Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Salah satu kebutuhan makhluk hidup adalah air, oleh karena itu air sangat diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Air selain digunakan untuk pelarut dan biokimia didalam tubuh, air juga digunakan untuk menunjang kegiatan kehidupan manusia. Air sangat penting bagi proses kehidupan. Hal itu karena kemampuan air yang unik melarutkan hampir semua unsur dalam jumlah sedikit-sedikit. Selain itu, air penting karena peranannya yang utama di dalam mengendalikan penyebaran panas di Bumi. Dimana air yang terdapat di alam tidak pernah murni mengandung beberapa zat terlarut, seperti ion-ion kesadahan pada air sadah, Ca2+, Mg2+, dan ion-ion karbonat, dan juga air yang terdapat di alam mengandung organism seperti: Salmonella typhi, Clostridium prefingens, Escherichia coli, Leptospira, Shigella dynsentriae, Vibrio comma. Air dinyatakan tercemar apabila terdapat gangguan terhadap kualitas air sehingga air tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunanya. Masalah penyediaan air bersih telah semakin mendesak seiring dengan pertmbahan penduduk dan perkembangan jumlah industri. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan air bersih perlu dilakukan pengolahan air, agar air dapat digunakan maka perlu memenuhi kualitas air layak. Pengolahan air tersebut dapat dilakukan dengan cara klasifikasi yang menggunakan koagulan kimia sehingga dapat diperoleh air bersih. Pengolahan air secara klasifikasi tersebut meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi.

1.2

Tujuan 1. Untuk mempelajari pengaruh penggunaan koagulan terhadap proses koagulasiflokulasi pada penjernihan air 2. Untuk mempelajari proses-proses koagulasi-flokulasi pada penjernihan air

1.3

Perumusan masalah Apakah kekeruhan (turbiditas) air yang diperoleh setelah penambahan aluminium sulfat memenuhi standar kualitas air minum?

I.4

Hipotesis Semakin besar konsentrasi aluminium sulfat semakin jernih airnya dan sebaliknya.

I.5

Batasan Masalah Pada percobaan kali ini, yaitu percobaan jar test, koagulan yang kami pakai adalah tawas (Al(OH)3). Adapun konsentrasi ppm tawas yang dipakai adalah 40, 50, dan 60 ppm. Dan juga metode yang kami pakai adalah metode jar test.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air adalah benda alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Oleh karena itu, sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Di bumi terdapat kira-kira 1.3 1.4 milyar km2 air yang terdiri dari 97.5% air laut; 1.75% berbentuk es dan 0.73% berada di daratan (sebagai air sungai, air danau, air tanah dan lain sebagainya) dan hanya 0.001% berbentuk uap di udara (Darsono, 1995). Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air. Manuasia menggunakan air di seluruh bagian tubuhnya, mulai dari 2% air dalam email gigi sampai 83% dalam darah. Manusia menambah kandungan air tubuhnya secara perlahan dengan takaran kecil, baik dengan minum maupun dengan makan pangan berair (Winarno, 1986). Saat ini, masalah utama yang dihapadi oleh sumber daya air meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air utnuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif teradap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air (Effendi, 2003). Menurut WHO jumlah air bersih yang harus dipenuhi bagi kehidupan yang sehat adalah 86.4 L/kapita per hari.

2.1

Prinsip Jar Test Sesuatu larutan kolodial yang mengandung partikel-partikel kecil koloid dapat dianggap stabil bila: 1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam); 2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan elektrostatis antara partikel satu dengan lainnya. Dengan pembubuhan flokulan seperti disebabkan di atas, maka stabilitas tersebut akan terganggu karena : Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat menempel pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisisinya karena sebagian molekul Al bermuatan positif sedangkan koloid biasanya bermuatan negatif (pada pH 5-8). Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok Al(OH)3 yang dapat mengurung koloid dan membawanya ke bawah. Proses ini umumnya paling efisien 2.1.1 Koagulasi Koagulasi merupaka proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasrnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi kolid.
4

Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, makan dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan. Faktor faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain : 1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau dan kesadahan 2. Jumlah dan karakteristik koloid 3. Derajat keasaman air (pH) 4. Pengadukan cepat 5. Temperatur air 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur 7. Karakteristik ion-ion dalam air Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah aluminium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G). 2.1.2 Flokulasi Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut Flokulasi. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikelpartikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).

