Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai zat yang
sukar digolongkan sebagai zat biasa, zat cair atau gas. Zat-zat ini
dalam ilmu kimia dinamakan koloid. Contohnya antara lain susu,
tinta, cat, sabun, kanji, minyak rambut bahkan udara berdebu
termasuk sistem koloid. Koloid mempunyai peranan yang besar
dalam kehidupan manusia. Proses di alam sekitar banyak
berhubungan dengan sistem koloid. Sebagai contoh, hampir semua
bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti
protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk
koloid. Percobaan koloid dalam laporan ini meliputi koagulasi dan
adsorbsi. Sesuai dengan pernyataan diatas maka dilakukan
percobaan berjudul sifat koloid ini untuk mengidentifikasi
karakteristik sifat koagulasi dan adsorbsi pada koloid
B. Pertanyaan Pengamatan
1. Bagaimana karakteristik sifat koagulasi dan adsorbsi pada
koloid?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi karakteristik sifat koagulasi dan adsorbsi pada
koloid

1
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Koloid
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau
lebih partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.
Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal
dari suatu partikel. Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan
dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berada dalam keadaan subdifisi ini.
Bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak
merupakan cirri dari bahan dalam agregat yang lebih besar (Keenan, 1984).

Gambar 2.1. Perbedaan bentuk larutan, koloid, dan suspensi


Sumber : https://materiipa.com/contoh-larutan-koloid-dan-suspensi
Partikel-partikel dalam suatu koloid terlalu kecil untuk dilihat
dengan mata atau dengan mikroskop biasa, walaupun demikian,
partikel ini dapat mempengaruhi cahaya tampak, ukuran partikelnya
yang cocok untuk menyebabkan cahaya tersebar dengan sudut-sudut
yang besar. Bila konsentrasi koloidnya besar, penyebaran cahayanya
ini akan menyebabkan larutan koloid kelihatan jenuh. Jadi, cahaya tak
diteruskan, contohnya susu. Sinar yang datang pada susu disebarkan
oleh partikel-partikel koloid. Susu kemudian diadsorpsi, sehingga tak
diteruskan. Bila konsentrasi lebih kecil, dispensi koloidnya kelihatan
seperti awan dan bila diencerkan lagi bisa lebih terang (transparan)

2
misalnya saja larutan kanji yang encer akan kelihatan terang (Syukri,
1999).
Suatu koloid selalu mempunyai fasa terdispersi dan fasa
pendisfersi. Fasa terdisfersi dan fasa pendisfersi mirip dengan pelarut
dan zat terlarut pada suatu larutan. Partikel koloid yang telah
mengadsorpsi ion akan bermuatan listrik sesuai dengan muatan ion
yang diserapnya. Muatan partikel ini dapat positif atau negatif.
Contohnya koloid Fe2O3 bermuatan positif setelah mengadsorpsi Fe3+
pada koloid Fe2O3 x H2O (Syukri, 1999).
Terdapat sifat-sifat koloid antara lain :
1. Efek Tyndall
Untuk menentukan apakah suatu campuran merupakan larutan
sejati atau koloid, sering digunakan metode Efek Tyndall, jika cahaya
melewati larutan sejati. Pengamat yang melihatnya dari arah tegak lurus
terhadap sinar tidak melihat cahaya. Tetapi dalam suspensi koloid
cahayanya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan mudah. Sifat
ini mula-mula dipelajari oleh Tyndall pada tahun 1869, dan dikenal
sebagai efek Tyndall. Contoh lain mengenai pembauran ialah oleh partikel
debu dalam cahaya dari proyektor film dalam ruang gelap (Petrucci,
1987). Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena
sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid
cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid
mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-
partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan
sangat sulit diamati (Petrucci, 1987).
2. Gerak Brown
Partikel-partikel koloid hanya dapat bergerak dengan sedikit, tetapi
karena adanya tumbukan dengan molekul-molekul fasa pendispersinya

3
gerakannya akan berbentuk zig-zag ni disebut gerakan Brown. (Petrucci,
1987).
3. Muatan Koloid (Sifat Listrik)
Partikel koloid yang telah mengadsorpsi ion akan bermuatan listrik
sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan koloid dapat diketahui
dengan mencelupkan batang elektroda. Yang bermuatan positif akan
tertarik (berkumpul) ke elektroda negatif, sedangkan yang bermuatan
negatif tertarik ke elektroda positif (Syukri, 1999).
B. Koagulasi
Prinsip penetralan muatan partikel koloid dapat digunakan
untuk menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan,
serta koloid dapat digunakan untuk menurunkan kestabilan koloid
dengan cara penggumpalan, dan proses inilah dikenal dengan istilah
koagulasi. Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid sehingga
terjadi endapan. Dengan adanya koagulasi, zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Koagulasi terjadi kerena pemanasan, penambahan
elektrolit dan pencampuran dua koloid yang berbeda muatan. (Mose,
2014)
Koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan terpengaruh
oleh gaya gravitasi, sehingga partikelnya turun perlahan ke dasar
bejana yang disebut koagulasi atau penggumpalan. Waktu
penggumpalan bervariasi antara satu dengan yang lain, koagulasi
dapat dibantu dengan alat sentrifugal ultra (Syukri, 1999). Koagulasi
adalah peristiwa pembentukan atau penggumpulan partikel-partikel
kecil menggunakan zat koagulan.
Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-partikel
koloid sehingga tubrukan partikel dapat menyebabkan pertumbuhan
partikel. Koagulasi merupakan proses menurunkan atau menetralkan
muatan listrik pada partikel-partikel tersuspensi atau zeta-potential-
nya. Muatan-muatan listrik yang sama pada partikel-partikel kecil

