperti Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Ba2+, Zn2+, Pb2+. Kesadahan menyebabkan sabun
sulit berbusa, menurunkan rasio Na pada irigasi, memudarkan warna porselen, penyumbatan pada
pori-pori kulit, pengendapan pada pipa distribusi, dan alat-alat memasak air serta boiler industri.
Karena jumlah ion Kalsium dan Magnesium dalam air jauh lebih tinggi daripada kation-kation lainnya
yang polivalen dalam bentuk kompleks yang lebih stabil dengan zat organik yang ada, maka kedua ion
tersebut memiliki kontribusi terbesar terhadap kesadahan.
Menurut Sawyer (2003), Secara umum air diklasifikasikan kesadahannya sebagai berikut:
Mg/L CaCO3 Derajat Kesadahan
0 sampai 75 Soft
75 sampai 100 Moderately Hard
150 sampai 300 Hard
>300 Very Hard
Reaksi yang terjadi saat pembentukan air sadah:

Dapat terlihat bahwa batu kapur yang terdapat dalam tanah memiliki kemungkinan untuk
menyebabkan air sadah sehingga kondisi tanah cukup memengaruhi. Semakin tinggi kandungan kapur
dalam tanah semakin besar kemungkinan kesadahan air di sekitarnya.
Jenis dari kesadahan dibedakan berdasarkan ion logam penyebab kesadahan dan berdasarkan anion
yang berikatan dengan ion logam. Kesadahan Kalsium, Magnesium, dan kesadahan total (Ca + Mg)
merupakan jenis kesadahan berdasarkan ion logam penyebab kesadahan. Sedangkan berdasarkan
anion yang berikatan dengan ion logam dibagi menjadi kesadahan karbonat (sementara), kesadahan
non karbonat (tetap), dan total dari keduanya yaitu kesadahan total.
Salah satu metode pengukuran yang dilakukan untuk menghitung kesadahan adalah metode titrasi
kompleksometri-EDTA. Metode tersebut relatif mudah, murah, dan cepat serta ketelitiannya memadai
untuk penilaian kualitas air. Prinsipnya adalah mengukur kesadahan berdasarkan kemampuan senyawa
EDTA membentuk senyawa kompleks dengan Magnesium dan Kalsium pada kondisi tertentu. Berikut
beberapa cara mengukur kesadahan:
1. Kesadahan total:
dalam suasana pH 10, ditritasi dengan larutan Na2EDTA dengan indikator EBT (Eriochrom Black
T). Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah-ungu menjadi biru laut.
2. Kesadahan Kalsium:
Dalam suasana pH 12, ditritasi dengan larutan Na2EDTA dengan indikator murexida. Perubahan
warna merah menjadi ungu merupakan titik akhir dari titrasi.
3. Kesadahan Magnesium = kesadahan total-kesadahan kalsium.

III. Prinsip Praktikum

Pengukuran kesadahan dilakukan berdasarkan pada kemampuan senyawa EDTA membentuk senyawa
kompleks dengan Kalsium dan Magnesium pada pH tertentu. Penentuan titik akhir titrasi diamati
dengan menambahkan indikator EBT (kesadahan total) dan indikator Murexida (kesadahan Kalsium).

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Filter / penyaring
2. Bunsen Burner
3. Erlenmeyer
4. Pipet tetes
IV.2. Bahan
1. Sampel air
2. Larutan Na2EDTA
3. Indikator EBT (Erio Chrom Black T)
4. Indikator Mureksida
5. Aquadest
6. Larutan buffer pH 10, pH 12
7. Larutan KCN 10%
8. Larutam standar Kalsium

V. Cara Kerja
VI. Data Hasil Praktikum
Kesadahan Total Kesadahan Kalsium
V awal EDTA (ml) 10 18
V akhir EDTA (ml) 17,5 22,4
N NDTA 0,01 N 0,01 N
pH 10 12

VII. Pengolahan Data


a. Kesadahan total (1000/100) x ml EDTA x N EDTA-EBT x (100/2) = mg/l CaCO3
Kesadahan total = (1000/100) x 7,5 x 0,01 x (100/2) = 37,5 mg/l CaCO3
Kesadahan total = (1000/100) x 7,5 x 0,01 x (28/10) = 2,1 oG
b. Kesadahan kalsium (1000/100) x ml EDTA x N EDTA-Murexida x (100/2) = mg/l CaCO3
Kesadahan kalsium = (1000/100) x 4,4 x 0,01 x (100/2) = 22 mg/l CaCO3
Kesadahan kalsium = (1000/100) x 4,4 x 0,01 x (28/10) = 1,232 oG
c. Kesadahan Magnesium = Kesadahan total - Kesadahan Kalsium
Kesadahan Magnesium = (37,5-22) mg/l CaCO3 = 15,5 mg/l CaCO3
Kesadahan Magnesium = (2,1-1,232) oG = 0,868 oG

