Anda di halaman 1dari 8

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DO (Dissolved Oxygen)

Menurut Salmin ( 2005 ), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO)


dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan atau metabolisme
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas
perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi
bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis
yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik,
peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan
hasil akhirnya adalah nutrient yang pada akhirnnya dapat memberikan kesuburan
perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akanmereduksi
senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan


nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme dimana
kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan
biota laut ( Salmin, 2005 ).

Prahutama ( 2013 ) mengatakan bahwa air merupakan sumber daya alam


yang menjadi kebutuhan penting bagi manusia. Oleh karena itu kebersihan air
perlu dijaga. Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan salah satu
parameter mengenai kualitas air dimana pengukuran tingkat kualitas air dilihat
dari oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) yaitu dimana semakin tinggi kandungan
Dissolved Oxygen (DO) maka semakin bagus kualitas air tersebut.

Salah satu indikator kesuburan perairan adalah oksigen terlarut dimaan


kadar oksigen terlarut dapat dilihat dari semakin menurun seiring dengan
semakin meningkatnya limbah organik di perairan tersebut. Oksigen terlarut
dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil
yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk
mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya. Adanya penambahan
oksigen melalui proses fotosintetis dan pertukaran gas antara air dan udara
menyebabkan kadar oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan permukaan.
Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang
efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu
kedalaman dimana kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan
menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau
busuk dan membahayakan organisme ( Simanjuntak, 2012 ).

2.2 Titrasi

Menurut Candra ( 2012 ), titrasi adalah metode penetapan kadar suatu


larutan dengan menggunakan larutan standar yang sudah diketahui
konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui
secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang
konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut
berlangsung sempurna. Sebelum basa ditambahkan harga pH adalah larutan
asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa ditambahkan sebelum titik ekivalen,
harga pH ditentukan oleh asam lemah dimana titik ekivalen dalam titrasi adalah
titik keadaan dimana kuantitas asam dan basa dapat ditentukan secara
stokiometri.
Menurut Padmaningrum ( 2006 ), titrasi merupakan suatu proses analisis
dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan
mengetahui komponen yang tidak dikenal dimana menggunakan titran atau titer
yang merupakan larutan yang digunakan untuk mentitrasi dimana biasanya
sudah diketahui secara pasti konsentrasinya. Dalam proses titrasi suatu zat
berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang
dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu dan titik akhir titrasi
adalah titik pada saat titrasi diakhiri atau dihentikan.
Menurut Harjanti ( 2008 ), analisa volumetri atau titrasi merupakan salah
satu metode analisa kwantitatif, yang sangat penting penggunaannya dalam
menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisa
volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga
mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat dimana terdapat indikator yang
digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, yaitu :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen
dengan
titrat.
2. Perubahan warna itu harus terjadi secara vmendadak, agar tidak ada
keraguan-
keraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Pada umumnya titrasi netralisasi digunakan untuk menentukan kadar analit
yang bersifat asam atau basa atau zat yang dapat diubah menjadi asam atau basa.
Air digunakan sebagai pelarut karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun dan
mempunyai koefisien suhu muai yang rendah. Beberapa analit tidak dapat dititrasi
dalam air karena kelarutannya rendah atau memiliki kekuatan asam atau basa yg
tidak memadai untuk mencapai titik akhir, senyawa demikian biasanya ditritrasi
bebas air ( Harjanti, 2008 ).

2.3 Titrasi Iodometri

Menurut Padmaningrum ( 2008 ), Iodometri merupakan salah satu metode


analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses
titrasi. Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah
titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat
pereduksi (reduktor). Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium
tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium
tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara
analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada
saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat memebentuk kompleks
yang stabil dengan iodin.
Iodometri merupakan suatu metode titrasi iodimetri secara langsung yang
mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Sistem redoks iodine
(triiodida)- iodida yaitu :
I3- + 2e 3I-
mempunyai potensial standar sebesar + 0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah
agen pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa
serium (IV) dan kalium dikromat. Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan
sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit
saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung
dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah
sedikit (Noor, E at. al, 2007).
Menurut Asip ( 2013 ), titrasi iodometri adalah salah satu jenis titrasi
redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak
langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium iodide
atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O.
Menurut Saksono ( 2002 ), Iodometri merupakan bahan pengoksidasi yang
mengoksidasi Kaliumiodide ( KI ) dalam suasana asam sehingga iodi
yangdibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan larutan baku Natrium
Tiosulfat dimana contohnya adalah pada penetapan kadar Tembaga ( II ) sulfat
2.4 Metode Winkler