4
dalam air menyebabkan partikel-partikel tersebut saling menolak
sehingga membuat partikel-partikel koloid kecil terpisah satu sama
lain dan menjaganya tetap berada dalam suspense. Proses koagulasi
berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada
partikel sehingga mengijinkan gaya tarik van der waals untuk
mendorong terjadinya agregasi koloid dan zat-zat tersuspensi halus
untuk membentuk gumpalan. Senyawa koagulan adalah senyawa
yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid dengan cara
menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga koloid
dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang
lebih besar sehingga mudah mengendap (Kristijarti, Suharto, &
Marieanna, 2013).
Proses koagulasi-flokulasi merupakan salah satu cara
pengolahan limbah cair untuk menghilangkan partikel-partikel yang
terdapat didalamnya. Koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik
dari pencampuran bahan koagulan ke dalam aliran limbah dan
selanjutnya diaduk cepat dalam bentuk larutan tercampur. Flokulasi
adalah proses pembentukan flok pada pengadukan lambat untuk
meningkatkan saling hubung antar partikel yang goyah sehingga
meningkatkan penyatuannya (aglomerasi) (Syukri, 1999).
Koagulasi merupakan proses kimia yang dapat digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi ataupun dalam
bentuk koloid. Penambahan koagulan menyebabkan terjadinya
destabilisasi muatan negatif partikel-partikel koloid dalam limbah
cair. Pengadukan cepat membantu proses koagulasi dimana koagulan
akan terdistribusi secara merata ke dalam air dengan cepat. Proses
koagulasi memudahkan proses penyaringan, dimana zat pencemar
yang telah menjadi makroflok akan mudah mengendap saat proses
sedimentasi, sehingga mengurangi beban penyaringan (Keenan,1984).

5
Proses saling mengikat antar partikel atau terjadinya
pembentukan flok dapat dijelaskan dalam berbagai macam teori.
Pertama, pembentukan flok terjadi karena adanya tumbukan partikel
koloid dengan koagulan (sweep coagulation). Kedua, pembentukan flok
terjadi karena terjadi penetralan/pemuatan partikel koloid yang
dilanjutkan dengan adanya gaya tarik menarik antar partikel. Ketiga,
pembentukan penghubung polimer (inter particle bridging).
Pemahaman terjadinya proses pembentukan flok tersebut tergantung
dari macam koagulan yang ditambahkan dalam proses tersebut
(Syukri, 1999).
Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga
siap/mudah membentuk flok atau gumpalan. Bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai koagulan adalah kapur, alum, dan
polielektrolit (organik sintesis). koagulan anorganik [poly alumunium
chloride (PAC)], dan garam-garam besi seperti feri klorida dan besi
sulfat (Syukri, 1999).
Penggunaan proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan tersier
biasanya ditujukan untuk menurunkan kekeruhan yang masih tersisa
pada efluen limbah cair yang akan dibuang ke lingkungan. Pada
beberapa pengolahan limbah cair industri, menurunnya kekeruhan
akibat proses koagulasi–flokulasi ditujukan juga untuk mengurangi
warna dalam limbah cair sebelum masuk ke tahap pengolahan
selanjutnya (Syukri, 1999).
C. Tawas
Tawas adalah nama lain dari aluminium sulfat yang memiliki
rumus kimia Al2(SO4)3. Tawas merupakan kristal putih yang
berbentuk gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel-
partikel lain sehingga berat, ukuran dan bentuknya menjadi semakin
besar dan mudah mengendap. Biasanya tawas digunakan dalam

6
proses penjernihan air, yaitu sebagai bahan penggumpal padatan-
padatan yang terlarut di dalam air untuk membersihkan sumur.
Selain itu, tawas juga digunakan untuk memperbaiki mutu pangan
yaitu dalam pengolahan manisan lidah buaya, campuran pembuatan
bihun agar tidak rapuh dan bewarna lebih putih, menghitamkan
kacang hijau sebagai bahan isi dari bakpao dan bahan perendam ikan
yang akan diasapkan (Novita,2001).

