Anda di halaman 1dari 20

UNIT SEDIMENTASI

Tujuan Sedimentasi :
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi
untuk menyisihkan suspended solid.
Sedimentasi pada pengolahan air minum ditujukan untuk:
1. pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret;
2. pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter
pasir cepat ;
3. pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan
kesadahan ;
4. pengendapan presipitat pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi .
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran,
bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter
dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10
hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya
mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8
meter (Reynold & Richards, 1996). Namun, angka-angka tersebut bukanlah angka mutlak yang harus
diikuti, harus disesuaikan dengan kondisi setempat dan debit air yang diolah.
Bentuk bak sedimentasi:
• segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju antara
partikel mengendap ke bawah (Gambar dibawah ini)

(a) (b)

Gambar ; Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang
• lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di
bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar dibawah ini. Secara tipikal bak persegi
mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.

(a) (b)
Gambar ; Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed: (a) denah, (b) potongan melintang

1
• lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui
sekeliling lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian
tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah (Lihat Gambar). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang
lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed lebih sering
digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati
pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian,
bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul
lumpurnya lebih sederhana.

(a) (b)
Gambar ; Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah, (b) potongan
melintang
Bagian-bagian dari bak sedimentasi (Gambar dibawah ini ) :

a. Inlet: tempat air masuk ke dalam bak.


b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang
dilengkapi dengan sludge collector/scrapper.
d. Outlet: tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpah
(weir).

Panjang
r
ba
Le

Permukaan air
H efektif

Zona pengendapan
Kedalaman air, H

Vh Vh
Zona inlet

Vt
Zona outlet

Vi
Vh Vi<Vt
H efektif

Vi

Zona lumpur

Gambar ; Bagian-bagian bak sedimentasi

2
Zona Inlet atau struktur influen. Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada
bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi
ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan
menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk ko-
lam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular
dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua
kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting,
karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
Zona pengendapan. Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet,
dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya
kecepatan pengendapan.
Zona lumpur. Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan
tetap disana
Zona outlet atau struktur efluen. Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai
pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada
bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk
mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice
terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena
memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi
menuju filtrasi.
Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan
settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar settler) dengan tujuan untuk
meningkatkan efisiensi pengendapan.

Gambar . Settler pada bak sedimentasi

Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, sedimentasi
dapat diklasifikasi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar dibawah ini, yaitu:
• Settling tipe I: pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara individual dan
tidak ada interaksi antar-partikel
• Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga uku-
ran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah

3
• Settlingtipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel
saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
• Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi
karena berat partikel

Air jernih

Kedalaman
Partikel diskret

Partikel flokulen

Pertikel tertahan

Kompresi

Waktu

Gambar : Empat tipe sedimentasi


Tipe sedimentasi yang sering ditemui pada proses pengolahan air minum adalah
sedimentasi tipe I dan tipe II. Sedimentasi tipe I dapat ditemui pada bangunan grit chamber dan prasedimentasi
(sedimentasi I). Sedimentasi tipe II dapat ditemui pada bangunan sedimentasi II.

Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang
dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar par -
tikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan pengertian di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya
interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel
menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan
pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling adalah resultan dari gaya yang disebabkan oleh gaya berat partikel
atau gaya gravitasi (ke arah bawah) dan gaya apung (bouyant, ke arah atas), lihat Gambar
dibawah ini . Arah gaya impelling adalah ke bawah dan dinyatakan dengan persamaan:

FI = Fg – Fb = ( S - ) g V
di mana: FI = gaya impelling, N
s = densitas massa partikel, kg/m 3
= densitas massa air, kg/m 3
V = volume partikel, m3
g = percepatan gravitasi, m/detik 2

4
FD Fb

partikel

Fg

Gambar : Gaya-gaya yang bekerja pada partikel di air

Gaya drag adalah gaya yang melawan gaya impelling sehingga partikel dalam kondisi setim
bang. Arah gaya ini adalah ke atas (Gambar 5.7) dan dinyatakan dengan persamaan:

FD = CD Ac ρ (Vs2/2) (5.2)
di mana: FD = gaya drag, N
CD = koefisien drag, tanpa satuan
Ac = luas potongan melintang partikel, m2
Vs = kecepatan pengendapan, m/detik
Dalam kondisi yang seimbang, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(ρS - ρ) g V = CD Ac ρ (Vs2/2) (5.3)
atau

