Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TERAPAN

MODUL 4
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
PENENTUAN KADAR ION Ca+2 DAN Mg+2 DIDALAM AIR

DOSEN PENGAMPU :
Dra. YUSNIMAR, M.Si., M.Phil
DIBUAT OLEH :
Hezra Vitra Ananda Tanjung
(2307014400)
KELOMPOK 1
Hezra Vitra Ananda Tanjung (2307014400)
Mentariani Zega (2307037401)
Andespa Yoga (2307037454)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2023
ABSTRAK

Titrasi kompleksometri, sebuah metode analisis kimia yang melibatkan pembentukan


kompleks antara senyawa kompleksometrik dan ion logam, memiliki relevansi signifikan dalam
kehidupan sehari-hari. Praktikum ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan titrasi
kompleksometri dalam situasi sehari-hari, khususnya dalam menentukan kandungan ion logam
tertentu dalam berbagai produk konsumen. Melibatkan senyawa kompleksometrik seperti
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) sebagai titran, praktikum ini menunjukkan potensi
metode ini dalam pengukuran kuantitatif. Contoh aplikasi termasuk analisis kadar kalsium dan
magnesium dalam air minum, pemantauan kualitas air kolam renang, dan penentuan ion logam
dalam produk-produk rumah tangga.

Praktikum ini bertujuan untuk mengevaluasi metode titrasi kompleksometri dalam


penentuan kadar ion Ca2+ dan Mg2+ dalam sampel air. Metode ini melibatkan penggunaan
EDTA sebagai titran dan Eriochrome Black T sebagai indikator untuk mendeteksi titik akhir
titrasi. Praktikum ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penggunaan titrasi
kompleksometri dalam analisis kualitatif dan kuantitatif air, dengan potensi untuk diterapkan
dalam pengawasan kualitas air dan analisis lingkungan.

Kata kunci: Titrasi kompleksometri, EDTA, EBT, Ca2+ dan Mg2+.


BAB I

TEORI DASAR

A. TUJUAN

Menentukan kadar ion Ca+2 dan Mg+2 yang terdapat didalam air secara titrasi
kompleksometri menggunakan larutan standar garam EDTA.

B. TEORI

Titrasi kompleksometri adalah suatu metode analisis kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar suatu ion logam dengan menggunakan larutan kompleksometri sebagai titran.
Kompleksometri adalah suatu metode analisis kimia yang memanfaatkan pembentukan
kompleks antara ion logam dengan suatu senyawa kompleksometrik.

Dalam titrasi kompleksometri, larutan kompleksometrik yang digunakan umumnya


mengandung senyawa kompleksometrik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan ion
logam yang akan ditentukan. Salah satu contoh senyawa kompleksometrik yang sering
digunakan adalah EDTA. EDTA adalah singkatan dari ethylenediaminetetraacetic acid, yang
dapat diterjemahkan sebagai asam etilendiaminetetraasetat. Ini adalah senyawa organik
kompleksometrik yang digunakan dalam berbagai bidang, terutama dalam analisis kimia dan
pemrosesan industri. EDTA bekerja sebagai agen kompleksometrik, membentuk kompleks yang
stabil dengan ion logam, khususnya ion logam bertransisi.

Contoh reaksi :

Ca+2 + Y-4 ===== CaY-2

Zn+2 + Y-4 ===== ZnY-2

Mg+2 + Y-4 ===== Mg+2

Ni+2 + Y-4 ===== NiY-2

Struktur kimia EDTA melibatkan empat gugus asetat (CH2COO-) yang terikat pada
molekul etilendiamina (H2N-CH2-CH2-NH2). Struktur ini memungkinkan EDTA untuk
membentuk kompleks dengan berbagai ion logam dengan membentuk ikatan koordinasi.
Beberapa sifat EDTA yang membuatnya berguna dalam berbagai aplikasi meliputi
kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan berbagai ion logam dalam berbagai tingkat
kestabilan, serta kemampuannya untuk membantu dalam pengendalian ion logam yang dapat
membentuk endapan atau membentuk sabun yang mengganggu proses industri. Selain itu, EDTA
juga digunakan sebagai agen kompleksometrik dalam titrasi kompleksometri, seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Selain asam etilendiaminetetraasetat (EDTA), ada juga bentuk garamnya,
seperti natrium etilendiaminetetraasetat (sodium EDTA), yang lebih larut dalam air dan sering
digunakan dalam berbagai aplikasi.

