Anda di halaman 1dari 13

Konsep Pemanenan Air Hujan Dengan Memanfaatkan Rainwater

Catchment Guna Mendukung Clean Water and Sanitation Pada


Suistainable Development Goals 2030

PKM-GFT (Gagasan Futuristik Tertulis)

Disusun oleh:
Ibnu Farhan Shihab 152017061
Dimas Mochamad Latif Pratama 152017019
Risya Putri Hadiani 252017024

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG


2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 mengenai data statistik air
bersih tahun 2019, produksi air bersih di Indonesia mencapai 4.884,9 juta m3. Penggunaanya
terbagi menjadi 4 jenis penyaluran, seperti penyaluran sosial dengan volume yang disalurkan
103,9 juta m3; penyaluran non-niaga dengan volume yang disalurkan 2.679,3 juta m3;
penyaluran niaga dan industri dengan volume yang disalurkan 476,9 juta m3; dan penyaluran
khusus dengan volume yang disalurkan 175,1 juta m3.

Dari survey penerapan sistem pemanenan air hujan dirumah bertingkat di negara
Malaysia dapat menghemat supply air sebesar 34%. Selain di Malaysia, pemanenan air hujan
di stadium Tokyo juga dapat memenuhi kebutuhan air sebesar 20-60% (Auliya, 2021).
Melihat dari efektifitas teknologi pemanenan air hujan di negara-negara tersebut
menunjukkan teknologi tersebut dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan
air bersih di Indonesia. Konsep pemanenan air hujan yaitu konsep pengumpulan air hujan
yang ditampung dalam sebuah reservoir untuk kemudian air yang telah dikumpulkan dapat
di olah menjadi air bersih dan dimanfaatkan untuk drinking, cooking, washing, and cleaning.

Berdasarkan data kebutuhan air bersih dari 4 jenis penyaluran jika dijumlahkan
mengahasilkan 3435,2 juta m3 pada tahun 2019, dimana jumlah tersebut masih terpenuhi
oleh produksi air bersih yang berjumlah 4.884,9 juta m3. Mengingat kebutuhan air dari tahun
ke tahun semakin meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk, maka sistem
penyediaan air bersih yang sudah ada mungkin tidak dapat melayani kebutuhan air pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu design Rainwater Catchment ini diharapkan dapat
menjadi alternatif penyediaan air bersih yang dapat diperhitungkan di Indonesia.

Konsep pemanenan air hujan dengan memanfaatkan rainwater catchment dapat


dilakukan dengan membuat sebuah sistem atau alat yang dapat bekerja mengumpulkan dan
mengolah air bersih yang bersumber dari air hujan. Rainwater catcthment merupakan salah
satu alat untuk menampung air hujan yang akan di panen, setelah air hujan terkumpul
selanjutnya dilakukan pengolahan air hujan menjadi air bersih yang bisa digunakan untuk
masyarakat. Proses pengolahan air hujan ini dapat menggunakan konsep filtrasi dan
sedimentasi. Hasil pengolahan air hujan yang sudah menjadi air bersih akan di salurkan
kepada masyarakat melalui saluran air yang di design untuk terhubung ke rumah-rumah
penduduk.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, saya merumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana implementasi Rainwater Catchment terhadap Clean Water and Sanitation


pada SDGs 2030?
2. Bagaimana siklus pemanenan air hujan menggunakan Rainwater Catchment.
3. Bagaimana mengolah hasil pemanenan air hujan menjadi produk air bersih yang layak
digunakan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah didapatkan tujuan konsep pemanenan air hujan
dengan memanfaatkan rainwater catchment adalah merencanakan sistem pemanenan air
hujan dengan menggunakan rain water catchment untuk memenuhi alternatif kebutuhan air
bersih penduduk Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup


Dalam gagasan yang diajukan, ruang lingkup yang akan dibahas yaitu:

1. Perencanaan sistem alternatif kebutuhan air penduduk Indonesia.


2. Intensitas curah hujan di Indonesia setiap tahun.
3. Luas wilayah yang dicakup oleh sistem rainwater catchment.
4. Penggunaan pemanenan air hujan berdasarkan kualitas air yang sudah dihasilkan dan
di olah menggunakan sistem rainwater catchment.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Suistainable Development Goals (SDGs)


Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang
disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan,
mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target
yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030 (SDGs, 2017).

