Anda di halaman 1dari 9

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berbagai Jenis Pengolahan Air Bersih
Instalasi Pengolahan Air Minum merupakan suatu sistem yang
mengkombinasikan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan
disinfeksi serta dilengkapi dengan pengontrolan proses juga instrumen
pengukuran yang dibutuhkan. Instalasi ini harus didesain untuk menghasilkan air
yang layak dikonsumsi masyarakat bagaimanapun kondisi cuaca dan lingkungan.
Selain itu, sistem dan subsistem dalam instalasi yang akan didesain harus
sederhana, efektif, dapat diandalkan, tahan lama, dan murah dalam pembiayaan
(Kawamura, 1991).
Tujuan dari sistem pengolahan air minum yaitu untuk mengolah sumber
air baku menjadi air minum yang sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas. Tingkat pengolahan air minum ini tergantung pada karakteristik
sumber air baku yang digunakan. Sumber air baku berasal dari air permukaan dan
air tanah. Air permukaan cenderung memiliki tingkat kekeruhan yang cukup
tinggi dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh mikroba yang lebih besar.
Untuk pengolahan sumber air baku yang berasal dari air permukaan ini, unit
filtrasi hampir selalu diperlukan. Sedangkan air tanah memiliki kecenderungan
untuk tidak terkontaminasi dan adanya padatan tersuspensi yang lebih sedikit.
Akan tetapi, gas terlarut yang ada pada air tanah ini harus dihilangkan, demikian
juga kesadahannya (ion-ion kalsium dan magnesium).
2


Secara umum, jenis pengolahan air bersih meliputi pengolahan secara
fisik, kimia, dan biologi. Pengolahan air bersih secara lengkap terdiri dari unit
intake, pre treatment, koagulasi, flokulasi, sedimentasi II, unit saringan pasir,
pengolahan lanjut, stabilisasi, desinfeksi, dan pengolahan lumpur.
2.1.1 Intake
Intake merupakan bangunan penangkap atau pengumpul air baku dari
suatu sumber sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah
untuk selanjutnya diolah. Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air,
dan saluran pembawa. Unit intake berfungsi untuk (Qasim, Motley, & Zhu, 2000):
1. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang
dibutuhkan oleh instalasi pengolahan.
2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
3. Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi
pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan
pengambilan air dari sumber.
Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake sungai, intake danau dan
waduk, dan intake air tanah. Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore
intake, intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration gallery, sumur
dangkal dan sumur dalam (Kawamura, 1991)
2.1.2 Koagulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi muatan positif atau negatif dari
spesies yang terlarut oleh muatan positif atau negatif yang ditambahkan pada
larutan tersuspensi (Ariana, 1993). Larutan suspensi yang tidak dapat mengendap
3


dan menyebar pada permukaan air dan limbah mempunyai ukuran partikel antara
0,1 milimikron (107 mm) sampai 100 milimikron (104 mm). Dimana koloid
mempunyai ukuran partikel antara satu milimikron (10-6 mm) sampai satu mikron
(10-3 mm), zat yang tidak dapat mengendap disebut koloid. Fraksi koloid
mempunyai ukuran pertikel mulai dari satu mikron (10-3 mm) sampai 100 mikron
(Reynolds, 1982). Menurut Lin (2007), proses koagulasi perlu dilakukan apabila
kekeruhan air melebihi 30 50 NTU dan dibutuhkan koagulan untuk membantu
proses koagulasi.
Koagulan adalah suatu bahan kimia yang aktif, umumnya terbuat dari
bahan sintetis dengan bahan antara garam logam yang berasal dari Fe(III) dan
Al(II) (Schultz, 1984). Koagulan yang umum digunakan pada pengolahan air
adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Berbagai Jenis Koagulan Dalam Proses Pengolahan Air (Sugiharto,
1987 ).
Nama Formula Bentuk
Reaksi
dengan
Air
pH
Optimum
Alumunium
Sulfat, Alum
Sulfat, Alum.
Al
2
(SO
4
)
3
.xH
2
O
x = 14,16,18
Bongkah,
bubuk
Asam 6,0 7,8
Sodium Aluminat
NaAlO
2
atau
Na
2
Al
2
O
4

Bubuk Basa 6,0 7,8
Polyalumunium
Chloride, PAC
Aln(OH)mCl
3
n-m
Cairan,
bubuk
Asam 6,0 7,8
Ferri Sulfat Fe
2
(SO
4
)
3
.9H
2
O
Kristal
halus
Asam 4 9
Ferri Klorida FeCl
3
.6H
2
O
Bongkah,
cairan
Asam 4 9
Ferro Sulfat FeSO
4
.7H
2
O
Kristal
halus
Asam > 8,5