Proses titrasi kompleksometri melibatkan penambahan larutan kompleksometrik ke


dalam larutan yang mengandung ion logam yang akan dianalisis. Pembentukan kompleks antara
ion logam dan senyawa kompleksometrik terjadi dengan perubahan warna larutan, yang dapat
diidentifikasi sebagai titik akhir titrasi.

Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan indikator atau metode instrumen,
seperti titrasi potensiometri. Ketika semua ion logam telah bereaksi dengan senyawa
kompleksometrik, terjadi perubahan warna yang menandakan bahwa titrasi telah selesai. Dengan
mengetahui volume larutan kompleksometrik yang digunakan, kita dapat menghitung kadar ion
logam dalam sampel yang dianalisis.

Titik akhir titrasi dalam titrasi kompleksometri sangat penting, dan penggunaan indikator
yang sesuai atau teknik instrumen yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil analisis yang
akurat. Metode ini umumnya digunakan dalam analisis kuantitatif untuk menentukan kadar ion
logam dalam berbagai jenis sampel.

1.1 Prinsip Analisa

Eriochrome Black T (Eriokrom Hitam T) merupakan jenis indikator yang menunjukkan


warna merah muda ketika terdapat dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan magnesium
pada pH 10,0 ± 0,1. Sejenis molekul lain, yaitu asam etilendiamintetraasetat dan garam-garam
natriumnya (EDTA), dapat membentuk pasangan kimia yang disebut kompleks kelat (chelated
complex) dengan ion-ion yang bersifat keras (kesadahan) dan beberapa jenis ion lainnya.
Kompleks ini memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan antara
indikator dan ion-ion yang bersifat keras. Oleh karena itu, pada pH 10, larutan mengalami
perubahan menjadi biru ketika jumlah molekul EDTA yang ditambahkan sebagai titran setara
dengan jumlah ion kesadahan dalam sampel, sehingga molekul indikator terlepas dari ion
kesadahan.

Perubahan ini lebih nyata pada pH yang tinggi, namun perlu diingat bahwa pH yang tinggi
dapat menyebabkan kehilangan ion kesadahan dari larutan karena terjadi pengendapan Mg(OH)2
dan CaCO3. Pada pH >9, CaCO3 mulai terbentuk sehingga titrasi harus dihentikan dalam waktu
5 menit. Pembentukan Mg(OH)2 pada sampel air alam seperti air sungai dan air tanah belum
terjadi pada pH 10.

1.2 Gangguan

Selain kation Ca2+ dan Mg2+, beberapa kation seperti Al3+, Fe3+, Fe2+, Mn2+, dan
lainnya dapat membentuk kompleks dengan EDTA. Meskipun demikian, untuk air leding, air
sungai, atau danau, konsentrasi ion-ion ini umumnya rendah (kurang dari beberapa mg/l) dan
tidak menyebabkan gangguan. Namun, pada beberapa kasus, air tanah dan limbah industri
mungkin mengandung konsentrasi yang lebih tinggi dari beberapa mg/l untuk ion-ion tersebut.
Dalam situasi ini, penggunaan inhibitor diperlukan untuk mengatasi gangguan tersebut.

Keberlanjutan air juga dapat mempengaruhi kejelasan warna, sehingga sampel yang
terlalu keruh sebaiknya disaring terlebih dahulu. Pengendapan CaCO3 harus dihindari karena
dapat mengurangi kadar kesadahan yang terlarut. Jika kadar Ca2+ terlalu tinggi, endapan dapat
muncul dalam waktu titrasi 5 menit, dan oleh karena itu, sampel perlu diencerkan. Salah satu
cara untuk mengatasi ini adalah dengan menambahkan asam terlebih dahulu dan mengaduk
secara intensif agar semua CO2 hilang ke udara untuk sementara waktu, menghindari
pembentukan CO32- pada pH 10. Tambahkan asam hingga pH larutan mencapai ± 3 (verifikasi
dengan kertas pH), aduk selama 5 hingga 10 menit, lalu tambahkan buffer untuk menyesuaikan
pH menjadi 10,0 ± 0,1. Prosedur seperti ini juga dapat diterapkan pada sampel dengan kadar
Ca2+ yang rendah untuk mengurangi risiko gangguan.
1.3 Ketelitian

