PENDAHULUAN
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial
bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri,
rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa
seluruh manusia membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang kita ketahui di atas bahwa air adalah suatu hal yang vital di bumi.
Banyak fenomena-fenomena yang terjadi pada hal ini. Peningkatan dan
perkembangan pembangunan di berbagai sektor menuntut pemenuhan akan
pelayanan sumber daya alam. Hal ini memberikan implikasi berkembangnya sistem
pengembangan sumber daya air yang makin kompleks dan rumit. Pengembangan
sumber daya air sendiri memiliki pengertian sebagai ilmu yang mempelajari tentang
teknik sumber daya air diantaranya, tata cara memahami kuantitas, kualitas, jadwal
ketersediaan, dan kebutuhan sumber daya air serta bagaimana penanggulangan
permasalahan yang ada sehingga dapat dikembangkan pemanfaatan, kelestarian,
dan pengelolaan sumber daya air tersebut untuk kesejahteraan kehidupan manusia
beserta alamnya. Dewasa ini di Indonesia telah melakukan beberapa pengembangan
sumber daya air secara sederhana ataupun modern. Salah satu pengembangan
sumber daya air secara sederhana dan konvensional adalah teknologi penjernihan
air dengan sistem pasir lambat.
DEA 1
banyak. Dan hal ini yang sering menyebabkan penjernihan air sistem pasir lambat
kurang berfungsi dengan baik.
DEA 2
BAB II
PEMBAHASAN
DEA 3
Gambar 2.1 Desain Saringan Pasir Lambat Standar WHO
Ketinggian air kotor di bak penyaring biasanya berkisar 1-1,5 meter, dan
ketebalan lapisan pasir berkisar 0,6-1,2 meter. Ketebalan dan ketinggian air ini
bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi sumber air, ukuran butir pasir,
keseragaman butir dan tekanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan
aliran air melewati saringan pasir lambat. Jika dibutuhkan penyaringan yang lebih
baik, maka tebal pasir makin tebal dan karena hal tersebut maka aliran air akan
semakin lambat dan membutuhkan tekanan yang makin tinggi sehingga ketinggian
air di atas saringan juga harus semakin tinggi.
Dalam perencanaan penjernihan air dengan pasir lambat ada beberapa kriteria
perencanaan yang harus diperhatikan, diantaranya:
DEA 4
4. Penentuan ketebalan media pasir berkisar 60-100 cm untuk media kerikil
digunakan ketebalan 15-30 cm dengan diameter kerikil 3-30 mm.
Jenis penjernihan air pasir lambat ada 2 macam yaitu penjernihan pasir lambat
down flow dan penjernihan pasir lambat up flow.
Gambar 2.2 Sistem Penjernihan Air dengan Pasir Lambat Down Flow
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan pasir lambat down
flow terdiri atas unit proses, yakni bangunan penampung air bersih. Unit
pengolahan air dengan mediasi pasir lambat down flow merupakan satu paket
dimana kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam
ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Biasanya bangunan ini
hanya terdiri dari sebuah bak untuk menampung air dan media penyaring
(pasir). Bangunan ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet,
dan peralatan kontrol.
DEA 5
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk kedalam saringan dan
tidak merusak atau mengaduk permukaan media kerikil bagian atas. Sedangkan
struktur outlet selain untuk pengeluaran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai
weir untuk kontrol tinggi muka air diatas lapisan.
Sedangkan beberapa kelemahan saringan pasir lambat down flow tersebut
yakni antara lain:
1. Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi
besar, sehingga sering terjadi kebuntuan, akibatnya waktu pencucian filter
menjadi pendek.
2. Kecepatan penyaring rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup
luas.
3. Pencucian mediasi pasir dilakukan secara manual, yakni dengan cara
mengeruk lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan
setelah bersih dimasukkan kembali ke dalam saringan seperti semula.
4. Untuk keperluan air minum harus dimasak terlebih dahulu sampai
mendidih.
2. 3 Sistem Penjernihan Air dengan Pasir Lambat Up Flow
Sistem penjernihan air dengan pasir lambat up flow merupakan
sistem penjernihan air dengan mediasi pasir dimana air baku didistribusikan
ke dalam alat penyaring dari atah bawah ke atas (up flow).
Gambar 2.3a Sistem Perencanaan Penjernihan Air dengan Pasir lambat Up Flow
DEA 6
Penjernihan air dengan pasir lambat up flow mempunyai keunggulan dalam
hal pencucian media saring yang lebih mudah dibanding dengan sistem down-
flow. Jika saringan atau filter telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian
kembali dengan cara membuka kran penguras. Dengan adanya penguras ini, air
bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungsi sebagai air pencuci media
penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media penyaringan pada
saringan pasir lambat up flow tersebut dilakukan tanpa mengeluarkan atau
mengeruk media penyaringan, dan dapat dilakukan kapan saja.
DEA 7
umumnya, menggunakan pasangan batu sebagai bahan dasarnyam dan dengan
bentuk permukaan trapesium. Serta diupayakan bangunan yang kedap air
dengan penggunaan spesi yang kedap air pula 1:2 atau 1:3, hal ini sangat
penting diperhatikan mengingat bangunan penangkap air ini merupakan tempat
pertama kali menerima atau meyimpan air dari sungai apabila terjadi
kebocoran atau perembesan dari bangunan tersebut akan terjadi keterlambatan
dalam proses penyaringannya.