2g ⎛ ρ s − ρ ⎞ V (5.4)
Vs = ⎜ ⎟
C D ⎜⎝ ρ ⎟⎠ Ac

Bila V/Ac = (2/3) d, maka diperoleh:

4g ⎛ ρs − ρ ⎞ (5.5)
Vs = ⎜⎜ ⎟⎟ d
3C D ⎝ ρ ⎠
atau

4g
Vs = (S g − 1) d (5.6)
3C D

ρ
di mana Sg adalah specific gravity ⎛⎜ s ⎞⎟ . Besarnya nilai CD tergantung pada bilangan Reynold.
⎜ ρ ⎟
⎝ ⎠

5
24
- bila NRe < 1 (laminer), C D =
N Re

24 3 18,5
- bila NRe = 1 - 104 (transisi), C D = + + 0,34 atau C D =
N Re N Re 0,5
N Re
0,6

- bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,34 sampai 0,4

Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:

ρ .d.V s
N Re = (5.7)
μ
Pada kondisi aliran laminer, persamaan (5.6) dapat disederhanakan menjadi:

g
Vs = (S g − 1)d 2 (5.8a)
18 ν
atau

g (5.8b)
Vs = (ρ s − ρ)d 2
18μ
di mana: μ = viskositas absolut dinamis, N.detik/m2
ν = viskositas kinematis, m2/detik

Persamaan (5.8a) atau (5.8b) disebut persamaan Stoke's.


Pada kondisi aliran turbulen, persamaan (5.6) dapat disederhanakan menjadi:

Vs = 3,3 g (S g − 1) d (5.9)

Pada kondisi aliran transisi, persamaan (3.6) tidak dapat disederhanakan, sehingga
perhitungan kecepatan pengendapannya harus dicari dengan cara coba-coba atau metoda iterasi.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah
diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:

• Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan Stoke's
untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
• Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan pola
aliran pengendapannya.
• Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan pendekatan
grafis (Gambar 5.8). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi tentang kecepatan
pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameter partikel.

6
Gambar 5.8 Grafik pengendapan tipe I

Contoh Soal 5.1:

Hitung kecepatan pengendapan partikel berdiameter 0,05 cm dan specific gravity 2,65 pada air
dengan temperatur 20oC.

Penyelesaian:

1. Asumsikan pola aliran laminer, gunakan persamaan (5.8a) atau (5.8b) dengan ρ = 998,2 kg/m3
dan μ = 1,002 10-3 N.detik/m2 pada temperatur air 20oC.

9,81
Vs = (2650 − 998,2) * 0,0005 2 = 0,22 m/detik
18 * 1,002x10 -3

2. Cek bilangan Reynold:

998 ,2 .0,0005.0, 22
N Re = = 112 Æ transisi
1,002 x10 − 3

3. Hitung nilai CD:

7
24 3
CD = + + 0,34 = 0,84
112 112 0 ,5

4. Hitung kecepatan pengendapan

4 * 9,81 ⎛ 2650 − 998,2 ⎞


Vs = ⎜ ⎟0,0005 = 0,11 m/detik
3 * 0,84 ⎝ 998,2 ⎠

5. Ulangi langkah 2, 3, dan 4 hingga diperoleh kecepatan pengendapan yang relatif sama dengan
perhitungan sebelumnya (metoda iterasi).

Hasil akhirnya adalah NRe = 55, CD = 1,18, dan Vs = 0,10 m/detik.

Perhitungan kecepatan pengendapan di atas adalah perhitungan dengan kondisi diameter


partikel hanya ada satu macam ukuran. Pada kenyataannya, variasi ukuran partikel yang
tersuspensi dalam air itu banyak sekali. Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai
acuan, sebut saja do, yang mempunyai kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 5.9). Vo
disebut juga overflow rate. Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai
berikut:

a. Partikel yang mempunyai ukuran lebih besar dari do atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih besar dari Vo, maka 100% akan mengendap dalam waktu yang sama.

b. Partikel yang mempunyai ukuran lebih kecil dari do atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih kecil dari Vo, maka tidak semua akan mengendap dalam waktu yang sama.

