Anda di halaman 1dari 17

TRANSPORT KONTAMINAN DALAM TANAH

1. Bersifat dinamis berinteraksi dg partikel tanah


2. Bergerak sesuai energi yang dimiliki sesuai aliran airtanah
3. Terjadi proses /fenomena dalam transport kontaminan

Fenomena penting dalam transport :


• Adveksi - airtanah mengalir sambil membawa kontaminan
• Dispersi hidrodinamik, - adanya perpindahan krn difusi kontaminan
• Retardasi  perubahan jumlah kontmn selama proses transport

Perubahan jumlah larutan dalam phase cair disebabkan sorpsi-desorpsi


dan fenomena transformasi (adanya proses reaksi). Proses reaksi dapat
Terjadi akibat kontaminan yang bereaksi dengan zat lain dalam larutan
Abiotis, digunakan sbg subtrat dalam proses biodegradasi (biotis). Dengan
bertambahnya waktu mengalami perubahan jumlah secara alamiah seperti
peluruhan dalam zat radioaktif.
Transformasi baik yang biotis maupun abiotis menyebabkan perubahan
jumlah konsentrasi kontaminan.
Gambar 1. Skematis transport kontaminan dalam tanah (Sauty, 1980)
Pada kasus di mana kontaminan merupakan zat yang tidak tercampur (immicible fluid),
seperti NAPL (Non aqueous phase liquid), maka transport kontaminan menjadi lebih
komplek.
Pada kontaminan LNAPL (lighter than water NAPL) maka sebagian besar kontaminan
akan mengapung pada permukaan tanah, sebagian tertinggal pada zona tak jenuh dan
sebagian terlarut serta mengikutialiran airtanah.
Di lapangan salah satu sifat yang penting adalah Konduktivitas hidraulik (k).

2. Adveksi
Proses transport kontaminan terlarut (miscible) akibat perpindahan medium di mana
solute atau kontaminan berada, disebut transport Adveksi. Kecepatan aliran sama
dengan kecepatan aliran airtanah, kec aliran airtanah dari hukum Darcy--- v =
(K/Neff)δh/ δL)

Berdasar gerak aliran airtanah dua dimensi , akan diperoleh head (h)

 2h  2h S h
  ............................ (1)
x 2
y 2
K t
Setelah head(h) untuk masing-masing lokasi ditentukan, maka gradien hidraulik dapat
dihitung shg kecepatan aliran (v) dpt dihitung dg Hukum Darcy
Untuk satu arah misal arah x, maka fluks massa Fx, karena adveksi setara
dengan jumlah air yang mengalir dikalikan dengan konsentrasi kontaminan
atau padatan terlarut, dapat dinyatakan sbb:
Fx = VxNeff.C .....................................................................(3)
Sedangkan pers transport untuk satu dimensi dalam arah x :
∂C/∂t = - Vx ∂C/∂x ...............................................................(4)

3. Dispersi Hidrodinamika
Merupakan proses gabungan antara difusi dan dispersi mekanis. Difusi
terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi dalam larutan, ion atau
molekul yang larut dalam air mempunyai kecendrungan menyamakan
konsentrasi dalam sistem, shg akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke yang
rendah.
Dispersi mekanik terjadi akibat adanya perbedaan distribusi kecepatan aliran
akibat geometri pori dan perbedaan lintasan.

3.1 Difusi molekuler


Kontaminan terlarut akan cenderung menyamakan konsentrasi, bergerak
dari konsentrasi tinggi ke rendah, proses perpindahan ion atau molekul
disebut sebgai difusi molekuler atau difusi. Difusi akan berlangsung terus
sampai gradien konsentrasi = nol atau tidak ada perbedaan dalam sistem.
Massa dari kontaminan (solute) yang terdifusi = gradien konsentrasi . Proses difusi
akan mengikuti kaidah Fick pertama yang untuk pergerakan satu dimensi dapat ditulis
sbb:
F = - Dd(dC/dx) ........................................................................... (5)
Di mana :
F = fluks massa dari solute atau kontaminan (gr/m^2/det)
Dd = koefisien difusi (m^2/det)
C = konsentrasi solute (g/m^3)
dC/dx = gradien konsentrasi (gr/m^3/m)

Dalam pers di atas bertanda negatif pada suku kanan (pers.5) yang menunjukkan
bahwa gerakan kontaminan adalah dari lokasi atau titik dengan konsentrasi yang lebih
tinggi ke lokasi yang rendah. Pada tabel 8.1 menunjukkan beberapa nilai Dd dari kation
dan anion dlm air dg temp 25 drj C

Untuk suatu sistem di mana konsentrasi berubah thd waktu, maka kaidah Fick kedua
untuk prgerakan dalam satu dimensi berlaku, sbb :
∂C/∂t = - Vx ∂^2C/∂x^2 ............................................................... (6)
Dalam pers di atas ∂C/∂t adalah perubahan konsentrasi thd waktu (gr/m^3/det). Crank
(1956) membuat solusi dari pers sbb:
C(x,t) = Co erfc(x/2(Dd.t (Ddt) ^0,5)
Di mana
C(x,t) = konsentrasi kontaminan dalam jarak x dan waktu t sejak difusi mulai
Co = adalah konsentrasi awal
Erfc = adalah complementary error function mrpk fungsi matematik yang
berhubungan dengan distribusi normal ataupun distribusi Gauss
Nilai erfc dapat diperoleh dengan pers :
Erfc (A) = 1 – erf (A)
Bila A negatif, maka
Erfc (- A) = 1 + erf (A)
Nilai erfc (A) adalah nol untuk semua nilai positif > dari 3 dan sama dengan 1 untuk
nilai A = 0 sedangkan error fuction (erf) didiff sbb :
A
2
e
t 2
dt
erf (A) =
 0
Selain itu error function dapat pula dihitung berdasar pendekatan analitis sbb :
  4 A2 
1  exp 
  

Erf (A) =  
Pendekatan numerik untuk mencari harga complemtary error fuction telah dilakukan
dengan hasil cukup baik (Abramowitz dan Stegun, 1972), sbb :

Erfc (A) =( a1t + a2t2 +a3t3+ a4t4 +a5t5)exp ( - A2) + ԑ(A)


Di mana
Untuk A > 0 dengan t = 1/(1+pA) nilai koeff p = 0,3275911

a1 = 0,254829592 a4 = -1,453152027, dan


a2 = - 0,284496736 a5 = 1,061405429
a3 = 1,421413741
Difusi di dalam tanah tidak sama dengan di dalam air, karena ion atau molekul kontaminan
atau solute harus lewat lintasan berpori dalam tanah. Karena itu nilai koeff difusi efektif (D*)
harus digunakan, dapat dihitung dengan pers (Fetter, 1999):
D* = ωDd ...................................................................... (8)
Koef ω adalah pengaruh Tortuosity / transmisivitas (T), (Bear, 1972), nilai ω sering
dianggap sama dengan T (Sun, 1996)
D* ≈ TDd
Nilai ω kurang dari 1, koef difusi efektif tanah < koef difusi air.
Tortousity adalah nilai yang menunjukkan efek lintasan yang ditempuh ion/ molekul
dari solute yang melalui tanah atau media berpori (T) menurut Bear, 1972 dalam
Fetter, 1999 :

T = (L/Lc)^2 ................................................................... (9)
L : l jarak lurus intasan solute
Lc : Lintasan yang dilalui ion/molekul solute.
Karena L selalu lebih kecil atau sama dengan Lc, maka T juga ≤ 1
Proses difusi adalah proses rumit dan komplek untuk solute yang ionik (anion&kation)

Gambar 3. Lintasan yang dilalui partikel (Lc) akibat butir tanah dengan jarak (L)
3.2 Dispersi mekanis
Airtanah mengalir melalui pori antar butir tanah kecepatanya tidak seragam,
disebabkan 3 fenomena terjadinya dispersi mekanis (Bear, 1979) :
 variasi ukuran pori
 lintasan yang berliku-liku
 variasi distribusi kecepatan di dalam pori
Kecepatan aliran akan lebih cepat pada pori yang besar dibanding yang
pori2nya kecil , lintasan juga demikian ada solute yang lintasannya panjang
dan ada yang pendek. Variasi tersebut sering disebut sebagai macrodispersi
Kecepatan aliran di bagian tengah akan selalu lebih cepat daripana bag atas
dan bawah. Perbedaan kecepatan yang akhirnya menyebabkan perbedaan
waktu untuk sampai di suatu partikel atau molekul kontaminan pada jarak
yang sama enyebabkan percampuran yang disebut dispersi mekanis. Bila
memanjang sesuai aliran air disebut dispersi mekanis longitudinal, yang
tegak lurus terhadap aliran disebut dispersi mekanis transversal.
Dispersi mekanis longitudinal (Dml) dapat dihit dengan pers :
Dml = αi Vi ................................................................. (10)
αi = dispersivitas arah i (m), Vi adalah kecepatan arah i (m/det)
demikian juga untuk koef dispersi transvesal (DmT)
DmT = αj Vi ................................................................. (11)
αj = dispersivitas arah j (m), yang tegaklurus arah utama aliran i
3.3 Dispersi Hidrodinamis
Dalam aliran melalui media berbutir sangat sulit untuk memisahkan
fenomena difusi molekuler dengan dispersi mekanis. Karena itu digunakan
dua fenomena tersebut yaitu disebut koefisien dispersi hidrodinamis (D).
Koef (D) ditulis dalam
Formula