Penyimpanan baku yang relatif sekitar 2% umumnya dapat diterima untuk seorang
laboran yang berpengalaman dan cermat. Sampel yang telah diencerkan memiliki tingkat
penyimpanan yang lebih tinggi karena kesalahan sistematis pada buret akan dikalikan dengan
faktor pengenceran. Metode analisis menggunakan titrasi dengan EDTA ini mampu menganalisis
kesadahan sekecil 5 mg/l sebagai CaCO3, khususnya untuk kadar di bawah 5 mg/l.

1.4 Pengawetan Sampel

Ion Ca2+ dan Mg2+ tidak mengalami kehilangan selama masa penyimpanan; mereka
hanya dapat mengendap sebagai CaCO3 dan Mg(OH)2 jika pH meningkat menjadi terlalu tinggi
(>9). Jika sampel harus disimpan lebih dari 2 hari, disarankan untuk melakukan pengasaman
hingga mencapai pH ≤ 5 terlebih dahulu atau melakukan pengasaman 1 jam sebelum analisis
agar semua endapan, termasuk CaCO3 dan lainnya, larut kembali.
BAB II

METODE PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu;

 Buret + Klem + Statif  Gelas beker


 Erlenmeyer  Batang pengaduk
 Pipet tetes  Spatula
 Labu ukur

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini:

 Garam natrium  ZnSO4  Aquades


EDTA  Indikator EBT  Air keran

2.2 Prosedur standarisasi larutan garam EDTA dengan larutan ZnSO4 0,1 M

1. Pipet masing-masing 10 ml larutan ZnSO4 masukkan kedalam 3 gelas erlenmeyer


2. Tambahkan 1 ml larutan buffer amonium klorida (tes pH larutan = 10 dengan kertas ph
universal)
3. Tambahkan 10 ml akuades
4. Tambahkan 3 tetes larutan indikator EBT (atau sedikit zat padat EBT boleh juga)
5. Titrasi dengan EDTA sampai timbul perubahan warna
6. Hitung konsentrasi EDTA

2.3 Prosedur penentuan kadar Ca+2 dalam sampel

1. Pipet masing-masing 10 ml larutan sampel, masukkan kedalam 3 gelas erlemeyer


2. Tambahkan 1 ml larutan buffer amonia-amonium klorida (tes pH larutan = 10 dengan
kertas pH universal)
3. Tambahkan 10 ml akuades
4. Tambahkan 3 tetes larutan indikator EBT (atau sedikit zat padat EBT boleh juga)
5. Titrasi dengan EDTA sampai timbul perubahan warna
6. Hitung konsentrasi Ca+2 dalam larutan

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut merupakan hasil dari percobaan yang telah dilakukan.

Tabel hasil standarisasi ZnSO4

No ZnSO4 Amonium Aquades 10 3 Tetes EBT Titrasi


Klorida 1 ml ml EDTA

1 10 ml Hijau bening Kuning Ungu muda 0-8 ml


bening hijau pekat

2 10 ml Hijau bening Kuning Ungu muda 8-17 ml


bening = 9 ml
hijau pekat

3 10 ml Hijau bening Kuning Ungu muda 17-22 ml


bening = 5 ml
hijau pekat

Rata-rata : 7,33 ml

Dari percobaan yang dilakukan pada tahap ZnSO4, dilakukan percobaan 3 kali dengan
ZnSO4, warnanya yang ditambahkan Amonium Klorida 1 ml berubah menjadi hijau bening dan
saat ditambahkan10 ml aquades berubah menjadi kuning bening.
Tabel Hasil Penentuan Kadar Ca+2

No Sampel Amonium Aquades 10 3 Tetes EBT Titrasi


Klorida 1 ml ml EDTA

1 10 ml Bening Bening Ungu 0-5 ml biru


(tidak ada (tidak ada
perubahan) perubahan)