2. Bangunan penenang, untuk menjaga kestabilan aliran air di tahap selanjutnya,
maka diperlukan bangunan penenang untuk mengumpulkan air terlebih dahulu.
Bangunan penenang diletakkan pada 2 tempat yaitu sebelum penjernihan
pertama dan sesudah penjernihan pertama.
3. Bangunan penyaring tahap pertama atau bangunan penyaring awal, air
sungai yang melewati saluran penangkap dan berada di bangunan penenang,
maka akan masuk ke penjernihan air tahap pertama yang berisi batu kerikil dan
pasir. Air akan masuk melalui bawah penjernihan dan mengandalkan gaya up
flow untuk melewati penjernihan tersebut. Dengan mempertimbangkan
koefisien permeabilitas tanah, maka akan terjadi kehilangan energi yang dapat
mengurangi debit aliran. Dari penjernihan ini diharapkan dapat menyaring
lumpur yang terbawa oleh air, sehingga pada bangunan penyaring tahap
pertama ketebalan pasir dan kerikil umumnya lebih tebal dari pada bangunan
penyaring tahap kedua.
4. Bangunan penyaring tahap kedua atau bangunan penyaring utama, sama
halnya dengan bangunan penyaring tahap pertama dimana air sungai yang
berhasil melewati bangunan penyaring tahap pertama akan dialirkan menuju
bangunan penenang dengan sistem down flow, lalu dari bangunan penenang
kedua air akan dialirkan kembali dengan sistem up flow.
5. Bangunan air bersih, setelah melalui tahap penyaringan maka air pengolahan
tersebut akan dialirnya menuju bangunan air bersih, dimana tahap akhir
pengolahan air akan disimpan. Sebelum air didistribusikan, air akan dialirkan
menuju khlorinator. Khlorinator merupakan unit prototipe alat pengolahan air
limbah yang berfungsi sebagai alat yang mencampur air dengan zat khlorin
DEA 8
agar mikroorganisme patogen yang ada dalam air dapat dimatikan. Senyawa
khlor yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk tablet.
6. Perpipaan, Kran, dan Sambungan, ditempatkan pada masing-masing
bangunan sesuai dengan fungsi dan kebutuhan.
Gambar 2.3b Perencanaan Sistem Penjernihan Air Pasir Lambat Up Flow. Tampak Atas
Gambar 2.3c Perencanaan Sistem Penjernihan Air Pasir Lambat Up Flow. Potongan A-A
DEA 9
Gambar 2.3d Perencanaan Sistem Penjernihan Air Pasir Lambat Up Flow. Potongan B-B
dan Potongan C-C
DEA 10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengembangan sumber daya air sendiri memiliki pengertian sebagai ilmu
yang mempelajari tentang teknik sumber daya air diantaranya, tata cara
memahami kuantitas, kualitas, jadwal ketersediaan, dan kebutuhan sumber
daya air serta bagaimana penanggulangan permasalahan yang ada sehingga
dapat dikembangkan pemanfaatan, kelestarian, dan pengelolaan sumber daya
air tersebut untuk kesejahteraan kehidupan manusia beserta alamnya. Dewasa
ini di Indonesia telah melakukan beberapa pengembangan sumber daya air
secara sederhana ataupun modern. Salah satu pengembangan sumber daya air
secara sederhana dan konvensional adalah teknologi penjernihan air dengan
sistem pasir lambat.
Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (2008) penjernihan air
sistem pasir lambat adalah sebuah mediasi penjernihan air yang
menggunakan pasir sebagai saringan atau filter dengan ukuran butiran yang
sangat kecil, namun mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi. Jenis
penjernihan air pasir lambat ada 2 macam yaitu penjernihan pasir lambat
down flow dan penjernihan pasir lambat up flow. Sistem penjernihan air
dengan pasir lambat down flow merupakan sistem penjernihan air dengan
mendiasi pasir dimana air baku didistribusikan atau dialirkan dari atas ke
bawah dan mediasi pasir terletak diatas bangunan penyaring. Sedangkan
sistem penjernihan air dengan pasir lambat up flow merupakan sistem
penjernihan air dengan mediasi pasir dimana air baku didistribusikan ke
dalam alat penyaring dari atah bawah ke atas (up flow).
DEA 11
Daftar Pustaka
Quddus, Rahmat. 2014. Teknik Pengelolaan Air Bersih dengan Sistem Saringan
Pasir Lambat (Down Flow) yang Bersumber dari Sungai Musi. Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan ISSN:2355-374X. Vol.2 No.4
Said, Nusa Idaman. 2010. Teknologi Pengolahan Air Bersih dengan Proses
Saringan Pasir Lambat Up Flow.
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Pasir/pasir.html
SNI 03.3981:1995, Tata Cara Perencanaan Instalasi Saringan Pasir Lambat. BSN,
Jakarta
Subekti, Purwo dan Anton Aritanto. 2012. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air
Bersih di Universitas Pasir Pangaraian. Jurnal APTEK Universitas Pasir
Pangaraian. Vol.4 No.2
Utomo, Sudiyo dan Tri M. W. Sir. 2012. Desain Saringan Pasir Lambat pada
Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAB) KOLHUA Kota Kupang. Jurnal Teknik
Sipil Universitas Nusa Cendana. Vol.1 No.4
DEA 12