PENDAHULUAN
Pada dasarnya air sungai mengandung partikel-partikel koloid yang sulit untuk
mengendap dengan gaya gravitasi, sehingga diberi penambahan koagulan secara
flokulan agar partikel-partikel koloid dapat mengendap. Umumnya koagulan yang
sering digunakan adalah alumunium sulfat atau biasa disebut tawas.
Air sungai pun saat ini banyak yang tercemar oleh limbah. Salah satu cara untuk
meminimalisasi dampak pencemaran limbah adalah dengan menghilangkan kekeruhan
limbah melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang
disebut koagulan, seperti tawas,garam Fe, atau suatu polielektrolit organis. Selain
pembubuhan koagulan, diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk.
Pada praktikum nantinya berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi
adalah peristiwa pembentukan atau penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan
zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil
koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Zat koagulan yang
sering digunakan dalam proses ini adalah tawas.
1.2. Tujuan
1. Mendispersikan larutan koagulan secara merata keseluruhan cairan baku secara
merata dan cepat agar proses koagulasi dapat berjalan efektif.
2. Untuk mengetahui dosis optimum koagulasi yang dibutuhkan dalam koagulasi dan
flokualsi
3. Untuk mengetahui jenis koagulan yang tepat digunakan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Koagulasi
2.2. Flokulasi
2.3. Koagulan
Penambahan dosis koagulan yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan kekeruhan
yang lebih rendah. Dosis koagulan yang dibutuhkan untuk pengolahan air tidak dapat
diperkirakan berdasarkan kekeruhan, tetapi harus ditentukan melalui percobaan
pengolahan. Tidak setiap kekeruhan yang tinggi membutuhkan dosis koagulan yang
tinggi. Jika kekeruhan dalam air lebih dominan disebabkan oleh lumpur halus atau
lumpur kasar maka kebutuhan akan koagulan hanya sedikit, sedangkan kekeruhan air
yang dominan disebabkan oleh koloid akan membutuhkan koagulan yang banyak.
Beberapa jenis koagulan yang dapat digunakan untuk pengolahan air limbah di
antaranya:
Koagulan berbasis besi cenderung lebih mahal dibandingkan alum pada basis dosis
ekivalen per kilogramnya. Koagulan-koagulan ini juga mengambil lebih banyak
alkalinitas dibandingkan alum sehingga cenderung menurunkan pH air yang diolah
lebih besar. Sebagian berpendapat bahwa koagulan berbasis besi menghasilkan flok
dengan bentuk yang membuatnya lebih sulit untuk mengendap. Koagulan ini sangat
korosif dan ketika terjadi tumpahan atau kebocoran akan meninggalkan noda karat yang
berwarna merah darah (Gebbie 2005).
Untuk koagulan tertentu seperti alum, pH akan menentukan spesies hidrolisis mana
yang mendominasi. Nilai pH yang lebih rendah cenderung menyukai spesies-spesies
bermuatan positif sehingga dapat bereaksi dengan koloid dan partikulat yang bermuatan
negatif untuk membentuk flok yang tidak larut.
Menurut Davis dan Cornwell (1991) dalam Yuliati (2006), ada tiga hal penting yang
harus diperhatikan ketika memilih suatu koagulan, yaitu:
a. Kation bervalensi tiga (trivalen) merupakan kation yang paling efektif untuk
menetralkan muatan listrik koloid,
b. Tidak beracun,
c. Tidak larut dalam kisaran pH netral (Koagulan yang ditambahkan harus terendapkan
dari larutan sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air)
Residu alkalinitas dalam air berperan untuk mencegah perubahan pH dan membantu
presipitasi koagulan. Alkalinitas biasanya tidak menjadi masalah kecuali jika alkalinitas
air yang hendak diolah terlalu rendah. Dalam hal ini, alkalinitas dapat ditingkatkan
dengan menambahkan lime, soda kaustik, atau sodium karbonat.
