Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

KOAGULASI-FLOKULASI

Modul : Koagulasi-Flokulasi
Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, M.T

Tanggal Praktikum : Rabu, 21 April 2021


Tanggal Penyerahan : Kamis, 23 April 2021

Oleh:
KELOMPOK 7
Salma Nabila Putri 181424027
Utary Nur Rachmani F 181424029
Kelas 3TKPB

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN TEKNIK KIMIA / DIV-TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
2021
I. TUJUAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa dapat mempraktikkan proses koagulasi dan flokulasi
2. Mahasiswa dapat mengamati terjadinya proses koagulasi dan flokulasi
3. Mahasiswa dapat mengamati karakteristik proses koagulasi dan flokulasi pada
berbagai jenis air baku
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah melakukan percobaan, mahasiswa diharapkan dapat
a. Menentukan dosis optimum dalam melakukan proses koagulasi dan flokulasi
II. DASAR TEORI
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang
dapat membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya
muncul karena hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan
penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat
bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan
(flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
a. Padatan Tersuspensi
Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu larutan, yaitu suatu hamburan dan
absorbs cahaya yang melaluinya. Kekeruhan dalam air buangan disebabkan oleh
adanya zat tersuspensi seperti: lempung, lumpur, zat organic, dan zat halus lainnya.
Kemudian dikenal terdapat air limbah dan air baku yang berasal dari air permukaan
mengandung beberapa jenis padatan, salah satunya adalah padatan teruspensi.
Padatan tersuspensi merupakan padatan yang melayanglayang secara merata pada air,
sehingga menyebabkan air terlihat tidak jernih, atau keruh.Padatan ini memiliki
diameter partikel yang sangat kecil, yaitu berkisar pada 0,001–1 mikron. Padatan ini

dapat berupa partikel anorganik, presipitat koagulan, dan partikel organik.