Menurut Salmin ( 2005 ), metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum
banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu
ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02.
Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut
kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum
(kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI
Menurut Septiawan ( 2014 ), prinsip dari metode Winkler adalah oksigen
didalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan
pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2. Penambahan asam sulfat
dan kalium iodida menyebabkan dibebaskannya iodin yang ekuivalen dengan
oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisis dengan
metode titrasi iodometri dengan larutan standard tiosulfat dan indikator kanji
dimana metode ini memiliki beberapa kelebihan adalah dalam menganalisis
oksigen terlarut (DO) adalah lebih mudah karena hanya dilakukan cara titrasi,
lebih teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO-meter.
2.5 Baku Mutu Perairan

Menurut Sudirman ( 2013 ) Nilai indeks yang diperoleh menggambarkan


tingkat pencemaran yang terjadi dengan kriteria sebagai berikut:
1. 0 ≤𝑃𝐼𝑗 ≤1,0 : Memenuhi baku mutu (kondisi baik)
2. 1,0 < 𝑃𝐼𝑗 ≤5,0 : Tercemar ringan
3. 5,0 < 𝑃𝐼𝑗≤10 : Tercemar sedang
4. 𝑃𝐼𝑗> 10 : Tercemar berat
Menurut KepMenLH 115/2003 dalam Agustiningsih (2012) Penentuan
status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran, dengan menggunakan
persamaan :

Menurut Suparjo ( 2009 ), dalam penentuan baku mutu air Menteri


Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003 menetapkan metode Storet sebagai
penentu baku mutu air dimana metode Storet merupakan salah satu metode untuk
menentukan status mutu air dengan mengetahui parameter-parameter yang telah
memenuhi atau melampaui baku mutu air
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D; Setia Budi, S; Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Bluka Kabupaten Kendal. Jurnal
Presipitasi. 9 (2)

Asip, F; Okta T. 2013. Adsorbsi H2S Gas Alam Menggunakan Membran Keramik
Dengan Metode Titrasi Iodometri. Universitas Teknik Sriwijaya.

Chandra, A. D; Hendra Cordova ST. MT. 2012. Rancang Bangun Kontrol pH


Berbasis Self Tuning PID melalui Metode Adaptive Control. Jurnal Teknik
Pomits. 1 (1:1-6)

Harjanti, R. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.)


dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses. 2 (2)

Noor W, E; Indah AR; Yudha Ikoma I; et. al. 2007. Iodometri. Malang:
Universitas Brawiaya

Padmaningrum, R. 2006. Titrasi Alkalimetri. Yogyakarta: UNY

Padmaningrum, R. 2008. Titrasi Iodometri. Yogyakarta: UNY

Prahutama, A. 2013. Estimasi Kandungan DO (Dissolved Oxygen) di Kali


Surabaya dengan Metode Kriging. Semarang: Universitas Diponegoro.

Saksono, N. 2002. Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri
dan X-Ray Fluorescence: Jakarta: Universitas Indonesia

Septiawan, M; Sri Mantini R. S; Fransiska W. M. 2014. Penurunan Limbah Cair


Industri Tahu menggunakan Tanaman Cattail dengan Sistem Constructed
Wetland. Indonesian Journal of Chemical Science. 3 (1)
Salmin. 2005. Osksigen Terlarut ( DO ) dan Kebutuhan Oksigen Biologi ( BOD )
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jakarta
: LIPI.

Suparjo,Niti. 2009. Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang.


Semarang: Universitas Diponegoro.

Sudirman N; Semeidi H; Ruswahyuni. 2013. Kondisi Pantai Kejawanan


Berdasarkan Kesesuaian Baku Mutu dan Indeks Pencemaran Untuk Kawasan
Wisata Bahari. Semarang: Universitas Diponegoro.

Simanjuntak, Marojahan. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat Hara,
Oksigen Terlarut, pH Diperairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jakarta:
LIPI.

Anda mungkin juga menyukai