Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul “Larutan Koloid dan Sifat Koligatif Larutan” ini dengan baik.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat. Rasa
terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
karya ilmiah ini bisa selesi dengan baik.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan karya ilmiah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam karya
ilmiah yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta
kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca demi tersusunnya karya ilmiah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami
berharap agar karya ilmiah ini bisa memberikan banyak manfaat.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang
bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar
(1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel
terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan
kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini
juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).
Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta
awan merupakan contoh-contoh koloid yang dpat dijumpai sehari-hari.
Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Kimia koloid menjadi
kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya.
Sifat koligatif adalah sifat-sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada
konsentrasi partikel zat terlarut, tetapi tidak pada jenisnya. Sifat koligatif larutan
meliputi tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan
osmotik. Sifat koligatif larutan ini sangat banyak kegunaan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kita tahu bahwa penerapan ilmu pengetahuan sudah sangat mengiringi
semua kegiatan manusia sehari – hari dari yang merugikan hingga yang
membuat manusia mendapat keuntung besar dari berbagai sektor bidang ,
sesungguhnya makalah ini akan membahas tentang penggunaan pelajaran kimia
yang terdapat bab sifat koligatif larutan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu koloid?
2. Sifat-sifat koloid
3. Bagaimana penerapan koloid?
4. Apa itu sifat koligatif?
5. Penerapan sifat koligatif?

C. Tujuan
1. Mengetahui arti koloid
2. Mengetahui sifat-sifat koloid
3. Mengetahui penerapan kolid
4. Menetahui arti dari sifat koligatif
5. Mengetahui penerapan dari sifat koligatif
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Koloid


Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih
di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/
pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang
dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu
partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari
serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat
banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.

Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau
suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa
pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai
dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan
partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul
yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan bebagai
ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan atom emas atau lebih. Koloid
belerang terdiri atas partikel-partikel yang mengandung sekitar seribu molekul
S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah
haemoglobin. Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai
diameter sekitar 6 x 10-7.

1.2 Sifat-sifat Koloid

a. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh
partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang
cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang
ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar.
Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid
(gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-
partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-
partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat
sulit diamati.

b. Gerak Brown
Dengan menggunakan mikroskop ultra (mikroskop optik yang digunakan
untuk melihat partikel yang sangat kecil) partikel-partikel koloid tampak
bergerak terus-menerus, gerakannya patah-patah (zig-zag), dan arahnya tidak
menentu. Gerak sembarang seperti ini disebut gerak Brown. Gerak Brown
ditemukan oleh seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, Robert Brown
( 1773 – 1858), pada tahun 1827.
Gerak Brown terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara
partikel-partikel koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown
akan makin cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah
bukti dari teori kinetik molekul.

c. Elektroforesis
Koloid ada yang netral dan ada yang bermuatan listrik. Bagaimana
mengetahui suatu koloid bermuatan listrik atau tidak? Dan mengapa koloid
bermuatan listrik?
Jika partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti
partikel koloid tersebut bermuatan listrik. Jika sepasang elektrode dimasukkan
ke dalam sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju
elektrode negatif (katode) dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan
menuju elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam
medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis . Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan
untuk menentukan jenis muatan koloid.

d. Absorpsi
Absorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain
pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan
partikel. (Catatan : Absorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya
penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3
bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3
bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.

e. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses
koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil
bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada
sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid
tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Koagulasi dengan
cara menetralkan muatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai
berikut:
1) Penambahan Zat Elektrolit
Jika pada suatu koloid bermuatan ditambahkan zat elektrolit, maka koloid
tersebut akan terkoagulasi. Contohnya, lateks (koloid karet) bila ditambah asam
asetat, maka lateks akan menggumpal. Dalam koagulasi ini ada zat elektrolit yang
lebih efisien untuk mengoagulasikan koloid bermuatan, yaitu sebagai berikut.
a. Koloid bermuatan positif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang
muatan ion negatifnya lebih besar. Contoh; koloid Fe(OH) 3 adalah koloid
bermuatan positif, lebih mudah digumpalkan oleh H 2 SO 4 daripada HC1.
b. Koloid bermuatan negatif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang
muatan ion positifnya lebih besar. Contoh; koloid As 2 S 3 adalah koloid bermuatan
negatif, lebih mudah digumpalkan oleh BaCl 2 daripada NaCl