Gambar 2.2 Tawas /Aluminium Sulfat


Sumber :
https://fjb.kaskus.co.id/product/5b600c81902cfee8698b4568/tawas-kristal/
D. Faktor-Faktor Koagulasi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi
menurut Rahimah (2016) adalah sebagai berikut :
1. Suhu air : Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap
efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air diturunkan, maka besarnya
daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah dan
merubah pembubuhan dosis koagulan.
2. Derajat Keasaman (pH) : Proses koagulasi akan berjalan dengan
baik bila berada pada daerah pH yang optimum. Untuk tiap jenis
koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama
lainnya.
3. Jenis Koagulan : Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada
pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas dari pada
koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk

7
larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbuk atau
butiran.
4. Kadar ion terlarut : Pengaruh anion lebih besar dari pada kation,
dengan demikian ion natrium, kalsium dan magnesium tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi.
5. Tingkat kekeruhan : Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses
destibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan
air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat.
6. Dosis koagulan : Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari
proses koagulasi dan flokulasi sangat tergantung dari dosis
koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok
akan berjalan dengan baik.
7. Kecepatan pengadukan : Tujuan pengadukan adalah untuk
mencampurkan koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus benar- benar
merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi
dengan partikel- partikel atauion-ion yang berada dalam air.
8. Alkalinitas : Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau
basa yang terjadi dalam air. Alkalinitas dalam air dapat
membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida pada reaksi
hidrolisa koagulan.
E. Adsorpsi
Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu proses pemisahan dimana
komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat
yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil zat
penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan
kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin
terjadi proses yang bolak-balik. (Fikri, 2009).

8
Adsorpsi merupakan proses perpindahan massa pada
permukaan pori-pori dalam butiran adsorben. Perpindahan massa
yang terjadi melalui batas antara dua fasa yaitu : gas-padat, cair-
padat. Adsorpsi dapat terjadi karena adanya energi permukaan dan
gaya tarik-menarik permukaan. Sifat dari masing-masing permukaan
berbeda, tergantung pada susunan dalam molekul-molekul zat. Setiap
molekul dalam interior dikelilingi oleh molekul-molekul lainnya,
sehingga gaya tarik menarik antar molekul akan sama besar,
setimbang ke segala bagian. Sedangkan untuk molekul di permukaan
hanya mempunyai gaya tarik menarik kearah dalam (Asip, 2008).
Adsorpsi adalah suatu fenomena permukaan karena akumulasi
suatu spesies pada batas permukaan padat-cair. Adsorsi dapat terjadi
karena adanya gaya tarik-menarik. Adsorpsi yang terjadi dalam hal
ini adalah non-spesifik dan non-selektif penyebab gaya tarik menarik
karena adanya ikatan koordinasi hidrogen dan gaya Van der Waals.
Apabila adsorbat dan permukaan adsorben terikat dengan gaya Van
der Waals saja maka dinamakan adsorpsi fisis atau adsorpsi Van der
Waals (Annas,2011).
Molekul yang teradsorpsi terikat pada permukaan secara lemah
dan panas adsorpsinya rendah. Jika adsorbat dan permukaan
adsorben bereaksi secara kimiawi maka disebut chemisorption. Nilai
panas adsorpsi setara dengan reaksi kimia karena adanya ikatan kimia
yang terbentuk maupun yang terputus selama proses adsorsi. Untuk
membedakan kedua fenomena proses adsorpsi tersebut maka
digunakan variabel suhu. Adsorpsi fisis ditandai dengan penurunan
jumlah yang teradsorpsi dengan peningkatan suhu (Annas,2011).
Proses adsorpsi terjadi ketika permukaan padatan yang kontak
dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun lapisan dari
molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan. Adsorpsi kimia

9
menghasilkan pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada
permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekul-molekul
pada permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan kondensasi molecular
dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur
dengan berat molekul yang lebih besar akan lebih mudah di adsorpsi
(Annas,2011).
Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan
konsentrasi antar-muka, diikuti dengan difusi lambat ke dalam
partikel-partikel karbon. Laju adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh
kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam pori-pori
kapiler dari partikel karbon. Kapasitas adsorpsi dari karbon terhadap
suatu zat terlarut tergantung pada keduanya, karbon dan zat
terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi
dalam hal kemampuan adsopsi dari campuran- campuran yang ada.
Struktur molekul, kelarutan, dsb, semuanya berpengaruh terhadap
kemampuan adsorpsi (Annas,2011).
Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan sehari-hari
antara lain (Mose, 2014) :
1. Penjernihan air
Penjernihan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas
(K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O). Air dan tawas membentuk koloid.
Koloid tersebut dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau kotoran
dalam air.
2. Penghilang bau badan
Untuk menghilangkan bau badan digunakan aluminium
stearat yang digosokan ke badan atau ketiak. Dengan adanya
keringat maka akan terbentuk koloid Al(OH)3 yang dapat
menghilangkan bau badan.
3. Penyembuhan sakit perut

10
Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif. Dalam
usus, campuran serbuk karbon dengan air membentuk sistem
koloid yang dapat mengadsorpsi bakteribakteri berbahaya dan
kelebihan gas yang mengganggu sistem pencernaan.
F. Karbon Aktif (Norit / Active Charcoal)
Norit merupakan salah satu bentuk karbon aktif. Karbon aktif
adalah produk dari proses aktivasi arang yang kemampuan
penyerapannya lebih tinggi dan memiliki kegunaan lebih banyak
daripada arang biasa. Karbon aktif memiliki daya serap tinggi karena
memiliki volume pori yang dapat menyerap gas maupun residu
dalam larutan (Laos, 2016). Menurut Misfadhilah (2018) Karbon telah
banyak dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat.
Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang
diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpsi yang
tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar
atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif
sangat besar yaitu 25-1000% terhadap berat karbon aktif. (Darmawan,
2008).
Ada tiga jenis karbon aktif yaitu:
1. Bentuk serbuk
Karbon aktif berbentuk serbuk dengan ukuran lebih kecil dari
0,18mm. terutama digunakan pada industri pengolahan air minum,
industri farmasi, terutama untuk pemurnian monosodium
glutamate, bahan tambahan makanan, penghilang warna asam
furan, pengolahan pemurnian jus buah, penghalus gula, pemurnian
asam sitrat, asam tartarik, pemurnian glukosa dan pengolahan zat
pewarna kadar tinggi.