Padatan tersuspensi sangat sulit mengendap secara alami karena memiliki
stabilitas suspense koloid. Stabilitas ini terjadi karena gaya-gaya yang berpengaruh
pada sistem koloid, seperti gaya van der Waals, gaya elektrostatik, dan gerak Brown.
Stabilitas ini dapat terganggu dengan penambahan bahan kimia, sehingga partikel-
partikel koloid akan tergabung. Proses ini disebut koagulasi dan flokulasi.
Penggabungan partikel koloid ini akan mempermudah pengendapan, sehingga
padatan tersuspensi akan berkurang.
b. Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi-flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana
partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh
perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah
dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara
cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses
pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula.
Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah
berebentuk suspense atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter
sekitar 1 nm (10-7cm) hingga 0,1 nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat
mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses
perlakuan fisika biasa.
Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan
tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan
terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid.
Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi.
Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah
alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan
memperlihatkan efek Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik
negatif. Partikel-partikel itu menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan
menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif tersebut kemudian menyelubungi partikel-
partikel koloid dan membentuk lapisanrapat bermuatan didekat permukannya.
Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh (fixed layer).
Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut menyebabkan
pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan gaya
tolak-menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif
pada partikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik antara 2 patikel yang dikenal
dengan gaya Van der Walls. Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan
muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak menolak yang ada selalu lebih besar
dari pada gaya Van der Walls, dan akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil
(Farooq dan Velioglu, 1989).
Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam
koloid target koagulasi, maka kation tersebut akan masuk kedalam lapisan difusi
karena tertarik oleh muatan negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini
menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya,
ketebalan lapisan difusi akan berkurang (termampatkan kea rah permukaan partikel).
Pemampatan lapisan difusi ini akan mempengaruhi potensial permukaan partikel
koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta stabilitas partikel koloid. Penambahan
kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan merubah besar partikel kesuatu
tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar partikel dapat melampaui gaya
tolak menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid dapat saling mendekati dan
menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok. (Farooq dan Velioglu, 1989).
Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk
meniadakan kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic
dan anorganik tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses
ini meliputi ion-ion metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan terhidrolisa
dengan cepat untuk membentuk presipitat yang tidak larut dan polielektrolit organik
alam atau sintetik, yang mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan partikel
koloid, dengan demikian mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid
(Montgomery, 1985).
Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya
merupakan pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan
(menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan
partikel koloid oleh flokulan. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa
partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan udah
diendapkan.
Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik
antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan
kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid
mengalami destabilisasi, adalah penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke
dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan
membentuk partikel yang lebih besar yang disebut flok. Proses kontak ini disebut
flokulasi.
c. Koagulan dan Flokulan
Koagulan
Bahan kimia yang digunakan pada proses koagulasi disebut dengan koagulan.
Fungsi dari koagulan adalah untuk mengurangi kekeruhan warna dan bau dalam air
yang mempengaruhi kualitas air. Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan
destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi.
PAC ( Poly Aluminium Chloride )
PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion
aluminium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear
mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC
dibanding koagulan lainnya adalah (Rahimah dkk, 2016) :
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa
karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon
yang lebih pendek dannsederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk
flok.
3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat
bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang
umumnya dalam struktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama
gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.
4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan
yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis
berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah
keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk
garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan
yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia
dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik
parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan
kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite yang
dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk
penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam
penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari
gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan
ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga
gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam
rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian
walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi
instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.
Aluminium Sulfat (Alum)
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum
digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam
air bereaksi denganalumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida
sesuai dengan persamaan (Coniwanti dkk, 2013):
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas
perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida (Ca(OH)2) dengan
reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan
natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
Flokulan
Flokulan merupakan bahan kimia yang digunakan dalam proses flokulasi yang
dapat menggumpalkan partkel-partikel kecil menjadi gumpalan. Bahan yang biasa
digunakan adalah polimer dengan molekul panjang dari bahan alami atau sintetik yang
mempunyai gugus aktif dan kemampuan untuk disosiasi.
d. Kondisi Optimum Koagulasi dan Flokulasi
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang
optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan
mempengaruhi proses tersebut. Kodisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah
(Adriansyah, 2020):
1. Pengaruh pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang digunakan
pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan flokulan yang digunakan
(Susanto, 2008).
2. Pengaruh Suhu/Temperatur
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan viskositas dan
perubahan setruktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari saringan,
sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke
dasar kolam dan merusak timbunan lumpur (Susanto, 2008).
3. Konsetrasi Koagulan.
Konsentrasi koagulan sangat perpengaruh terhadap tumbukan partikel, sehingga
penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok.
Jika konsentrasi koagulan kurang megakibatkan tumbukan antar partikel berkurang
sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi
koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat
menimbulkan kekeruhan kembali (Susanto, 2008).
4. Pengadukan.
Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi yang
optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbuhan flok
menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-flok yang terbentuk
menjadi pecah kembali (Susanto, 2008). Tinggi yang mempunyai kerapatan lebih
kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur (Susanto, 2008).
e. Metode Jartest
Jar test atau uji jar merupakan metode standar yang digunakan untuk menguji
proseskoagulasi Data yang didapat dengan melakukan jar test antara lain dosis
optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang
terbentuk. Jar test yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja koagulan
yang digunakan untuk mendapatkan padatan yang tersuspensi yang terdapat pada air
sungai. Jar Test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air minum. Apabila
percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk
membantu operator instalasi dalam mengoptimalkan proses koagulasi, flokulasi dan
penjernihan. Jar Test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-
parameter proses seperti (Andriansyah, 2020):
1) Dosis koagulan dan koagulan pembantu
2) Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air,
pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan).
3) Kecepatan larutan kimia. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan
pengadukan lambat (flokulasi).
4) Waktu penjernihan

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1.1 Alat yang digunakan
Beberapa alat yang digunakan untuk praktikum koagulasi dan flokulasi ini:
- Jartest 1 set
- Turbidimeter 1 set
- pH meter 1 buah
- Kerucut Inhoff 6 buah
- Gelas kimia 1000 mL 6 buah
- Gelas kimia 100 mL 2 buah
- Pipet Ukur 10 mL 1 buah
- Bola Isap 1 buah

1.2 Bahan yang dibutuhkan


- Air Baku
- Tawas 1% Al2(SO4)3
- PAC (Poly Alumunium Chloride)
- Flokulan Poly Acrilamide
1.3 Gambar alat percobaan