2) Mencampurkan Koloid yang Berbeda Muatan


Bila dua koloid yang berbeda muatan dicampurkan, maka kedua koloid
tersebut akan terkoagulasi. Hal itu disebabkan kedua koloid saling menetralkan
sehingga terjadi gumpalan. Contoh, campuran koloid Fe(OH) 3 dengan koloid As 2
S3 .
Selain koagulasi yang disebabkan adanya pelucutan muatan koloid, seperti di atas,
ada lagi proses koagulasi dengan cara mekanik, yaitu melakukan pemanasan dan
pengadukan terhadap suatu koloid. Contohnya, pembuatan lem kanji, sol kanji
dipanaskan sampai membentuk gumpalan yang disebut 1em kanji.
Di bawah ini beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam industri.
a) Pembentukan delta di muara sungai.
Hal ini terjadi karena koloid tanah liat akan terkoagulasi ketika bercampur dengan
elektrolit dalam air laut.
b) Penggumpalan lateks (koloid karet) dengan cara menambahkan asam asetat ke
dalam lateks.
c) Sol tanah liat (berbentuk lumpur) dalam air, yang membuat air menjadi keruh,
akan menggumpal jika ditambahkan tawas. Ion Al 3+ akan menggumpalkan koloid
tanah liat yang bermuatan negatif

f. Dialisis
Untuk menghilangkan ion-ion pengganggu kestabilan koloid pada proses
pembuatan koloid, dilakukan penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan
membran semipermeable. Proses penghilangan ion-ion pengganggu dengan cara
menyaring menggunakan membran/selaput semipermeabel disebut dialisis .
Proses dialisis tersebut adalah sebagai berikut. Koloid dimasukkan ke dalam
sebuah kantong yang terbuat dari selaput semipermeabel. Selaput ini hanya dapat
melewatkan molekul-molekul air dan ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak
dapat lewat. Jika kantong berisi koloid tersebut dimasukkan ke dalam sebuah
tempat berisi air yang mengalir, maka ion-ion pengganggu akan menembus
selaput bersama-sama dengan air. Prinsip dialisis ini digunakan dalam proses
pencucian darah orang yang ginjalnya (alat dialisis darah dalam tubuh) tidak
berfungsi lagi.

g. Koloid Pelindung
Untuk sistem koloid yang kurang stabil, perlu kita tambahkan suatu koloid
yang dapat melindungi koloid tersebut agar tidak terkoagulasi. Koloid pelindung
ini akan membungkus atau membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang
dilindungi. Koloid pelindung ini sering digunakan pada sistem koloid tinta, cat, es
krim, dan sebagainya; agar partikel-partikel koloidnya tidak menggumpal. Koloid
pelindung yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi disebut emulgator (zat
pengemulsi). Contohnya, susu yang merupakan emulsi lemak dalam air,
emulgatornya adalah kasein (suatu protein yang dikandung air susu). Sabun dan
detergen juga termasuk koloid pehindung dari emulsi antara minyak dengan air

1.3 Penerapan Koloid

1. Pemutihan Gula
   Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke
dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau
karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel
koloid tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat
berwarna putih.

2. Penggumpalan Darah
 Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika
terjadi luka, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas
yang mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar partikel
koloid di protein bersifat netral sehingga proses penggumpalan darah dapat lebih
mudah dilakukan.
3. Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah
liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena
itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa
langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan
cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut
akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif
melalui reaksi:
Al3+   +   3H2O     à    Al(OH)3   +      3H+

2.1 Sifat Koligatif


Sifat Koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis
zat terlarut tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan.
Jadi sifat-sifat tersebut tidak tergantung pada jenis larutan. Keempat sifat tersebut
adalah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku dan
tekanan osmotik. Sifat koligatif larutan dapat di bedakan menjadi dua macam
yaitu sifat larutan elektrolit dan non elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut
dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion,
sedangkan zat terlarut pada larutan non elektrolit jumlahnya tetap karena tidak
terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal tersebut maka sifat koligatif larutan
nonelektrolit lebih rendah daripada sifat larutan elektolit.