11
Gambar 2.3 Karbon aktif bentuk serbuk
Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/200232-
pembuatan-dan-karaktrisasi-karbon-aktif.pdf

2. Bentuk Granular
Karbon aktif bentuk granular tidak beraturan dengan
ukuran 0,2-5 mm. jenis ini umumnya digunakan dalam aplikasi
fasa cair dan gas. Beberapa aplikasi dari jenis ini digunakan untuk :
pemurnian emas, pengolahan air, air limbah dan air tanah,
pemurni pelarut dan penghilang bau busuk.

Gambar 2. 4 Karbon aktif bentuk granular


Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/200232-
pembuatan-dan-karaktrisasi-karbon-aktif.pdf

3. Bentuk Pellet
Karbon aktif berbentuk pellet dengan diameter 0,8-5 mm.
kegunaan utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena
mempunyai tekanan rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar

12
abu rendah. Digunakan untuk pemurnian udara, kontrol emisi,
tromol otomotif, penghilang bau kotoran dan pengontrol emisi
pada gas buang.

Gambar 2.5 Karbon aktif bentuk pallet


Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/200232-
pembuatan-dan-karaktrisasi-karbon-aktif.pdf
Gugus fungsi dapat terbentuk pada karbon aktif ketika
dilakukan aktivasi, yang disebabkan terjadinya interaksi radikal
bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti oksigen
dan nitrogen, yang berasal dari proses pengolahan ataupun
atmosfer. Gugus fungsi ini menyebabkan permukaan karbon aktif
menjadi reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat
adsorpsinya. Oksidasi permukaan dalam produksi karbon aktif,
akan menghasilkan gugus hidroksil, karbonil, dan karboksilat yang
memberikan sifat amfoter pada karbon, sehingga karbon aktif
dapar bersifat sebagai asam maupun basa (Annas,2011).
Proses adsorpsi secara umum diartikan sebagai suatu proses
dimana suatu partikel pada larutan melekat pada permukaan
material adsorpsi (adsorben). Proses adsorpsi dapat digambarkan
sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan
menempel pada permukaan zat adsorben. Karbon aktif adalah
adsorben yang potensial untuk menghilangkan ion logam
khususnya logam berat. Kemampuan adsorpsi dipengaruhi oleh
bahan dasar dan metode pembuatan, luas per mukaan, pori – pori,

13
serta sifat kimia permukaan dari karbon aktif tersebut. Proses
adsorpsi adalah peristiwa tertariknya suatu molekul tertentu dari
fluida (cair atau gas) pada permukaan zat padat (adsorben)
(Yuliusman dkk, 2013)
G. Faktor-Faktor Adsorpsi
Menurut Lusiana (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi
koagulasi dan flokulasi adalah sebagai berikut :
1. Ph adalah salah satu faktor yang menentukan pada proses
koagulasi. Pada koagulan ada daerah optimum dimana
kelarutan koagulan akan terjadi dalam waktu yang singkat dengan
dosis koagulan tertentu. Luasnya range pH koagulan ini
dipengaruhi oleh jenis-jenis konsentrasi koagulan yang dipakai.
Hal ini penting untuk menghindari adanya kelarutan koagulan.
Untuk proses koagulan pH yang terbaik adalah 3 (netral).
2. Suhu
Pada temperatur yang rendah reaksi lebih lambat dan viskositas
air menjadi lebih besar sehingga flok lebih suka mengendap.
3. Dosis Koagulan
Air turbidity yang tinggi memerlukan dosis koagulan yang
lebih banyak. Dosis koagulan persatuan unit turbidity rendah, akan
lebih kecil dibandingkan dengan air yang mempunyai turbidity
yang tinggi, kemungkinan terjadinya tumpukan antara partikel
akan berkurang dan netralisasi muatan tidak sempurna, sehingga
mikroflok yang terbentuk hanya sedikit, akibatnya turbidity akan
naik. Dosis koagulan yang berlebihan akan menimbulkan efek
samping pada partikel sehingga turbidity akan naik.
4. Pengadukan
Naiknya proses koagulasi juga ditentukan oleh pengadukan.
Pengadukan ini perlu agar tumpukan antara partikel untuk
netralisasi menjadi sempurna. Distribusi dalam air cukup baik dan