2.1.3 Sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk

memisahkan/mengendapakan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap, maka air yang jerni dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh pada bak pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partrikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap. Faktor faktor yang mempengaruhi koagulasi : 1) Pemilihan bahan kimia Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya

menggunakan Jar Test. Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu : Suhu Suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi / flokulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk

mempertahankan hasil yang dapat diterima. pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan. Alkalinitas Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau
6

ferri hidroksida, melalui proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa (kapur atau soda abu). Kekeruhan Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit berakumulasi. Warna Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersebut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan pendahuluan terhadap air baku harus dilakukan untuk menghilangkan zat organik tersebut, dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif). Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah apabila karakteristik air baku berubah. Keefektifan bahan kimia koagulan/flokulan pembantu, dapat pula berubah untuk alasan yang tidak terlihat atau tidak diketahui, oleh karena itu ada beberapa faktor yang belum diketahui yang dapat mempengaruhi koagulasi flokulasi. Jar Test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada penglihatan kita (secara visual) untuk mengevaluasi suatu interpretasi / tafsiran. Selain itu seorang operator juga harus melakukan pengukuran pH, kekeruhan, bilamana mungkin harus melakukan uji filtrabilitas dan potensial zeta. kesempatan flok

2) Penentuan dosis optimum koagulan Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang. Perlu diingat bahwa hasil Jar Test tidak selalu sama dengan operasional instalasi pengolahan air,jadi harus dibuat koreksi dosis yang dihasilkan Jar Test dengan aplikasi dosis di instalasi pengolahan air. 3) Penentuan pH Optimum Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus ditetapkan dengan Jar Test. Untuk kasus tertentu (pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu (Na2CO3), kapur (CaO) atau kapur hidrat [Ca(OH)2]. Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan.

2.1.4 Koloid Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih dimana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi / yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi / pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah tinta, yang terdiri dari serbukserbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
8

Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pensdispesi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar anatar 10-7 sampai dengan 10-4cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan berbagai ukuran, yang masing-masing mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunya diameter sekitar 6x10-7. Jenis Jenis Koloid Sistem koloid tersusun dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium pendispersi. Fase terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair dan gas. Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : 1. Sol (fase terdispersi padat) a) Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat. Contoh : paduan logam, gelas warna, intan hitam b) Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh : cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat c) Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh : debu di udara, asap pembakaran 2. Emulsi (fase terdispersi cair) a) Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendipersi padat Contoh : jelly, keju, mentega, nasi b) Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair Contoh : susu, mayones, krim tangan c) Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas Contoh : hairspray dan obat nyamuk

3. Buih (fase terdispersi gas) a) Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat Contoh : batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam b) Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair Contoh : putih telur yang dikocok, busa sabun c) Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan.

10

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1

Alat dan Bahan

Alat : Timabangan massa Cawan Gelas kimai Kertas saring Alat jartest Oven Corong Labu erlenmeyer 500ml

Bahan : Sampel air: - air sawah - air keran - air limbah tahu - air suling Koagulan Al2(SO4)3 dengan dosis: - 200 ppm - 400 ppm - 600 ppm - 800 ppm -1.000 ppm

3.2

Variabel dan Parameter Variabel : ppm Koagulan

11

Parameter :

Nilai Total Suspended Solid (TSS)

