UNIT SEDIMENTASI
(a) (b)
Gambar 5.1 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang
• lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet
bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di
sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.2). Secara tipikal
bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.
(a) (b)
Gambar 5.2 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed: (a) denah, (b) potongan
melintang
1
• lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling
lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran,
sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.3). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan
tipe center feed, walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola
aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap
persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena
penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
(a) (b)
Gambar 5.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah, (b) potongan
melintang
Bagian-bagian dari bak sedimentasi (Gambar 5.4):
a. Inlet: tempat air masuk ke dalam bak.
b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang
dilengkapi dengan sludge collector/scrapper.
d. Outlet: tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpah
(weir).
Panjang
r
ba
Le
Permukaan air
H efektif
Zona pengendapan
Kedalaman air, H
Vh Vh
Zona inlet
Vt
Zona outlet
Vi
Vh Vi<Vt
H efektif
Vi
Zona lumpur
2
Zona Inlet atau struktur influen. Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak
sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai,
karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan
efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan
circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu
dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai
inlet bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi
tergantung pada kualitas flok.
Zona pengendapan. Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dalam
zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan
pengendapan.
Zona lumpur. Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap
disana
Zona outlet atau struktur efluen. Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai
pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak
sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol
outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya
juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan
pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.
Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler.
Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar 5.5) dengan tujuan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan.
3
• Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel saling
menahan partikel lainnya untuk mengendap
• Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena
berat partikel
Air jernih
Kedalaman
Partikel diskret
Partikel flokulen
Pertikel tertahan
Kompresi
Waktu
FI = Fg – Fb = (ρS - ρ) g V (5.1)
di mana: FI = gaya impelling, N
ρs = densitas massa partikel, kg/m3
ρ = densitas massa air, kg/m3
V = volume partikel, m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
4
FD Fb
partikel
Fg
Gaya drag adalah gaya yang melawan gaya impelling sehingga partikel dalam kondisi
setimbang. Arah gaya ini adalah ke atas (Gambar 5.7) dan dinyatakan dengan persamaan:
FD = CD Ac ρ (Vs2/2) (5.2)
di mana: FD = gaya drag, N
CD = koefisien drag, tanpa satuan
Ac = luas potongan melintang partikel, m2
Vs = kecepatan pengendapan, m/detik
Dalam kondisi yang seimbang, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(ρS - ρ) g V = CD Ac ρ (Vs2/2) (5.3)
atau
2g ⎛ ρ s − ρ ⎞ V (5.4)
Vs = ⎜ ⎟
C D ⎜⎝ ρ ⎟⎠ Ac
4g ⎛ ρs − ρ ⎞ (5.5)
Vs = ⎜⎜ ⎟⎟ d
3C D ⎝ ρ ⎠
atau
4g
Vs = (S g − 1) d (5.6)
3C D
ρ
di mana Sg adalah specific gravity ⎛⎜ s ⎞ . Besarnya nilai C tergantung pada bilangan Reynold.
⎜ ρ ⎟⎟ D
⎝ ⎠
5
24
- bila NRe < 1 (laminer), C D =
N Re
24 3 18,5
- bila NRe = 1 - 104 (transisi), C D = + + 0,34 atau C D =
N Re N Re 0,5
N Re
0,6
ρ .d.V s
N Re = (5.7)
μ
Pada kondisi aliran laminer, persamaan (5.6) dapat disederhanakan menjadi:
g
Vs = (S g − 1)d 2 (5.8a)
18 ν
atau
g (5.8b)
Vs = (ρ s − ρ)d 2
18μ
di mana: μ = viskositas absolut dinamis, N.detik/m2
ν = viskositas kinematis, m2/detik
Vs = 3,3 g (S g − 1) d (5.9)
Pada kondisi aliran transisi, persamaan (3.6) tidak dapat disederhanakan, sehingga
perhitungan kecepatan pengendapannya harus dicari dengan cara coba-coba atau metoda iterasi.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah
diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
• Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan Stoke's
untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
• Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan pola
aliran pengendapannya.
• Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan pendekatan
grafis (Gambar 5.8). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi tentang kecepatan
pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameter partikel.
6
Gambar 5.8 Grafik pengendapan tipe I
Hitung kecepatan pengendapan partikel berdiameter 0,05 cm dan specific gravity 2,65 pada air
dengan temperatur 20oC.
Penyelesaian:
1. Asumsikan pola aliran laminer, gunakan persamaan (5.8a) atau (5.8b) dengan ρ = 998,2 kg/m3
dan μ = 1,002 10-3 N.detik/m2 pada temperatur air 20oC.