Gambar Jartest

1.4 Flowsheet Percobaan

Mulai

Menyiapkan air baku, mengukur pH, kekeruhan air baku

Mendistribusikan air baku sebanyak 800 mL ke 6 gelas


kimia berukuran 1000 mL

Menambahkan koagulan PAC atau tawas ke 6 gelas air


baku dengan variasi konsetrasi koagulan

Mengaduk air baku pasa jartest dengan kecepatan 100


rpm selama 1 menit

Menambahkan 2 mL flokulan (poli acrylamide) 0,1% ke


dalam 6 gelas air baku

Melakukan pengadukan lambat pada 60 rpm selama 10


menit

Menuangkan masing-masing air baku ke dalam kerucut


Imhoff lalu didiamkan selama 1 jam

Mengukur kekeruhan akhir, dan tinggi endapan

Selesai
IV. PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Pengamatan
DATA AWAL
Kekeruhan 125 NTU
pH 7
Volume air baku 800 mL
Volume flokulan 2 mL
Konsentrasi flokulan 0,001 (poly acrilamide)

DATA PAC
Konsentrasi Kekeruhan Tinggi Endapan
(ppm) (NTU) (cm)
100 4 7
200 3,8 8
300 3,5 6
400 3,25 9
500 3 10
600 2,75 10,5

DATA TAWAS
Konsentrasi Kekeruhan Tinggi Endapan
(ppm) (NTU) (cm)
15 3 20
30 2,8 24
45 2,5 22
60 2,4 25
75 2,7 26
90 2,5 28
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Menghitung berat yang harus dimasukan
′ 𝑥 ′ 𝑚𝑔
Berat = 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
1000 𝑚𝐿

- PAC
100 ppm
100 𝑚𝑔
Berat PAC = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 80 mg

200 ppm
200 𝑚𝑔
Berat PAC = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 160 mg

300 ppm
300 𝑚𝑔
Berat PAC = 𝑥 800 𝑚𝐿 = 240 mg
1000 𝑚𝐿

400 ppm
400 𝑚𝑔
Berat PAC = 𝑥 800 𝑚𝐿 = 320 mg
1000 𝑚𝐿

500 ppm
500 𝑚𝑔
Berat PAC = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 400 mg

600 ppm
600 𝑚𝑔
Berat PAC = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 480 mg

- TAWAS
15 ppm
15 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 12 mg

30 ppm
30 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 24 mg

45 ppm
45 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 36 mg

60 ppm
60 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 48 mg

75 ppm
75 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 60 mg
90 ppm
90 𝑚𝑔
Berat Tawas = 1000 𝑚𝐿 𝑥 800 𝑚𝐿 = 72 mg

4.2.2 Menghitung Kecepatan Pengendapan

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
Kecepatan Pengendapan =
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛

- PAC
100 ppm
7 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,1167 cm/min

200 ppm
8 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,1333 cm/min

300 ppm
6 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,1 cm/min

400 ppm
9 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,15 cm/min

500 ppm
10 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,1667 cm/min

600 ppm
10,5 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = = 0,175 cm/min
60 𝑚𝑖𝑛

- TAWAS
15 ppm
20 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = = 0,3333 cm/min
60 𝑚𝑖𝑛

30 ppm
24 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,4 cm/min

45 ppm
22 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,3667 cm/min

60 ppm
25 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,4167 cm/min
75 ppm
26 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,4333 cm/min

90 ppm
28 𝑐𝑚
Kecepatan Pengendapan = 60 𝑚𝑖𝑛 = 0,4667 cm/min

4.2.3 Menghitung Efisiensi

(𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 )


Efisiensi = 𝑥 100%
𝑘𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙

- PAC
100 ppm
(125−4)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 96,8%
125 𝑁𝑇𝑈

200 ppm
(125−3,8)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 96,96%
125 𝑁𝑇𝑈

300 ppm
(125−3,5)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,2%
125 𝑁𝑇𝑈

400 ppm
(125−3,25)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,4%
125 𝑁𝑇𝑈

500 ppm
(125−3)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,6%
125 𝑁𝑇𝑈

600 ppm
(125−2,75)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,8%
125 𝑁𝑇𝑈

- TAWAS
15 ppm
(125−3)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,6%
125 𝑁𝑇𝑈

30 ppm
(125−2,8)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,76%
125 𝑁𝑇𝑈
45 ppm
(125−2,5)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 98%
125 𝑁𝑇𝑈

60 ppm
(125−2,4)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 98,08%
125 𝑁𝑇𝑈

75 ppm
(125−2,7)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 97,84%
125 𝑁𝑇𝑈

90 ppm
(125−2,5)𝑁𝑇𝑈
Efisiensi = 𝑥 100% = 98%
125 𝑁𝑇𝑈

4.3 Kurva-kurva

Kurva Kekeruhan vs Konsentrasi PAC


4,5

3,5
Kekeruhan (NTU)

2,5

1,5
0 100 200 300 400 500 600 700
Konsentrasi PAC (ppm)