3.3

Prosedur Percobaan

Disediakan cawan kosong dan kertas saring

Ditimbang masing-masing kertas saring dan cawan kosong

Dicatat berat kertasaring dan cawan kosong tersebut

Dimasukkan sampel air kedalam masing-masing gelas kimia yang berisi air sampel

Ditambahkan koagulan ke dalam masing-masing gelas kimia yang berisi air sampel

Dimasukkan kedalam alat jartest dan dilakukan proses koagulasi-flokulasi

Disaring padatan dalam sampel air dengan kertas saring

Dimasukkan kertas saring yang berisi padatan ke dalam cawan kosong

12

Dikeringkan ke dalam oven hingga kering

Ditimbang bobot cawan dan kertas saring yang berisi padatan

Dicatat hasil jumlah padatan pada sampel

13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Data Percobaan
Volume air jernih yang disaring (Liter) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05

Jumlah Koagulan (mg) 100 200 300 400 500

Volume sampel (Liter) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

ppm koagulan

Kertas saring + padatan

Kertas saring kosong

Padatan (mg) 180 140 110 90 100

ppm TSS

(gram) 200 400 600 800 1000 1,42 1,32 1,33 1,41 1,39 1,24 1,18 1,22 1,32 1,29

3600 2800 2200 1800 2000

4.2

Pembahasan Praktikum Jar test ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan koagulan terhadap proses koagulasi flokulasi pada penjernihan air dan untuk mempelajari proses-proses koagulasi-flokulasi pada penjernihan air. Dalam praktikum ini variabel yang dipakai untuk jumlah koagulan yang digunakan dalam analisa yaitu dosisnya 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1.000 ppm. Sedangkan parameter yang diukur dalam praktikum ini adalah Total Suspensi Solid. Pada percobaan jar test ini menggunakan sampel yaitu air sungai dan koagulan berupa tawas [Al2(SO4)3]. Penggunaan tawas sebagai koagulan dikarenakan mudah dicari dan harganya relatif lebihh murah. Fungsi dari koagulan adalah untuk mengurangi kekeruhan warna dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air. Berat koagulan yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu dosisnya 200 ppm,300 ppm,400 ppm. Selain pembubuhan koagulan di perlukan pengadukan sampai flokflok ini terbentuk dari partikel-partikel kecil dan koloid yang bertumbukan dan akhirnya mengendap bersama-sama. Pengadukan dapat di lakukan dengan menggunakan alat jartest sebagai alat utama dalam praktikum. Jartest adalah suatu percobaan skala laboratorium untuk menentukan kondisi operasi optimum pada proses pengolahan air dan air limbah. Selain itu alat jartest memiliki variabel kecepatan putar pengaduk yang dapat di tentukan dan mampu mengontrol energi yang di perlukan untuk proses. Tujuan dari pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal yang perlu di perhatikan