Vo
Vo

(a) (b)
Gambar 5.9 Lintasan pengendapan partikel:
a. Bentuk bak segi empat (rectangular)
b. Bentuk bak lingkaran (circular)
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test (Gambar 5.10). Over flow rate dihitung dengan persamaan:

Vo = h/t (5.10)

8
Gambar 5.10 Sketsa column settling test tipe I
Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:

F
1 o
Vo ∫0
R = (1 − Fo ) + VdF (5.11)

di mana: R = besarnya fraksi pengendapan partikel total


Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa
Berdasarkan persamaan (3.11), besarnya R tersusun oleh dua komponen, yaitu:

1. (1-Fo) = fraksi partikel dengan kecepatan > Vo


F
1 o
2. VdF = fraksi partikel dengan kecepatan < Vo
Vo ∫0

Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadap konsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu
klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo, yaitu
merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi partikel lebih kecil

9
yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan daerah di
atas kurva sampai batas Fo (Gambar 5.11). Fraksi partikel adalah perbandingan antara konsentrasi
partikel (misal TSS = total suspended solid) pada saat sampling pada waktu ke-t dengan
konsentrasi partikel mula-mula.

Gambar 5.11 Grafik pengendapan partikel diskret

Contoh soal 5.2:

Suatu kolom pengendapan setinggi 150 cm dipakai untuk mengendapkan partikel diskret. Pada
kedalaman 120 cm terdapat titik sampling untuk mengambil sampel pada waktu tertentu. Data
tes yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Waktu (menit) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0
Fraksi konsentrasi partikel tersisa 0,56 0,48 0,37 0,19 0,05 0,02
Berapakah % total removal / pemisahan partikel diskret pada over flow rate 0.025 m3/detik-m2 ?

Penyelesaian:
1. Hitung kecepatan pengendapan tiap pengambilan sampel dengan rumus:

h
Vs =
t
h = kedalaman titik sampling (120 cm)
t = waktu pengendapan (waktu pengambilan sampel)

Waktu (menit) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0


Kecepatan pengendapan
0,04 0,02 0,01 0,005 0,003 0,002
(m/detik)
Fraksi konsentrasi partikel
0,56 0,48 0,37 0,19 0,05 0,02
tersisa

2. Plot: Fraksi tersisa VS Kecepatan

10
1
0,9
0,8

Fraksi tersisa
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05

Kecepatan pengendapan (m/detik)

3. Hitung total removal pada kecepatan pengendapan 0,025 m/detik dengan persamaan (5.11):
F
1 o
Vo ∫0
R = (1 − Fo ) + VdF

Vo = 0,025 m/detik
Fo = fraksi partikel pada Vo
Fo
= luasan di atas kurva antara 0 hingga Fo
∫ VdF
0

a. Cari Fo dari Vo yang diketahui

1
0,9
0,8
Fra ksi te rsisa

0,7 Fo = 0,51
0,6
0,5
0,4
0,3
V o = 0,025
0,2
0,1
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Ke ce pa ta n pe nge nda pa n (m /de tik)

b. Cari luas daerah di atas kurva. Kurva dibagi menjadi beberapa segmen dan dibuat dalam
bentuk segi empat.

11
1
0,9
0,8

Fra ksi te rsisa


0,7 Fo = 0,51
0,6
0,5
0,4
0,3
V o = 0,025
0,2
0,1
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Ke ce pa ta n pe nge nda pa n (m /de tik)

c. Hitung luas daerah di atas kurva sebagai berikut:


dF V V dF
0,04 0,002 0,00008
0,04 0,0025 0,0001
0,08 0,003 0,00024
0,08 0,005 0,0004
0,08 0,0075 0,0006
0,08 0,01 0,0008
0,06 0,014 0,00084
0,05 0,019 0,00095
Σ V dF = 0,00401

∫ V dF = Σ V dF = 0,00401
d. Jadi penyisihan total adalah:

1
R = (1− 0,51) + x 0,00401
0,025
R = 0,6504 ~ 65%

Tujuan percobaan laboratorium sebagaimana pada Contoh soal 5.2 di atas adalah untuk
mendapatkan persen pengendapan total bila telah ditentukan over flow rate-nya. Pada dasarnya,
percobaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan nilai parameter tertentu yang akan
digunakan sebagai dasar disain bangunan sedimentasi. Parameter yang akan dicari adalah over
flow rate (Vo), dan waktu detensi (td) bila dikehendaki persen pengendapan dengan nilai tertentu.
Untuk mendapatkan nilai dari parameter-parameter ini, maka langkah yang harus ditempuh
adalah mengulangi langkah 3a, 3b, 3c, dan 3d pada penyelesaian contoh soal 5.2 dengan nilai Vo
yang berbeda, misalnya 0,02 m/detik atau 0,03 m/detik, sehingga diperoleh R yang berbeda pula.
Selanjutnya dicari hubungan antara Vo dan R (dalam bentuk grafik) pada berbagai nilai
yang berbeda tersebut. Grafik ini dapat dipakai untuk mencari nilai Vo pada R tertentu. Waktu
detensi dapat dicari dengan persamaan: td = h/Vo, h adalah kedalaman bak.