14
merata, serta masukan energi yang cukup untuk tumpukan antara
partikel yang telah netral sehingga terbentuk mikroflok. Dalam
proses koagulasi ini pengadukan dilakukan dengan cepat. Air yang
memiliki turbidity rendah memerlukan pengadukan yang lebih
banyak dibandingkandengan air yang mempunyai turbidity tinggi.
Fungsi dan tujuan pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi
adalah pemberian energiagar terjadi tumbukan antar partikel
tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan sehingga dapat
dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan (Yatno,
2009). Dalam proses koagulasi terdapat dua macam pengadukan,
yaitu pengadukan pelan yang bertujuan menggumpalkan partikel-
partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel
flok yang lebih besar. Serta ada pula pengadukan cepat yang
bertujuan untuk mempercepat danmenyeragamkan penyebaran zat
kimia melalui air yang diolah, serta menghasilkan dospersi yang
bertumbukan satu sama lain (Yuliastri, 2010).
5. Pengaruh garam
Garam-garam ini dapat mempengaruhi proses suatu
penggumpalan. Pengaruh yang diberikanakan berbeda-beda
berdasarkan jenis garam (ion) dan konsentrasinya. Semakin besar
valensi ionakan semakin besar pengaruhnya terhadap koagulan.
Penggumpalan dengan garam Fe dan Al akan banyak dipengaruhi
oleh anion dibandingkan dengan kation. Jadi natrium, kalsium dan
magnesium relatif tidak mempengaruhi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu
adsorben antaranya adalah sebagai berikut (Annas, 2011) :
1. Luas Permukaan Adsorben
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak asorbat
yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif.

15
Semakin kecil ukuran diameter partikel maka semakin luas
permukaaan adsorben, dan sebaliknya.
2. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan maka
semakin besar kecepatan adsorpsinya. Ukuran partikel dalam
bentuk butir adalah lebih dari 0,1 mm, sedangkan ukuran diameter
dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh.
3. Waktu Kontak
Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses
difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik.
Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila kontaknya cukup
dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.
4. Distribusi Ukuran Pori
Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran
molekul adsorbat yang masuk dalam partikel adsorben.
Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben merupakan bahan
yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada
dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu di dalam partikel
tersebut.

16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Praktikum
Praktikum yang berjudul “Sifat Koloid (Koagulasi dan Adsorpsi)”
ini dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan,
dikarenakan pada praktikum tersebut hanya menggunakan dua
vaiabel, yakni terdapat variabel kontrol dan variabel respon.
B. Tempat, Tanggal, dan Waktu Percobaan
Praktikum yang berjudul “Sifat Koloid (Koagulasi dan Adsorpsi)”
ini dilakukan pada hari kamis, tanggal 14 November 2019 pukul 07.00
–09.30 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium IPA Prodi
Pendidikan Sains FMIPA UNESA.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Neraca digital 1 buah
b. Kaca arloji 1 buah
c. Pengaduk 1 buah
d. Gelas kimia 50 ml 3 buah
e. Gelas kimia 100 ml 1 buah
f. Tabung reaksi 2 buah
g. Pipet 1 buah
h. Gelas ukur 10 ml 1 buah
i. Rak tabung reaksi 1 buah
2. Bahan
a. Tawas 6 gram
b. Norit 4 gram
c. Air kotor 50 ml
d. Susu 50 ml
e. Santan 50 ml
f. Sirup 8 ml

17
g. NaCl kotor 8 ml

D. Variabel dan Definisi Operasional


1. Variabel Kontrol : volume bahan uji koagulasi dan adsorpsi serta
massa koagulen dan adsorben.
Definisi Operasional Variabel : Dalam percobaan ini digunakan
volume bahan uji pada koagulasi yaitu santan, susu dan air kotor
sebanyak 50 ml dan koagulen yaitu tawas sebanyak 2 gram, serta
pada uji adsorpsi menggunakan sirup dan NaCl 1% kotor sebanyak
8 ml dengan adsorben yaitu norit sebanyak 2 gram.
2. Variabel Respon : endapan, warna, kekeruhan
Definisi Operasional Variabel : pada uji koagulasi respon yang
timbul yaitu aspek warna dan endapan pada larutan tersebut
sedangkan pada uji absopsi menunjukan keadaan larutan dengan
tingkat kekeruhan pada larutan tersebut.
E. Rancangan Percobaan

Gambar 3.1 Rancangan Percobaan Koagulasi


Sumber : Membuat pribadi

Gambar 3.2 Rancangan Percobaan Adsorpsi


Sumber : Membuat Pribadi

18
F. Langkah Percobaan
1. Percobaan Koagulasi
a. Menimbang tawas sebanyak 2 gram dengan menggunakan
neraca digital
b. Mengukur volume susu sebanyak 50 ml
c. Manambahkan susu 50 ml dengan tawas 2 gram ke dalam gelas
kimia
d. Mengaduk campuran susu dan tawas hingga larut dan tidak ada
padatan didalam campuran tersebut
e. Mengamati perubahan yang terjadi pada campuran susu dan
tawas
f. Melakukan langkah tersebut dengan bahan yang selanjutnya
yaitu santan dan air keruh serta meelakukan pengamatan pada
setiap larutan
2. Pembuatan larutan NaCl 1%
a. Menimbang NaCl kotor sebanyak 1 gram
b. Mengukur akuades sebanyak 100 ml
c. Mencampurkan NaCl dan akuades dan mengaduknya dalam
gelas kimia sampai larut.
3. Percobaan Adsorpsi
a. Menimbang norit sebanyak 2 gram menggunakan neraca digital.
b. Mengukur sirup sebanyak 8 ml dalam gelas ukur dan pipet
c. Meletakan sirup yang sudah diukur pada tabung reaksi.
d. Meletakan norit kedalam tabung reaksi yang telah diberikan
sirup
e. Meletakan pada rak tabung reaksi dan amati perubahan yang
terjadi.
f. Melakukan langkah – langkah tersebut pula dalam percobaan
NaCl 1 %