VIII. Pembahasan
VIII.1. Analisis Cara Kerja
Pertama, dilakukan pengukuran kesadahan total dengan cara memasukkan 100 mL sampel air dari gelas
ukur ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan buffer pH 10 sebanyak 5 ml. tujuan penambahan ini
adalah agar perubahan warna yang terjadi setelah nanti ditambahkan indicator terlihat jelas karena ion-ion
Ca2+ dalam keadaan jenuh dan siap diendapkan pada pH di atas 10. Ion Ca2+ akan mulai mengendap sebagai
CaCO3 dan mengurangi kesadahan terlarut sehingga dihindari terjadinya pada pengukuran kesadahan total.
Pada pH 10 itulah kondisi yang tepat untuk memungkinkan Ca2+ dan Mg2+ bereaksi dan membentuk
kompleks dengan titran EDTA. Pada saat ditambahkan indicator EBT sebanyak 1 spatula ke dalam larutan
yang mengandung kalsium dan ion-ion Mg pada pH 10 + 0,1 dan dikocok hingga homogen, larutan akan
berubah warna menjadi ungu (terdapat kompleks EBT dengan Mg dan Ca). Apabila warna berubah
menjadi keruh (bukan ungu) menunjukkan terdapat pengotor seperti logam-logam terlarut yang tidak
diinginkan untuk membentuk kompleks dengan EBT terlebih dahulu. Apabila hal ini terjadi perlu
ditambahkan KCN 10% untuk mengikat pengotor tersebut sehingga tidak bereaksi dengan EBT. Dalam
percobaan ini air tidak berubah menjadi keruh yang menandakan air tidak mengandung pengotor yang
bereaksi dengan EBT. Selanjutnya, sampel air yang telah ditambahkan buffer dan indicator dititrasi dengan
EDTA sebagai titran. Setiap penambahan EDTA akan bereaksi dengan Ca dan Mg membentuk kompleks
Ca-EDTA dan Mg-EDTA sampai kedua kation tersebut habis. Setelah kedua kation habis, EDTA mulai
membentuk kompleks dengan EBT sehingga terlihat warna biru yang menandakan titik akhir titrasi. Warna
biru merupakan warna asli dari indicator Erichrom Black T pada kondisi bebas.
Setelah dilakukan pemgukuran kesadahan total dilakukan pengukuran kesadahan Kalsium. Langkah
awalnya sama dengan kesadahan total yaitu dengan cara memasukkan 100 mL sampel air dari gelas ukur
ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan buffer pH 12 sebanyak 2 mL. Dibutuhkan pH 12 dengan
tujuan agar Mg terendapkan menjadi Mg(OH)2 yang tidak bereaksi dengan titran EDTA sehingga pada
akhirnya hanya didapatkan kesadahan kalsium. Lalu ditambahkan indicator Murexide sebanyak 1 sendok
sehingga setelah dikocok hingga homogen berubah warna menjadi merah muda karena indicator ini peka
dengan adanya Ca2+. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Setelah itu dilakukan titrasi, EDTA sebagai titran ditambahkan tetes demi tetes. Oleh karena Kf dari CaY2-
lebih besar daripada Kf dari Ca-murexide, maka EDTA akan menarik Ca2+ dari Ca-murexide dan
membentuk kompleks CaY2- . Ketika semua ion Ca2+ telah lepas dari murexide dan membentuk kompleks
dengan EDTA maka larutan akan berubah warna menjadi ungu yang menandakan titik akhir dari titrasi.
EDTA membentuk kompleks 1:1 dengan ion-ion logam, oleh karena itu jumlah mol ion kalsium dalam
sampel sama dengan jumlah mol EDTA yang dipergunakan untuk titrasi.
Besarnya kesadahan magnesium dapat diketahui dengan melakukan pengurangan kesadahan total terhadap
kesadahan kalsium karena ion magnesium dan kalsium berekasi pada kesadahan total tetapi ion
magnesium tidak bereaksi pada kesadahan kalsium sehingga besarnya bisa langsung didapatkan.
VIII.2. Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang mungkin terjadi selama dilakukannya praktikum di antaranya:
- Titik akhir titrasi yang telah sedikit lewat sehingga memengaruhi besar volume titran yang akan
berpengaruh pada hasil perhitungan kesadahan.
- Karena penilaian warna dilakukan berdasarkan praktikan yang bersifat subjektif sehingga bisa saja
sebenarnya terdapat pengotor di dalam sampel tetapi tidak dilakukan penambahan KCN 10%.
- Kesalahan praktikan atau ketidakkonsistenan dalam membaca skala pada buret.
- Kesalahan pada saat melakukan perhitungan dan pengolahan data.
VIII.3. Hasil dan Pembahasan
Kesadahan merupakan salah satu parameter wajib pada pengukuran kualitas air berdasarkan Permenkes
No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Selain itu, parameter kesadahan juga terdapat Permenkes No. 32 tahun
2017. Standar maksimum kesadahan dalam air minum berdasarkan kedua peraturan tersebut yaitu 500
mg/l CaCO3. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan. Kandungan kesadahan total dalam air sampel
yaitu sebesar 37,5 mg/l CaCO3. Dengan demikian, air sampel yang diuji memenuhi baku mutu air minum
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku air mutu, keperluan sanitasi, dan pariwisata.
Kesadahan merupakan salah satu parameter yang harus diukur sebagai standar baku mutu air karena
memiliki beberapa dampak. Tingkat kesadahan air (water hardness) sangat mempengaruhi kualitas air.
Dalam budidaya udang dan ikan, kualitas air merupakan hal yang berperan besar menentukan kesuksesan
panen. Penyakit batu saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan, di antara penyebabnya
adalah kesadahan air yang dikonsumsi. Selain itu, air sadah yayng digunakan untuk mencuci apabila diberi
sabun akan menyebabkan tidak terbentuknya busa sehingga pengguna akan menggunakan lebih banyak
sabun atau deterjen sehingga dapat mengakibatkan masalah pencemaran air dari sabun yang mengandung
fosfat.
VIII.4. Aplikasi di Bidang TL
Kesadahan merupakan faktor yang cukup diperhatikan oleh engineer. Pada industry biasanyaa kesadahan
yang diharapkan 0 mg/l (tidak mengandung kesadahan sama sekali). Namun, apabila air baku yang
didapatkan masih mengandung kesadahan maka aharus dilakukan penurunan kesadahan. Sebelum
menentukan metode yang tepat, engineer harus melakukan pengukuran kandungan kesadahan pada air
tersebut. Pada perpipaan air pada pengolahan air, kesadahan mengakibatkan terbentuknya scalling yang
dapat menambah gesekan air dengan dinding pipa sehingga headloss yang dihasilkan semakin besar.
Akibatnya, debit air yang dialirkan akan semakin kecil, sehingga kejadian ini tidak diharapkan. Oleh
karena alasan-alasan tersebut perhitungan kadar kesadahan ini sangat penting di bidang teknik lingkungan
dan dimanfaatkan dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan air.
IX. Kesimpulan