2.2 Sifat-sifat Koligatif dan Penerapan


Dalam bab sifat koligatif larutan yang telah dipelajari, kita tahu bahwa memiliki 4
sifat yang meliputi : tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan
tekanan osmotik.

Berikut ini adalah penerapan – penerapan sifat dalam kehidupan sehari – hari :

1.       Tekanan Uap


Sifat koligatif larutan yang berupa tekanan uap biasanya terdapat pada peristiwa
penguapan dimana terjadi proses perubahan dari zat cair menjadi gas. Dimana zat
cair yang telah dimasukkan ke dalam suatu ruangan tertutup membuat zat tersebut
akan menguap hingga ruangan tersebut menjadi jenuh. Pada saat proses
penguapan berlangsung dan pasti pada saat yang sama juga terjadi proses
pengembunan. Kita tahu bahwa Laju penguapan sama dengan laju pengembunan,
yang disebut dengan kesetimbangan dinamis antara zat cair dan uap jenuhnya.
Tekanan yang disebabkan oleh uap jenuh dinamakan tekanan uap jenuh. Besarnya
tekanan uap jenuh dipengaruhi oleh jumlah zat dan suhu. Makin besar tekanan uap
suatu cairan, makin mudah molekul-molekul cairan itu berubah menjadi uap.
Contoh penerapan :
a.) Laut mati adalah tempat terjadinya penurunan tekanan uap pelarut oleh zat
terlarut yang tidak mudah menguap. Air berkadar garam sangat tinggi ini
terletak di daerah gurun yang sangat panas dan kering, serta tidak
berhubungan dengan laut bebas, sehingga konsentrasi zat terlarutnya semakin
tinggi. Dimana bila kita berenang kita dapat mengambang dengan mudah, dan
sedangkan bila kita meminumnya kita dapat merasakan haus yang sangat
berlebih dari pada meminum air laut yang ada di Indonesia.

2.    Penurunan titik beku


Pada larutan dengan pelarut volatil dan zat terlarut non-volatil, hanya partikel-
partikel pelarut yang dapat menguap dari larutan sehingga meninggalkan partikel-
partikel zat terlarut. Hal serupa juga terjadi dalam banyak kasus di mana hanya
partikel-partikel pelarut yang memadat (membeku), meninggalkan partikel-
partikel zat terlarut membentuk larutan yang konsentrasinya lebih pekat. Titik
beku dari suatu larutan adalah temperatur di mana tekanan uap larutan sama
dengan tekanan uap pelarut murni. Pada temperatur ini, dua fasa pelarut padat
dan larutan cair berada dalam kesetimbangan.
Oleh karena terjadinya penurunan tekanan uap larutan dari tekanan uap pelarut,
larutan membeku pada temperatur yang lebih rendah dibanding titik beku pelarut
murni — titik beku larutan, Tf, lebih rendah dari titik beku pelarut murni, T f°.
Dengan kata lain, jumlah partikel-partikel pelarut yang keluar dan masuk padatan
yang membeku per satuan waktu menjadi sama pada temperatur yang lebih
rendah. Sifat koligatif larutan berupa penurunan titik beku, ΔTf, yaitu Tf° – Tf
berbanding lurus terhadap konsentrasi (molalitas, m) larutan, sebagaimana:

di mana Kf adalah konstanta penurunan titik beku molal (dalam satuan °C/m) dan
m adalah molalitas larutan.
Contoh penerapan :
a.)    Membuat Campuran Pendingin
Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh di bawah
0oC. Cairan pendingin digunakan pada pabrik es, juga digunakan untuk membuat
es putar. Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam ke
dalam air.
Pada pembuatan es putar cairan pendingin dibuat dengan mencampurkan garam
dapur dengan kepingan es batu dalam sebuah bejana berlapis kayu. Pada
pencampuran itu, es batu akan mencair sedangkan suhu campuran turun.
Sementara itu, campuran bahan pembuat es putar dimasukkan dalam bejana lain
yang terbuat dari bahan stainless steel. Bejana ini kemudian dimasukkan ke dalam
cairan pendingin, sambil terus-menerus diaduk sehingga campuran membeku.