12
5.4. Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama
pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran partikel
flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi
tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena
ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan
column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 5.12). Dengan menggunakan
kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada interval waktu tertentu,
dan data REMOVAL partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 5.13.

Titik
sampling

Titik
sampling

Titik
sampling

Titik
sampling

Gambar 5.12 Sketsa kolom sedimentasi tipe II

13
H

Waktu

Gambar 5.13 Grafik isoremoval

Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada waktu
tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan. Tentukan kedalaman H1, H2, H3 dan
seterusnya (lihat Gambar 5.14).

Keterangan gambar:
H3 H1 : kedalaman di antara RB dan RC
H H2 : kedalaman di antara RC dan RD
H3 : kedalaman di antara RD dan RE
H2

RB

H1 RD
RE
RA
RC

Waktu

Gambar 5.14 Penentuan kedalaman H1, H2, dan H3

Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:

H1 H H
RT = RB + (RC − RB ) + 2 (RD − RC ) + 3 (RE − RD )
H H H (5.12)
Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengendapan
dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan tertentu. Langkah
yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga
variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)

14
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan
(sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate (sebagai
sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil yang
diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara
batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu) setelah
dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale up yang
digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).

Contoh Soal 5.3:


Direncanakan sebuah bak pengendap untuk mengendapkan air limbah dengan SS 350 mg/l dan
debit 7500 m3/hari. Uji laboratorium dilakukan terhadap air limbah tersebut dengan kolom
pengendapan berdiameter 20 cm dan tinggi 300 cm. Pada setiap 60 cm terdapat port (sampling
point). Hasil tes kolom adalah sebagai berikut:

Kedalaman Waktu (menit)


(cm) 10 20 30 45 60 90
60 240 170 125 100 50 40
120 270 195 165 150 110 60
180 275 250 215 160 135 90
240 285 240 225 190 155 125
300 >350 >350 >350 >350 >350 >350
Keterangan: Hasil tes yang tercatat pada tabel tersebut adalah kadar SS dalam mg/l
Tentukan :
1. Waktu detensi dan surface loading agar diperoleh 65 % pengendapan
2. Diameter dan kedalaman bak

Penyelesaian:
1. Ubah data laboratorium menjadi % removal:
Kedalaman Waktu (menit)
(cm) 10 20 30 45 60 90
60 31 51 64 71 86 89
120 23 44 53 57 69 83
180 21 29 39 54 61 74
240 19 31 36 46 56 64
300 ~ ~ ~ ~ ~ ~
Keterangan: ~ pada kedalaman 300 cm, terjadi akumulasi lumpur.

2. Plot tabel di atas sehingga membentuk grafik isoremoval:

15
31 51 64 71 86 89

23 44 53 57 69 83

21 29 39 54 61 74

19 31 36 46 56 64

3. Ambil waktu tertentu dan hitung penyisihan total pada waktu tersebut. Misal t = 16 menit

205 85 50 40 20
RT = 20 + (30 − 20 ) + ( 40 − 30 ) + (50 − 40 ) + (60 − 50 ) + (70 − 60 )
300 300 300 300 300

= 33,3 %

4. Dengan cara yang sama (no. 3), tentukan removal total pada t (waktu) yang lain, misal: 25,
40, 55, dan 80 menit.

Hasilnya adalah:
Waktu (menit) % RT
16 33,3
25 43,3
40 51,2
55 61,0
80 67,7

Plot hubungan % RT VS t

16
80
70
60
50

% RT
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100
W a ktu (me nit)

Untuk mendapatkan 65% pengendapan, diperlukan waktu 64 menit (lihat gambar di atas).