Kurva Konsentrasi PAC terhadap Kekeruhan


Kurva Kekeruhan vs Konsentrasi Tawas
3,5

2,5
Kekeruhan (NTU)

1,5

0,5

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Konsentrasi Tawas (ppm)

Kurva Konsentrasi Tawas terhadap Kekeruhan

Kurva Tinggi Endapan vs Konsentrasi PAC


11

10
Tinggi Endapan (cm)

4
0 100 200 300 400 500 600 700
Konsentrasi PAC (ppm)

Kurva Konsentrasi PAC terhadap Tinggi Endapan


Kurva Tinggi Endapan vs Konsentrasi
Tawas
30

25
Tinggi Endapan (cm)
20

15

10

0
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi Twas (ppm)

Kurva Konsentrasi Tawas terhadap Tinggi Endapan

V. PEMBAHASAN
Oleh: Salma Nabila Putri (181424027)
Praktikum Koagulasi dan Flokulasi ini bertujuan untuk mengukur efisiensi
koagulan dalam melakukan proses koagulasi pada air limbah, mengukur kecepatan
pengendapan menggunakan koagulan yang berbeda. Kedua tujuan tersebut merupakan
cara untuk kita mengetahui kondisi optimum untuk proses koagulasi dan flokulasi yang
dilakukan. Pada praktikum ini digunakan air baku yaitu limbah cair untuk diolah
menggunakan metode koagulasi dan flokulasi.
Proses koagulasi dilakukan dengan menambahkan koagulan ke air baku, dalam
praktikum ini koagulan yang digunakan yaitu PAC (Poly Alumunium Chloride) dan
tawas Al2(SO4)3. Proses koagulasi ini akan menyebabkan padatan tersuspensi
terdestabilasi dan membentuk flok-flok. Untuk membentuk flok-flok tersebut partikel-
partikel pada air baku harus berkontak secara intens dengan koagulan, sehingga
dilakukan pengadukan cepat pada 100 rpm selama 1 menit.
Sedangkan proses flokulasi dilakukan dengan menambahkan flokulan berupa
poly acrylamide 0,1% sebanyak 2 mL ke masing-masing air baku yang diukur. Proses
flokulasi ini akan membuat flok-flok yang telah terbentuk pada proses koagulasi saking
menyatu dan menjadi flok yang lebih besar. Agar proses tersebut dapat berlangsung,
dilakukan pengadukan lambat pada 60 rpm selama 10 menit.
Setelah proses koagulasi dan flokulasi dilakukan, air baku dimasukan ke kerucut
Imhoff dan didiamkan selama 1 jam hingga terbentuk endapan.
Dari hasil praktikum diperoleh data pengamatan dan dibuat 4 kurva yaitu:
1. Kurva Kekeruhan vs Knsentrasi PAC
Dari kurva ini dapat kita lihat bahwa semakin tinggi konsentrasi PAC, maka
kekeruhan air baku akan semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa semakin
banyak PAC yang ditambahkan ke air baku maka semakin banyak pula padatan
tersuspensi yang diproses membentuk flok-flok, sehingga kekeruhan air nya akan
semakin turun. Sehingga nilai optimum untuk proses koagulasi menggunakan
PAC yaitu dengan konsentrasi 600 ppm.
2. Kurva Kekeruhan vs Konsentrasi Tawas
Dari kurva ini dapat dilihat bahwa nilai kekeruhan cenderung mengalami
penurunan sampai konsentrasi tawas 60 ppm, lalu setelah itu nilai kekeruhan naik
pada konsentrasi 75 ppm dan kembali turun di konsentrasi 90 ppm. Dengan data
yang diperoleh kurva yang fluktuatif ini, kita dapat menganalisis bahwa kondisi
yang optimum untuk menghasilkan kekeruhan yang paling rendah yaitu pada
konsentrasi tawas 60 ppm dengan volume air baku 800 mL.
3. Kurva Tinggi Endapan vs Konsentrasi PAC
Tinggi endapan pada konsentrasi PAC 300 ppm merupakan yang terkecil diantara
yang lain. Selebihnya semakin tinggi konsetrasi PAC, nilai tinggi endapan terus
mengalami kenaikan. Sehingga dapat dianalisis bahwa kondisi yang paling
optimum yaitu pada konsentrasi PAC 600 ppm dengan tinggi endapan yang
paling besar yaitu 10,5 cm.
4. Kurva Tinggi Endapan vs Konsentrasi Tawas
Sama halnya pada kurva tinggi endapan vs konsentrasi PAC, pada kurva ini juga
memiliki nilai tinggi endapan yang aling besar pada konsentrasi terbesar yaitu 90
ppm. Namun dilihat dari efisiensi proses nya, pada konsentrasi 60 ppm memiliki
efisiensi yang lebih besar. Sehingga kondusi yang peling baik dalam proses
koagulasi menggunakan koagulan tawas yaitu dengan konsentrasi 60 ppm.
Dari penjelasan beberapa kurva yang diperoleh dari hasil praktikum ini, didapat
bahwa kondisi optimum untuk proses koagulasi dan flokulasi pada praktikum ini yaitu
pada konsentrasi PAC 600 ppm dengan hasil (kekeruhan akhir 2,75; tinggi endapan
10,5 cm dan efisiensi 97,8%). Sedangkan dengan koagulan tawas kondisi optimum
nya yaitu pada konsentrasi 60 ppm dengan hasil (kekeruhan akhir 2,4; tinggi endapan
25 cm dan efisiensi 98,08%).
Oleh: Utary Nur Rachmani F (181424029)
Pada praktikum “Koagulasi dan Flokulasi” dilakukan pengolahan limbah pada
air baku dengan menggunakan proses koagulasi dan flokulasi, dimana koagulasi adalah
proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi dengan suatu koagulan, sehingga
akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan, sedangkan flokulasi merupakan