1. Kesadahan total dari air sampel percobaan ini adalah 37,5 mg/l CaCO3 atau setara dengan 2,1 oG.
2. Kesadahan kalsium dari air sampel percobaan ini yaitu 22 mg/l CaCO3 atau sebesar 1,232 oG.
3. Kesadahan magnesium dari air sampel percobaan adalah 15,5 mg/l CaCO3 atau sama dengan 0,868 oG
4. Berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 dan Permenkes No. 32 tahun 2017, air sampel
memenuhi baku mutu air minum karena mengandung kesadahan <500 mg/l CaCO3.
X. Daftar Pustaka
Beran, Jo Allan. 2010. Laboratory Manual for Principle of General Chemistry. New York: Wiley & Sons,
hlm. 175-213
Fardiaz. 1992. Polusi Air dan udara. Yogyakarta: Kanisius.
Harvey, David. 2008. Modern Analytical Chemistry. New York: Wiley & Sons, hlm. 354-376
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kualitas Air Minum No. 492/Menkes/Per/IV/2010.
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air Minum untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum.
Kamis, 8 Oktober 2020

MODUL XI
BESI

I. Tujuan

1. Menentukan konsentrasi besi dalam sampel air.


2. Menentukan pengaruh kehadiran besi di dalam air.
3. Menentukan penanganan atau pengolahan yang dibutuhkan air berdasarkan kandungan besi di
dalamnya.

II. Landasan Teori

Besi merupakan logam yang dihasilkan dari bijih besi dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas.
Besi dalam air tergantung oleh pH dan kondisi potensial redoksnya memiliki valensi +2 atau +3.
Kandungan besi di sungai sekitar 0,7 mg/L, sedangkan pada air tanah sekitar 0,1-10 mg/L, dan di
laut sekitar 1-3 ppb. Pada air minum, besi tidak boleh lebih dari 200 ppb. Besi dalam air umumnya
dalam bentuk telarut sebagai senyawa garam Ferri (Fe3+) dan Ferro (Fe2+). Selain itu juga ada yang
tersuspensi sebagai butir koloidal dengan diameter <1 mm atau lebih besar seperti Fe(OH) 3 dan
tergabung dengan zat organik atau zat padat anorganik.