5. Hitung surface loading (overflow rate) pada waktu-waktu di atas dengan rumus SL = H/t, di
mana SL adalah surface loading, H adalah tinggi kolom, dan t adalah waktu yang dipilih.

Surface loading
Waktu (menit) % RT
(m3/hari-m2)
16 270 33,3
25 172,8 43,3
40 108 51,2
55 78,5 61,0
80 54 67,7

Plot hubungan % RT VS surface loading

80
70
60
50
% RT

40
30
20
10
0
0 50 100 150 200 250 300

S urfa ce loa ding (m 3 /ha ri-m 2 )

17
Surface loading yang diperlukan untuk menghasilkan pengendapan 65% adalah 62 m3/hari-m2.
6. Berdasarkan pengolahan data dari hasil percobaan diperoleh:
- td = 64 menit
- Vo = 62 m3/hari-m2
Untuk disain, nilai dari hasil percobaan dikalikan dengan faktor scale up.
Jadi: td = 64 menit x 1,75 = 112 menit
Vo = 62 m3/hari-m2 x 0,65 = 40,3 m3/hari-m2
7. Luas permukaan bak
AS = Q/Vo = (7500 m3/hari)/ 40,3 m3/hari-m2 = 186 m2
Bila bak berbentuk lingkaran, maka diameternya adalah 15,4 m
Kedalaman bak = Volume bak / luas permukaan
= td. Q / A
= (112 menit x 7500 m3/hari) / 186 m2 x 1hari/1440 menit
= 3,14 meter

3.1. Soal-soal
1. Hitunglah kecepatan pengendapan partikel berikut :
- diameter partikel : 0,09 cm
- densitas partikel : 2400 kg/m3
- densitas air : 996 kg/m3
- viskositas air absolut (μ) : 0,8004. 10-2 gr/cm. det.

- viskositas air kinematik (ν ) : 0,8039 10-2 cm2/det.


-percepatan gravitasi : 980 cm/det2
3. Hitung kecepatan pengendapan partikel di air berikut:
a. diameter partikel 0,045 cm, specific gravity 2,6, temperatur air 25oC.
b. diameter partikel 0,045 cm, specific gravity 0,9, temperatur air 25oC.
c. diameter partikel 0,09 cm, specific gravity 2,6, temperatur air 25oC.
d. Berikan kesimpulan atas hasil perhitungan pada soal a, b, dan c.

18
5. Pengendapan tipe I yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kolom pengendapan
berdiameter 10 cm diperoleh data sebagai berikut:
Kecepatan Fraksi partikel
pengendapan terendapkan
(m/menit)
3,30 0,45
1,65 0,54
0,60 0,65
0.30 0,79
0,22 0,89
0,15 0,97

Hitunglah overflow rate bila diinginkan penyisihan / removal sebesar 65%

6. Analisis pengendapan partikel diskret dalam kolom pengendapan dengan pengambilan sampel
dari kedalaman 2 meter menghasilkan data kandungan partikel sebagai berikut:

Waktu sampling Kandungan partikel


(menit) (mg/l)
0 800
5 525
10 425
15 325
20 250
25 175
30 125

(T= 29OC, Sg= 2,65)

a. Tentukan % penyisihan total partikel pada overflow rate sama dengan kecepatan
pengendapan partikel berdiameter 0,005 cm

b. Tentukan % removal partikel yang berdiameter > 0,005 cm

c. Tentukan % removal partikel yang berdiameter < 0,005 cm

7. Pada analisis tes kolom pengendapan, digunakan sampel dengan kadar SS = 1200 mg/l.
Kedalaman titik sampling masing-masing 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; dan 2,0 meter. Kadar SS (mg/l) dari
tiap titik sampling pada interval waktu tertentu adalah sebagai berikut :
Kedalaman Waktu (menit)
(meter) 10 20 30 45 60 90
0,5 790 700 485 360 295 220
1,0 920 810 675 590 430 330
1,5 1020 860 750 640 610 550
2,0 1800 1900 2010 2070 2110 2150

Berapa % total removal pada over flow rate 0,67 l/det.m2. Hitung pula waktu
pengendapannya !

19
5.5. Bahan Bacaan
1. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmental Engineering,
McGraw-Hill Publishing Company, 1985
2. Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996.
3. Sincero, Arcadio P. dan Gregorio A. Sincero, Environmental Engineering, Prentice Hall,
1996
4. Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse, 3rd
edition, Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York, 1991.

20

Anda mungkin juga menyukai