19
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
A. Data
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
hasil sebagi berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Koagulasi
No. Jenis Sampel Warna Endapan
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1. Santan Putih Putih + +++
Bagian
atas
2. Susu Putih Putih + ++
tulang Bagian
bawah
3. Air Keruh Bening Bening + +
keruh
Keterangan :
+++ : Banyak endapan
++ : Sedikit endapan
+ : Tidak ada endapan
Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Adsorpsi
No. Jenis Sampel Sebelum Sesudah

1. Air Sirup Warna hijau Warna bening

2. NaCl kotor Warna keruh Warna bening

B. Analisis
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui data hasil
pengamatan koagulasi koloid pada 3 jenis sampel yaitu santan, susu

20
dan air keruh yang diamati perubahan warna dan endapannya.
Sampel pertama yaitu santan, didapatkan hasil perubahan warna,
sebelum diberi tawas yaitu berwarna putih dan setelah diberi tawas
warna tetap putih. Sedangkan hasil endapan pada sampel santan ini,
sebelum diberi tawas tidak ada endapan dan sesudahnya terdapat
banyak endapan di bagian permukaan atas sampel.
Sampel kedua yaitu susu, diperoleh hasil perubahan warna,
sebelum ditambahkan tawas yaitu berwarna putih dan sesudah
ditambahkan tawas berwarna putih tulang. Sedangkan endapan yang
dihasilkan pada sampel ini, ialah sebelum ditambahkan tawas tidak
ada endapan dan sesudahnya terdapat sedikit endapan bagian
permukaan bawah sampel.
Sampel ketiga yaitu air keruh, didapatkan hasil perubahan warna,
sebelum diberi tawas yaitu berwarna bening keruh dan setelah diberi
tawas menjadi bening. Sedangkan hasil endapan pada sampel air
keruh ini, sebelum diberi tawas tidak ada endapan dan sesudahnya
tetap tidak terdapat endapan.
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui data hasil
pengamatan adsorpsi koloid pada 2 jenis sampel yaitu air sirup dan
NaCl yang diamati perubahan warna. Pada jenis sampel pertama
yaitu air sirup, didapatkan hasil perubahan warna, sebelum diberi
norit yaitu berwarna hijau dan setelah diberi norit warna berubah
menjadi bening. Pada jenis sampel kedua yaitu NaCl, didapatkan
hasil perubahan warna, sebelum diberi norit yaitu berwarna keruh
dan setelah diberi norit warna berubah menjadi bening.
C. Pembahasan
Percobaan sifaat koloid yang telah dilakukan diperoleh data pada
tabel 4.1 yaitu hasil pengamatan koagulasi. Sesuai dengan data yang
diperoleh, percobaan ini menggunakan tiga jenis sampel yaitu susu
cair, santan dan air keruh. Pada sampel susu cair dapat terlihat bahwa

21
susu cair yang semula dalam keadaan normal, namun setelah diberi
tawas mengalami perubahan pada tekstur susu yang berubah menjadi
lebih kental. Selain itu pada sampel susu muncul sedikit endapan dan
mengalami perubahan warna dari putih susu menjadi putih agak
gelap (putih tulang). Pada jenis sampel santan, santan tidak
mengalami perubahan warna setelah ditambahkan tawas, hanaya saja
terbentuk endapan. Santan yang mula-mula berwarna putih dan tidak
ada endapan menjadi putih dan timbul sangat banyak endapan. Pada
jenis sampel air kotor mengalami perubahan dari keruh menjadi lebih
bening serta tetap tidak terdapat endapan di bagian bawahnya. Pada
koloid yang memiliki sifat koagulasi ditandai dengan adanya endapan
dan perubahan warna yang disebabkan oleh koagulan (tawas) seperti
yang dikatakan oleh Kristijarti, dll (2010) Senyawa koagulan adalah
senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid
dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid
sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok
dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap.
Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga
membentuk gumpalan/endapan. Pada praktikum ini, bahan kimia
sebagai koagulan yang digunakan berupa tawas atau aluminium
sulfat [Al2(SO4)3]. Menurut Novita (2001), tawas merupakan kristal
putih yang mempunyai sifat dapat menarik partikel-partikel lain
sehingga berat, ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan
mudah mengendap. Sifat bahan koagulan yang dipakai (tawas)
diperlukan untuk memisahkan padatan terlarut atau suspended
soloid.
Pada praktikum koagulasi menggunakan tiga jenis sampel yaitu
susu cair, santan dan air keruh. Susu cair mengandung protein, proses
koagulasi protein dapat terjadi karena penambahan asam. Pada jenis