Pada air tanah yang tidak mengandung Oksigen, besi hadir sebagai Fe2+ yang dapat terlarut,
sedangkan pada air yang terbuka atau kontak langsung dengan udara (misal sungai yang mengalir
dan mengalami aerasi di permukaannya), Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit terlarut pada pH
6-8. Ion Fe3+ tersebut juga dapat menjadi Fe(OH)3 yang kelarutannya kecil sehingga berupa zat padat
berwarna kuning kecoklatan dan dapat mengendap. Selain itu, ketika besi dalam air bereaksi dengan
senyawa organik, misalnya asam humat akan membentuk senyawa Fe organik yang tidak mudah
teroksidasi. Inilah yang menyebabkan air gambut yang kandungan asam humatnya tinggi memiliki
mengandung besi yang relatif tinggi.

Senyawa Ferro yang sering dijumpai dalam air adalah dalam bentuk FeO, FeSO4, FeSO4.7H2O,
FeCO3, Fe(OH)2, dan FeCl2. Senyawa Ferri yang sering dijumpai misalnya FePO4, Fe2O3, FeCl3,
Fe(OH)3. Konsentrasi besi dalam air memiliki baku mutu maksimum sebesar 0,3 mg/L berdasarkan
Kepmenkes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002. Sedangkan WHO menerapkan standar untuk kawasan
Eropa sebsar 0,1 mg/L, dan 0,3 mg/L oleh USEPA.

III. Prinsip Praktikum

Metode Phenantroline yang digunakan menggunakan prinsip pengukuran yaitu besi di dalam air
direduksi dengan hidroksilamin membentuk ion Ferro (Fe2+). Kemudian ion Ferro tersebut
direaksikan dengan senyawa 1,10-penanthroline sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna
merah. Lalu digunakan alat spektrofotometer untuk mengukur intensitas warna merahnya pada
panjang gelombang 510 nm.

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Spektrofotometer
2. Labu ukur
3. Batang pengaduk
4. Bunsen burner
5. Pipet tetes
6. Erlenmeyer
IV.2. Bahan
1. Sampel air
2. HCl pekat (Fe<0,0005%)
3. Larutan hidroksilamin
4. Aquades
5. Larutan buffer amonium asetat
6. Larutan natrium asetat
7. Larutan phenantroline
8. Larutan standar besi (1 ml = 0,2 mg)
9. Larutan standar besi (1 ml = 0,1 mg)

V. Cara Kerja

VI. Data Hasil Praktikum


Konsentrasi Std
No. %T A
(mg/l)
1 0 100 0
2 0,1 98 0,008774
3 0,2 95 0,022276
4 0,5 84,5 0,073143
5 1 69 0,161151
6 2 47,5 0,323306
7 3 31 0,508638

Konsentrasi Besi
No. dalam Sampel %T A
(mg/l)
1 0,62 80 0,0967
VII. Pengolahan Data
Konsentrasi besi (mg/L) = absorbansi contoh x slope
Absorbansi = 2-log (%T)
C merupakan konsentrasi (mg/L) dan A merupakan absorbansi.
Diketahui % Transmittan Fosfat hasil praktikum = 80%
Diubah menjadi Absorbansi dengan rumus A = 2-log (%T)
Sehingga A = 2-log(80) = 0,097
Dengan regresi linear dari konsentrasi standar, didapat grafik sebagai berikut:

Dengan C (konsentrasi) sebagai x dan absorbansi (A) sebagai y maka:


y = ax + b
A = Cx +b
y = 0,1702x - 0,0086
x = (0,097+0,0086) / 0,1702
konsentrasi Fosfat = 0,62 mg/L