proses di mana partikel yang tidak stabil, atau partikel yang terbentuk sebagai hasil
destabilisasi, diinduksi untuk berkumpul, membuat kontak, dan dengan demikian
membentuk aglomerat yang lebih besar.
Proses destabilisasi larutan membentuk sistem koloid, proses destabilisasi yang
ditunjukkan dalam praktikum ini adalah dengan tebentuknya flok-flok, yaitu partikel-
partikel berukuran besar agar larutan (air limbah) dapat dijernihkan. Proses pembentukan
flok berukuran besar ini didapatkan melalui penambahan koagulan yang disebut proses
koagulasi. Koagulan yang ditambahkan adalah Tawas (Al 2(SO4)3) dan PAC/Poly
Aluminum Chloride. Penambahan koagulan dilakukan untuk membuat sistem koloid
menjadi tidak stabil, adanya ion Al 3+ membuat antarpartikel dalam sistem koloid yang
awalnya saling bertubrukan dan tolak menolak menjadi kesatuan dan membentuk partikel
dengan ukuran yang lebih besar.
Dilanjutkan dengan proses flokulasi. Proses flokulasi ini ditambahkan flokulan
yang bertujuan untuk membantu proses flokulasi. Flokulan yang ditambahkan dalam
praktikum ini adalah poly acrylamide 0,1%.Proses flokulasi dilakukan agar partikel koloid
yang sudah tidak stabil tadi saling berkumpul dan berkontak sehingga terbentuk flok-flok
yang lebih besar dan dapat diendapkan sehingga air limbah yang awalnya sangat keruh
mejadi lebih jernih.
Saat praktikum, dilakukan pengadukan terhadap air baku, pengukuran kekeruhan,
dan pengaturan pH 7. Pengaturan pH dilakukan karena proses koagulasi dan flokulasi
sangat dipengaruhi oleh pH. Kondisi pH optimum koagulan tawas memiliki rentang pH
koagulasi optimum 5.0 – 8.0 dan PAC memiliki pH koagulasi optimum pada 6.0 – 9.0.
Jika, dilakukan di luar range pH optimum maka proses koagulasi-flokulasi akan terganggu
dan hasilnya tidak akan optimal.
Tujuan dari praktikum ini, yaitu untuk menentukan dosis koagulan optimum yang
harus ditambahkan. Hasil yang dianalisis adalah nilai kekeruhan untuk menentukan dosis
optimum dan jenis koagulan mana yang memberikan hasil paling optimum. Maka dibuat 6
buah variasi dengan tiap variasi digunakan 800 mL air baku dan ditambahkan variasi
konsentrasi tiap koagulan untuk PAC 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm,
dan 600 ppm dan untuk tawas 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, 60 ppm, 75 ppm, dan 90 ppm.
Setelah itu, dilakukan agitasi/ pengadukan menggunakan alat jartest. Terdapat 2
tahap pengadukan, yaitu pengadukan cepat dengan pengaturan 100 rpm selama 1 menit
yang bertujuan agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga
proses pembentukan gumpalan atau flok-flok dapat terjadi secara optimal. Setelah
dilakukan pengadukan cepat, dilakukan pengadukan lambat dengan pengaturan 60 rpm
selama 10 menit dan ditambahkan 1 mL flokulan poly acrylamide 0,1%, yang bertujuan
agar flok-flok tidak pecah dan terbentuknya flok yang lebih besar secara optimal sehingga
mudah mengendap.
Selanjutnya dilakukan pengendapan pada kerucut imhoff selama 1 jam. Setelah itu,
tinggi masing-masing endapan diukur. Air pada setiap sampel di kerucut imhoff
selanjutnya diukur kekeruhannya untuk mengetahui mana yang memiliki hasil paling
optimum diantara masing-masing konsentrasi koagulan yang berbeda. Tingkat kekeruhan
dicek menggunakan turbidimeter.
Berdasarkan grafik konsentrasi koagulan tawas dan PAC terhadap kekeruhan dan
tinggi endapan, grafik yang terbentuk fluktuatif, Hal ini disebabkan semakin tinggi atau
rendahnya konsentrasi tidak mempengaruhi nilai yang semakin baik atau optimum, akan
tetapi disini perlu dianalisis dengan berbagai macam variasi konsentrasi dan jenis koagulan,
mana yang menghasilkan nilai paling optimum.
Dengan menghitung efisiensi pada masing-masing data didapat hasil dan dosis
paling optimum, jenis koagulan PAC yaitu dengan konsentrasi 600 ppm, massa 480 mg,
menghasilkan kecepatan pengendapan 0,175 cm/min, efisiensi 97,8%, dan tinggi endapan
105 cm. Jenis koagulan tawas yaitu dengan konsentrasi 60 ppm, massa sebesar 48 mg,
menghasilkan kecepatan pengendapan 0,4167 cm/min, efisiensi sebesar 98,08%, dan tinggi
endapan 25 cm. Jika kedua koagulan ini dibandingkan, maka tawas yang lebih baik
digunakan.
VI. SIMPULAN
Dari hasil praktikum koagulasi dan flokulasi ini dapat kita simpulkan:
1. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses pengolahan limbah untuk mengurangi
padatan tersuspensi dengan cara menambahkan senyawa koagulan dan flokulan.
2. Kondisi optimum untuk proses koagulasi dan flokulasi pada praktikum ini yaitu pada
konsentrasi PAC 600 ppm dengan hasil (kekeruhan akhir 2,75; tinggi endapan 10,5 cm
dan efisiensi 97,8%). Sedangkan dengan koagulan tawas kondisi optimum nya yaitu
pada konsentrasi 60 ppm dengan hasil (kekeruhan akhir 2,4; tinggi endapan 25 cm dan
efisiensi 98,08%).