22
sampel susu cair dapat mengalami proses koagulasi karena
penambahan aluminium sulfat yang bersifat asam, menyebabkan
tekstur susu menjadi kental, muncul endapan dan mengalami
perubahan warna. Pada sampel air keruh, dapat dilakukan
penjernihan air keruh dengan tawas Al2(SO4)3. Dalam air tawas
terhidrolisis menjadi Al(OH)3 yang berbentuk koloid dan mampu
mengadsorpsi kotoran dalam air khususnya zat warna sehingga air
akan menjadi lebih jernih. Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan
proses koagulasi diantaranya yaitu suhu air, pH, jenis koagulan
(tawas/aluminium sulfat), kadar ion terlarut, tingkat kekeruhan, dosis
koagulan, kecepatan pengadukan dan alkalinitas.
Koagulasi merupakan proses pembentukan atau penggumpulan
partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan, sedangkan zat
koagulan merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan
menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga
mudah membentuk flok atau gumpalan. Berdasarkan cara kerjanya,
maka proses koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan kadar bahan pencemar pada
limbah cair, misalnya limbah tahu. Menurut (Keenan,1984), proses
koagulasi memudahkan proses penyaringan, dimana zat pencemar
yang telah menjadi makroflok akan mudah mengendap saat proses
sedimentasi, sehingga mengurangi beban penyaringan. Karena
terbentuk makroflok maka proses penyaringan limbah akan mudah
dilakukan. Zat koagulen yang digunakan untuk menurunkan kadar
limbah tahu adalah tawas.
Percobaan ini juga diperoleh data hasil pengamatan adsorbsi
pada tabel 4.2. Sampel yang digunakan ini yakni berupa air sirup
dengan perbandingan 1:7 dengan pelarutnya dan NaCl kotor, hasil
yang didapatkan yakni berupa perubahan warna awal dan akhir.

23
Pada proses adsorbsi ini terjadi adanya proses penyaringan, hal ini
terbukti dengan adanya perubahan warna yang telah ditunjukkan
oleh air sirup dan air keruh, yang semula air tersebut berwarna hijau
ataupun keruh lalu setelah ditambahkan norit akan berubah menjadi
bening. Pada praktikum ini norit inilah yang bekerja sebagai absorben
atau sebagai penyaring air – air yang kotor atau berwarna menjadi air
yang bening. Menurut fikri, 2009, Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu
proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah
ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya
partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia
yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap
sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Jadi data
tersebut telah sesuai dengan teori yakni mengalami perubahan warna
karena norit inilah yang bekerja sebagai adsorben (menyerap) yang
memungkinkan terjadinya komponen – komponen dari larutan yang
di masukkinya biasanya akan berpindah ke permukaan zat padatnya
itu sendiri atau yang dimaksud zat padat ini adalah norit yang
memiliki fungsi sebagai adsorben (penyerap) alhasil akan
menyebabkan larutan yang dimasukkinnya akan berubah menjadi
bening.
Pada pengamatan yang telah dilakukan dalam pengamatan
adsorpsi dengan menggunakan norit sebagai adsorben yang
berdasarkan data yang diperoleh menjadikan tingkat kekeruhan pada
bahan uji menjadi menurun. Hal tersebut terjadi setelah
mencampurkan norit pada larutan yang memiliki tingkat kekeruhan
yang tinggi dan akan menjadi jernih setelah dicampurkan norit
didalamnya. Hal tersebut merupakan peristiwa pada proses adsorpsi.
Menurut Yuliusman proses adsorpsi adalah peristiwa tertariknya
suatu molekul tertentu dari fluida (cair atau gas) pada permukaan zat
padat (adsorben). Pada pengamatan yang dilakukan yaitu

24
pencampuran larutan NaCl kotor 1 % an sirup dengan norit
merupakan proses adsorpsi. Yang mana norit sebagai adsorben dapat
menarik atau menjernihkan air pada suatu fluida yaitu larutan NaCl 1
% dan sirup. Norit dapat bersifat sebagai adsorben karena tergolong
sifat karbon aktif yang mana dapat menyerap komposisi dalam
larutan. Menurut Laos (2016) karbon aktif adalah produk dari proses
aktivasi arang yang kemampuan penyerapannya lebih tinggi karena
memiliki volume pori yang dapat menyerap gas maupun residu
dalam larutan. Tetapi dalam dteori lain disebutkan bahwa pada
proses adsopsi residua tau zat terlarut menempel pada adsorben. Hal
tersebut diungkapkan pada tetori Misfadhilla (2018) proses adsorpsi
secara umum diartikan sebagai suatu proses dimana suatu partikel
pada larutan melekat pada permukaan material adsorpsi (adsorben),
proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben.
Hal tersebut berlaku pada norit karena norit dapat menjernihkan
larutan NaCl 1 % dan sirup yang semulanya bewarna hijau dan akan
menjadi sedikit bening ketika dicampurkan dengan norit.
Pembahasan farida
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada pengamatan
koagulasi, pada jenis sampel santan tidak terjadi perubahan warna
akan tetapi terdapat banyak endapan setelah diberikan tawas
sebanyak 2 gram. Kemudian pada jenis sampel susu juga terjadi
perubahan warna dari putih menjadi putih tulang akan tetapi
terdapat sedikit endapan setelah ditambahkan tawas. Hal ini
disebabkan karena adanya salah satu faktor koagulasi yaitu proses
pengadukan yang dilakukan saat diberikan tawas. Fungsi
pengadukan pada proses koagulasi ialah pemberian energi agar
terjadi tumbukkan antar partikel tersuspensi dan koloid agar
terbentuk gumpulan sehingga dapat dipisahkan melalui proses