2 10 ml Bening Bening Ungu 5-7 ml


(Tidak ada (tidak ada = 2 ml
perubahan) perubahan) biru

3 10 ml Bening Bening Ungu 7-12 ml


(Tidak ada (tidak ada = 5 ml
perubahan) perubahan) biru

Pada saat penentuan kadar Ca+2, Amonium klorida berwarna bening, kemudian saat ditambahkan
10 ml aquades tidak ada perubahan dengan warnanya tersebut.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum gravimetri ini mengindikasikan bahwa praktikum titrasi


kompleksometri untuk menentukan kadar ion Ca2+ dan Mg2+ dalam air menggunakan metode
titrasi dengan EDTA terbukti efektif, dengan Eriochrome Black T (EBT) sebagai indikator yang
memudahkan identifikasi titik akhir titrasi. Kontrol pH larutan selama proses titrasi menjadi
kunci untuk hasil yang akurat, mengingat pH yang tinggi dapat menyebabkan endapan CaCO3
dan Mg(OH)2. Praktikum ini menunjukkan bahwa titrasi kompleksometri adalah metode analisis
yang handal dengan hasil yang dapat diandalkan untuk keperluan penentuan kadar ion Ca2+ dan
Mg2+ dalam air.

4.2 Saran

Untuk meningkatkan keberhasilan praktikum titrasi kompleksometri dalam penentuan


kadar ion Ca2+ dan Mg2+ dalam air, beberapa langkah dapat diterapkan. Pertama-tama, pastikan
bahwa semua alat-alat laboratorium, seperti buret dan pH meter, telah dikalibrasi secara akurat
sebelum praktikum dimulai. Kalibrasi yang teliti dapat meningkatkan akurasi hasil analisis.
Selanjutnya, persiapkan larutan standar Ca2+ dan Mg2+ dengan konsentrasi yang diketahui
dengan pasti, memastikan bahwa standar tersebut sesuai dengan kebutuhan praktikum. Penting
juga untuk mengendalikan dengan presisi volume larutan titran, karena kesalahan dalam
pengukuran volume dapat mempengaruhi hasil titrasi.

Selain itu, hindari kontaminasi antar larutan dan peralatan laboratorium, dan pastikan
pembersihan peralatan dilakukan dengan teliti untuk mengurangi risiko pencemaran dan
kesalahan hasil. Selalu gunakan alat pelindung pribadi, seperti sarung tangan laboratorium, untuk
menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Terakhir, setelah praktikum selesai, lakukan
analisis statistik terhadap hasil yang diperoleh untuk mengevaluasi ketepatan dan ketelitian
metode yang digunakan. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan praktikum dapat
berjalan dengan lebih efisien dan memberikan hasil yang lebih akurat dalam penentuan kadar ion
Ca2+ dan Mg2+ dalam air.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Standar Nasional (BSNI), 2000. Revisi SNI 19-6775-2002. Standar Tata Cara
Pengoperasian dan Pemeliharaan Unit Paket Instansi Pengolahan Air (IPA). Badan
Litbang Departemen Pekerjaan Umum.

[2] KEP 907/MENKES/SK.VII. 2002. Tentang Standar Baku Mutu Air Minum. Menurut
PERMENKES

[3] Kusnaedi, 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta : PT.
Penebar Swadaya.

[4] Prawito, RH., 1998. Ekologi Pencemaran Lingkungan. Semarang : Satya Wacana.

[5] Sandora, N. 1995. Kenali dan Pilih Air Sehat untuk Konsumsi. Riau Pos.

[6] Surawira, Unus. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Bandung : PT.
Rineka Cipta.

[7] Sutrisno, Totok, C,. dan Eng Suciastuti. 1987. Teknologi Penyediaan Air Sehat. Bandung :
PT. Rineka Cipta.

[8] Tim Kimia Analisa Instrumentasi,. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Anlitik Intrumentasi.
Pekanbaru : UNRI
LAMPIRAN A

LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B

PERHITUNGAN
LAMPIRAN C

DOKUMENTASI

Gambar 1. Alat- Gambar 2. Bahan-


alat Percobaan bahan percobaan

Gambar 3. Gambar 4.
Meletakkan Penambahan
aquades kedalam Amonium Klorida
gelas beker 1 ml

Gambar 5. Gambar 6.
Campuran Campuran ZnSO4
ZnSO4 dengan dengan 10 ml
EBT. aquades.

Anda mungkin juga menyukai