VIII. Pengolahan Data


VIII.1. Analisis Cara Kerja
Praktikum diawali dengan mengocok sampel air 25 mL lalu diukur dengan gelas ukur dan dimasukkan
ke Erlenmeyer 1. Kemduain ditambahkan 2 mL HCL pekat dengan pipet hisap. Karena percobaan ini
menggunakan metode phenantroline-spektrofotometeri yang melakukan pengukuran pengukuran besi
dalam bentuk terlarut (Fe2+), HCL ditambahkan agar melarutkan endapan Fe(OH)3 yang terbentuk akibat
adanya kontak antara sampel air dengan atmosfer. Kontak ini menyebabkan teroksidasinya Fe2+ menjadi
Fe3+ sehingga membentuk endapan Fe(OH)3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Fe(OH)3 + 3H+ ↔ Fe2+ + H2O
Kemudian, ke dalam larutan sampel ditambahkan hidroksilamin karena Phenantroline yang nantinya
akan ditambahkan merupakan suatu senyawa yang bekerja khusus untuk mengukur Fe2+ sehingga
kehadiran Fe3+ harus direduksi terlebih dahulu dengan reduktor hidroksilamin sebanyak ½ mL dengan
reaksi: 4 Fe3+ + 2 NH4OH + ↔ 4 Fe2+ + N2O + H2O + 4 H+
Setalh ditambahkan hidroksilamin, air sampel lalu dipanaskan di atas hot plate sampai volume larutan
berkurang (sekitar 5-10 menit). Apabila dipanaskan dengan hot plate maka panas akan tersebar secara
merata pada air sehingga tidak perlu batu didih yang berfungsi untuk mencegah bumping dan meratakan
panas. Batu didih juga cukup mahal sehingga apabila tidak memiliki batu didih, maka bisa menggunakan
cawan porselen yang sudah pecah. Setelah dipanaskan hingga volumenya berkurang, lalu diangkat
menggunakan penjepit (untuk menghindari kulit berkontak langsung dengan panas) dan didinginkan
hingga mencapai suhu ruangan.
Selanjutnya, ditambahkan 5 ml larutan buffer Ammonia Asetat yang bertujuan menjaga keasaman agar
terbentuk ion kompleks dengan hasil reduksi Fe3+ oleh hidroksilamin (4 Fe2+ + N2O + H2O + 4 H+).
Langkah berikutnya yaitu menambahkan 2 mL phenantroline sampai warna sampel berubah menjadi
oranye atau merah. Setiap 1 mol Fe2+ membutuhkan 3 mol phenantroline dengan reaksi berikut:

Ligan atau kompleks yang terbentuk yaitu [Fe(o-phenantroline)3]3+ yang menyebabkan sampel air
berubah warna menjadi oranye. Warna inilah yang kemudian diukur %transmitannya dengan
spektrofotometer. Sebelumnya, ditambahkan aqueous terlbeih dahulu sampai dengan tanda batas untuk
mengembalikan volume seperti semula sebelum dipanaskan.
VIII.2. Kesalahan dalam Praktikum
Pada praktikum ini, terddapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi seperti:
- Terjadi kontaminasi saat pengambilan atau penyimpanan sampel yang mengakibatkan berubahnya
komposisi senyawa penyusun sampel.
- Pengocokan yang kurang merata sehngga Fe yang tidak larut tidak tersebar secara merata.
- Alat yang digunakan kurang bersih sehingga memengaruhi hasil pembacaan pada spektrofotometer.
- Terdapat kehadiran senyawa logam lain selain Fe sehingga mengganggu hasil pengukuran.
- Cuvet yang digunakan kurang dibersihkan sehingga hasil yang didapat terpengaruh.
VIII.3. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa konsentrasi besi di dalam air sampel sebesar 0,62 mg/l.
berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 dan Permenkes No. 32 tahun 2017, standar baku
mutu air minum yaitu kandungan Fe maksimum sebesar 0,3 mg/l. Dengan demikian, air yang diuji dari
sampel tidak memenuhi baku mutu sebegai air yang dapat digunakan untuk air baku air minum.
Terdapatnya kandungan besi dalam air yang melebihi baku mutu ini diakibatkan oleh reaksi biologis
seperti bakteri yang mampu menguraikan Fe3+ sebagai akseptor eletron untuk metabolism energi dalam
kondisi anaerob dan adanya buangan organik yang dekat dengan sumber air sehingga mengakibatkan
penurunan kualitas air karena kondisi anaerobic yang terbentuk.
Dampak buruk dari adanya besi berlebih dalam air yaitu timbulnya noda kecoklatan pada pakaian,
peralatan kamar mandi, ataupun alat-alat dapur, serta membuat air menjadi keruh kaerna Fe2O3. Bagi
Kesehatan, dampak yang ditimbulkan yaitu gangguan pencernaan yang apabila dalam dosis terlalu
tinggi bisa menyebabkan kerusakan dinding usus. Selain itu, besi dalam konsentrasi terlalu tinggi juga
dapat menciptakan kondisi anaerob sehingga mengurangi kadar DO dalam air.
VIII.4. Aplikasi di Bidang TL
Kandungan besi dalam air penting diperhatikan pada proses pengolahan air karena dampak yang
ditimbulkannnya. Sehingga sebelum melakukan penurunan konsentrasi besi dalam air, perlu mengukur
konsentrasinya terlebih dahulu untuk menentukan cara yang tepat. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan kadar besi dalam air di antaranya dengan melakukan pengendapan,
absorpsi, dan koagulasi dengan tawas. Selain itu, juga bisa dengan aerasi, ion exchange, membrane
filtrasi, water softener, ozonisasi dan klorinasi.
IX. Kesimpulan
1. Kandungan besi dalam air sampel pada percobaan ini yaitu 0,62 mg/L yang telah melewati baku
mutu air minum yaitu sebesar 0,3 mg/l.
2. Kehadiran besi berlebih dalam air menyebabkan dampak bagi estetika air, memengaruhi kondisi
anaerob, dan kesehatan terutama masalah pencernaan.
3. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan kadar besi dalam air di
antaranya dengan melakukan pengendapan, absorpsi, dan koagulasi dengan tawas. Selain itu, juga
bisa dengan aerasi, ion exchange, membrane filtrasi, water softener, ozonisasi dan klorinasi.