14

pengadukan harus benar-benar merata sehingga semua koagulan yang di bubuhkan dapat bereaksi dengan partikel atau ion-ion yang berada di dalam air. Dalam praktikum jartest melalui beberapa proses/tahapan yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan penyaringan. Proses koagulasi dan flokulasi bertujuan untuk memisahkan polutan koloid tersuspensi dari dalam air dengan memperbesar ukuran partikel-partikel padat yang terkandung di dalamnya. Tahapan pertama yang dilakukan adalah koagulasi. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikelpartikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan.pada proses koagulasi menggunakan pengadukan cepat dengan kecepatan 120 ppm selama 1 menit. Pengadukan dalam proses menggunakan pengadukan cepat di karenakan agar koagulan yang di butuhkan dapat tercampur merata. Setelah 1 menit proses pengadukan di dalam air sampel dapat terlihat mikro flok berputar-putarpada saat pengadukan. Walaupun adanya flok namun masih sangat kecil flok yang terbentuk pada saat proses koagulan. Setelah proses koagulasi, proses selanjutnya adalah flokulasi. Flokulasi adalah proses pembentukan flok yang sudah terbentuk menjadi flok-flok yang berukuranlebih besar (makroflok). Flok-flok yang sudah terbentuk berasal dari flok yang dihasilkan pada proses koagulasi. Pada saat proses flokulasi ,pengadukan diperlambat menjadi 40 ppm dan waktunya pun juga lebih lama yaitu 15 menit. Pengadukan diperlambat dan waktu yang lebih lama pada proses flokulasi dimaksudkan agar campuran koagulan dan air baku yang telah merata didalam proses koagulasi ,dapat terbentuk gumpalan atau flok yang berukuran lebih besar yang kemudian dapat mengendap pada saat proses sedimentasi. Apabila dalam flokulasi menggunakan pengadukan yang cepat maka dapat merusak flok yang telah terbentuk sebelumnya. Pada gelas kimia pertama yang dosis koagulan 200 ppm, flok yang diahasilkan lebih berukuran besar namun sedikit flok. Untuk gelas kimia kedua yang dosis koagulan 400 ppm, terlihat bahwa flok sama seperti gelas kimia satu. Untuk gelas kimia ketiga yang dosis koagulan 600 ppm, flok yang terdapat lebih banyak namun berukuran kecil. Untuk gelas kimia kempat yang dosis koagulan 800 ppm, floknya lebih sedikit dibanding gelas kimia lainnya. Dan untuk gelas kimia kelima yang dosis koagulan 1000 ppm, flok yang terdapat sama seperti gelas kimia ketiga. Selanjutnya adalah proses sedimentasi. Proses sedimentasi adalah proses yang bertujuan untuk memisahkan atau mengendapkan flok-flok dalam air. Pada proses sedimentasi tidak dilakukan pengadukan melainkan hanya didiamkan selama 20 menit. Tujuan dari didiamkan larutan /air sampel agar flok-flok yang sudah terbentuknya dari proses koagulasi-flokulasi dapat mengendap dibawah permukaan gelas kimia

15

Proses yang dilakukan setelah sedimentasi adalah penyaringan. Sampel air yang berisi flok-flok kemudian disaring untuk mendapatkan padatan dalam kertas saring, padatan di oven hingga kering dan masing-masing kertas saring ditimbang untuk mengetahui jumlah padatan (plok) dalam sampel. Hasil dari penimbangan untuk mendapatkan jumlah berat padatan/ TSS dari dosis koagulan 200 ppm lebih banyak padatannya/ TSSnya (3600 ppm) jika di bandingkan dosis koagulan 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm.

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Series1

Grafik ppm koagulan vs ppm TSS

Hal ini di karenakan pada saat koagulan yang semakin banyak terdispersi menjadi flok, koagulan sudah mencapai titik jenuh (pendispersian optimum) akibatnya banyak koagulan yang belum menjadi flok. Sehingga padatan yang di peroleh tidak lebih besar dari pada koagulan dengan dosis 200 ppm. Seharusnya semakin besar koagulan maka semakin besar endapan yang terbentuk (flok yang terbentuk).

16

BAB V PENUTUP

5.1

KESIMPULAN Koagulan optimum didapatkan pada dosis padatan 1800 ppm dengan dosis koagulan 800 ppm. Jumlah Padatan (TSS) dalam air sample: o 200 ppm => 3.600 ppm o 400 ppm => 2.800 ppm o 600 ppm => 2.200 ppm o 800 ppm => 1.800 ppm o 1.000 ppm => 2.000 ppm Penambahan koagulan berpengaruh dalam menurunkan jumlah polutan yang terkandung dalam sampel air.

5.2

Saran Sebaiknya pada saat pengukuran koagulan (alumunium sulfat/tawsa) dilakukan dengan lebih hati-hati, agar hasil lebih maksimal/akurat. Sebaiknya tawas (koagulan) yang dibubuhkan pada saat jar test sudah dalam bentuk larutan agar koagulan tersebut dapat terdispersi secara sempurna dan mudah larut.

17

Daftar Pustaka

www.scrib.com/Suci_Fitriana_3579/d/57737847-koagulasi Etd.eprints.ac.id/6558/1/d100020050.pdf Ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekim/article/download/19/13 http://evynurhidayah.wordpress.com/2012/01/17/laporan-jartest G,Alaerts.1987.Metode Penelitian Air.surabaya : usaha nasiaonal usaha karya indonesia

Lampiran

18

Anda mungkin juga menyukai