9,81
Vs = (2650 − 998,2) * 0,0005 2 = 0,22 m/detik
18 * 1,002x10 -3
998 ,2 .0,0005.0, 22
N Re = = 112 Æ transisi
1,002 x10 − 3
7
24 3
CD = + + 0,34 = 0,84
112 112 0 ,5
5. Ulangi langkah 2, 3, dan 4 hingga diperoleh kecepatan pengendapan yang relatif sama dengan
perhitungan sebelumnya (metoda iterasi).
a. Partikel yang mempunyai ukuran lebih besar dari do atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih besar dari Vo, maka 100% akan mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai ukuran lebih kecil dari do atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih kecil dari Vo, maka tidak semua akan mengendap dalam waktu yang sama.
Vo
Vo
(a) (b)
Gambar 5.9 Lintasan pengendapan partikel:
a. Bentuk bak segi empat (rectangular)
b. Bentuk bak lingkaran (circular)
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test (Gambar 5.10). Over flow rate dihitung dengan persamaan:
Vo = h/t (5.10)
8
Gambar 5.10 Sketsa column settling test tipe I
Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:
F
1 o
Vo ∫0
R = (1 − Fo ) + VdF (5.11)
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadap konsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu
klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo, yaitu
merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi partikel lebih kecil
9
yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan daerah di
atas kurva sampai batas Fo (Gambar 5.11). Fraksi partikel adalah perbandingan antara konsentrasi
partikel (misal TSS = total suspended solid) pada saat sampling pada waktu ke-t dengan
konsentrasi partikel mula-mula.
Suatu kolom pengendapan setinggi 150 cm dipakai untuk mengendapkan partikel diskret. Pada
kedalaman 120 cm terdapat titik sampling untuk mengambil sampel pada waktu tertentu. Data
tes yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Waktu (menit) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0
Fraksi konsentrasi partikel tersisa 0,56 0,48 0,37 0,19 0,05 0,02
Berapakah % total removal / pemisahan partikel diskret pada over flow rate 0.025 m3/detik-m2 ?
Penyelesaian:
1. Hitung kecepatan pengendapan tiap pengambilan sampel dengan rumus:
h
Vs =
t
h = kedalaman titik sampling (120 cm)
t = waktu pengendapan (waktu pengambilan sampel)
10
1
0,9
0,8
Fraksi tersisa
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
3. Hitung total removal pada kecepatan pengendapan 0,025 m/detik dengan persamaan (5.11):
F
1 o
Vo ∫0
R = (1 − Fo ) + VdF
Vo = 0,025 m/detik
Fo = fraksi partikel pada Vo
Fo
= luasan di atas kurva antara 0 hingga Fo
∫ VdF
0
1
0,9
0,8
Fra ksi te rsisa
0,7 Fo = 0,51
0,6
0,5
0,4
0,3
V o = 0,025
0,2
0,1
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Ke ce pa ta n pe nge nda pa n (m /de tik)
b. Cari luas daerah di atas kurva. Kurva dibagi menjadi beberapa segmen dan dibuat dalam
bentuk segi empat.
11
1
0,9
0,8
∫ V dF = Σ V dF = 0,00401
d. Jadi penyisihan total adalah:
1
R = (1− 0,51) + x 0,00401
0,025
R = 0,6504 ~ 65%
Tujuan percobaan laboratorium sebagaimana pada Contoh soal 5.2 di atas adalah untuk
mendapatkan persen pengendapan total bila telah ditentukan over flow rate-nya. Pada dasarnya,
percobaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan nilai parameter tertentu yang akan
digunakan sebagai dasar disain bangunan sedimentasi. Parameter yang akan dicari adalah over
flow rate (Vo), dan waktu detensi (td) bila dikehendaki persen pengendapan dengan nilai tertentu.
Untuk mendapatkan nilai dari parameter-parameter ini, maka langkah yang harus ditempuh
adalah mengulangi langkah 3a, 3b, 3c, dan 3d pada penyelesaian contoh soal 5.2 dengan nilai Vo
yang berbeda, misalnya 0,02 m/detik atau 0,03 m/detik, sehingga diperoleh R yang berbeda pula.
Selanjutnya dicari hubungan antara Vo dan R (dalam bentuk grafik) pada berbagai nilai
yang berbeda tersebut. Grafik ini dapat dipakai untuk mencari nilai Vo pada R tertentu. Waktu
detensi dapat dicari dengan persamaan: td = h/Vo, h adalah kedalaman bak.
12
5.4. Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama
pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran partikel
flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi
tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena
ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan
column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 5.12). Dengan menggunakan
kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada interval waktu tertentu,
dan data REMOVAL partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 5.13.
Titik
sampling
Titik
sampling
Titik
sampling
Titik
sampling
13
H
Waktu
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada waktu
tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan. Tentukan kedalaman H1, H2, H3 dan
seterusnya (lihat Gambar 5.14).
Keterangan gambar:
H3 H1 : kedalaman di antara RB dan RC
H H2 : kedalaman di antara RC dan RD
H3 : kedalaman di antara RD dan RE
H2
RB
H1 RD
RE
RA
RC
Waktu
Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
H1 H H
RT = RB + (RC − RB ) + 2 (RD − RC ) + 3 (RE − RD )
H H H (5.12)
Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengendapan
dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan tertentu. Langkah
yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga
variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
14
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan
(sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate (sebagai
sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil yang
diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara
batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu) setelah
dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale up yang
digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).