X. Daftar Pustaka

Morti, Tri, dkk. 2018. Penentuan kadar Besi (Fe) pada Air Gambut Menggunakan Spektrofotometer
Ultra-Visible dengan Perbandingan Pengompleks Fenantrolin dan Alizarin Red S. Jurnal Kimia
Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(3): 109-117.
Rich, Linvil G. 1963. Unit Process of Sanitary Engineering. New York: John Wiley &Sons.Inc.
Sawyer, Clair N. 1994. Chemistry for Environmental Engineering. New York: Mc Graw Hill.
Soemirat, Salmet Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Wijaya, Ria Fina. 2015. Analisis Pengaruh Ion Zn (II) pada Penemtuan Fe3+ dengan Pengompleks 1,10-
Fenantrolin pada pH Optimum Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS. Surabaya: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kamis, 8 Oktober 2020

MODUL XII
MANGAN

I. Tujuan

1. Menentukan konsentrasi Mangan dalam sampel.


2. Menentukan pengaruh keberadaan Mangan dalam air.
3. Menentukan aplikasi hasil pengukuran Mangan.

II. Landasan Teori

Mangan di alam jarang berada dalam keadaan unsur. Umunya Mangan berada dalam bentuk
senyawa dengan berbagai valensi. Mangan dalam air biasanya bervalensi 2,4, atau 6. pH air
memengaruhi perubahan senyawa Mangan dalam sistem air alami dan pengolahan air. Fasa yang
paling mudah larut dalam air yaitu yang bervalensi 2 dan terdapat paling banyak pada sistem air
alami.

Kandungan Mangan di sungai biasanya sekitar 7 mg/L, dan sekitar 10 ppm di laut. Sedangkan
pada air tanah sekitar <0,1 mg/L. Mangan terdapat dalam bentuk kompleks bikarbonat, mineral,
dan senyawa organik. Unsur Mangan pada air permukaan juga ditemukan dalam bentuk organik
kompleks dengan valensi 4 (berupa ion).

Mangan dioksida yang bervalensi 4 umum dijumpai di dalam tanah karena sifatnya yang sukar
larut dengan air. Dalam kondisi anaerobik (potensial redoks negatif) di dalam tanah, MnO2
tersebut dapat tereduksi menjadi Mn2+ yang larut dalam air. Penguraian zat organik oleh
mikroorganisme juga dapat membentuk CO2 dalam kondisi anaerobik sehingga MnO2 dapat alrut
dalam air dengan kondisi Mn2+. Dalam air minum, mangan yang tinggi dapat teroksidasi menjadi
Mn4+ yang menyebabkan air menjadi keruh , berwarna kecoklatan, dan berbau logam Mangan.

Pada sistem air alami, umumnya konsentrasi mangan hanya sekitar kurang dari 0,1 mg/L. Jika
lebih dari konsentrasi tersebut, maka akan sulit untuk mengolah dan menurunkan konsentrasinya
sampai derajat yang diperbolehkan dalam baku mutu. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan
khusus.standar baku mutu Mangan dalam air berdasarkan WHO yaitu konsentrasi maksimal 0,09
mg/L. Sedangkan menurut USEPA (untuk Amerika Serikat) sebesar 0,05 mg/L. Sementara itu,
menurut KepMenKes RI. No.907/Menkes/SK/2002 adalah sebesar 0,1 mg/L.

