DISUSUN OLEH:
NIM : 185100907111001
KELOMPOK : M5
ASISTEN :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang dapat
membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya muncul
karena hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan penyisihan
bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-
bahan tersebut. Yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-
koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung
sebagai hasil reaksi oksidasi.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih diperlukan penanganan khusus agar
kualitas air menjadi standar. Ada beberapa contoh pengolahan air diantaranya
pengolahan secara fisik, kimia, dan biologis. Pada pengolahan secara fisik dengan
metode filtrasi dan sedimentasi. Pada pengolahan secara biologis, biasanya dilakukan
untuk membunuh mikroorganisme yang pathogen yaitu dengan pemberian bahan
desinfektan. Pada pengolahan secara kimia, dilakukan dengan cara menambahkan
suatu senyawa kimia yang biasanya disebut dengan koagulan dan flokulan.
Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu metode pengolahan yang
umumnya digunakan dalam pengolahan air minum. Metode ini merupakan dua proses
yang terangkai menjadi kesatuan proses yang tak terpisahkan dalam pembentukan
flok. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air sebagai
akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan koagulan. Setelah proses koagulasi,
dilanjutkan dengan proses flokulasi yang bertujuan untuk membentuk flok. Semakin
banyak jumlah padatan tersuspensi maka semakin besar ukuran dan jumlah flok yang
terbentuk. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun
beratnya lebih kecil dari sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat,
lumpur dalam bentuk suspensi dan lain-lain.
Disiapakan
Koagulan
Erlenmeyer
Bubuk Koagulan
Hasil
3.3 2 proses koagulasi flokulasi
Disiapkan
Air Sungai
Batu Aerator
Aerator
Dinyalakan
Air Sungai
Aerator
Dimatikan
Air Sungai
Disiapkan
Turbidimeter
- Ditekan tombol ON
- Ditekan tombol Mode hingga muncul 3 titik display
- Diarahkan anak panah ke Call dengan menekan tombol
seru
- Dikalibrasi dengan memasukkan larutan standar 0,1
dengan memegang botol sampel dibagian atas
- Ditutup
- Ditekan tombol Read
- Ditunggu 1 menit hingga muncul nilai 0,1
- Diulangi untuk larutan 20, 200, dan 800
- Dimasukkn larutan samepl pada botol sampel yang tersedia
- Ditekan tombol read dan tunggu 1 menit
- Diulangi sebanyak 3 kali pada setiap sampel
- Dicatat hasil dalam satuan NTU
Hasil
3.3.4 uji ph
Disiapkan
Air Sampel
pH meter
Dicelupkan sebagian kedalam beaker glass. Tuliskan nilai.
Lakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DHP
Sumber Sampel : Air Sungai Sumbersari
Volume sample : 1000 mL
massa( gr) 5 gr
Kadar Koagulan : = =0,1
volume (ml) 50 ml
a) Tabel Hasil sampel Kekeruhan
Kekeruhan Kekeruhan Beaker glass Beaker glass Beaker glass Beaker glass
Awal 1 (kontrol) 2 (1,6 mL) 3 (3,6 mL) 4 (5,6 mL)
1 7,33 7,54 1,9 3,11 3,42
2 7,5 7,58 1,91 2,81 3,55
3 7,28 7,52 1,90 2,81 3,61
Rata-rata 7,37 7,54 1,90 2,91 3,52
4.5 Dosis optimum koagulan alumunium sulfat pada air sungai bandingkan
dengan literatur
Dosis optimum penggunaan koagulan M. oleifera adalah pada konsentrasi 100
mg/L untuk air limbah dan 80 mg/L untuk air tanah. Hal ini dilihat dari nilai turbiditas
terendah dari limbah cair dan air tanah. Pada konsentrasi yang melebihi dosis
optimum, turbiditas kembali naik karena koloid telah dinetralkan semuanya dan
mengendap dengan dosis yang optimum, sehingga kelebihan koagulan akan
menyebabkan kekeruhan karena tidak berinteraksi dengan partikel koloid lain yang
berbeda muatan. Berdasarkan literatur yang ada jika dibandingkan dengan data hasil
praktikum, Jumlah optimum pada setiap koagulan berbeda-beda. Pada data hasil
praktikum tersebut, didapat jumlah koagulan yang optimum adalah 1,6 ml (Sutapa,
2014).
Penentuan koagulan optimum merupakan kombinasi dari dosis koagulan
terendah. Biaya koagulan ditentukan dari konsentrasi optimum koagulan yang
digunakan terhadap air sungai. Dosis optimum koagulan didapatkan melalui metode
standar Jar-test. Pada penelitian dilakukan percobaan pengolahan telah dilakukan
pada dua sungai tersebut dengan cara koagulasi-flokulasi menggunakan alat jar test
untuk mendapatkan dosis koagulan optimum (Pulungan, 2012).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Koagulasi dan flokulasi digunakan untuk memisahkan bagian padatan
tersuspensi dari air. Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi dimana
mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi flokflok
besar yang dapat diendapkan. Koagulasi merupakan proses pengolahan air, dimana
partikel akan melayang yang memiliki ukuran sangat kecil dan akan bergabung
membentuk flok-flok dengan cara menambahkan zat-zat kimia. Flokulasi adalah
penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan partikel (flok) kecil menjadi
partikel yang lebih besar. Proses ini terjadi pengadukan secara lambat.
Pada proses koagulasi-flokulasi digunakan bahan kimia alumunium sufat
sebagai koagulannya. Pada praktikum ini didapat dosis optimum koagulan, yaitu
koagulan sebesr 1,6 ml. dengan pH 6,91 dan kekeruhan 1,9 NTU. Dimana semakin
dekat pH dengan netral dan semakin kecil kekeruhan, maka semakin baik dosis yang
digunakan. Koagulaln juga dapat mempengaurhi hasil Pada praktikum yang telah
dilaksanakan terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan. Saat pengadukan cepat
menggunakan aerator terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan yaitu waktu yang
kurang tepat maupun pengadukan yang kurang merata. Sedangkan pada pengadukan
lambat sering terdapat kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu pengadukan yang
tidak stabil maupun waktu yang kurang tepat. Dan juga terkadang sering terjadi ketidak
telitinya memasukkan volume larutan kedalam gelas beaker dan kurang bersihnya atau
kurang tepat saat melakukan kalibrasi pada turbidimeter atau pH meter yang
digunakan untuk menguji yang dapat mempengaruhi hasil dari setiap pengukuran
menjadi kurang valid.
5.2 Saran
LAMPIRAN