4


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain, intensitas
pengadukan, gradient kecepatan, karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi,
karakteristik ai baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu.
2.1.3 Flokulasi
Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk menggumpalkan partikel
destabilisasi dan membentuk endapan flok dengan cepat (Reynolds, 1982).
Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang
disebut sebagai flokulan (Rath dan Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada
saat proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan
dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan
mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar.
Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan
flokulan atau polimer dengan bobot molekul tinggi. Polimer tersebut
menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat flok, memperkuat ikatannya serta
menambah berat flok sehingga meningkatkan rate pengendapan flok. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar antara 15-20 menit hingga 1 jam.
Menurut Benefield et al. (1982), untuk merangsang partikel koloid bergabung
membentuk gumpalan yang lebih besar diperlukan dua cara, yaitu partikel harus
di destabilisasikan dan dipindahkan.
Destabilisasi partikel dapat dicapai melalui cara penekanan lapisan ganda
listrik, penyerapan untuk netralisasi, penjeratan pada presipitasi, dan pembentukan
antar partikel. Penekanan lapisan ganda listrik dan penetralan dikategorikan
sebagai proses koagulasi, sedangkan penjeratan dan pembentukan antar partikel
5


sebagai flokulasi. Destabilisasi partikel dengan cara penekanan dapat dicapai
melalui penambahan elektrolit muatan yang berlawanan dengan muatan partikel
koloid (Benefield et al., 1982).
Menurut Nathanson (1986), keberhasilan dari proses koagulasi dan
flokulasi tergantung beberapa faktor diantaranya adalah dosis koagulan yang
diberikan, suhu dari limbah, pH dan alkalinitas. Dosis koagulan yang diberikan
disesuaikan dengan karakteristik dari air limbah yang akan ditangani. Untuk
mengetahui dosis optimum koagulan dilakukan pengujian dilaboratorium
menggunakan peralatan yang disebut Jartest. Berikut ini merupakan proses
koagulasi-flokulasi:





Gambar 2.1 Pembentukan Flok Selama Proses Koagulasi Flokulasi
2.1.4 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan mnggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel trsuspensi yang terdapat
dalam cairan tersebut (Reynolds, 1982). Proses ini sangat umum digunakan pada
instalasi pengolahan air bersih maupun air minum. Pengendapan yang terjadi
dalam bak sedimentasi dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan
pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk
6


berinteraksi (Reynolds, 1982). Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengendapan Tipe I (Free Settling)
Pengendapan tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan
merupakan flok pada suatu suspense. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah
dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh
pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit
chamber.
2. Pengendapan Tipe II (Flocculent Settling)
Pengendapan tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang berupa
flok pada suatu suspense. Partikel-partikel tersebut akan membentuk flok selama
pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan
laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengndapan primer
pada air buangan dan pengendapan pad air yang telah melalui proses koagulasi-
flokulasi.
3. Pengendapan Tipe III (Zone/Hindered Settling)
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi
sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar
partikel mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel
tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap
dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam
satu zona. Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan
yang jelas antara padatan dan cairan.
7


4. Pengendapan Tipe IV (Compression Settling)
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi
tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa terjadi
hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.
Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet,
zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu
rectangular, circular, dan square. Masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan 2.3.



(a) (b)
Gambar 2.2 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang



(a) (b)
Gambar 2.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran center feed: (a) denah,
(b) potongan melintang


2.1.5 Unit Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun
gas) yang membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori
lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan
koloid. Pada pengolahan air minum, filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil
8


dari proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi sehingga dihasilkan air minum dengan
kualitas tinggi. Di samping mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat
mereduksi kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi, dan mangan.
Filter dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan medianya, yaitu (Tom D. Reynolds,
1992):
1. Filter single media
Filter single media menggunakan satu jenis media seperti pasir silica atau
dolomite saja. Pada lapisan ini, penyaringan suspended solid terjadi pada lapisan
paling atas sehingga dianggap kurang efektif karena sering dilakukan pencucian.
2. Filter dual media
Filter jenis ini menggunakan dua jenis media, misalnya pasir silica dan
anthrasit.
3. Filter multi media
Filter multi media terdiri dari anthrasit, pasir dan garnet atau dolomite. Filter
jenis ini berfungsi unyuk memfungsikan seluruh lapisan filter agar berperan
sebagai penyaring.
Berdasarkan pada kapasitas produksi air yang terolah, filter pasir dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu filter pasir cepat dan filter pasir lambat.
1. Filter Pasir Cepat
Filter pasir cepat atau rapid sand filter adalah filter yang mempunyai
kecepatan filtrasi cepat, berkisar 4 hingga 21 m/jam. Filter ini selalu
didahului dengan proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi untuk memisahkan
9


padatan tersuspensi. Bagian-bagian dari filter pasir cepat meliputi bak filter,
media filter, dan sistem underdrain.
2. Filter Pasir Lambat
Filter pasir lambat atau slow sand filter adalah filter yang mempunyai
kecepatan filtrasi lambat, yaitu sekitar 0,1 hingga 0,4 m/am. Kecepatan yang
lebih lambat ini disebabkan ukuran media pasir lebih kecil dibandingkan filter
pasir cepat. Filter pasir lambat merupakan sistem filtrasi yang pertama kali
digunakan untuk pengolahan air, dimana sistem ini dikembangkan sejak
tahun 1800 SM. Filter ini cukup efektif digunakan untuk menghilangkan
kandungan bahan organik dan organism pathogen pada air baku yang
mempunyai kekeruhan relative rendah. Secara umum, filter pasir lambat
tersusun oleh bak filter, media pasir, dan sistem underdrain.
2.1.6 Pengolahan Lanjut
2.1.7 Stabilisasi
2.1.8 Desinfeksi
2.1.9 Pengolahan Lumpur

Anda mungkin juga menyukai