Penyelesaian:
1. Ubah data laboratorium menjadi % removal:
Kedalaman Waktu (menit)
(cm) 10 20 30 45 60 90
60 31 51 64 71 86 89
120 23 44 53 57 69 83
180 21 29 39 54 61 74
240 19 31 36 46 56 64
300 ~ ~ ~ ~ ~ ~
Keterangan: ~ pada kedalaman 300 cm, terjadi akumulasi lumpur.
15
31 51 64 71 86 89
23 44 53 57 69 83
21 29 39 54 61 74
19 31 36 46 56 64
3. Ambil waktu tertentu dan hitung penyisihan total pada waktu tersebut. Misal t = 16 menit
205 85 50 40 20
RT = 20 + (30 − 20 ) + ( 40 − 30 ) + (50 − 40 ) + (60 − 50 ) + (70 − 60 )
300 300 300 300 300
= 33,3 %
4. Dengan cara yang sama (no. 3), tentukan removal total pada t (waktu) yang lain, misal: 25,
40, 55, dan 80 menit.
Hasilnya adalah:
Waktu (menit) % RT
16 33,3
25 43,3
40 51,2
55 61,0
80 67,7
Plot hubungan % RT VS t
16
80
70
60
50
% RT
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100
W a ktu (me nit)
Untuk mendapatkan 65% pengendapan, diperlukan waktu 64 menit (lihat gambar di atas).
5. Hitung surface loading (overflow rate) pada waktu-waktu di atas dengan rumus SL = H/t, di
mana SL adalah surface loading, H adalah tinggi kolom, dan t adalah waktu yang dipilih.
Surface loading
Waktu (menit) % RT
(m3/hari-m2)
16 270 33,3
25 172,8 43,3
40 108 51,2
55 78,5 61,0
80 54 67,7
80
70
60
50
% RT
40
30
20
10
0
0 50 100 150 200 250 300
17
Surface loading yang diperlukan untuk menghasilkan pengendapan 65% adalah 62 m3/hari-m2.
6. Berdasarkan pengolahan data dari hasil percobaan diperoleh:
- td = 64 menit
- Vo = 62 m3/hari-m2
Untuk disain, nilai dari hasil percobaan dikalikan dengan faktor scale up.
Jadi: td = 64 menit x 1,75 = 112 menit
Vo = 62 m3/hari-m2 x 0,65 = 40,3 m3/hari-m2
7. Luas permukaan bak
AS = Q/Vo = (7500 m3/hari)/ 40,3 m3/hari-m2 = 186 m2
Bila bak berbentuk lingkaran, maka diameternya adalah 15,4 m
Kedalaman bak = Volume bak / luas permukaan
= td. Q / A
= (112 menit x 7500 m3/hari) / 186 m2 x 1hari/1440 menit
= 3,14 meter
3.1. Soal-soal
1. Hitunglah kecepatan pengendapan partikel berikut :
- diameter partikel : 0,09 cm
- densitas partikel : 2400 kg/m3
- densitas air : 996 kg/m3
- viskositas air absolut (μ) : 0,8004. 10-2 gr/cm. det.
18
5. Pengendapan tipe I yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kolom pengendapan
berdiameter 10 cm diperoleh data sebagai berikut:
Kecepatan Fraksi partikel
pengendapan terendapkan
(m/menit)
3,30 0,45
1,65 0,54
0,60 0,65
0.30 0,79
0,22 0,89
0,15 0,97
6. Analisis pengendapan partikel diskret dalam kolom pengendapan dengan pengambilan sampel
dari kedalaman 2 meter menghasilkan data kandungan partikel sebagai berikut:
a. Tentukan % penyisihan total partikel pada overflow rate sama dengan kecepatan
pengendapan partikel berdiameter 0,005 cm
7. Pada analisis tes kolom pengendapan, digunakan sampel dengan kadar SS = 1200 mg/l.
Kedalaman titik sampling masing-masing 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; dan 2,0 meter. Kadar SS (mg/l) dari
tiap titik sampling pada interval waktu tertentu adalah sebagai berikut :
Kedalaman Waktu (menit)
(meter) 10 20 30 45 60 90
0,5 790 700 485 360 295 220
1,0 920 810 675 590 430 330
1,5 1020 860 750 640 610 550
2,0 1800 1900 2010 2070 2110 2150
Berapa % total removal pada over flow rate 0,67 l/det.m2. Hitung pula waktu
pengendapannya !
19
5.5. Bahan Bacaan
1. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmental Engineering,
McGraw-Hill Publishing Company, 1985
2. Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996.
3. Sincero, Arcadio P. dan Gregorio A. Sincero, Environmental Engineering, Prentice Hall,
1996
4. Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse, 3rd
edition, Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York, 1991.
20