Berbeda dari pendahulunya Millenium Development Goals (MDGs), SDGs


dirancang dengan melibatkan seluruh aktor pembangunan, baik itu Pemerintah, Civil Society
Organization (CSO), sektor swasta, akademisi, dan sebagainya. Kurang lebih 8,5 juta suara
warga di seluruh dunia juga berkontribusi terhadap Tujuan dan Target SDGs (SDGs, 2017).

Tidak Meninggalkan Satu Orangpun merupakan Prinsip utama SDGs. Dengan


prinsip tersebut setidaknya SDGs harus bisa menjawab dua hal yaitu, Keadilan Prosedural
yaitu sejauh mana seluruh pihak terutama yang selama ini tertinggal dapat terlibat dalam
keseluruhan proses pembangunan dan Keadilan Subtansial yaitu sejauh mana kebijakan dan
program pembangunan dapat atau mampu menjawab persoalan-persoalan warga terutama
kelompok tertinggal (SDGs, 2017).

Gagasan ini diambil berdasarkan salah satu tujuan dari 17 tujuan yang usungkan oleh
SDGs 2030 yaitu air bersih dan sanitasi layak (clean water and sanitation). Tujuan utama
clean water and sanitation adalah memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang
berkelanjutan dan sanitasi bagi semua. Selain tujuan tersebut, clean water and sanitation
memiliki target yang dituju, diantaranya:

1. Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan adil terhadap air minum yang aman dan
terjangkau untuk semua
2. Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang layak dan adil
untuk semua dan mengakhiri buang air di tempat terbuka, dengan memberikan
perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan anak perempuan serta mereka yang
berada dalam situasi rentan
3. Pada tahun 2030, memperbaiki kualitas air dengan mengurangi polusi, menghapuskan
pembuangan limbah dan meminimalisir pembuangan bahan kimia dan materi
berbahaya, mengurangi separuh dari proporsi air limbah yang tidak diolah dan secara
substansial meningkatkan daur ulang dan penggunaan ulang yang aman secara global
4. Pada tahun 2030, secara substantif meningkatkan penggunaan air secara efisien di
semua sektor dan memastikan pengambilan dan suplai air bersih yang berkelanjutan
untuk mengatasi kelangkaan air dan secara substansial mengurangi jumlah orang yang
mengalami kelangkaan air
5. Pada tahun 2030, mengimplementasikan pengelolaan sumber air yang terintegrasi pada
setiap level, termasuk melalui kerjasama antarbatas selayaknya
6. Pada tahun 2020, melindungi dan memperbaiki ekosistem terkait air, termasuk
pegunungan, hutan, rawa, sungai, resapan air dan danau

2.2 Air Bersih


Air merupakan kebutuhan pokok setiap makhluk hidup di bumi. Manusia tergantung
pada air bukan hanya memenuhi kebutuhan domestik rumah tangga melainkan juga untuk
kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhan produksi, kebutuhan industri dan kebutuhan lainnya
(Bunga, 2014).

Menurut Kodoati dan Sjarief (2010) Air merupakan sumber daya alam yang paling
unik jika dibandingkan dengan sumber daya lain karena sifatnya yang terbarukan dan
dinamis. Artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang pada musimnya
sesuai dengan waktu. Namun, pada kondisi tertentu air bisa bersifat tak terbarukan, misal
pada kondisi geologi tertentu dimana proses perjalanan air tanah memerlukan waktu ribuan
tahun, sehingga bila pengambilan air tanah dilakukan secara berlebihan, air akan habis
(Kodoatie dan Roestam, 2010).

2.2.1 Perubahan Iklim dan Dampaknya


Perubahan iklim merupakan peristiwa dimana dalam jangka panjang terjadi
peningkatan secara perlahan terhadap unsur – unsur iklim yang berupa suhu udara, curah
hujan, tekanan udara (Rusbiantoro, 2007). Dalam jangka panjang, perubahan iklim yang
semakin ekstrim dikhawatirkan dapat membahayakan kehidupan manusia.