25
pengendapan dan penyaringan (Yatno, 2009). Sedangkan pada jenis
sampel air keruh terjadi perubahan warna dari bening keruh menjadi
bening dan tidak terdapat endapan baik sebelum dan sesudah
diberikan tawas sebanyak 2 gram. Selain itu, data pada pengamatan
adsorpsi, jenis sampel air sirup terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi bening setelah diberikan norit sebanyak 2 gram. Kemudian
pada jenis sampel NaCl kotor juga terjadi perubahan warna dari
keruh menjadi bening setelah ditambahkan norit. Hal ini disebabkan
karena adanya salah satu faktor adsorpsi yaitu waktu kontak saat
diberikan norit. Fungsi waktu kontak pada proses adsorpsi ialah
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat
berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun
apabila kontaknya cukup (Annas, 2011).

26
BAB V
PENUTUP

27
DAFTAR PUSTAKA
Annas. 2011. Adasorpsi. (Online) http://nas-annas.com/2011/01/adsorpsi.
html. Diakses pada tanggal 20 November 2019 pukul 18.30 WIB.
Darmawan, S., 2009, Optimasi Suhu dan Lama Aktivasi dengan Asam
Phosfat dalam Produksi Arang Aktif Tempurung Kemiri, Jurnal
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Fikri, Muhammad Rijaul, dkk. 2009. Teknik Penjernihan air Menggunakan
Bahan Flokulan PAC, ALUM, CaCl2, FeSO4, SEMEN, EDTA, FeCl2,
dan CaCO3. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Keenan, C.W.1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Kristijarti, Suharto, Marieanna. 2013. Penentuan Jenis Koagulan dan Dosis
Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam Instalasi
Pengelolahan Air Limbah Pabrik Jamu X. Bandung : Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik
Parahyangan
Laos, L. E., Masturi, Yulianti, I. (2016). Pengaruh Suhu Aktivasi terhadap
Daya Serap Karbon Aktif Kulit Kemiri. Seminar Nasional Fisika
2016, 5. Universitas Negri Jakarta.
Lusiana, Rosalinda. 2007. Penentuan Penggunaan Soda Kapur Ca(OH)2 pada
Proses Flokulasi, Pencapaian pH Standar Air Baku di PT. Coca Cola
Bottling Indonesia Unit Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Misfadhila, Sestry., Azizah, Zikra., Chaniago, Rusdi C.D.P. 2018.
Pengaplikasian Cangkang Telur Dan Karbon Aktif Sebagai
Adsorben Logam Timbal. Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
(STIFARM).
Mose, Yumike. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-
Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa.
Bogor: Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu,
perpustakaan.upi.edu
Novita, Elida. 2001. Optimasi Proses Koagulasi Flokulasi pada Limbah Cair
yang Mengandung Melanoidin. Ilmu Dasar.1:Vol 2. 61-67
Petrucci,Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga.
Siahaan, Parsaoran. Adsorbsi ion Logam Natrium dan Kalium dengan
Karbon Aktif Merck dan Norit. Semarang : Staf Pengajar Kimia
Fisik Jurusan KIMIA FMIPA UNDIP
Syukri.S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Yatno, Hendri. 2009. Perencanaan Pengolahan Air Bersih Kecamatan
Perbaungan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Yuliastri, Indra Rani.2010. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera)
dan Flokulan dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah.
Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

28
Yuliusman., Purwanto, Widodo., Nugroho, Yulianto. 2013. PEMILIHAN
ADSORBEN UNTUK PENJERAPAN KARBON MONOKSIDA
MENGGUNAKAN MODEL ADSORPSI ISOTERMIS LANGMUIR.
Depok : Fakultas Teknik Universitas Indonesia

29
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Alat dan bahan Gambar 2. Menyiapkan bahan


praktikum Sifat Koloid yang akan digunakan

Gambar 3. Menimbang tawas Gambar 4. Memasukkan tawas


sebanyak 2 gram pada masing – masing bahan .

Gambar 5. Mengaduk kedua Gambar 6. Di diamkan serta


bahan tersebut sampai homogen diamati perubahan yang terjadi.

30
Gambar 7. Menyiapkan bahan Gambar 8. Menimbang norit
untuk adsorpsi yakni sirup dan sebanyak 2 gram
NaCl

Gambar 9. Memasukkan bahan Gambar 10. Memasukkan norit


adsorpsi kedalam tabung reaksi kedalam tabung reaksi dan
diamati perubahan warnanya.

Gambar 11. Hasil akhir dari perubahan


warna sirup dan NaCl kotor

31

Anda mungkin juga menyukai