Jar Test adalah alat yang digunakan untuk mengetahui proses koagulasi dan flokulasi
dalam penentuan dosis optimum koagulan khususnya Alum untuk koagulasi air tanah. Jar
Test dilengkapi dengan pengaduk, pengatur waktu dan kontrol kecepatan pengadukan.
kinerja dari alat yang dibuat dapat diketahui dengan membandingkan hasil analisa nilai
parameter air tanah menggunakan Jar Test yang dibuat, dengan Jar Test standar.
Parameter yang dianalisa adalah pH, turbidity, conductivity, TSS dan TDS. Perbedaan
dosis optimum yang dicapai dari pengujian dengan Jart Test yang berbeda disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain, kecepatan pengadukan, pembubuhan dosis dan waktu
pengambilan sampel yang tidak bersamaan. Untuk mengoptimalkan Jar Test yang dibuat
sebaiknya ditambahkan peralatan pengukuran langsung parameter pH, Turbidity,
conductivity, dan TDS secara digital. Sehingga lebih praktis dalam pengukuran nilai
parameter-parameter tersebut (Yuliani, 2010). Jar tes merupakan metode standar yang
dilakukan untuk menguji proses koagulasi (Gozan dkk, 2006; Kemmer, 2002).
Hubungan antara jar test dan nilai kekeruhan yaitu pada keterkaitan hasil akhirnya. Jar
test memiliki hasil pengukuran akhir berupa nilai TSS dari suatu limbah yang telah
diendapkan sehingga secara tidak langsung juga mengetahui derajat kekeruhan dari sampel
limbah cair yang sedang diuji. Hal ini dapat terlihat dari perubahan kekeruhan dari limbah
cair pada saat sebelum dan sesudah perlakuan jar test (Sary, 2009).
Salah satu langkah penting dalam pengolahan air untuk mendapatkan air bersih adalah
menghilangkan kekeruhan dari air tersebut. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel-
partikel kecil dan koloid yang tidak lain adalah kwarts, tanah liat, sisa tanaman, dan
sebagainya. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebut sulit mengendap dengan proses
sedimentasi biasa (Wagiman dan Setyoningrum Desi, 2014).
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan
tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Air buangan industri
mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung
dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan sering mengandung
padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi (Alaert dan Santika, 1987).
2.5. Pengadukan
Jenis pengandukan dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan
metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan dibedakan menjadi
pengadukan cepat dan pengdukan lambat. Sedangkan berdasarkan metodenya, pengadukan
dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis.
Kecapatan pengaduakan merupakan paramater penting dalam pengdaukan yang dinyatakan
dengan gradien kecepatan.
2.5.1. Pengadukan Cepat
Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan
dalam air. Secara umum, pengadukan yang dilakukan pada gradien kecepatan besar
(300 sampai 1000 detik-1) selama 5 hingga 60 detik atau nilai GTd (bilangan
Champ) berkisar 300 hingga 1700. Secara spesifik, nilai G dan td bergantung pada
maksud atau sasaran pengadukan cepat.
a. Untuk proses koagulasi-flokulasi:
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik-1
b. Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik-1
c. Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain)
• Waktu detensi = 0,5 - 6 menit
• G = 1000 - 700 detik-1
3.1. Peralatan
1. Jartest apparatus
2. Beaker Glass 1000 ml 3 buah
3. Gelas ukur 100 ml 3 buah
4. Turbidimeter
5. pH meter
6. Pipet ukur 1ml, 5ml, dan 10ml
7. Filler
8. Stopwatch
9. Tabung Oswold
10. Oven
11. Desikator
12. Neraca Analitik
13. Penjepit
14. Kertas saring
15. Areometer
16. Filter holder
3.2. Bahan
1. Larutan Koagulan Ferry Clorit 40ml, 45ml, dan 50 ml
2. Sampel air sungai kebon agung (depan UPN)