III. Prinsip Praktikum

Mangan yang terdapat dalam air dioksidasi dengan menggunakan persulfate dalam suasana asam
dan panas sehingga membentuk MnO4- yang berwarna merah muda lalu diukur intensitasnya
dengan menggunakan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 525. Keberadaan klorida
(Cl-) dalam air dapat mengganggu karena MnO4- yang terbentuk dapat mengoksidasi Cl- menjadi
Cl2, begitu pula dengan senyawa reduktor lainnya seperti nitrat dapat mengganggu pengukuran
managan dengan metode ini. Untuk menghilangkan gangguan tersebut, dapat dihilangkan dengan
penambahan AgNO3 sehingga Cl akan mengendap sebagai AgCl dan kelebihan AgNO3 dapat
berfungsi sebagai katalis.

IV. Alat dan Bahan


IV.1. Alat
1. Spektrofotometer
2. Botol berwarna cokelat
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Pipet tetes
5. Bunsen Burner
6. Kertas saring
7. Labu ukur 50 mL
IV.2. Bahan
1. Sampel air
2. HNO3 pekat
3. Larutan AgNO3
4. Aquadest
5. Larutan standar Mn (1 ml – 0,11 mg)
6. Kristal kalium persulfate (K2S2O8)

V. Cara Kerja

VI. Data Hasil Praktikum


Konsentrasi Std
No. %T A
(mg/l)
1 0 100 0
2 0,5 95 0,022276
3 1 88,5 0,053057
4 2,5 77 0,113509
5 5 60 0,221849
6 7,5 45 0,346787
7 10 35 0,455932

Konsentrasi Mangan
No. dalam Sampel %T A
(mg/l)
1 1,4154 86 0,0655
VII. Pengolahan Data

Reaksi: 2Mn+2 + 5S2O8 -2 + 8H2O ↔ 2MnO4 - + 10SO4 -2 + 16H+


Konsentrasi mangan (mg/L) = absorbansi contoh x slope
Slope = C/A, dimana C merupakan konsentrasi (mg/L) dan A merupakan absorbansi.
Konsentrasi besi (mg/L) = absorbansi contoh x slope
Absorbansi = 2-log (%T)
C merupakan konsentrasi (mg/L) dan A merupakan absorbansi.
Diketahui % Transmittan Fosfat hasil praktikum = 86%
Diubah menjadi Absorbansi dengan rumus A = 2-log (%T)
Sehingga A = 2-log(86) = 0,0655
Dengan regresi linear dari konsentrasi standar, didapat grafik sebagai berikut:

Dengan C (konsentrasi) sebagai x dan absorbansi (A) sebagai y maka:


y = ax + b
A = Cx +b
y = 0,0455x + 0,0011
x = (0,0655-0,0011) / 0,455
konsentrasi Fosfat = 1,4154 mg/L

VIII. Pembahasan
VIII.1. Analisis Cara Kerja
Prosedur praktikum diawali dengan memasukkan 50 mL air sampel yang telah homogen (diaduk
sebelumnya) ke dalam Erlenmeyer. Sebelum memulai percobaan ini perlu diketahui juga konsentrasi Cl
dalam air untuk menentukan Ag nitrat yang dibutuhkan nanti. Kemudian ditambahkan 2 tetes Asam Nitrat
pekat yang berfungsi untuk mencipatak suasana asam agar mangan teroksidasi menjadi Mn7+. Pada
percobaan ini tidak ditambahkan KCN sebagai masking agent yang berfungsi menutup Arsenik yang dapat
menjadi gangguan pada reaksi dalam percobaan. Hal ini dikarenakan KCN merupakan senyawa yang
berbahaya apabila terbuka dan terhirup karena memiliki efek beracun. KCN tidak ditambahkan karena
sampel yang diuji pada praktikum ini merupakan sampel sintetis yang sudah diketahui konsentrasinya.
Selanjutnya, ditambahkan AgNO3 (Ag nitrat) yang banyaknya disesuaikan dengan kandungan Cl pada air
yang ditentukan pada praktikum yang lain. Fungsi dari Ag nitrat adalah untuk menghilangkan gangguan
dari Cl- yang dianggap sebagai pengotor. Cl- dapat mereduksi kembali Mangan menjadi Mn2+ yang tidak
larut dalam sampel air. Setelah itu dipanaskan dan ditunggu hingga mendidih.
Setelah mendidih, Kalium persulfate (K2S2O8) ditambahkan. Fungsinya sebagai oksidator untuk
mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn7+ yang larut dalam air. Selain itu, fungsi lainnya juga dapat
menghilangkan endapan AgCl yang terbentuk. Reaksi yang terjadi:
2Mn2+ + 5S2O82- + 8H2O ↔ 2MnO4- + 10 SO42- + 16H+
Terbentuknya ion MnO4- menyebabkan warna air sampel berubah menjadi ungu. Reaksi tersebut
berlangsung dalam suasana asam dan panas. Apabila pemanasan terlalu lama maka warna akan memudar
dan begitu pula sebaliknya apabila didinginkan terlalu lama. Pemanasan hanya berfungsi untuk
mempercepat oksidasi Mn.
Setelah itu, sampel dipindahkan ke labu ukur 50 ml dari Erlenmeyer dan ditambahkan aqueous sampai
dengan tanda batas. Penambahan Aq hanya agar volume sampel kembali seperti semula setelah berkurang
karena pemanasan. Setelah dihomogenkan (dikocok), sampel berwarna tersebut diukur %transmitannya
dengan spektrofotometer.