D = Dm + D* ................. (12)
Yang dapat ditulis
DL = αL Vi + D* ........... (12a)
DT = αT Vi + D* ............ (12b)

Dimana :
DL = Koef. Dispersi hidrodinamik
Longitudinal
DT = Koef. Dispersi hidrodinamik
Transversal
αL = dispersivitas Longitudinal
αT = dispersivitas Transversal
Gambar 4. fenomena yang menyebabkan
dispersi mekanis dalam media pori
Klotz et al (1980) berdasar studi Lab dan lapangan, mencoba mencari
hubungan antas DL dan DT dengan kecepatan aliran untuk tanah non
kohesip (pasir & tanah berpasir) diperoleh hub. Empiris sbb :
DL = αLVm ................................................................ (13)
Dimana kisaran harga 1,07 ≤ m ≤ 1,1 untuk penelitian Laboratorium
αL dipengaruhi oleh ukuran butir dan koef keseragaman (UC)--- UC = d60/d10
Untuk skala lapangan diperoleh nilai m = 0,5 dengan αL = 5 m Sedangkan untuk DT dapat diperoleh sbb:

DT = αTVm ............................................................................. (14)


Nilai koef m = pers menghitung αL
αT yang diperoleh adalah 6 sampai 20 kali lebih kecil dibanding αL

a. Dispersi hidrodinamik dalam skala Laboratorium


Dalam skala lab, besarnya koef dilakukan pendekatan secara makroskopik, yaitu
dengan cara “curve fitting” dari solusi analisis pers. Transport 1 dimensi.
Percobaan menggunakan kolom tanah sepanjang 10 sd 40 cm, diameter tidak
kurang 100 kali besar partikel untuk mengurangi efek gesekan dinding kolom.
Setelah kolom dijenuhkan dengan air yang dicampur dengan KCl atau CaCl2
dengan konsentrasi 0,1 N untuk mendekati lapangan, dibiarkan 24 jam supaya
gas terlarut dengan baik.
Masukan larutan yang mengandung perunut dengan konsentrasi yang tidak
terlalu tinggi untuk mengurangi efek perbedaan densitas sebagai input.
Kemudian konsentrasi perunut effluen diukur pada selang waktu tertentu
secara teratur, dengan waktu awal (to) saat perunut dimasukkan.
Hasil analisa effluen dibuat plot dengan konsentrasi relatif (Co/C) sebagai
ordinat dan waktu relatif (dimensionless time) sebagai absis. Waktu relatif
adalah rasio antara volume larutan dengan volume pori dalam tanah (V/Vo)
(gambar 5) menunjukkan curve fitting data eksperimen dg kolom tanah
menggunakan analitis Lapidus dan Amudson untuk mencari DL (1 D) yang
selanjutnya digunakan untuk mencari αL (Notodarmojo, 1991) sedangkan
tabel 2 menyajikan nilai αL dari hasil percobaan Lab untuk beberapa jenis
tanah. Dalam gambar 5, volume pori dihitung dengan pers. Q x t/ (n X A.L
dimana L adalah debit larutan yang masuk (fidding solution), n = porositas, A
luas penampang kolom dan L panjang tanah dalam kolom.
Pfankuch (1963) telah
mengumpulkan 175 data
tentang dispersi hidrodinamis 1
D. Diperoleh hub. Unik antar
DL/Dd dengan bilangan pecklet
(Pe) = vd/Dd (gambar 6). Dari
gambar 6 bilangan Peclet
menggambarkan 4 zone :
- Zone 1 : difusi molekuler
mendominasi karena kece
transport sangat kecil ( αL V <
Dd T) T=( Tortuosity)
- Zone II : nilai Pe antara 0,4 –
5, efek difusi molkuler dan
dispersi mekanis sama
kuatnya. Gambar 5. Teknik curve fiirng untuk
- Zone III : penyebaran ion atau menghitung nilai DL. dengan percob.
molekul terutama disebabkan Kolom tanah dengan solusi analitik.
dispersi mekanis. Berlaku
DL/Dd = α (Pe) m, dg α ≈ 0,5
dan 1< m < 1,2
-Zona IV : penyebaran solute
didominasi dispersi mekanis
(sepanjang masih dalam wilayah
hukum Darcy). Pengaruh difusi
molekular diabaikan, kecuali sbg
Faktor penentu dispersi pada arah
Tranversal. Seperti dalam gambr 6,
Kita peroleh garis lurus dg sudut
45. Hubungan antara DL dengan Pe:
DL/Dd = ᵦ Pe, dimana  b = 1,8
-Zon v : zona ini hanya terjadi
dispersi mekanis, tetapi yg sudah
di luar wilayah hukum Darcy,
Sehingga efek turbulensi enersia
tidak lagi bisa diabaikan.

Gambar 6. Hub. Antara DL/Do dengan


Bilangan Peclet (Bear, 1979)

Anda mungkin juga menyukai