VII. DAFTAR PUSTAKA


Tim dosen. Praktikum Pengolahan Limbah Industri : Koagulasi-Flokulasi. Bandung :
Jurusan teknik kimia Poiteknik Negeri Bandung.
Andriansyah. 2020. BAB II Tinjauan Pustaka. URL:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2598/4/4%20BAB%20II.pdf. [Diakses pada 23
April 2020.]
Christiany, Dina Alfa, dkk.. 2017. Utilization of Seeds Durian (Durio Zibethinus Murr)
Powder as Biopolymer Addition Material of Coagulant Alum to Improve
Coagulation-Flocculation. Jurnal Teknik Industri Universitas Diponegoro. Coniwanti,
dkk. 2013. Pengaruh Beberapa Jenis Koagulan terhadap Pengolahan Limbah Cair
Industri Tahu dalam Tinjauannya Terhadap Turbidity, TSS dan COD. 3 (19) : 22-30.
Flocculation.https://www.oregon.gov/oha/PH/HEALTHYENVIRONMENTS/DRINK
INGW ATER/OPERATIONS/TREATMENT/Documents/Flocculation.pdf. [Diakses
23 April 2021.]
Murray, dkk. 1999. Biokimia Haper. Edisi Ke-24. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rahimah, dkk. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen dengan Metode Koagulasi- Flokulasi
Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. The Journal of Research. 5 (2) : 13-19.
Ramadhani, S., dkk.. 2013. Perbandingan Efektivitas Tepung Biji kelor (Moringa oleifera
Lamk), PAC (Poly Aluminium Chloride), dan Tawas sebagai Koagulan untuk Air
Jernih. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. No. 1, Vol. 1.
Saka. 2019. Koagulasi dan Flokulasi dalam Pengolahan Limba. URL:
http://www.saka.co.id/news-detail/koagulasi-dan-flokulasi-dalam-pengolahan-limbah.
[Diakses pada 23 April 2020.]
Sofiah, Dewi. 2015. “Perbandingan Penggunaan Poly Alumunium Chloride (PAC) dan
Alummunium Sulphate (Tawas) Cair Pada Proses Pengolahan Air Bersih di PDAM
Jember”. Universitas Jember. [Diakses 23 April 2021.]
Susanti, dkk. 2013. Koagulasi Flokulasi untuk Menurunkan Warna dengan Koagulan
PAC pada Efluen Pengolahan Limbah Celup Benang. The Juornal of Purification. 4
(1) : 37-42. Taşdemir, Tuba & Ade Taşdemir “Effect of Mixing Conditions on
Flocculation”. Conference: XIIIth International Mineral Processing Symposium at
Turkey.
https://www.researchgate.net/publication/333080127_Effect_of_Mixing_Conditions_
on_Flocculation#fullTextFileContent. [Diakses 23 April 2021.]
VIII. LAMPIRAN
Resume Video
Oleh: Salma Nabila Putri (181424027)
Pada proses pengolahan limbah menggunakan metode koagulasi dan flokulasi, ada
beberapa tipe partikel, yaitu partikel organik seperti mikroba; bakteri, virus; plankton, alga.
Ada pula inorganic partikel seperti tanah liat. Keduanya bias mengapung pada air karena
partikel-partikel tersebut terlalu kecil ukuran nya untuk diendapkan dengan memanfaatkan
gaya gravitasi saja (sedimentasi). Hamper semua koloid memiliki muatan negative pada
permukan nya. Muatan negative ini akan menarik muatan positif sehingga terbentuk lapisan
pertama. Koloid akan membentuk lapisan kedua dengan cara muatan-muatan positif pada
lapisan pertama akan menarik muatan negative yang sudah bersatu dengan muatan positif
lainnya.

Proses koagulasi dan flokulasi terjadi karena penambahan koagulan dan flokulan.
Pada koagulasi dilakukan pengadukan cepat hingga padatan tersuspensi akan membentuk
flok-flok. Sednagkan pada proses flokulasi akan terjadi penggabungan flok-flok yang
telah terbentuk menjadi flok dengan ukuran lebih besar.
Oleh: Utary Nur Rachmani F (181424029)
Koagulasi dan flokulasi adalah salah satu proses untuk pengolahan air limbah. Sebuah
contoh sampel air limbah yang terlihat berlumpur dari pabrik kertas memiliki tingkat
kekeruhan yang tinggi karena terdapat banyak partikel tersuspensi. Penambahan flokulan akan
menyebabkan partikel kecil menggumpal secara bersamaan sehingga partikel tersebut menjadi
flok-flok yang lebih besar yang akan menetap turun di dasar air.
Kerja flokulasi dan koagulasi secara detail : kekeruhan dari air berlumpur disebabkakn
oleh dua tipe partikel, yaitu partikel organik dan anorganic. Partikel organic, contohnya adalah
alga dan bakteri, dan partikel anorganik, contohnya adalah tanah liat dan lumpur. Kedua tipe
partikel tersebut secara bersamaan dapat mengapung karena ukuran yang terlalu kecil
diendapkan oleh gravitasi. Partikel tersuspensi yang sangat berat diendapkan di dasar air
disebut koloid.
Hampir semua koloid mempunyai permukaan bermuatan negative. Permukaan muatan
negative akan menarik ion bermuatan positif di dalam airs ehingga koloid membentuk lapisan
pertama. Efeknya sama dengan magnet seperti seperti kutub yang sama akan saling menolak
tetapi kutub yang berlawanan saling menarik. Kelebihan koloid membentuk lapisan yang
terdifusi kedua dengan iob bermuatan posistif dan negative yang disebut lapisan ganda.
Pembentukan lapisan ganda membentuk gaya responsif yang mana mencegah dua koloid
menumpuk/ menempel satu sama lain. Koloid- koloid tetap tersuspensi di dalam air dan
bergerak untuk mencegah tabrakan dengan koloid lain. Untuk mengatasi perilaku ini dan untuk
menggumpalkan koloid secara bersama-sama dengan membentuk flok-flok yang mana
digunakan flokulan.
Koloid tetap tersuspensi di dalam air dan bergerak untuk menghindari tabrakan dengan
koloid lain. Untuk mengatasi perilaku ini dan menggumpalkan koloid untuk pengendapan
partikel, flokulan dan koagulan digunakan. Koagulan yang biasa digunakan untuk
pengendapan partikel adalah Alum dan Ferrix. Alum dan Ferrix ideal sebagai koagulan karena
membentuk jumlah ion yang tinggi saat bersentuhan dengan air. Ion-ion ini akan mengikat
koloid dan menetralkan gaya responsif dan disini dinamakan proses desabilitas. Setelah itu
masukkan agent flokulan yang memungkinkan koloid untuk saling menempel, membentuk
gumpalan yang lebih besar dan mengendap di dasar tangki.
Dalam plant pengolahan air limbah. Proses koagulasi-flokulasi dipisahkan secara
sedimentasi dengan dua jenis pengadukan. Dalam agitasi cepat dilakukan proses koagulasi
untuk destabilitas muatan koloid padatan tersuspensi menggunakan koagulan, dan dalam
agitasi lembut flokulan ditambahkan ke tangki pencampur sebelum air memasuki tangki
sedimentasi. Flokulan ditambahkan di dalam tanki pengaduk sebelum air dimasukkan ke
tangka sedimentasi. Partikel-pertikel mengendap di dasar air sampai mereka membentuk
sludge yang mana kemudian dibuang.
Agen koagulan dan flokulan untuk air, air limbah dan mengeliminasi logam berat
seperti Boron, Fluorida, Kadmium, Timbal, Besi, Mangan, Magnese, Cromium (III) dan
Arsenik, tidak disebutkan agent koagulan dan flokulan apa yang dimasukkan.

Sebelum dilakukan proses Setelah dilakukan proses


koagulasi dan flokulasi koagulasi dan flokulasi
Di ruang koagulasi-flokulasi yang dipisahkan oleh buffle dilakukan dengan variasi
kecepatan agitator, yaitu:
1. Tahap pertama memiliki putaran agitator yang tinggi di mana partikel bergerak sangat
cepat, yang bertujuan untuk proses destabilitas muatan koloid oleh koagulan.
2. Tahap kedua partikel menjadi lebih besar karena berkumpul bersama atau diaglomerasi
dan kecepatan putaran agitator berkurang sehingga dimiliki putaran agitator dengan
kecepatan sedang, tujuannya adalah agar kita tidak memisahkan kelompok koloid yang
mulai bersatu.
3. Tahap ketiga memiliki putaran agitator yang rendah di mana partikel bergerak lambat
yang memungkinkan flok menjadi lebih besar dan membentuk flok yang dapat
mengendap di cekungan sedimentasi dan saat flok semakin besar maka putaran agitator
semakin rendah. Sehingga, partikel yang telah bergabung tidak terlepas dan semakin
besar sehingga akan mudah untuk diendapkan.
Prosedur Kerja Koagulasi-Flokulasi dengan Jartest :
1. Siapkan semua peralatan , bahan kimia dan air baku
2. Aduk air baku yang diukur kekeruhannya dan atur pH 7-8 pada praktikum di polban)
3. Kedalam masing masing gelas kimia 1000 ml masukkan 800 mL dan air baku (6 buah
gelas kimia)
4. Kedalam masing masing air baku di dalam gelas kimia 1000 ml ditambahkan koagulan
Alumunium Sulfat dengan variasi konsentrsi yang berbeda tiap gelas. (10 ppm, 20 ppm,
40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm)
*dalam praktikum diberikan data konsentrasi berbeda dan juga menggunakan 2 jenis
koagulan yaitu PAC dan tawas.
4. Lakuan pengadukan pada jartest pada kecepatan putar 100 rpm selama 1 menit
5. Tambahkan dalam masing masing gelas flokulan aquaclear 0.1 % 1-2 ml
6. Lanjutkan dengan kecepatan putar 60 rpm selama 10 menit
7. Tuangkan masing masing air yang sudah diflokulasi ke dalam kerucut Imhoff dan
biarkan mengendap selama 1 jam.
8. Ukur kekeruhan masing masing air telah diendapkan dalam kerucut Imhoff
(diharuskan untuk mengeringkan tangan dengan tisu karena ditakutkan akan terbawa
lemak di tangan yang akan menyebabkan error saat mengukur kekeruhan)
9. Catat tinggi endapan dari masing masing kerucut, ukur pH dari air baku yang telah
mengalami proses koagulasi dan flokulasi
10. Bersihkan dan rapihkan alat praktikum

Anda mungkin juga menyukai