VIII.2. Kesalahan dalam Praktikum


Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum ini sehingga hasil yang didapatkan
kurang akurat, yaitu:
- Pengukuran Mn tidak dilakukan secara langsung di lapangan. Mn merupakan komponen sampel yang
tidak bertahan lama dalam air sehingga jumlahnya mungkin saja sudah berkurang ketika dilakukan
pengukuran di laboratorium.
- Pengocokan yang tidak sempurna menyebabkan endapan masih tertinggal pada wadah yang
sebelumnya sehingga memengaruhi jumlah mangan dalam air.
- Terdapat senyawa pengotor yang sulit dihilangkan sehingga keberadaan ion Mn teganggu
pengukurannya pada spektrofotometer.
- Kalibrasi spektrofotometer yang kurang tepat juga memengaruhi angka hasil yang terbaca.
VIII.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengukuran Mangan di laboratorium, didapatkan bahwa konsentrasi Mangan dalam air
sebesar 1,4154 mg/l. Apabila dibandingkan dengan baku mutu dari Permenkes No.
492/Menkes/Per/IV/2010 dan Permenkes No. 32 tahun 2017 yaitu konsentrasi Mn dalam air minum tidak
boleh lebih dari 0,1 mg/l, maka air sampel yang diuji tidak layak digunakan sebagai air baku air minum.
Pertimbangannya adalah adanya kadar Mn berlebih dalam air menyebabkan gangguan kesehatan seperti
sclerosis, amyothropic, hyperefleksi. Selain itu, berlebihnya mangan juga menyebabkan rusaknya sistem
perpipaan karena Mn akan membantu pertumbuhan bakteri perusak pipa, sehingga pipa akan menyempit.
Apabila headlossnya sudah terlalu besar, pipa dapat pecah. Bakteri dalam pipa ini juga tidak diharapkan
untukk larut dalam air yang mengalir melalui pipa.
Untuk mengurangi kadar Mn yang berlebih itu, dapat dilakukan beberapa cara, misalnya dengan oksidasi.
Melaui aerasi dan pengaturan pH, kemudian disaring (pH optimal >7,45). Bisa juga melalui klorinasi
ataupun koagulasi (penambahan koagulan). Cara lainnya adalah dengan ion exchange dan juga filtrasi
kontak. Penanganan secara biologis menggunakan bakteri besi.
VIII.4. Aplikasi di Bidang TL
Percobaan pengukuran fosfat ini diaplikasikan dalam bidang teknik lingkungan pada proses pengolahan
air dengan memerhatikan baku mutu yang berlaku. Mangan dalam air memiliki beberapa dampak negative
yang ingin dihindari sehingga sebelum menentukan metode yang tepat dalam upaya menurunkan kadar
Mn perlu diketahui konsentrasi Mn yang terkandung di dalam air. Pada umumnya, air tanah memiliki
kadar logam yang lebih tinggi daripada air permukaan. Keberadaan buangan organik di sekitar daerah
resapan air tanah menyebabkan turunnya kualitas air tanah. Pada buangan organik akan membentuk
kondisi anaerob pada tanah sehingga Mangan akan masuk ke dalam tanah dan terlarut dalam air tanah.
IX. Kesimpulan
1. Konsentrasi Mangan pada sampel air ini yaitu sebesar 1,4154 mg/l.
2. Mangan dalam air ynag berlebihan akan berdampak pada kesehatan dan dapat menyebabkan
kerusakan pipa.
3. Dari hasil pengukuran mangan dapat diketahui konsentrasinya sehingga menjadi
pertimbangan dalam menentukan metode yang tepat untuk mengurangi kadar mangan dalam
airnya.

X. Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kualitas Air Minum No.
492/Menkes/Per/IV/2010.
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air Minum untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua,
dan Pemandian Umum.
Rich, Linvil G. 1963. Unit Process of Sanitary Engineering. New York: John Wiley &Sons.Inc.
Sawyer, Clair N. 1994. Chemistry for Environmental Engineering. New York: Mc Graw Hill.
Soemirat, Salmet Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai