Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN AKHIR

Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

BAB - 4
STANDAR/KRITERIA
PERENCANAAN

4.1 KRITERIA PERENCANAAN

4.1.1 Unit air Baku

4.1.1.1 Bangunan Intake

Intake atau bangunan penangkap air adalah bangunan penyadap air atau alat yang
berfungsi untuk mengambil air dari sumbernya. Pada dasarnya intake dilengkapi
dengan kisi-kisi atau saringan dimana air baku masih dapat melewatinya. Fungsi dari
bangunan penangkap air adalah untuk menampung air sementara sebelum dialirkan
melalui pipa transmisi. Hal ini untuk menjamin kuantitas air bersih sesuai dengan
kebutuhan kota.

Dalam pererencanaan bangunan penangkap air perlu diperhatikan hal-hal sebagai


berikut:

 Topografi sumber

 Debit yang akan diambil

 Faktor teknis dan ekonomis

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-1


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Dalam penentuan lokasi intake ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar intake
dapat berfungsi dengan baik, yaitu:

 Tersedia air baku yang memenuhi syarat kualitas air baku.

 Tidak terancam arus deras.

 Kuantitas mencukupi (sampai akhir batas perencanaaan).

 Mudah diambil dan dicapai.

 Lokasi intake sebaiknya di bagian hulu (sebelum tercemar oleh kegiatan


masyarakat).

Adapun syarat-syarat dari intake adalah sebagai berikut:

 Keandalan (memenuhi: kualitas dan kuantitas)

 Keamanan (tidak ada faktor kontaminasi, tidak rusak)

 Operasi yang murah

 Biaya operasi yang murah

Selain persyaratan diatas, intake itu juga harus ditempatkan pada suatu lokasi yang
tepat, yaitu sungai, danau dan sumber air permukaan lainnya. Sedangkan syarat-
syarat dari penentuan lokasi intake antara lain:

 Mudah dijangkau

 Dapat diandalkan

 Dapat memberikan suplai air dalam jumlah yang spesifik

 Perlu dilakukan studi, untuk menentukan lokasi intake

 Hak guna air

 Kualitas sumber air

 Kondisi alam (Geografis dan geologis)

 Fluktuasi aliran air

 Ketinggian muka air (untuk menentukan titik sadap air)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-2


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Peraturan dan hukum yang berlaku dari instalasi yang berwenang

 Kondisi ekonomi

Seperti yang kita ketahui bahwa bangunan intake satu sama lain mempunyai bentuk
yang berbeda sesuai dengan sumber airnya misalkan broncapterig kata lain dari
intake untuk mata air, intake tipe jembatan atau ponton untuk sungai, dam atau
waduk kata lain dari intake untuk sungai yang dibendung dan masih banyak lagi yang
lainnya, namun semuanya mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk menangkap air
baku dengan kapasitas yang memadai sebelum dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air.

Dasar perencanaan bangunan penangkap air:

 Intake dibangun tegak lurus terhadap aliran untuk menghindari masuknya pasir
ke dalam bangunan

 Dibangun sedemikian rupa sehingga dalam kondisi yang terburuk masih dapat
dipergunakan

 Dibangun dengan mempertimbangkan kemungkinan peningkatan kapasitas air


dimasa yang akan datang

 Konstruksi beton yang terletak dibagian luar harus kedap air

Sekarang ini telah banyak jenis-jenis intake atau bangunan pengambilan air ini, intake
sungai antara lain adalah tower, crib, shome dan pipe/condult.

A. Intake Tower

Lokasi. Lokasi diusahakan sedekat mungkin dengan tepian air minum yang
ditempatkan dengan kedalaman air minum 10 ft (3 m), kecuali intake yang
berukuran kecil.

Bentuk dan Ukuran. Bagian puncak tower minimum harus dapat mencapai
ketinggian 5 ft (1,5 m) diatas permukaan air tertinggi. Jembatan penghubung juga
harus memiliki ketinggian yang sama. Diameter tower harus cukup besar untuk
meletakkan dan memperbaiki pintu intake juga pompa.

Struktur. Material yang digunakan untuk membangun tower harus kuat dan tahan
lama, seperti rainforced concrete dan harus dibangun diatas pondasi yang kokoh
sehingga dapat bertahan walaupun terjadi bencana banjir.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-3


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Intake Ports. Pintu intake port haruslah tersedia untuk beberapa kedalaman air.
Pintu terendah terletak 2 ft dari dasar. Interval vertikal dari pintu-pintu
berikutnya antara 10 – 15 ft (3 – 4,5 m). Kecepatan aliran yang melewati pintu
pada ketinggian yang sama tidak lebih dari 1 fps (0,3 m/s). Didaerah-daerah yang
sering terjadi pembekuan air, kecepatan aliran air yang dianjurkan dibawah 0,5
fps (0,15 m/s).

B. Shore Intake

Lokasi. Shore intake harus ditempatkan dengan ketinggian air minimal 6 ft atau
1,8m.

Tipe. Shore intake tipikal. Tipe Sumur siphon, tersuspensi, terapung, tergantung
situasi daerahnya.

Intake Bay. Intake bay harus dapat dilewati aliran dengan kecepatan maksimal
15fps (0,45m/s). Jika terdapat sampah ataupun es dalam jumlah yang besar,
kecepatan harus diturunkan sampai dibawah 1 fps (0,3 m/s).

C. Intake Crib

Lokasi. Lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak dilokasi dimana intake
crib tidak akan terbenam oleh sedimen yang terbentuk, terbawa aliran sungai.

Struktur. Terletak pada area dimana ketinggian air lebih dari 10 ft, puncak intake
harus berada 3 ft (1 m) dari dasar. Jika ketinggian air kurang dari 10 ft, crib harus
diletakkan dibawah dasar sungai sejauh 1–3 ft (0,3–1 m). Semua sisi harus
dilindungi dengan tembok batu ataupun lempengan beton. Kecepatan maksimal
aliran yang lewat adalah 0,25–0,5 fps (0,08–0,15 menit per detik).

D. Intake Pipe/Condult

Ukuran. Dalam upaya mencegah akumulasi sedimen, dengan ukuran pipa/condult


haruslah memadai agar dapat dilewati air dengan kecepatan maksimum aliran 3–
4 ft (0,09–1,2 m/s).

Perlindungan. Jika pipa harus menyebrangi sungai ataupun danau untuk menuju
shaft, puncak harus dilindungi. Kadang-kadang pecahan batu harus diletakkan
diatas selokan penghubung sebagai pelindung.

Kemiringan. Untuk menghindari terjebaknya udara dalam saluran pipa, maka


harus diletakkan dalam kondisi miring.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-4


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Infiltration Gallery. Arah memiliki sudut yang tepat terhadap sungai ataupun
paralel dengan arah aliran yang tergantung pola underflow, tingkat kesulitan,
bahaya pembangunan gallery.

Kedalaman. Kedalaman yang umum adalah 5 ft (4,5 m) dibawah dasar sungai


ataupun danau. Namun demikian kedalaman yang sebenarnya haruslah
ditentukan berdasarkan study hidrologi

Kriteria Perencanaan:

 KemiringanBar ( 40 – 60 ).

 Diameter Bar ( 0.5 – 1 ) inch.

 Kecepatan aliran ( 0.3 – 0.6 ) m/det.

 Lebar saluran 1.5 m.

Perhitungan:

 Luas Permukaan Saringan (As)

As = Debit (Q) / Kecepatan (V)

 Lebar total bukaan saringan (Ws)

Ws = As.Sin  / Diameter Bars

 Jumlah batang (n)

n = (Lebar Saluran – Ws) / Diameter Batang

 Jarak antar batang (b)

B = Ws / (n-1)

4.1.1.2 Perlengkapan Bangunan Intake

Bangunan intake mempunyai perlengkapan sebagai berikut:

 Screen

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-5


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Screen adalah penyaring atau penahan yang terbuat dari batang-batang besi
tegak. Pada screen, partikel-partikel mengambang, sampah dan benda-benda
terapung lainnya yang mungkin ada ditempat-tempat penyadapan terutama di
bangunan sadap sungai (intake) dapat disisihkan. Cara penyisihannya yaitu
dengan melewatkan air pada screen sehingga partikel-partikel yang tidak
diinginkan dapat tertahan di screen tersebut. Screen berada pada struktur intake,
reservoir dan sungai.

Screen mempunyai bukaan/opening yang umumnya berukuran seragam,


materinya berupa bar (batang), wire (kawat), grating,perfored plate; berbentuk
lingkaran ataupun segiempat. Screen dari paralel bars atau rods disebut: rack yang
fungsinya untuk melindungi pompa-pompa, valve, pipa dan instalasi lainnya.
Istilah screen dikhususkan untuk perforated plate dan wire chlot.

 Wash Out

Berfungsi untuk pengurasan/ drainase berkaitan dengan proses pengendapan di


daerah mulut intake.

 Over Flow

Over Flow berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air sehingga tinggi muka air
akan konstan.

 Alat Ukur Debit

Alat ukur debit berfingsi untuk mengetahui jumlah air yang mengalir dalam pipa
transmisi.

 Mistar Ukur

Mistar ukur digunakan untuk mengetahui kedalaman/ ketinggian dari dasar intake.

4.1.1.3 Screen

Screen adalah penyaring atau penahan yang terbuat dari batang-batang besi atau baja
tegak. Pada screen, partikel-partikel mengambang, sampah dan benda-benda
terapung lainnya yang mungkin saja berada di tempat-tempat penyadapan terutama
di bangunan sadap sungai (intake) dapat disisihkan. Cara penyisihannya yaitu dengan
melewatkan air pada screen sehingga partikel-partikel yang tidak diinginkan dapat

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-6


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

tertahankan discreen tersebut. Screen berada pada struktur intake, reservoir dan
disungai.

Kriteria perencanaan:

 Bar Screen

Bars screen (racks) harus disediakan pada setiap pintu, diletakkan pada bagian
yang terbuat dari baja dan diletakkan 2 – 3 Inchi antara satu sama lainnya. Pada
kondisi normal kecepatan aliran yang melewati bukaan bar screen tidak boleh
melewati 2 fps (0,6 m/s). Pada kasus-kasus khusus kecepatan aliran dibatasi
dibawah 0,5 fps untuk mencegah ikan-ikan kecil terhisap.

 Fine Screen

Perlu dipasang untuk menyisihkan benda-benda terapung dan melindungi ikan.


Pada bagian besar khusus, jarak bukaan saringan berkisar antara 3 – 16 dan 3 – 8
inci ( 5 - 9,5 mm) dan kecepatan aliran maksimum yang melewati saringan adalah
2 ft. Penggunaan pembersih hidrolik otomatis sangat direkomendasikan. Jika
intake terletak didaerah yang sangat dingin maka intake tower dan saringan harus
dilindungi dari es.

 Metoda pembersih: hand cleaned (manual) dan mechanically cleaned


(otomatis).

 Rack  1 inchi (25 mm)

 Screen  ¼ inchi (6 mm)

 Bar dipasang vertikal atau inclined/miring dengan  = 30 – 80o terhadap


horizontal.

 Head loss pada rack: berbentuk bar dan velocity head.

 Kemiringan bar (40 – 60)o.

 Diameter bar (0,5 – 1) inchi.

 Kecepatan aliran (0,3 – 0,6 m/det).

 Lebar saluran 1,5 m.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-7


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Perhitungan:

 Luas permukaan saringan, As = Q/V.

 Lebar total bukaan saringan, Ws = As sin/diameter bar.

 Jumlah batang, n = {lebar bukaan – Ws} / diameter batang

 Jarak antar batang, b = Ws / [n-1]

 HL =  (v/b)4/3 . hv . sin 

Dimana:

HL = head loss / kehilangan tekanan (m), untuk bar yang bersih akan
bertambah dengan meningkatnya clogging.

 = faktor bentuk bar

 (lingkaran) = 1,79

 (segiempat tajam) = 2,42

v = lebar rack (m)

b = jarak antar bar (m)

hv = velocity head (m)

 = sudut antar bar dengan bidang horizontal

HL = ½ g (Q/CA)2 .............(untuk Orifice pada fine screen)

Dimana:

C = koefisien discharge  0,60 (typikal)

Q = kapasitas (m2/det)

A = luas lubang screen basah (m2)

g = gravitasi (m/det2)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-8


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

4.1.2 Unit Transmisi

Sistem transmisi merupakan salah satu bagian dari Unit Produksi air minum yang
berguna untuk menghantarkan air baku ke Instalasi Pengolahan Air. Dalam
perencanaan sistem transmisi ini digunakan satu jalur pipa. Kedalaman dari
penempatan pipa transmisi adalah 0.8 m – 1.5 m dari muka tanah, hal ini perlu
diperhatikan untuk menjamin keamanan sistem dari berbagai gangguan. Kecepatan
aliran air di dalam pipa adalah 0.6 m/detik – 3 m/detik. Untuk menentukan dari
sistem transmisi, maka perlu diperhatikan dengan baik jalur pipa transmisi air baku
guna menciptakan energi yang baik, ekonomis, mudah dirawat.

Pada kondisi kemiringan tanah cukup besar sehingga untuk dapat menghantarkan air
dalam jumlah yang cukup maka pipa transmisi dilengkapi dengan perlengkapan
pembantu seperti valve, bak pelepas tekan, blow off dan sebagainya.

Perletakan pipa transmisi sebaiknya ditempatkan pada daerah yang telah mempunyai
jalur untuk mempermudah pengangkutan, pemasangan, pemgawasan dan
perawatan. Penentuan diameter dilakukan dengan memperhitungkan jumlah air yang
akan dialirkan, perbedaan tinggi yang tersedia, kapasitas dari perlengkapan pipa
maupun suku cadangnya dan kehilangan tekanan maksimum yang mungkin terjadi.

Dalam pembuatan pipa transmisi ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan
adalah faktor-faktor berikut ini:

 Dari segi tinjauan hidrolis

Cara pengaliran diusahakan secara gravitasi dengan menggunakan tekanan yang


tersedia semaksimal mungkin dan diakhir transmisi disarankan terdapat sisa tekan
yang dapat mengalirkan air ke Unit IPA atau ke reservoir distribusi sehingga proses
dapat berjalan dengan sistem gravitasi secara keseluruhan. Pada akhir transmisi
diharapkan terdapat sisa tekan minimal 10 mka.

Gambar 4-1 Contoh Profil Hidrolis

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-9


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Dari segi ekonomis

Jalur transmisi diusahakan pendek dan penggunaan diameter yang paling sesuai
serta menghindari penggunaan perlengkapan yang terlalu banyak dan perlu
memperhatikan pula umur dari pipa agar dapat diperhitungkan berapa besar
biaya yang diperlukan untuk memelihara sistem dan adanya kemungkinan
pengadaan jalur yang baru.

 Dari segi teknis dan operasional

Menghindari penggalian dan penimbunan tanah yang terlalu banyak.


Penempatan pipa dipilih daerah yang mudah pengerjaanya dan mudah untuk
melakukan pengawasannya.

Perhitungan Pipa Transmisi

Dimensi pipa transmisi dapat ditentukan menggunakan rumus Hazen William sebagai
berikut:

Dimana:
D = Diameter pipa (m)
Q = Debit aliran (m3/det)
C = Koefisien kekerasan
S = Sloop (m/m)

Koefisien kekasaran pipa, bergantung pada jenis dan kondisinya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4-1 Nilai koefisien Kekasaran Pipa Untuk Pipa Baru

No Material Hazen Wiliams C


1 Cast Iron 130 – 140
2 Concrete or Concrete Line 140
3 Galvanized Iron 120
4 Plastic dan PVC 140 – 150
5 Steel dengan Cemen Lining 140 – 150
6 Vitrified Clay 110

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-10


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Jenis pipa yang akan digunakan dalam pekerjaan ini adalah pipa baja dengan
spesifikasi steel water pipe, AWWA C 208 dengan diameter 300 mm.

4.1.3 Unit Produksi

Salah satu bagian dari Unit Produksi adalah Instalasi Pengolahan Air (IPA). Jenis IPA
ada berbagai macam, pemilihannya biasanya sesuai dengan kondisi kualitas air baku
yang akan digunakan. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis IPA yang umum
digunakan di Indonesia, yaitu yang sesuai dengan kebutuhan kondisi kualitas air yang
umum dijumpai.

4.1.3.1 Koagulasi dan Flokulasi

Flokulasi dan koagulasi merupakan tempat dimana proses penambahan zat kimia
pembentuk flok atau koagulan kedalam air baku, sehingga bercampur dengan koloid
yang tidak dapat mengendap serta suspensi yang sulit untuk mengendap sehingga
terbentuk flok-flok yang cepat mengendap. Pada koagulasi, terjadi penambahan
koagulan dan pencampuran pada saat memberi kesempatan pada koagulan untuk
bercampur dengan air baku. Segera setelah pengadukan cepat, air dialirkan ke proses
flokulasi, dimana terbentuk flok-flok yang lebih besar pada pengadukan lambat.
Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat mengakibatkan pecahnya flok
yang sudah terbentuk. Pada proses koagulasi tidak boleh terjadi pengendapan,
partikel/flok yang terbentuk akan diendapkan di bak sedimentasi.

Fungsi proses ini adalah jumlah partikel koloid tersuspensi yang sulit mengendap
sehingga mengurangi beban untuk proses selanjutnya (sedimentasi, filtrasi pasir
cepat). Jika partikel-partikel yang tergantung sulit untuk di endapkan, dapat juga
dilakukan penambahan kekeruhan seperti penambahan claya, sehingga partikel-
partikel yang sulit mengendap diharapkan dapat ikut mengendap bersama dengan
partikel hasil penambahan tersebut. Prinsip flokulasi dan koagulasi kimiawi adalah
destabilisasi dan pengikatan partikel-partikel koloid secara bersama-sama. Proses ini
juga menyangkut pembentukkan flok-flok yang mengadsorp dan menangkap atau
mengikat partikel koloid di dalam air. Selain itu terbentuk flok-flok yang lebih besar
sehingga mudah diendapkan dan disaring.

Proses yang termasuk ke dalam bagian proses koagulasi flokulasi adalah:

a. Pembubuhan Koagulan.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-11


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Pembubuhan koagulan ini dimaksudkan agar partikel-partikel koloid yang sulit


diendapkan dapat membentuk flok-flok yang lebih besar yang dapat mengendap
dengan sendirinya. Harus diperhatikan dalam pembubuhan koagulan adalah pH
yang efektif sesuai dengan koagulan yang akan dibubuhkan.

b. Pengadukan Cepat.

Proses ini dimaksudkan agar terjadi pencampuran antara koagulan dengan air
secara cepat dan segera. Hal sangat membantu untuk menghasilkan proses
flokulasi yang baik, karena proses ini memerlukan distribusi baik dan merata dari
bahan koagulasi dengan air secara cepat. Didalam prakteknya pengadukan
dengan cepat dilakukan dengan cara:

 Memanfaatkan ketinggian air jatuh (Hydraulic Jump).

 Menggunakan alat pengaduk mekanis.

 Mempergunakan alat pengaduk secara gravitasi.

c. Pengadukan Lambat

Atau Proses Secara Gravitasi proses ini dimaksudkan untuk memberi waktu yang
cukup untuk kontak antara koagulasi yang terhidrolisa dalam air dengan partikel-
partikel koloid dan kemudian membentuk flok-flok dalam aliran yang lebih besar
yang dapat diendapkan dalam bak pengendapan. Secara umum pengadukan
lambat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Secara Gravitasi, yaitu dengan menggunakan Bafled Channel (aliran yang


berkelok-kelok).

 Secara Mekanis, yaitu dengan menggunakan pengaduk mekanis.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai koagulasi yaitu:

 Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O)

 Bentuk serbuk

 Natrium Aluminat (NaAlO2)

 Bentuk serbuk

 Ferri Klorid (FeC13.8H2O)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-12


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Bentuk Serbuk

 Ferri Sulfat (Fe(SO4)3.7H2O)

 Bentuk kristal kecil

 Ferro Sulfat (FeSO4.7H20)

 Bentuk kristal kecil

 Kapur (CaO)

 Bentuk serbuk

 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

 Bentuk serbuk

Mekanisme Yang Terjadi

Kekeruhan yang terjadi pada air baku dari sumber air permukaan berasal dari partikel
yang disebut dengan “Colloid”. Colloid memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu
sekitar 0,001–
colloid tersebut dapat mudah mengendap maka perlu dilakukan pengelompokan
diantara colloid tersedut sehingga membentuk partikel yang memiliki ukuran yang
besar dan mudah mengendap.

Colloid biasanya bermuatan ion negatif, sehingga agar dapat saling tarik menarik
dengan colloid lainnya dibutuhkan pemberian ion positif. Dengan pemberian ion
positif dan dilakukan pengadukan maka sejumlah colloid akan saling menempel dan
membentuk flock.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-13


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

+
+
+ +
Colloid bermuatan
ion negatif

+
Pemberian ion positif yang
berasal dari bahan
koagulan

+
Membentuk Flock
+ +
+

+ +

Mengendap

Setelah flok terbentuk maka dapat dilakukan proses pengendapan. Kecepatan endap
flok sekitar antara 0,3 – 0,45 m/jam

Reaksi kimia yang terjadi:

Al2(SO4)3.18H2O  Al3+ + 3SO42- + 18H2O

2Al3 + 6OH-  Al2O3.XH2O

Al2(SO4)3.18H2O  4nH2O + 6NaAlO2  4Al2O3.nH2O + 3Na2SO4

FeCl3 + (n+3)H2O  Fe2O3 . nH2O + 6HCl

6FeSO4 + 3Cl2  FeCl3 + 2Fe2(SO4)3

Design Kriteria

 Koagulasi:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-14


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan koagulan ke air baku. Proses


pembubuhan bahan koagulan ini membutuhkan pengadukan dengan G sebesar
500 /dt.

 G (Gradient velocity) = 500 - 1000 per detik

 Td (waktu tinggal) = 120 – 600 detik

 G x Td = 104 - 105

 Flokulasi:

Flocculasi adalah proses pembentukan flocc dari colloid yang terkandung di


dalam air baku. Untuk proses flocculasi ini membutuhkan pengadukan dengan
nilai G antara 20 hingga 100 /dt. Proses flocculasi juga membutuhkan waktu
tertentu yaitu t = 10 – 30 menit.

Dan Gt = 104 – 105 , tanpa satuan

 G (Gradient velocity) = 20 – 100 per detik

 Td (waktu tinggal) = 1200 – 2400 detik

 G x Td = 104 - 105

 G Value

Proses pengelompokan dua atau lebih materi, misalkan colloid, di dalam air akan
dipengaruhi oleh faktor kecepatan (dv) dan jarak (dz) antara partikelnya.
Perbandingan antara kecepatan partikel dan jarak antara partikel untuk bertemu
dan mengelompok disebut gradien velocity atau memiliki simbul G dengan satuan
1/dt.

dv

dz

Gradient velocity (G) = dv/dz (1/dt)

P
G
( .C )

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-15


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Dimana:

- P = Power =.g.H.Q

-  = Kerapatan air pada 26o C = 0,996 ton/m3

- g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2

- H = Kehilangan tekanan (m)

- Q = Kapasitas aliran (m3/dt)

-  = -6 m2/dt

- C = Volume air (m3)

 Pengadukan Secara Hidrolis

Pengadukan secara hidrolis biasanya menggunakan konstruksi Baffel Chanel. Jenis


aliran pengadukan di baffel chanel terdiri dari dua macam yaitu aliran horizontal
(zig-zag) dan aliran vertikal (up and down). Pada kedua jenis aliran pada baffel
chanel ini pada prinsipnya akan terjadi peristiwa kehilangan tekanan air/ head
loss h, yang selanjutnya akan menciptakan Power dan menghasilkan gradient
velocity (G).

 Baffel Chanel Dengan Aliran Horizontal

Baffel chanel dengan aliran horizontal akan menghasilkan aliran air yang
mengalir secara zig-zag sebagai berikut:

v2

Inlet
v1
Outlet

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-16


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Pada baffel chanel dengan jenis aliran horizontal akan terjadi dua macam
aliran yaitu aliran lurus dengan kecepatan v1 (m/dt) dan aliran berkelok
dengan kecepatan v2 (m/dt) , dimana dari kedua jenis kecepatan aliran
tersebut masing-masing akan menghasilkan kehilangan tekanan, sebagai
berikut:

h1 = v12/ 2g (m), dan h2 = v22/ 2g (m)

Dimana g = gravitasi (m/dt2 )

Pada baffel chanel aliran horizontal, Apabila jumlah h1 adalah n, maka jumlah
h2 adalah (n-1).

 Baffel Chanel Dengan Aliran Vertikal

Baffel chanel dengan aliran jenis vertikal akan menghasilkan aliran air yang
naik turun (up and down), sebagai berikut:

h1

h2
v2 h3
Inlet
Outlet

v1 v3

Kehilangan tekanan akan dihasilkan oleh masing-masing kecepatan aliran yang


melalui masing-masing lubang, yang merupakan jenis aliran bejana
berhubungan, sebagai berikut:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-17


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

h = v2 /2g
Q = v. . A
Dimana:
 = Koef kontraksi = 0,63
A = luas lubang

Sehingga pada baffel chanel berlaku:


h1 = v12 /2g, h2 = v22/ 2g, dan h3 = v32 /2g

 Pengadukan Secara Mekanis

Proses pengadukan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis


yaitu baling-baling yang diputar oleh rotor, sebagai berikut:

v
rp
m

P
G
( .C )

Dimana:
Cd = Koefisien drag = 1,8
A = Luas daun baling-baling (m2)
v = Kecepatan relatif baling-baling terhadap aliran air (m/dt)
C = Volume air di bak flocculator

4.1.3.2 Sedimentasi

Merupakan unit pemisahan atau pengendapan (Solid Liquid Seperation) untuk


menghilangkan partikel diskrit air, menghilangkan flok-flok, serta presipitat yang
terbentuk selama proses pengolahan air dengan cara gravitasi tanpa bantuan zat
kimia. Dimana bahan dipisahkan dari cairan atau suspesinya sehingga diperoleh cairan
yang lebih jernih.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-18


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Sedimentasi dilakukan jika kekeruhan air melebihi 5 NTU atau 25 mg/l SiU2.
Sedimentasi dapat dilakukan setelah proses flokulasi partikel koloid serta ditetapkan
setelah dilakukan proses pengurangan besi dan mangan yang tinggi di dalam air baku,
karena proses sedimentasi tidak dapat menghilangkan partikel-partikel koloid yang
terdapat pada air baku.

Partikel diskrit non-koloid yang tersuspensi didalam air baku akan dipengaruhi oleh
gaya vertikal ke bawah dan gaya horizontal sepanjang aliran yang laminer. Apabila
kecepatan partikel mengendap (Vs) lebih kecil daripada kecepatan mengendap Vo,
maka partikel diskrit tersebut akan terbawa oleh aliran yang laminer. Apabila
kecepatan partikel mengendap (Vs) lebih kecil daripada kecepatan mengendap Vo,
maka partikel diskrit tersebut akan terbawa oleh aliran air, sebaliknya apabila Vs >
Vo partikel diskrit tersebut akan mengendap.

Jenis aliran proses pengendapan:

 Proses Pengendapan Dengan Aliran Horizontal

 Proses Pengendapan Dengan Aliran Vertikal

Jenis partikel yang diendapkan:

 Discrete Partikel: Partikel yang pada proses pengendapan tidak mengalami


perubahan pada ukuran, bentuk dan berat.

 Flocculent Partikel: Partikel yang pada proses pengendapan mengalami


perubahan pada ukuran, bentuk dan berat akibat penggabungan antara dua atau
lebih jumlah partikel sehingga memiliki kecepatan endap yang lebih besar.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-19


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Dalam proses pengendapan/sedimentasi terjadi pengendapan pada dasar bak


pengendapan. Lumpur yang mengendap dikumpulkan dan dibersihkan menggunakan
pengeruk lumpur (Scrapper) yang digerakkan dengan rantai dan roda gigi (Sprocket
and Driven Rankes), kemudian dikeluarkan dari bak pengendapan.

Bak pengendapan terdiri dari beberapa zone, diantaranya yaitu:

 Zone Inlet, merupakan tempat air terdistribusi secara merata, dimana partikel
menyebar keseluruh bagian bak pengendapan, Vs = Vo.

 Zone Pengendapan, tempat mengendapkan partikel-partikel tersuspensi dalam


kondisi diam, Vs = Vo.

 Zone Lumpur, tempat mengumpulkan endapan lumpur, Vs = Vo.

 Zone Outlet, tempat mengalirkan air yang mengandung partikel yang tidak dapat
diendapkan untuk dikeluarkan dari bak pengendapan.

Bak sedimentasi yang ideal menurut Teori Comp (1946), mengikuti asumsi:

 Setting adalah tipe I, dengan kata lain partikel diskrit.

 Ada distribusi dari aliran ketika masuk kedalam bak sedimentasi.

 Ada distribusi dari aliran yang meninggalkan bak.

Ada tiga zone dalam bak, yaitu:

 Zone inlet.

 Zone outlet.

 Zone lumpur.

Terdapat distribusi unirorm partikel yang melalui zone inlet. Partikel-partikel yang
masuk ke zone lumpur akan terus mengendap dan partikel-partikel yang masuk ke
zone outlet akan dialirkan keluarkan.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-20


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Bak Pengendap Dengan Aliran Horizontal

So = Q/BL = Q/A

Vo = Q/BH

Dimana
So = Beban Permukaan (m/jam)
S = Kecept. Endap Partikel (m/jam)
Vo = Kecept. Aliran Air (m/jam)
Q = Kapasitas Aliran (m3/jam)
B = Lebar Bak (m)
H = Tinggi Bak (m)
L = Panjang Bak (m)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-21


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Bak Pengendap Dengan Aliran Vertikal

Q = Kapasitas Aliran (m3/jam)

A = Luas Permukaan (m2)

So = KecepatanAliran Air/ Beban Permukaan

S = Kecepatan Endap Partikel (m/jam)

S > So Partikel Mengendap.

S = So Partikel melayang

S < So Partikel Mengambang

a. Keadaan Yang Dapat Mengurangi Efisiensi Proses Pengendapan

 Aliran yang bergolak (turbulen):

 Mengukur turbulensi aliran dengan rumus Renold Number (Re)

 Re = Vo R/ n , dimana: Vo = Kecept Aliran (m/jam),

 R = jari-jari penampang basah = BH / (B+2H)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-22


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 n = Kinematik viskositas (1,31 x 10-6 m2/dt)

 Re > 2000 Aliran Turbulen

 Aliran yang tidak stabil:

 Mengukur kestabilan aliran dengan rumus Froude Number (Fr)

 Fr = Vo2/ g R, dimana:

 Vo = Kecept Aliran (m/jam)

 g = Gravitasi (9,81 m/dt2)

 R = jari-jari penampang basah = BH / (B+2H)

 Fr < 10-5 Aliran tidak stabil

 Aliran Short- Circuit:

 yaitu akibat dari adanya hembusan angin atau aliran yang tidak merata di
zona inlet atau zona outlet.

b. Dimensi Praktis Bak Pengendap Aliran Horizontal

H = 1/12 x L0,8

B: L = 1: 6 -10

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-23


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Tabel 4-2 Kecepatan Endap Partikel

Diameter
Kecepatan Endap Berat Jenis Jenis Partikel
partikel
(mm) (cm/dt, 10o C) (m/jam) (ton/m3)
0.3 3.2 115.2 2.65
0.2 2.1 75.6 2.65
0.15 1.5 54 2.65 Pasir
0.1 0.8 28.8 2.65
0.08 0.6 21.6 2.65
0.02 0.02 0.72 1.03
0.018 0.015 0.54 1.03
Flock
0.015 0.012 0.43 1.03
0.01 0.01 0.36 1.03
0.0001 0.00001 0.00036 1.03 Colloid

c. Plate Settler
Fungsi plate settler adalah untuk memperluas permukaan bak sedimentasi atau
meningkatkan beban permukaan bak sedimentasi.

Vo = q/ w (m/jam)

So = (q sin a) / ( w + t)
(m/jam)

So’ = So ( w + t) / H
cos a + W ) (m/jam)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-24


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Jenis lain: Tube Settler

d. Sludge Blanket

V = Q/A,

Dimana:

Q = Kapasitas Aliran (m3/jam)

V = Kecept. Aliran Air (m/jam)

atau beban Permukaan

A = Luas permukaan (m2)

S = Kecept. Endap Partikel (m/jam)

Karena Bak berbentuk krucut, maka makin keatas A dan V makin membesar pada
lokasi Sludge Blanket terbentuk, V = S , yaitu posisi sludge melayang, sehingga
sludge terkumpul dan membentuk sludge blanket (selimut lumpur).

Manfaat Sludge Blanket: memperbesar ukuran Flocc yang terbentuk dengan


memperbanyak partikel yang dapat ditangkap dan dibentuk menjadi flocc,
sehingga air hasil olahan menjadi lebih jernih.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-25


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

e. Grit Chamber

Fungsi: untuk mengendapkan partikel-partikel besar dan pasir yang terbawa oleh
aliran air dari unit pengambilan sumber air baku (air permukaan) menuju unit
pengolahan.

Grit chamber ditujukan untuk menangkap partikel besar dan pasir yang memiliki
diameter antara 0,08-0,3mm dengan kecepatan endap sekitar 21,6-115,2m/jam.

Design Kriteria:

 Penempatan Grit chamber sebelum IPA, didekat intake

 Bentuk bak grit chamber dibuat sedemikian rupa untuk dapat menciptakan
aliran streamline yaitu berbentuk segi empat memanjang dengan di bagian
inflow menuju bak grit chamber dibentuk membesar secara gradual dan di
bagian menuju outflow mengecil secara gradual

 Jumlah Bak minimal 2 buah, untuk keperluan pengurasan. Apabila jumlah bak
hanya 1 buah maka harus dilengkapi dengan saluran by pass

 Lebar (B): Panjang (L) = 1: 3 s/d 1: 8

 Untuk menghitung panjang bak (L) menggunakan rumus: L = K ( H / U ) V

Dimana:

L = Panjang bak

H = Tinggi efektif bak

U = Kecepatan endap pasir (m/jam) (diameter pasir yang digunakan antara


0,1 – 0,2 mm)

V = Kecepatan aliran air (m/jam)

K = Angka keamanan = 1,5 – 2

 Waktu tinggal di bak = 10 – 20 menit

 Kecepatan aliran air = 75 – 250 m/jam

 Ambang bebas minimal 30 cm

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-26


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Tinggi muka air di bak grit chamber di bawah muka air minimum intake

 Kedalaman efektif bak (H) = 2 – 3 m

 Ketebalan pasir yang diendapkan maksimum 0,5 – 1 m

4.1.3.3 Unit Filtrasi

Filtrasi adalah unit yang berfungsi untuk menyaring flok-flok yang tidak dapat
diendapkan di unit sedimentasi, terutama yang berat jenisnya lebih kecil dari berat
jenis air. Proses pemisahan zat padat dari cairan yang ada pada cairan lain yang
diolah media proses, untuk menghitung partikel-partikel yang sangat halus, flok-flok
dari zat tersuspensi dan mikroorganisme.

Pada proses ini terjadi penahan partikel diantara dua media (bagian porinya) atau
diatas permukaan media yaitu partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari
pori-pori. Sedangkan flok-flok atau partikel yang mempunyai diameter lebih besar
dari pori-pori. Sedangkan flok-flok atau partikel yang memiliki diameter lebih kecil
akan mengendap dan menempel di butiran media. Setelah melalui filter diharapkan
kekeruhan dapat lebih kecil dari 1 NTU.

Berdasarkan kecepatan aliran terdapat dua jenis filter, yaitu saringan pasir lambat
(SSF) dan saringan pasir cepat (RSF). Berikut penjelasanrinci dan jenis-jenis filter
tersebut.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-27


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

a. Saringan Pasir Lambat (SSF)

BUTI

PO

 Mekanisme

Penyaringan air menggunakan media pasir memiliki mekanisme proses sebagai


berikut:

a. Mechanical Straining

Proses mechanical straining adalah penyaringan air yang dilakukan dengan


cari melalui lubang porous diantara pasir. Bagi materi didalam air yang
memiliki diameter lebih besar dari lubang porous yaitu sebesar kurang

b. Pengendapan

Proses pengendapan merupakan salah satu jenis proses yang terjadi pada
media saringan pasir. Pengendapapan dari materi kotoran yang ada
didalam aliran air yang disaring terjadi pada permukaan butiran pasir.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-28


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

c. Adsorbtion

Adsorbtion adalah proses pelekatan kotoran dari dalam air pada


permukaan media penyaring akibat daya tarik menarik diantara keduanya
karena memiliki mutan listrik yang berbeda.

d. Kimiawi

Proses kimiawi juga dapat terjadi didalam media penyaring pada saat
menyaring air yang memiliki kandungan bahan anorganik maupun
organik yang akan berreaksi dengan oksigen yang terbawa oleh arus air:

1. Bahan Anorganik:

2 Mn++ + O2 + 4 HCO3- 2 MnO2+ 2 H2O + 4 CO2

2. Bahan Organik:

NH4+ + 3/2 O2 H2O + NO2- + 2 H+

e. Biologis

Proses biologis mikroorganisme akan berlangsung pada proses


penyaringan dengan media pasir terutama apabila pada air baku banyak
mengandung zat organik. Proses biologis ini biasanya terjadi pada
Saringan Pasir lambat

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-29


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

f. Ketentuan Media Pasir

Media pasir yang akan digunakan memiliki ketentuan sebagai berikut:

a. Fisik

Secara fisik, media saringan harus dapat memenuhi beberapa


ketentuan yaitu berbentuk bulat, bersih, tahan lama, bebas dari
kotoran atau debu, tahan terhadap gesekan maupun tekanan mekanis,
dan tahan terhadap proses kimiawi. Jenis material yang dapat
memenuhi ketentuan tersebut adalah pasir silika atau pasir kwarsa.

b. Diameter Media Pasir (D.eff):

Media pasir yang digunakan sebagai saringan memiliki besaran


diameter yang akan ditetapkan dengan menggunakan analisa ayakan
(sieve analisys). Dari hasil analisa ayakan tersebut akan ditetapkan
besarnya diameter efektif dari pasir yang akan digunakan. Informasi
mengenai besarnya Diameter efektif (D.eff) pasir dibutuhkan untuk
dapat menghitung besarnya kehilangan tekanan air didalam media
filter

c. Tingkat Keseragaman/ Uniformity Coefisien (UC):

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-30


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Material pasir yang akan digunakan untuk media saringan harus


memiliki tingkat ketidak seragaman diameter yang dibatasi. Tingkat
keseragaman/ Uniformity Coeficient (UC) untuk saringan pasir cepat
maksimum sebesar 1,5, sedangkan untuk saringan pasir lambat sebesar
2. Apabila tingkat keseragaman media pasir adalah sebesar 1,5 maka
dapat diartikan bahwa ada sebanyak 50% dari jumlah pasir yang
tersedia yang memiliki diameter lebih besar maupun lebih kecil dari
diameter efektifnya.

d. Sieve Analysis (Analisa Ayakan Pasir)

Untuk menentukan diameter efektif (D.eff) dan tingkat keseragaman


(UC) suatu tumpukan pasir digunakan sieve analysis. Analisa ayakan
menggunakan ayakan pasir khusus yang memiliki bukaan diantaranya:
0,5 0,56 0,63 0,71 0,8 0,9 1,0 1,12 1,25 1,4 1,6 1,8 2 2,24
mm, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Timbang berat pasir kering yang akan dilakukan analisa sebanyak


1kg

2. Masukan pasir diatas ke dalam susunan ayakan yang disusun


dengan besar bukaan paling kecil dibagian paling atas

3. Pasir kemudian diayak dengan cara menggoyang=goyang selama


30menit

4. Timbang masing-masing pasir yang tertinggal di setiap ayakan

5. Buat grafik terhadap data berat pasir yang tertinggal diatas masing-
masing ayakan tersebut

6. Tentukan Diameter pasir efektif (D.eff) pada grafik dengan


menarik garis dari jumlah 10% (d.10)

7. Tentukan UC dengan rumus d.60/d.10.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-31


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

DIMASUKAN

DITIMBANG
PASIR 1 KG AYAKAN

Grafik Hasil Analisa Ayakan Pasir

% Lolos
100

d eff = d 10 = 0,4 mm
60

50 d 60
UC = = 1,5
d 10

d 60 = 0,6 mm
10
0
0,1 0,2 0,5 1,0 2,0 Bukaan saringan (mm)

d ef f = d 10 = 0,4 mm

e. Kehilangan Tekanan

Pada saat air mengalir melalui media pasir maka akan terjadi kehilangan
tekanan. Kehilangan tekanan di dalam media saringan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Carman-Kozeny sebagai berikut:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-32


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 (1 – p)2 v
H = 180 L
g p3 (deff)2

Dimana:
n = Viskositas kinematik = (1,011) 10-6 m2/dt
g = grafitasi = 9,81 m/dt2
p = porositas pasir = 40% = 0,4
v = kecepatan aliran (m/dt)
d eff = d10 = diameter pasir yang digunakan (mm)
L = Tebal lapisan pasir

f. Jenis Saringan Pasir

Saringan pasir secara umum terdiri dari dua jenis yaitu Saringan Pasir Cepat dan
Saringan Pasir Lambat. Saringan pasir cepat memiliki media penyaring dengan
diameter yang besar dan kecepatan aliran filtrasi yang besar. Sedangkan
Saringan Pasir lambat memiliki media penyaring yang menggunakan diameter
yang kecil dengan kecepatan aliran filtrasi yang kecil. Saringan Pasir Cepat
digunakan untuk menyaring materi yang besar seperti Floc. Saringan pasir
lambat dapat menyaring materi yang sangat kecil seperti virus. Penggunaan SPC
harus didahului oleh proses flokulasi untuk membentuk floc, sedangkan pada
PSL dapat langsung menyaring air baku tanpa memerlukan proses pembentukan
floc.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-33


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

g. Design Kriteria

Desing kriteria untuk Saringan Pasir Cepat sebagai berikut:

 Kecepatan Filtrasi (Vf) : 7 – 12 m/jam

 Media penyaring : Pasir Silika SiO2

 Dia. Efektif Pasir (df) : 0,7 – 1,2 mm

 Uniformity Coefisient (UC) : 1,5

 Tebal Gravel : 20 – 30 cm

 Cara pencucian media filter : Backwashing

Desing kriteria untuk Saringan Pasir Lambat sebagai berikut:

 Jenis media penyaring : Pasir Silika SiO2

 Diameter efektif media pasir : 0,25 – 0,4 mm

 Tingkat keseragaman butiran pasir: 2

 Tinggi media pasir : 60 – 90 cm

 Kecepatan Filtrasi : 0,2 – 0,4 m/jam

 Tinggi Gravel : 30 cm

h. Pencucian Media Pasir

 Saringan Pasir Cepat:

Pencucian media pasir Saringan Pasir Cepat dilakukan dengan cara


mengalirkan air dengan arah yang berbalik dari arah aliran filtrasinya
atau biasa disebut Back Washing. Pencucian pasir ini dapat dikakukan
dengan sistim grafitasi maupun dengan pemompaan.

Kebutuhan ketinggian air untuk proses pencucian media pasir saringan


pasir cepat menggunakan rumus sebagai berikut:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-34


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

0,8 (1 – pe)1,8 v1,2 Le


H = 130 3 1,8
g pe (deff)

p+E
pe =
1+E

Dimana:

E = Ekspansi = 30 – 40 %

pe = Porositas pasir pada saat ekspansi

Le = Tinggi pasir pada saat ekspansi

 Saringan Pasir Lambat:

Pencucian/ pembersihan media pasir pada SPL dilakukan dengan cara scraping
(pengerokan). Pada saat pada media pasir sudah menunjukan adanya
penyumbatan yaitu aliran air di media filter sudah tidak lancar, maka perlu
dilakukan pencucian pasir.

Langkah-langkah pencucian pasir SPL sebagai berikut:

1. Keringkan air diatas media penyaring melalui saluran penguras

2. Kerok lumpur yang berada diatas media pasir bersama-sama dengan


pasirnya setebal 2 – 3 cm

3. Pasir yang terkerok kemudian dicuci dengan air bersih, untuk kemudian
digunakan lagi dikemudian hari

4. Batas minimum tinggi media pasir setelah dikerok adalah 40 cm

5. Apabila ketinggian media pasir telah mencapai batas minimum yaitu 40 cm,
angkat keseluruhan pasir yang tersisa

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-35


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

6. Masukan pasir yang telah dicuci sebelumnya dan tempatkan pada lapisan
bagian bawah.

4.1.3.4 Reservoir

Sistem distribusi merupakan suatu sistem yang berfungsi sebagai sistem pembagi air
kepada konsumen. Oleh karena pemakaian air tidak selalu tepat dari waktu ke waktu
dimana terjadi pemakaian maksimum dan minimum, maka diperlukan adanya
tempat penyimpanan air untuk keadaan darurat, misalkan untuk pemadam
kebakaran.

Dalam suatu sistem distribusi, reservoar memegang peranan yang sangat penting.
Instalasi pengolahan air memberikan kapasitas berdasarkan kebutuhan air maksimum
perjam (debit puncak per jam). Dalam hal ini ada perbedaan besar antara kapasitas
yang satu dengan yang lain.

Untuk menyeimbangkan perbedaan tersebut diperlukan suatu tempat penampungan


air yaitu reservoar distribusi. Kelebihan air pada waktu pemakaian kurang dari rata-
rata disimpan dalam reservoar dan dialirkan pada waktu pemakaian maksimum.

Fungsi reservoar distribusi secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Equalizing Flows atau keseimbangan aliran. Debit yang masuk ke dalam reservoar
harus konstan, sedangkan debit yang keluar bervariasi atau berfluktuasi. Untuk itu
diperlukan suatu keseimbangan aliran yang dapat melayani fluktuasi, juga untuk
menyimpan cadangan air bersih untuk keadaan darurat.

2. Equalizing Pressure atau keseimbangan tekanan. Pemerataan tekanan diperlukan


karena bervariasinya pemakaian air di daerah distribusi.

3. Sebagai distributor atau pembagi aliran.

a. Kapasitas Reservoir Distribusi

Untuk distribusi air minum kapasitas pengaliran direncanakan menurut kebutuhan


pada jam puncak. Kapasitas yang direncanakan tersebut merupakan dasar untuk
menentukan diameter pipa. Pada keadaan normal penentuan diameter ini
didasarkan pada pemakaian air maksimum atau pemakaian jam puncak
(Qmaks/jam) sehingga pelayanan terhadap pemakaian air pada saat yang
bersamaan dapat dilakukan dengan memuasakan.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-36


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Reservoir distribusi diperlukan untuk menyimpan air akibat adanya variasi


pemakaian yang terjadi selama 24 jam. Kapasitas reservoir distribusi ini
direncanakan sebesar 10 – 20% dari Kebutuhan air harian rata - rata.

Apabila terjadi kebakaran, diperlukan pertimbangan khusus untuk memusatkan


jumlah air yang besar pada tempat kejadian secara serentak. Sistem yang ideal
adalah sistem yang kapasitasnya direncanakan untuk mengatasi kebakaran pada
saat pemakaian puncak. Akan tetapi hal ini menyebabkan diameter pipa yang
digunakan relatif besar, sehingga biaya konstruksi menjadi lebih besar dan tidak
ekonomis. Oleh karena itu kapasitas pengaliran yang direncanakan adalah
kapasitas pada saat pemakaian jam puncak ditambah dengan pemakaian jumlah
air yang diperkirakan cukup untuk mengatasi kebakaran.

b. Perlengkapan Pada Reservoir

 Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan
struktur reservoar, sehingga air yang masuk ke dalam reservoar dapat
mengalir dengan merata sedemikian rupa serta diuasahakan tidak ada daerah
aliran mati.

 Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm diatas lantai atau pada muka air
terendah dan dilengkapi dengan saringan.

 Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.

 Pipa peluap (over flow) dan penguras dimensinya harus terhindar dari
kemungkinan terjadinya kontaminasi dari luar.

 Reservoar dilengkapi dengan pipa vent, manhole dan alat ukur volume air.

 Dimensi pipa harus cukup untuk sirkulasi udara yang sesuai dengan kapasitas
reservoar.

 Tinggi pipa vent dari atap sekitar 50 cm, dan harus dilengkapi dengan kawat
kasa sehingga kotoran tidak dapat masuk.

 Konstruksi manhole keseluruhan harus kedap air, agar air dari luar tidak
masuk.

c. Penempatan Reservoir

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-37


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Reservoir distribusi ditempatkan di lokasi yang relatif paling tinggi di daerah


perencanaan yang bersangkutan dan sedapat mungkin terletak di pusat/ yang
paling dekat dengan daerah pelayanan.

d. Konstruksi Reservoir

Konstruksi Reservoir direncanakan berdasarkan standar-standar yang berlaku di


Indonesia. Konstruksi yang biasa di gunakan adalah konstruksi beton. Reservoir
ini harus tertutup untuk mencegah masuknya kotoran ke dalamnya.

e. Perpipaan Reservoir

Pada reservoir ini harus dilengkapi dengan sistem perpipaan yang terdiri dari pipa
inlet, outlet, overflow (peluap) dan blow out (penguras) serta dilengkapi pula
dengan lubang manhole dan ventilasi.

4.1.4 Unit Distribusi

Sistem distribusi perpipaan adalah suatu sarana untuk melayani atau menyampaikan
air kepada konsumen yang membutuhkannya dengan syarat memenuhi aspek
kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Sistem ini adalah merupakan salah satu komponen
dari sistem penyediaan air bersih.

Intake Instalasi

Sedangkan tujuan dari pendistribusian air tersebut untuk melayani:

 Kebutuhan rumah tangga

 Kebutuhan fasilitas bangunan kota

 Kebutuhan fasilitas industri dan komersil

 Kebutuhan fasilitas umum

Dalam mendisain sistem distribusi harus sesuai dengan kriteria perencanaan teknis,
dimana kriteria perencanaan teknis jaringan distribusi air bersih ini digunakan sebagai

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-38


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

pedoman dalam merencanakan jaringan distribusi air bersih Perumahan Kota Wisata.
Sehingga jaringan yang direncanakan dapat memenuhi persyaratan teknis dan hidrolis
serta ekonomis.

Sistem distribusi merupakan sistem penyaluran air bersih dari reservoir distribusi ke
daerah pelayanan dan merupakan sistem yang paling penting dalam penyediaan air
minum, hal ini dikarenakan bahwa baik buruknya sistem penyediaan air minum
dapat dinilai dari sistem distribusinya. Konsumen menilai keseluruhan sistem
penyediaan air minum hanya dari sistem distribusinya, artinya bagaimana konsumen
dapat menerima air minum dengan kualitas dan kuantitas yang memuaskan. Untuk
itu suatu sistem distribusi yang baik adalah sistem yang bisa melayani kebutuhan
konsumen dengan memuaskan setiap waktu.

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam suatu sistem distribusi
yaitu:

 Kualitas air minum yang sampai kepada konsumen harus memenuhi syarat air
minum.

 Menghindari terjadinya kebocoran sepanjang jaringan distribusi dengan


menggunakan pipa yang berkualitas baik yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapannya sehingga dapat berfungsi seefisien dan seefektif mungkin.

 Kuantitas air yang disediakan mencukupi dalam arti dapat memenuhi kebutuhan
konsumen setiap saat.

 Seluruh daerah pelayanan harus tercukupi kebutuhannya dengan sistem distribusi


yang dirancang, dengan memperhatikan tekanan dalam pengaliran harus dapat
menjangkau daerah pelayanan yang paling kritis.

 Besar aliran dan tekanan yang memadai adalah hal yang perlu diperhatikan, agar
air dapat sampai ke konsumen dengan memuaskan.

Jaringan perpipaan digunakan untuk mengalirkan air minum ke semua blok-blok


pelayanan suatu daerah pelayanan atau merupakan sarana fisik yang bertujuan untuk
mentransportasikan air minum dari tempat penampungan (reservoar) menuju
konsumen di daerah pelayanan. Selain itu sistem distribusi harus pula dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan lain agar dapat berfungsi dengan baik.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-39


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

4.1.5 Unit Pelayanan

Sistem jaringan distribusi perpipaan merupakan suatu sarana fisik yang bertujuan
membawa atau memindahkan air minum dari reservoir menuju konsumen di daerah
pelayanan. Selain itu sistem distribusi harus pula dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan lain agar dapat berfungsi dengan baik.

 Klasifikasi Sistem Perpipaan

Tujuan dari pengklasifikasian jaringan perpipaan ini adalah:

 Memisahkan bagian jaringan menjadi suatu sistem hidrolis tersendiri sehingga


memberikan beberapa keuntungan seperti:

 Kemudahan dalam pengoperasian, sesuai dengan debit yang mengalir.

 Mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan.

 Meratakan sisa tekan dalam jaringan perpipaan, sehingga setiap daerah


pelayanan mendapatkan sisa tekan relatif tidak jauh berbeda.

 Mempermudah pengembangan jaringan perpipaan, sehingga jika dilakukan


perluasan tidak perlu mengganti jaringan yang sudah ada, dengan catatan masih
memenuhi syarat kriteria hidrolis.

Pengklasifikasian jaringan perpipaan direncanakan terbagi tiga yaitu pipa induk, pipa
cabang dan pipa pelayanan yang perencanaannya dibatasi oleh kriteria tertentu
(Tabel 4.3).

Tabel 4-3 Perencanaan Pipa Induk, Pipa Cabang Dan Pipa Pelayanan

No Klasifikasi Pipa Kriteria / Batasan


1 Pipa Induk  Diameter minimal 150 mm (6”).
(Pipa Utama)  Kecepatan aliran maksimal 3,0 – 5,0 m/det, tergantung
jenis pipa.
 Head statis yang tersedia tidak lebih dari 80 m.
 Tekanan pada sistem harus dapat mengjangkau titik
kritis dan sisa tekan tidak kurang dari 15 m.
 Tidak melayani penyadapan langsung ke rumah-rumah.
 Mampu mengalirkan air sampai akhir tahap dengan
Qpeak.
 Jenis pipa yang dipilih harus mempunyai ketahanan
tinggi.
 Dimensi direncanakan untuk mengalirkan air sampai
dengan akhir perencanaan dengan debit puncak.
2 Pipa Cabang  Diameternya dihitung dari banyaknya sambungan yang

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-40


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

No Klasifikasi Pipa Kriteria / Batasan


(Tapping) melayani konsumen
 Kriteria kecepatan sama dengan pipa induk
 Sisa tekan tidak kurang dari 15 m
 Klas pipa yang sama dan atau lebih rendah dari pipa
induk.
3 Pipa Pelayanan  Diameter tidak lebih besar dari 50 mm ( 2”)
(Pipa Service)  Kriteria kecepatan sama dengan pipa induk
 Sisa tekan tidak kurang dari 15 m
 Penyadapan dilakukan dengan alat Clamp Saddle,
diameter 1 “ pada posisi vertikal dan 2 “ untuk posisi
horisontal.
Sumber: Harun et al., “Draft Guidelines For Design and Contruction of Public Water Supply System
in Indonesia”, 1980 Dept. Teknik Penyehatan – ITB.

Tujuan dari pengklasifikasian jaringan perpipaan ini adalah:

1. Memisahkan bagian jaringan menjadi satu sistem hidrolis tersendiri sehingga


memberikan beberapa keuntungan seperti:

 Kemudahan dalam pengoperasian sesuai dengan debit yang mengalir.

 Mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan.

 Meratakan sisa tekan dalam jaringan perpipaan, sehingga setiap daerah


pelayanan mendapatkan sisa tekan relatif tidak jauh berbeda.

2. Mempermudah pengembangan jaringan perpipaan, sehingga jika dilakukan


masih memenuhi syarat kriteria hidrolis.

Jaringan perpipaan distribusi air bersih diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Feeder System (Pipa Hantar Distribusi)

Pipa hantar dalam sistem distribusi air bersih biasanya memberikan bentuk atau
kerangka dasar sistem distribusi. Tidak dibenarkan dibuat sambungan rumah
pada sistem pipa hantar distribusi ini. Feeder system ini dibedakan menjadi:

b. Primary Feeder (Pipa Induk Utama)

Pipa induk utama merupakan pipa distribusi yang mempunyai jangkauan


terluas dan diameter terbesar. Pipa ini melayani dan menghubungkan daerah-
daerah (blok-blok) pelayanan di daerah pelayanan, dan di setiap blok memiliki
satu atau dua titik penyadap (tap) yang dihubungkan dengan pipa cabang atau
sekunder (Secondary Feeder). Hubungan ini dikenal sebagai tapping.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-41


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Secara fisik, pipa induk utama diatas adalah sebagai berikut:

 Dimensinya direncanakan untuk dapat mengalirkan air sampai dengan


akhir perencanaan dengan debit jam puncak.

 Diameter pipa minimal 150 mm (6").

 Head statis yang tersedia tidak lebih dari 80 m tergantung jenis dan kelas
pipa.

 Tekanan pada sistem harus dapat menjangkau titik krtitis, dengan sisa tekan
tidak kurang dari 10 m.

 Tidak melayani penyadapan langsung ke konsumen.

 Jenis pipa yang dipilih harus mempunyai ketahanan tinggi.

Sedangkan kriteria teknis yang harus diambil dalam perencanaan pipa induk
adalah:

 Lokasi jalur pipa dipilih menghindari medan yang sulit, seperti halnya
tanah longsor, banjir 1-2 tahunan atau bahaya lainnya yang menyebabkan
lepas atau pecahnya pipa.

 Jalan pintas sedapat mungkin dipilih tepat berada diatas tanah milik
pemerintah atau sepanjang jalan raya atau jalan umum.

 Jalur pipa sedapat mugkin menghindari belokan tajam baik horizontal


maupun vertikal dan menghindari siphon yang aliran airnya diatas garis
hidrolis.

 Untuk jalur pipa yang panjang dimana air terpaksa dipompa, katup atau
tangki pengaman harus dapat mencegah terjadinya water hammer.

 Jalur pipa diusahakan sedikit mungkin melintasi jalan raya, sungai, jalur
kereta api, jalur yang kurang stabil sebagai dasar pipa dan daerah yang
dapat menjadi sumber kontaminasi.

c. Secondary Feeder (Pipa Cabang)

Pipa cabang nerupakan jenis hantaran yang kedua dari sistem. Pipa ini
meneruskan air yang disadap dari pipa induk utama ke suatu blokj pelayanan.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-42


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Pipa ini selanjutnya mempunyai percabangan terhadap pipa service. Secara fisik,
pipa induk dibatasi sebagai berikut:

 Tidak melayani penyadapan langsung ke konsumen.

 Dimensi dihitung berdasarkan banyaknya sambungan yang melayani


konsumen.

 Kelas pipa yang dipergunakan sama atau lebih dari pipa induk utama.

d. Distribusi System (Pipa Pelayanan Distribusi)

Pipa pelayanan adalah pipa yang menyadap dari pipa induk sekunder dan
langsung melayani konsumen. Diameter yang dipakai tergantung pada besarnya
pelayanan terhadap konsumen. Sistem pipa ini dibedakan menjadi:

 Small Distribution Main

Dapat mengalirkan langsung ke rumah dan dapat mengalirkan ke pipa


yang lebih kecil.

 Service Line

Pipa ini merupakan pipa sambungan rumah.

a. Perencanaan Jalur Perpipaan

Penyampaian air secara baik dan optimum kepada konsumen perlu


memperhatikan perencanaan jalur perpipaan yang akurat, seperti:

 Pemakaian energi untuk operasi diusahakan seminimal mungkin.

 Jaringan sedapat mungkin mengikuti jalur yang ada, untuk memudahkan


pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan.

 Jaringan memenuhi syarat-syarat teknis, yaitu air dapat sampai ke konsumen


sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan.

 Jaringan direncanakan dengan biaya yang paling ekonomis, yaitu mencari


jalur yang terpendek dan diameter kecil.

Sedangkan kriteria teknis yang perlu dipenuhi dalam perencanaan jalur pipa induk
adalah:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-43


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Jalur pipa menghindari medan yang sulit.

 Jalur pipa sedapat mungkin dipilih di atas tanah milik pemerintah atau
sepanjang jalan umum

 Jalur pipa harus menghindari belokan tajam baik horizontal maupun vertikal
dan harus menghindari siphon yang aliran airnya di atas garis hidrolis.

 Jalur pipa sedikit mungkin melintasi jalan raya, sungai, jalan kereta api, jalan
kurang stabil, sebagai dasar pipa dan daerah yang dapat menjadi sumber
kontaminan.

b. Pola Jaringan Perpipaan

Pola jaringan perpipaan sistem distribusi air bersih umumnya dapat


diklasifikasikan menjadi sistem jaringan melingkar (Loop System), sistem jaringan
bercabang (Branch System) dan sistem kombinasi dari keduanya. Bentuk sistem
jaringan perpipaan tersebut tergantung pada pola jalan, topografi, tingkat dan
tipe perkembangan daerah pelayanan serta lokasi instalasi pengolahan.

a. Cabang b. Kisi atau Loop c. Kombinasi


Gambar 4-2 Pola Jaringan Distribusi Air Bersih

Untuk lebih jelasnya berikut ini diterangkan mengenai ketiga sistem tersebut.

1. Sistem Jaringan Perpipaan Bercabang

Sistem jaringan bercabang terdiri dari pipa induk utama (main feeder)
disambungkan dengan pipa sekunder, lalu disambungkan lagi dengan pipa
cabang lainya sampai akhirnya pada pipa yang menuju konsumen.

Dari segi ekonomis sistem bercabang ini sangat menguntungkan, karena jalur
pipa lebih pendek dan diameter yang kecil, namun dari segi operasional
mempunyai keterbatasan diantaranya:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-44


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Jika terjadi kerusakan, akan terdapat daerah pelayanan yang tidak akan
mendapatkan air karena tidak adanya sirkulasi air.

 Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hidran lebih sedikit karena
aliranya satu arah.

Sistem jaringan perpipaan bercabang digunakan untuk daerah pelayanan


dengan karakteristik sebagai berikut:

 Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah.

 Jalur jalannya tidak berhubungan satu sama lainya.

 Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi.

 Luas daerah pelayanan relative kecil.

2. Sistem Perpipaan Lingkaran

Sistem jaringan perpipaan melingkar terdiri dari pipa induk dan cabang yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan membentuk suatu loop (jaringan
yang melingkar), sehingga terjadi sirkulasi air ke seluruh jaringan distribusi.
Dari pipa induk dilakukan penyadapan oleh pipa cabang dan selanjutnya dari
pipa cabang dilakukan pendistribusian untuk konsumen.

Dari segi ekonomis, sistem ini kurang menguntungkan karena diperlukan


katup dan diameter pipa yang bervariasi, sedangkan dari segi hidrolis
(pengaliran), sistem ini lebih baik karena jika terjadi kerusakan pada sebagian
sistem, selama perbaikan daerah layanan masih dapat disuplai melalui loop
lainnya.

Sistem jaringan perpipaan melingkar digunakan untuk daerah pelayanan


dengan karakteristik sebagai berikut:

 Bentuk dan perluasannya menyebar ke seluruh arah.

 Jaringan jalannya berhubungan satu dengan yang lainya.

 Elevasi tanahnya relatif datar.

3. Sistem Jaringan Perpipaan Kombinasi

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-45


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Sistem jaringan perpipaan kombinasi merupakan gabungan dari sistem


jaringan perpipaan bercabang dan jaringan perpipaan melingkar. Sistem ini
diterapkan untuk daerah pelayanan dengan karakteristik sebagai berikut:

 Kota yang sedang berkembang.

 Bentuk perluasan kota yang tidak diatur, demikian pula jaringan jalannya
tidak berhubungan satu sama lain pada bagian tertentu.

 Terdapat daerah pelayanan yang terpencil.

 Elevasi muka tanah yang bervariasi.

Kriteria Disain Jalur Pipa

a. Gradien Pipa:

 Gradien Minimum Pipa : 1 sampai 500 diatas garis horizontal untuk


kemiringan pipa yang sesuai dan searah
dengan arah aliran air.

: 1 sampai 300 dibawah garis horizontal untuk


kemiringan pipa yang berlawanan dengan
arah aliran air.

 Gradien maksimum pipa : 1 persen.

b. Penutup Pipa

Penutup minimum pipa yang digunakan untuk melindungi pipa yang ditanam
di dalam tanah disarankan sebagai berikut:

 60 cm di luar jalur

 90 cm di dalam jalur jalan

Sedangkan penutup maksimum pipa disarankan tidak lebih 2 m dibawah


permukaan tanah.

c. Static Pressure

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-46


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Menghindari resiko pecahnya pipa eksisting yang umurnya sudah lebih dari 10
tahun, maka diusahakan tekanan yang terjadi pada saat tidak ada aliran pada
semua titik junction lebih kecil dari 5 m.

d. Penanaman Pipa

 Pipa Transmisi

Perpipaan Transmisi sedapat mungkin dipasang didalam tanah. Hal ini


dimaksudkan untuk mengurangi biaya konstruksi serta kemungkinan
rusaknya pipa secara fisik seperti tumbuhnya pepohonan, hewan, manusia
ataupun kerusakan yang disebabkan oleh faktor lainnya.

Kedalaman penanaman pipa dihitung dari permukaan tanah terhadap


bagian atas pipa. Perimbangan kedalaman pemasangan pipa antara lain
untuk menghindari rusaknya pipa akibat external pressure dan akar-akar
pohon. Demikian pula dengan jenis pipa, diameter serta kondisi tanah
setempat.

 Penanaman Pipa Distribusi

Pipa induk distribusi sedapat mungkin dipasang di dalam tanah.


Kedalaman tanah penutup pipa minimum ditentukan sebesar 80 cm pada
kondisi biasa dan 100 cm pada kondisi pipa dibawah jalan.

Untuk kemudahan pemasangan dan pemeriksaan, pipa induk disarankan


dipasang pada sepanjang pinggir jalan.

 Pipa Sekunder

Sambungan rumah tidak boleh dilakukan terhadap pipa induk distribusi


yang lebih besar dari diameter 100 mm (4”). Untuk itu diperlukan adanya
perpipaan sekunder yang berukuran diameter 75 mm (3”) atau 50 mm
(2”) yang dipasang sejajar (sesuai denga keperluan) dengan diameter
induk tadi sebagai tempat penyadapan sambungan rumah tersebut.

Apabila pada kedua tepi jalan, posisi bangunan rumah cukup rapat, maka
diperlukan pemasangan pipa sekunder di kedua tepi jalan tersebut untuk
mengurangi terjadinya penyeberangan pipa terhadap jalan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kebocoran yang umumnya
terjadi pada penyeberangan pipa akibat pecahnya pipa tersebut.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-47


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

e. Pipa Pararel

Pipa Pararel selalu dipasang pada kondisi dimana terdapat kepadatan


bangunan yang terdiri pada kedua sistem penyediaan air bersih jalan, dengan
maksud mencegah terjadinya perlintasan jalan yag terlalu banyak dalam
penyambungan terhadap pelanggan. Pipa distribusi utama pada beberapa
tempat/ segmen dipasang pararel untuk mendapatkan losses yang lebih
rendah dan dengan maksud tetap memanfaatkan pipa distribusi utama
eksisting. sehingga dengan demikian biaya konstruksi untuk pengembangan
dapat direduksi.

f. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran didalam pipa tidak kurang dari 0,3 m/dt untuk mencegah
terjadinya pengendapan dan penyumbatan pipa, dan lebih kecil dari 5 m/det,
untuk mencegah terjadinya gangguan hidrolis dan mekanik pada jaringan
pipa.

Dalam menghitung dimensi pipa dan menetapkan besarnya kecepatan aliran


perlu diingat bahwa:

 Kecepatan aliran yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya


kehilangan tekanan total dari pompa, yang berarti dapat
menyebabkan meningkatnya biaya operasi dan pemeliharaan.

 Kecepatan aliran yang rendah menyebabkan pemakaian pipa dengan


diameter yang besar, yang berarti meningkatkan biaya investasi dari
sistem.

c. Hidrolika Jaringan Perpipaan

1. Sisa Tekan

Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi jaringan


perpipaan dan daerah pelayanan, serta jenis pipanya. Kriteria sisa tekan
menurut Draft Guidelines for Design and Construction of Publik Water Supply
System in Indonesia, 1980 sisa tekan minimum yang harus disediakan adalah:

 Untuk pipa Distribusi Utama, sisa tekan minimum pada daerah kritis
sekitar 15 meter kolom air.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-48


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya terendah,


yaitu 10 meter kolom air .

2. Kecepatan Aliran

Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam


bukunya Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,1 – 1,5
m/det.

d. Jenis Perlengkapan Pipa

 Jenis Pipa

Pemilihan jenis pipa dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut


yaitu ketentuan dan daya tahan terhadap tekanan yang terdiri dari:

 Tekanan dari dalam yaitu tekanan statik dan water hammer.

 Tekanan dari luar pipa yaitu tekanan tanah dan air tanah serta beban lalu
lintas.

 Diameter yang tersedia dipasaran.

 Daya tahan terhadap korosi dari luar.

 Kemudahan pengadaan, pengangkutan dan pemasangan di daerah yang


bersangkutan.

 Pipa Distribusi Utama

Jenis pipa yang umum dipakai untuk pipa induk adalah ACP (Asbestos
Cement Pipe), DCIP (Ductile Cast Iron Pipe), GIP (Galvanized Iron Pipe),
Steel Pipe dan pipa HDPE.

Pipa CIP terbuat dari besi tuang. Pipa jenis ini sangat kuat, berat dan tahan
lama tetapi mudah terkena korosi terutama pada bagian permukaan dan
sambungannya, oleh karena itu ada jenis pipa CIP yang diberi lapisan anti
korosi yaitu DCIP.

Pipa GIP terbuat dari baja atau besi. Umumnya tidak tahan terhadap
korosi, tahan terhadap kesadahan tinggi, harganya mahal, pengangkutan
dan pemasangan mudah tetapi tidak tahan terhadap tekanan dari luar.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-49


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Steel Pipe merupakan pipa yang terbuat dari baja. Umumnya tahan
terhadap benturan ringan, pembuatanya mudah tetapi tidak tahan
terhadap korosi dan membutuhkan banyak waktu untuk penyambungan
serta mahal harganya.

Pipa PVC (Poly Vinyl Chlorida) merupakan pipa yang terbuat dari palstik
Poly Vinyl Chlorida. Umumnya tahan terhadap korosi, ringan,
pemasangan dan pengangkutannya mudah.

Pipa HDPE adalah jenis pipa plastic yang sekarang direkomendasikan


untuk mendukung pada drinking water atau air siap minum.

 Pipa Pelayanan

Jenis pipa yang umum dipakai adalah GIP, Steel Pipe dan pipa PVC (Poly
Vinyl Chlorida). Dengan melihat jalur distribusi saat ini dan mudah
ditemukan dipasaran, maka untuk pipa pelayanan memakai pipa PVC.
Dengan berkembangnya teknologi dan bergesernya kearah pelayanan air
minum maka dari aspek standar kualitas yang mendukung adalah pipa PE.

 Perlengkapan Pipa

Perlengkapan perpipaan berfungsi agar jaringan perpipaan berjalan baik sesuai


dengan yang diharapkan. Beberapa perlengkapan perpipaan beserta fungsinya
diuraikan dibawah ini.

a. Katup Isolasi

Berfungsi untuk :

 Membuka dan menutup aliran

 Mengatur aliran, terutama bila satu bagian jalur pipa akan dites, diperiksa
dan diperbaiki.

Katup isolasi menggunakan standard gate valve. Katup butterfly mempunyai


katup yang lebih kecil dan mudah dioperasikan, tetapi bila tidak dapat
ditempatkan maka gate valve yang dipergunakan.

Pada pipa induk dengan aliran secara gravitasi perlu dilengkapi gate valve
dengan penutupan lambat agar dapat melindungai (mengurangi) gelombang
air (water hammer).

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-50


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

b. Fitting (sambungan)

Berfungsi untuk:

 Menyambung pipa pada jenis dan ukuran yang sama.

 Menyambungg dengan ukuran yang berlainan digunakan reducer pipe.

 Mengubah dan membagi aliran dipergunakan:

 Elbow / Bend, dipakai dalam belokan.

 Tee, untuk membagi aliran menjadi dua

 Cross, untuk membagi aliran menjadi tiga.

c. Trust Block dan Angker (blok penahan dan jangkar)

Berfungsi untuk menahan pipa dan fittingnya pada tempat tertentu yang
mendapat beban tekanan yang mengakibatkan pipa tidak stabil (bergerak).
Blok penahan ini memindahkan beban dari sambungan ke bidang tanah
sekitarnya. Peralatan ini digunakan jika pipa menyebrangi saluran sungai,
irigasi atau lembah. Untuk panjang lebih dari 4 m dipergunakan tiang
penyangga jembatan pipa.

d. Air Valve (katup udara)

Berfungsi untuk mengeluarkan udara dalam pipa. Adanya udara ini akibat
aliran turbulen dan tidak meratanya aliran dalam pipa. Udara dalam pipa
akan terakumulasi pada titik tertinggi dan pada setiap 1 km jalur pipa di titik
tertinggi dipasang alat ini .

e. Blow Off (Pipa Penguras)

Berfungsi mengeluarkan endapan (lumpur) dalam pipa. Ditempatkan pada


posisi terendah dalam jalur pipa, tempat lumpur diperkirakan terakumulasi.
Perlu diperhatikan saluran pembawa air penguras beserta lumpurnya,
sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya.

f. Perlintasan Jalan Raya

Untuk perlintasan jalan raya (jalur pipa bersilangan dengan jalan), konstruksi
lintasan dibuat seperti penimbunan biasa dengan memperkuat bagian sebelah
atasnya dengan memakai plat beton atau urugan pasir ditambah sirtu.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-51


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

g. Water Meter (Meteran Air)

Water meter mempunyai fungsi untuk mengukur besarnya aliran air yang
mengalir dalam pipa. Jenis water meter biasanya ditentukan berdasarkan
penempatan water meter itu sendiri misalnya:

 Water meter yang dipasang didekat instalasi biasanya disebut water meter
induk

 Water meter yang dipasang pada zona pelayanan tertentu biasanya


disebut dengan water meter zoning

 Water meter yang dipasang pada sambungan rumah disebut water meter
pelanggan.

Pemasangan water meter induk biasanya dilengkapi dengan chamber guna


menghindari gangguan dari luar dan dilengkapi bypass dengan maksud jika
water meter tersebut rusak atau ada gangguan air dapat dilairkan memalui
bypass.

h. Meter Pengukuran Aliran (Flow Meter)

Flow meter berfungsi untuk mengukur debit aliran air didalam pipa, flow
meter dipasang pada pipa utama distribusi dan transmisi sebagai kelengkapan
untuk kontrol debit dan kontrol pompa atau dapat juga dipasang pada sistem
dosing dengan maksud alat pelengkap untuk dapat menentukan dosing rate
yang akurat. Flow meter dapat dipasang secara permanen/ terus-menerus atau
dapat juga dipasang secara temporer tergantung dari fungsi dan tujuannya.

i. Pressure Gauges

Pressure Gauges berfungsi untuk mengatur tekanan air yang ada didalam pipa.
Pressure gauges biasanya dipasang pada:

 Rumah pompa, untuk kontrol bekerjanya pompa agar sesuai.

 Pada bak pelepas tekan dan perlengkapan kontrol debit lainnya dengan
sistem gravitasi, fasilitas pelengkap untuk pemeriksaan kondisi peralatan
kontrol.

j. Regulating Valves

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-52


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Regulating Valves diperlukan bila aliran air atau besarnya tekanan perlu
dikontrol. Katup ini merupakan jenis Disc-valve atau Butterfly valves. Disc-
valves dipergunakan dalam mengurangi besarnya tekanan tetapi pada bak
pelepas tekan dipergunakan Butterfly valves.

k. Air Resease Valve

Air Resease Valves dipasang pada belokan pipa yang mengarah kebawah.
Katup yang akan dipergunakan merupakan disain standard (flosing balls)

l. Prssure Release Valves

Pressure Release Valves yang menggunakan tipe per (spring operated type).
Katup ini dipasang pada pipa induk dengan aliran gravitasi dengan arah aliran
lagsung dimulai dan peralatan kontrol aliran (bak pelepas tekan, PRV,
Washouts dan katup pemeliharaan).

m. Float Valve

Float Valve dipasang pada bak pelepas tekan dan pada bak penampung
(reservoir). Tipe disesuaikan dengan bak pelepas tekan/ reservoir.

n. Wash - Out

Wash - out dipasang pada jalur pipa distribusi induk dengan lokasi pada profil
memanjang yang memperlihatkan adanya depresi, seperti perlintasan sungai
dan sebelum bak pelepas tekan daripada keadaan dimana terdapat ujung atau
akhir dari pipa cabang.

Pada sistem distribusi dipasang pada setiap titik terendah untuk semua
diameter pipa distribusi lebih besar dari 25 mm, dengan maksimum jarak
sebesar 2 km.

o. Fire Hydrant

Unit ini dipasang pada perpipaan distribusi sebagai tempat (sarana)


pengambilan air saat terjadi kebakaran. Biasanya ditempatkan pada lokasi-
lokasi yang menjadi pusat keramaian.

Penempatan Fire Hydrant tersebut disarankan pada lokasi-lokasi dengan


kepadatan tinggi seperti pusat-pusat keramaian. Selain itu, pada umumnya
Fire hydrant ini dipasang pada setiap interval jarak sejauh 500 m dengan
diameter pipa sebesar 75 mm atau 65 mm.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-53


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

e. Sistem Pengaliran

Sistem pengaliran dalam sistem distribusi air bersih dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Sistem Gravitasi

Sistem pengaliran dengan gravitasi dilakukan dengan memanfaatkan beda


tinggi muka tanah, dalam hal ini jika daerah pelayanan terletak lebih rendah
dari sumber air (reservoir). Untuk daerah pelayanan yang mempunyai beda
tinggi yang besar, sistem gravitasi sangat baik digunakan, karena menghemat
energi (pemompaan). Bila digabungkan dengan pola jaringan bercabang akan
membentuk sistem yang optimal, baik dari segi ekonomis maupun dari segi
teknis.

2. Sistem Pemompaan

Sistem pengaliran dengan pemompaan digunakan di daerah yang tidak


mempunyai beda tinggi yang besar dan relatif datar. Perlu diperhitungkan
besarnya tekanan pada sistem untuk mendapatkan sistem pemompaan yang
optimal, sehingga tidak terjadi kekurangan tekanan yang dapat mengganggu
sistem pengaliran, atau kelebihan tekanan yang dapat mengakibatkan
pemborosan energi dan kerusakan pipa. Sistem distribusi air minum di
Perumahan Kota Wisata cocok menggunakan sistem pengaliran dengan
pemompaan.

3. Sistem Kombinasi

Sistem ini merupakan sistem gabungan dari sistem gravitasi dan sistem
pemompaan. Pada sistem kombinasi ini, air yang didistribusikan dikumpulkan
terlebih dahulu dalam reservoir pada saat permintaan air minimum. Jika
permintaan air meningkat maka air akan dialirkan melalui sistem gravitasi
maupun sistem pemompaan.

f. Hidrolis Jaringan Perpipaan

 Sisa Tekan

Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi jaringan


perpipaan dan daerah pelayanan, serta jenis pipanya. Kriteria sisa tekan
minimum yang harus disediakan adalah:

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-54


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 Untuk pipa induk, sisa tekan minimum pada daerah krisis sekitar 15 meter
kolom air.

 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya, yaitu 10


meter kolom air jika daerah tersebut mayoritas bangunan tidak bertingkat,
dan 12 meter jika mayoritas bangunan di daerah tersebut bertingkat.

 Kecepatan Aliran

Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam


bukunya Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,6 – 3
m/det.

g. Struktur Khusus Jalur Pipa

 Perlintasan Sungai/ Badan Air

Ada 3 (tiga) metoda untuk perlintasan sungai dan atau badan air, yang dapat
digunakan yaitu:

 Melalui badan sungai/ badan air

 Melalui/ mengikuti jembatan yang ada

 Membuat jembatan penyembrangan pipa

Pemilihan perlintasan ini dilakukan berdasarkan pedoman standar IKK atau


BNA, yaitu berdasarkan diameter pipa dan besarnya bentang. Pipa yang
diletakkan pada bawah badan air sebaiknya dibungkus dengan massa beton
dengan tebal 10 mm. penutup pipa dari dasar sungai sampai dengan bagian
atas beton diusahakan 1 (satu) meter. Sedangkan untuk perlintasan yang tidak
sesuai dengan standar, perlu dibuat disain khusus yang sesuai dengan kondisi
lapangan.

Pada setiap jembatan pipa minimum dipasang 1 (satu) buah air valve dan 2
(dua) buah wash-out dan minimum 1 (satu) buah wash out dan 2 (dua) buah
air valve untuk pipa yang diletakkan melintas dibawah sungai/ badan air.

h. Perlintasan Kereta Api

Perlintasan pada jalur jalan/ rel kereta api dapat menggunakan atau melalui
gorong-gorong yang ada. Jika tidak ada gorong-gorong yang dekat dengan lokasi

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-55


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

maka diputuskan dengan melakukan pemboran pipa melalui dalam tanah


(dengan thrustbrote).

i. Thrust Blocks

Tekanan pada bagian dalam pipa akan dapat berkembang menjadi besar apabila
terjadi kesalahan penempatan lokasi jalur pipa (ketidak seimbangan gaya
penahan).

Blok penahan pipa ini dipasang pada:

 Akhir/ ujung setiap jalur pipa (cap ands)

 Setiap perubahan arah (bend) atau diameter (taper)

 Setiap cabang pipa

Terjadinya ketidak seimbangan gaya pada jalur penyambungan pipa tersebut


dapat dilawan dengan blok beton yang diserap oleh material pondasi. Dimensi
dari blok beton tersebut diperhitungkan berdasarkan prinsip mekanika tanah.
Sebagai penahan gaya geser pada dasar blok beton dilakukan oleh gaya literal
pada gaya luar dari permukaan pipa dan blok. Dalam disain ini dipergunakan
juga standar disain sesuai bentuk dari blok penahan tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan dalam lingkup pekerjaan pada bab terdahulu, maka
DED yang di buat untuk menyusun pekerjaan Instalasi Pengolahan Air (IPA)
dengan kapasitas 50 l/det, telah disepakati bahwa unit pengolahan yang akan
digunakan (dibangun) terdiri dari unit pengolahan lengkap.

Dimana design konstruksi dan struktur bangunan IPA menggunakan metode


dengan penelitian kondisi site plan yang ada serta fasilitas yang telah tersedia
dalam site plan tersebut.

Dalam rangka pencapaian misi, visi serta tujuan PDAM dalam upayanya
mencapai target jangkauan pelayanan dan juga menyikapi kompleksitasnya
permasalahan pengelolaan air bersih, maka suatu perencanaan pengembangan
perusahaan jangka menengah yang jelas dan tepat, sesuai dengan situasi dan
kondisi yang sedang dan yang akan datang mutlak sangat diperlukan. Dengan
dibangunnya IPA yang baru diharapkan dapat mencapai target peningkatan
pelayanan.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-56


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

4.2 STANDAR KEBUTUHAN AIR

Tingkat pemakaian air per orang sangat bervariasi antara suatu daerah dengan daerah
lainnya, sehingga secara keseluruhan penggunaan air dalam suatu sistem penyediaan
air minum juga akan bervariasi. Bervariasinya pemakaian air ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: iklim, standar hidup, aktivitas masyarakat, tingkat sosial
dan ekonomi, pola serta kebiasaan masyarakat dan hari libur.

Berhubungan dengan fluktuasi pemakaian air ini, terdapat tiga macam pengertian,
yaitu:

a. Kebutuhan rata-rata

Pemakaian air rata-rata dalam satu hari adalah pemakaian air dalam setahun
dibagi dengan 365 hari.

b. Kebutuhan maksimum (Qmax)

Fluktuasi pemakaian air dari hari ke hari dalam satu tahun sangat bervariasi dan
terdapat satu hari dimana pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan hari
lainnya. Kebutuhan air pada hari maksimum digunakan sebagai dasar
perencanaan untuk menghitung kapasitas bangunan penangkap air, perpipaan
transmisi dan Instalasi Pengolahan Air (IPA). Faktor hari maksimum (fm) berkisar
antara 1,1 sampai 1,5 (Lampiran III Permen PU NO. 18 Tahun 2007). Dalam
penyusunan Rencana Induk SPAM Kabupaten Cianjur, faktor hari maksimum
(fm) yang digunakan sebagai kriteria desain adalah 1,2.

c. Kebutuhan Puncak (Qpeak)

Faktor jam puncak (fp) adalah suatu kondisi dimana pemakaian air pada jam
tersebut mencapai maksimum. Faktor jam puncak biasanya dipengaruhi oleh
jumlah penduduk dan tingkat perkembangan kota, dimana semakin besar jumlah
penduduknya semakin beraneka ragam aktivitas penduduknya. Dengan
bertambahnya aktivitas penduduk, maka fluktuasi pemakian air semakin kecil.
Berdasarkan standar yang tercantum dalam Lampiran III Permen PU No.18
Tahun 2007, faktor jam puncak (fp) berkisar antara 1,15-3. Dalam penyusunan
Rencana Induk SPAM Kabupaten Cianjur, faktor jam puncak (fp) yang digunakan
sebagai kriteria desain adalah 1,5.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-57


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Kebutuhan air ditentukan berdasarkan:

 Proyeksi penduduk

Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval 5 tahun selama periode


perencanaan

 Pemakaian air (L/o/h)

Laju pemakaian air diproyeksikan setiap interval 5 tahun

 Ketersediaan air

Perkiraan kebutuhan air hanya didasarkan pada data sekunder sosial ekonomi
dan kebutuhan air diklasifikasikan berdasarkan aktifitas perkotaan atau
masyarakat.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-58


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Tabel 4-4 Kriteria Standar Kebutuhan Air

Kategori Kota
Besar Sedang Kecil
No Uraian Kriteria Metro Desa
(500 rb – 1 (100-500 rb) (20 – 100 rb)
(>1 Jt) Jiwa (<20 rb) Jiwa
Jt) Jiwa Jiwa Jiwa
1 Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70
Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 25
BPJ 30 BPJ 30 BPJ 30 BPJ 30 BPJ 45
2 Konsumsi SR (L/o/Hr) 190 170 150 130 30
3 Konsumsi HU (L/o/Hr) 30 30 30 30 30
4 Jumlah Jiwa/SR 5 5 6 6 10
5 Jumlah Jiwa/HU 100 100 100 (100 – 200) 200
6 SR: HU (50: 50) s/d (50: 50) s/d (80: 20 70: 30 70: 30
(80: 20) (80: 20)
7 Konsumsi Non Domestik (%) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30)
8 Kehilangan Air (%) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30)
9 Faktor Max Day 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
10 Faktor Peak Hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
11 Tekanan Air Dalam Pipa Min & Max 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70
(mka)
12 Jam Operasi 24 24 24 24 24
13 Vol.Reservoir (%) (max day demand) 20 20 20 20 20
14 Kecepatan Pengaliran Dalam Pipa Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0)
(m/det) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2)
15 Koefisien HW PVC (120 – 140) PVC (120 – PVC (120 – 140) PVC (120 – 140) PVC (120 – 140)
Steel 120 140) Steel 120 Steel 120 Steel 120
GIP 110 Steel 120 GIP 110 GIP 110 GIP 110
GIP 110

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-59


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

4.2.1 Kebutuhan Domestik

Merupakan kebutuhan air yang berasal dari rumah tangga dan sosial. Standar
konsumsi pemakaian domestik ditentukan berdasarkan rata-rata pemakaian air
perhari yang diperlukan oleh setiap orang. Standar konsumsi pemakaian air domestik
dapat dilihat dari Tabel 4.5.

Tabel 4-5 Tingkat Konsumsi/Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Penduduk Sistem Tingkat Pemakaina Air


1 Kota Metropolitan > 1.000.0000 Non Standar 190
2 Kota Besar 500.000 – 1.000.000 Non Standar 170
3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 150
4 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 130
5 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 100
6 Kota Pusat Pertumbuhan < 3.000 Standar DPP 60
Sumber: SK-SNI Air Minum

Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) dihitung berdasarkan jumlah


penduduk tahun perencanaan. Kebutuhan air minum untuk daerah domestik ini
dilayani dengan sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU). Kebutuhan air
minum untuk daerah domestik ini dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Kebutuhan air = % pelayanan x a x b

Dimana:

a= jumlah pemakaian air (liter/orang/hari)

b= jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa)

4.2.2 Kebutuhan Non Domestik

Kegiatan non domestik adalah kegiatan penunjang kota terdiri dari kegiatan komersil
berupa industri, perkantoran, perniagaan dan kegiatan sosial seperti sekolah, rumah
sakit dan tempat ibadah. Penentuan kebutuhan air non domestik didasarkan pada
faktor jumlah penduduk pendukng dan jumlah unit fasilitas yang dimaksud. Fasilitas
perkotaan tersebut antara lain adalah fasilitas umum, industri dan komersil.
Perhitungan kebutuhan air non domestik di wilayah Imekko Kabupaten Sorong
Selatan diasumsikan sebesar 15-20%.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-60


LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Tabel 4-6 Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga

No Kategori Kota Jumlah Penduduk


1 Sekolah 10 Liter/hari
2 Rumah Sakit 200 Liter/hari
3 Puskesmas (0,5 – 1) m3/unit/hari
4 Peribadatan (0,5 – 2) m3/unit/hari
5 Kantor (1 – 2) m3/unit/hari
6 Toko (1 – 2) m3/unit/hari
7 Rumah Makan 1 m3/unit/hari
8 Hotel/Losmen (100 – 150) m3/unit/hari
9 Pasar (6 – 12) m3/unit/hari
10 Industri (0,5 – 2) m3/unit/hari
11 Pelabuhan/Terminal (10 – 20) m3/unit/hari
12 SPBU (5 – 20) m3/unit/hari
13 Pertamanan 25 m3/unit/hari
Sumber: SK-SNI Air Minum

4.3 PERIODE PERENCANAAN

Dimana periode perencanaan penyusunan Penyusunan Rencana Induk Sistem


Pelayanan Air Minum (RI-SPAM) dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 4-7 Periode Perencanaan

Jenis Kota
No Kriteria Teknis Metro Besar Sedang Kecil
(1>1 Juta) Jiwa (500 Rb – 1 Juta) Jiwa (100 – 500 Ribu) Jiwa 20 – 100 Rb) JIwa
1 Jenis Perencanaan Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk -
2 Horison 20 Tahun 15 - 20 Tahun 15 - 20 Tahun 15 - 20 Tahun
Perencanaan
3 Sumber Air Baku Investigasi Investigasi Identifikasi Identifikasi
4 Pelaksana Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/
Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda
5 Peninjauan Ulang Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun
6 Penanggung Jawab Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/ Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda
7 Sumber Pendanaan  Hibah Luar Negeri  Hibah Luar Negeri  Hibah Luar Negeri  Pinjaman Luar
 Pinjaman Luar  Pinjaman Luar  Pinjaman Luar Negeri
Negeri Negeri Negeri  APBD
 Pinjamanan dalam  Pinjamanan dalam  Pinjamanan dalam
negeri negeri negeri
 APBD  APBD  APBD
 PDAM  PDAM  PDAM
 Swasta  Swasta  Swasta

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-61

Anda mungkin juga menyukai