2.2.2 Kaitan Perubahan Iklim dengan Ketersediaan Air


Dalam laporan Penilaian Pertama dari jaringan Riset Pergantian Iklim Kota
menyebutkan bahwa pergantian iklim berpengaruh pada air. Berdasarkan studi - studi
literatur yang telah dilakukan didapatkan keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh
ketersediaan air, curah hujan presipitasi dan evapotranspirasi, oleh karena itu diperlukan
data curah hujan sebagai faktor pendukungnya. Salah satu dampaknya di wilayah pesisir,
berkurangnya airtanah disertai kenaikan muka air laut juga telah memicu intrusi air laut ke
daratan – mencemari sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi (UNDP
Indonesia, 2007).

2.3 Pemanenan Air Hujan


Pemanenan air hujan (PAH) merupakan suatu metode atau teknologi yang digunakan
untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau
perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (UNEP, 2001;
Abdulla et al., 2009; Yulistyorini, 2011; Malik, 2016).

Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah yang tidak
terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia
air tanah (Abdulla et al., 2009; Yulistyorini, 2011; Malik, 2016).

Berdasarkan UNEP. (2001); Yulistyorini. (2011) beberapa keuntungan penggunaan


air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut :

a. Meminimalisasi dampak lingkungan, air hujan tidak hanya menjadi air limpasan
tetapi dapat dimanfaatkan.
b. Air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi
persyaratan sebagai air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut.
c. Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat
darurat atau terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat
terjadi bencana alam. Selain itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa
membutuhkan sistem penyaluran air.
d. Air hujan bisa menjadi cadangan air bersih, maksudnya pemanenan air hujan dapat
mengurangi kebergantungan pada sistem penyediaan air bersih yang ada
sebelumnya.
e. Sebagai salah satu upaya konservasi air.
f. Pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat
dibangun sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan perawatan tidak
membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu, sehingga sangat ekonomis jika
diterapkan oleh masyarakat.
Selain beberapa keuntungan di atas, juga terdapat beberapa keterbatasan dalam
pemanenan air hujan. Berikut ada beberapa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu :

a. Luas daerah tangkapan hujan dan kapasitas penyimpanan.


b. Pemeliharaan sistem pemanenan air hujan.
c. Pengembangan sistem pemanenan air hujan yang luas sebagai salah satu alternatif
sumber air bersih dapat mengurangi pendapatan perusahan air minum yang ada di
daerah tersebut.
d. Tidak atau jarang ada pedoman yang jelas untuk diikuti bagi pengguna atau
pengembang sistem pemanenan air hujan.
e. Curah hujan adalah faktor terpenting dalam pengopersian sistem pemanenan air
hujan.

Gambaran umum sistem pemanenan air hujan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Sistem Pemanenan Air Hujan

(Sumber: Yogi, 2016)

2.4 Rainwater Cacthment


Rainwater Catchment adalah teknologi untuk mengumpulkan air hujan dari bidang
tangkapan, menyimpannya dalam reservoir, untuk digunakan kembali. Bidang tangkapan
dapat berupa atap atau lapisan kedap air; dan reservoir mulai dari yang sederhana seperti pot
dan tangki, hingga yang lebih kompleks seperti tangki bawah tanah (ground tank). Air hujan
merupakan sumber air bersih terbarukan yang ideal untuk penggunaan rumah tangga
(domestik), serta sebagai proses berkelanjutan yang dapat dikembangkan karena biaya
rendah dan perawatan yang mudah (Abdulla and Al-Shareef, 2009).
Bahan atap sebagai bidang tangkapan air hujan menjadi perhatian khusus. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa jenis bahan atap berkaitan dengan kualitas mikrobiologi air
hujan yang baru dipanen. Total coliform berbeda secara signifikan dari berbagai bahan atap,
menunjukkan bahwa pilihan bahan atap dapat membentuk struktur komunitas
mikroorganisme yang memasuki tangki penyimpanan air hujan (Bae et al., 2019; Sánchez et
al., 2015). Di Korea, baja galvanis ditemukan sebagai bahan yang paling cocok untuk
aplikasi panen air hujan, karena dapat memenuhi standar kualitas air minum. Diduga,
paparan sinar ultraviolet dan suhu tinggi secara efektif mendisinfektan air hujan yang
dipanen (Lee et al., 2012). Pada penggunaan atap hijau, ditemukan kandungan Arsenik dan
pestisida, dipengaruhi oleh media tanam, pemupukan, dan pembasmian hama (Mendez et al.,
2011).

Tekstur permukaan bahan juga ikut mempengaruhi kualitas air. Permukaan bahan
bidang tangkapan dengan tekstur kasar dan berpori akan semakin meningkatkan jumlah
polutan yang bersarang (Egodawatta et al., 2009). Penggunaan bahan atap yang halus akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas air (Abdulla and Al-Shareef, 2009). Bahan atap dari
logam dan genting beton cenderung memberi konsentrasi bakteri fecal yang lebih rendah
dibandingkan dengan bahan atap lainnya (Mendez et al., 2011). Sehingga, tidak
direkomendasikan untuk mengkonsumsi air hujan yang tidak diolah (Hamilton et al., 2017).
Sistem panen air hujan harus dirancang dengan hati-hati untuk mengurangi kontribusi dari
baja, pipa, pembusukan organik, kotoran burung, debu industri dan debu tepi jalan
(Helmreich and Horn, 2009; Leong et al., 2017).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep perancangan sistem pemeanenan air hujan
menggunakan rainwater catchment berdasarkan referensi teori dan tinjauan pustaka.
Perancangan ini dilakukan dengan menerapkan konsep rainwater catchment. Dimana konsep
rainwater catchment digunakan untuk menampung hasil pemanenan air hujan untuk diolah
menjadi air bersih.

3.1 Analisis Kebutuhan Data


Pada penembangan sistem ini dilakukan analisis kebutuhan, yang mana kebutuhan
data dalam perancangan pemanenan air hujan menggunakan rainwater catchment terdiri
sebagai berikut.

3.1.1 Curah Hujan


Dalam konsep pemanenan air hujan dibutuhkan data curah hujan tahunan untuk
menentukan kapasitas air hujan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan air bersih untuk
masyarakat. Data curah hujan yang digunakan selain curah hujan tahunan yaitu curah hujan
pada musim kering untuk mendapatkan ukuran tangka rainwater catchment. Salah satu
contoh kasus data curah hujan tahunan (mm) yang dapat digunakan pada konsep
pemanenan air hujan ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Data Curah Hujan Tahunan

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total
34 51 144 75 189 103 70 131 218 140 81 83 1319
65 103 45 101 25 68 57 96 61 211 45 119 996
72 59 82 99 81 107 43 132 139 303 30 149 1296
74 84 107 27 142 118 57 122 64 57 159 112 1123
167 63 97 58 94 78 172 117 87 142 120 85 1280
122 74 111 37 33 32 83 142 131 252 118 56 1191
70 65 207 34 57 168 278 162 108 214 243 53 1659
230 138 140 183 32 137 51 110 115 107 69 170 1482
105 112 87 81 94 98 16 249 129 160 96 204 1431
90 39 35 31 211 84 93 144 235 166 38 341 1507
RATA - RATA CURAH HUJAN 1328,4
Berikut adalah data curah hujan pada musim kering berdasarkan contoh kasus
diatas. Curah hujan rendah terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan rata-rata 78.8
mm, April dengan curah hujan rata-rata 72.6 mm, Mei dengan curah hujan rata-rata 95.8
mm, Juni dengan curah hujan rata-rata 99.3 mm, Juli dengan curah hujan rata-rata 92 mm,
dan November dengan curah hujan rata-rata 99.9 mm. Sehingga total jumlah curah hujan
musim kering selama 6 bulan adalah 534.8 mm.

3.1.2 Luas Atap


Berdasarkan contoh kasus yang digunakan, diketahui luas atap sebesar 25 m2.
Sehingga air yang ditampung dari curah hujan rata-rata adalah sebagai berikut.
1328 𝑚𝑚
𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 = 25 𝑚2 𝑥 = 33,2 𝑚3 /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
1000
3.1.3 Jumlah Penduduk
Berdasarkan contoh kasus yang digunakan, diasumsikan data jumlah rata-rata
penduduk setiap rumah berjumlah 5 orang.

3.1.4 Kebutuhan Air Tahunan


Data kebutuhan air tahunan diambil dari kebutuhan air setiap aktivitas masyarakat.
Data kebutuhan air yang dapat digunakan meliputi minum dan memasak, sanitasi
(hygiene), mencuci, dan hewan ternak. Data kebutuhan air tahunan ini digunakan untuk
menghitung kebutuhan air masyarakat dalam satu tahun. Salah satu contoh kasus data
kebutuhan air tahunan yang dapat digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2 Kebutuhan Tahunan

Aktivitas Kebutuhan
Minum & Memasak (l/o/h) 9,3
Sanitasi (l/o/h) 5,7
Mencuci (l/o/h) 5,0
Hewan Ternak (l/individu/h) 10,0
Jumlah Kebutuhan harian
0,030
(m3/h)
Jumlah Kebutuhan tahunan
54,75
(m3)
Dilihat dari table 3.2 diatas, jumlah kebutuhan tahunan seluruh aktivitas lebih besar
dari rata-rata curah hujan tahunannya. Maka aktivitas yang di prioritaskan adalah minum,
memasak, dan sanitasi.

Untuk menghitung kebutuhan minum dan memasak dilakukan perhitungan berikut.

𝑚3
𝑀𝑖𝑛𝑢𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 = 5 𝑥 0.0093 𝑥 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 16,9725 𝑚3
ℎ𝑎𝑟𝑖

Untuk menghitung kebutuhan sanitasi dilakukan perhitungan berikut.

𝑚3
𝑆𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 = 5 𝑥 0.0057 𝑥 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 10,4025 𝑚3
ℎ𝑎𝑟𝑖
Sehingga Kebutuhan tahunan yang didapatkan sebesar 27,375 m3. Selain kebutuhan
tahunan perlu di hitung juga kebutuhan dari curah hujan pada musim kering untuk 6 bulan
sebagai berikut.

𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 6 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 = 27,375 𝑚3 𝑥 0.5 = 13,6875 𝑚3

3.1.5 Luas Ukuran Tangki


Luas tangki yang digunakan untuk menampung air hujan di design berdasarkan
kebutuhan air pada musim kering, karena konsep rainwater catchment ini digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air penduduk pada saat keadaan air sumur, air tanah, dan air PDAM
mengalami kekurangan pasokan air bersih. Berikut adalah ukuran tangka berdasarkan studi
kasus diatas.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑀𝑢𝑠𝑖𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = 0,584 𝑚 𝑥 25 𝑚3 = 13,6 𝑚3

𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖 = 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 6 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 − 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑀𝑢𝑠𝑖𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖 = 13,6875 𝑚3 − 13,6 𝑚3 = 0,0875 𝑚3 = 87,5 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟

3.2 Perancangan Umum


Pada perancangan umum dijelasakan proses kerja dari konsep pemanenan air hujan
menggunakan rainwater catchment melalui blok diagram.

3.2.1 Blok Diagram


Pada tahap ini merupakan perancangan blok diagram dari konsep pemanenan air
hujan yang dirancang. Blok diagram menggambarkan alur proses sistem dari masukkan
hingga keluaran yang dihasilkan seperti pada Gambar 3.1.

Proses Water Catchment & Filtrasi

Catchment
Air Hujan Talang Air Filtrasi Primer
Area

Pipa Tangki
Water Disposal Water Use
Penyaluran Penampungan

Keluaran Air Bersih

Gambar 3. 1 Blok Diagram Pemanenan Air Hujan


Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram konsep pemanenan air hujan dengan
penjelasan sebagai berikut:

1. Air hujan yang turun sesuai dengan siklusnya dan intensitas yang berbeda-beda
tiap bulannya.
2. Cacthment area merupakan suatu alat yang digunakan untuk menampung air
hujan yang turun. Proses ini juga dapat dilengkapi dengan proses sedimentasi.
Sedimentasi merupakan proses pengendapan flok partikel dan pemisahan
kotoran dari air hujan, sehingga air tersebut akan menjadi jernih dan endapan
dapat dibuang atau digunakan ulang.
3. Talang air digunakan untuk menyalurkan hasil dari sedimentasi pada catchment
area menuju tempat filtrasi air.
4. Filtrasi primer merupakan proses pengolahan air hujan hasil sedimentasi
sebelumnya dengan melakukan filtrasi atau penyaringan untuk menghilangkan
zat padat tersuspensi dari air melalui media berpori. Beberapa jenis yang dapat
digunakan dalam melakukan proses filtrasi yaitu filtrasi pasir lambat, filtrasi
pasir cepat, filtrasi karbon akif, filtrasi karbon membrane, dsb.
5. Tangki penampungan digunakan untuk menampung hasil pengolahan air hujan
yang sudah di filtrasi dan sedimentasi. Pada tangka ini air hujan yang dipanen
sebelumnya sudah dapat digunakan atau dikonsumsi.
6. Pipa penyaliuran digunakan untuk menyalurkan air bersih dari air hujan yang
sudah di olah ke rumah-rumah penduduk.
7. Water use merupakan tahap penggunaan air sesuai dengan kebutuhan masing-
masing masyarakat seperti drinking, cooking, washing, dan cleaning.
8. Water disposal merupakan proses pembuangan air yang sudah dipakai oleh
masyarakat yang nantinya akan tersalurkan ke badan air (sungai).

3.3 Evaluasi
Berdasarkan contoh studi kasus diatas memberikan hasil evaluasi berupa jumlah
kebutuhan air setiap rumah untuk 1 tahun berjumlah 27,375 m3 atau 27375 liter, dan untuk
musim kering selama 6 bulan yaitu bulan Februari, April, Mei, Juni, juli, dan November
berjumlah 13,6875 m3 atau 13687,5 liter. Sehingga pasokan air yang harus disalurkan dari
pengolahan air hujan menjadi air bersih sebesar kebutuhan yang sudah diperhitungkan
sebelumnya agar tidak terjadi kelebihan pasokan atau pemborosan, dan kekurangan pasokan.
DAFTAR PUSTAKA

Bunga Irada Amalia, A. S. (2014). KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN PERUBAHAN


IKLIM: STUDI KRISIS AIR DI KEDUNGKARANG KABUPATEN DEMAK.
Jurnal Teknik PWK, Vol. 3 No. 2, 295-302.
Goals, S. D. (2017). Sustainable Development Goals. Retrieved from sdg2030indonesia:
https://www.sdg2030indonesia.org/
Littaqwa, A. A. (2021). Rainwater Harvesting Sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Air
Bersih. Indonesian Journal of Engineering, 52-64.
Statistik, B. P. (2020). Statistik Air Bersih 2014-2019. In S. H. Ika Wahyu Pradipta, Statistik
Air Bersih 2014-2019 (p. xiv + 62). Jakarta: Badan Pusat Statisttik/BPS - Statistics
Indonesia.
Kodoatie, Robert J dan Sjarief, Roestam. 2010. “Tata Ruang Air”. Yogyakarta: Penerbit Andi
Rusbiantoro, Dadang. 2007. “Global warming for beginner”. Yogyakarta: O2 Panembahan
UNDP Indonesia. 2007. “Sisi Lain Perubahan Iklim”. Jakarta: UNDP
Muthia Ferdina, B. S. (2018). Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Dengan Sistem Rain
Harvesting Di Desa Pematang Duku Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Jom
FTeknik, Volume 5, 1-8.
Yogi Septian Malik, I. S. (2016). KAJIAN PEMANENAN AIR HUJAN SEBAGAI
ALTERNATIF PEMENUHAN AIR BAKU DI KECAMATAN BENGKALIS. Jom F
Teknik, Volume 3, 1-13.
Abdulla, F.A., Al-Shareef, A.W., 2009. Roof rainwater harvesting systems for household water
supply in Jordan. Desalination 243, 195– 207.
Helmreich, B., Horn, H., 2009. Opportunities in rainwater harvesting. Desalination 248, 118–
124.
Mendez, C.B., Klenzendorf, J.B., Afshar, B.R., Simmons, M.T., Barrett, M.E., Kinney, K.A.,
Kirisits, M.J., 2011. The effect of roofing material on the quality of harvested rainwater.
Water Research 45, 2049–2059.

Anda mungkin juga menyukai