b.)    Antibeku pada Radiator Mobil


Di daerah beriklim dingin, ke dalam air radiator biasanya ditambahkan etilen
glikol. Di daerah beriklim dingin, air radiator mudah membeku. Jika keadaan ini
dibiarkan, maka radiator kendaraan akan cepat rusak. Dengan penambahan etilen
glikol ke dalam air radiator diharapkan titik beku air dalam radiator menurun,
dengan kata lain air tidak mudah membeku.

c.)    Antibeku dalam Tubuh Hewan


Hewan-hewan yang tinggal di daerah beriklim dingin, seperti beruang kutub,
memanfaatkan prinsip sifat koligatif larutan penurunan titik beku untuk bertahan
hidup. Darah ikan-ikan laut mengandung zat-zat antibeku yang mempu
menurunkan titik beku air hingga 0,8oC. Dengan demikian, ikan laut dapat
bertahan di musim dingin yang suhunya mencapai 1,9oC karena zat antibeku yang
dikandungnya dapat mencegah pembentukan kristal es dalam jaringan dan selnya.
Hewan-hewan lain yang tubuhnya mengandung zat antibeku antara lain serangga ,
ampibi, dan nematoda. Tubuh serangga mengandung gliserol dan dimetil
sulfoksida, ampibi mengandung glukosa dan gliserol darah sedangkan nematoda
mengandung gliserol dan trihalose.

d.)   Antibeku untuk Mencairkan Salju


Di daerah yang mempunyai musim salju, setiap hujan salju terjadi, jalanan
dipenuhi es salju. Hal ini tentu saja membuat kendaraan sulit untuk melaju. Untuk
mengatasinya, jalanan bersalju tersebut ditaburi campuran garam NaCL dan
CaCl2. Penaburan garam tersebut dapat mencairkan salju. Semakin banyak garam
yang ditaburkan, akan semakin banyak pula salju yang mencair.

e.)    Menentukan Massa Molekul Relatif (Mr)


Pengukuran sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa
molekul relatif zat terlarut. Hal itu dapat dilakukan karena sifat koligatif
bergantung pada konsentrasi zat terlarut. Dengan mengetahui massa zat terlarut
(G) serta nilai penurunan titik bekunya, maka massa molekul relatif zat terlarut itu
dapat ditentukan.

3.       Kenaikan titik didih


Titik didih dari suatu larutan adalah temperatur ketika tekanan uapnya sama
dengan tekanan eksternal. Oleh karena terjadinya penurunan tekanan uap larutan
oleh keberadaan zat terlarut non-volatil, dibutuhkan kenaikan temperatur untuk
menaikkan tekanan uap larutan hingga sama dengan tekanan eksternal. Jadi,
keberadaan zat terlarut dalam pelarut mengakibatkan terjadinya kenaikan titik
didih; titik didih larutan, Tb, lebih tinggi dari titik didih pelarut murni, Tb°.
Contoh penerapan:
Didunia industri, kenaikan titik didih sangat penting dipelajari dan dipahami
karena pada suatu proses bahan industri perlu diketahui kenaikan titik didihnya.
1. Distilasi
Dalam proses distilasi kita harus mengetahui titik didih tiap senyawa yang
dicampur agar waktu yang diperlukan, kecepatan menguap pada campuran
tersebut dapat diketahui. Kenaikan titik didih juga digunakan untuk
mengklasifikasikan bahan bakar yang digunakan sehari-hari

2. Air mendidih
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini,
tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair
diukur pada tekanan 1 atmosfer. Dari hasil penelitian, ternyata titik didih larutan
selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya. Hal ini disebabkan adanya
partikel – partikel zat terlarut dalam suatu larutan menghalangi peristiwa
penguapan partikel – partikel pelarut. Oleh karena itu, penguapan partikel –
partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan titik didih
larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih. Contohnya
air mendidih pada 100 oC

4.       Tekanan osmosis


Sifat koligatif larutan yang berupa perpindahan molekul air melalui selaput
semipermiabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat.
Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat
terlarut, yang mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membran.
Contoh penerapan :
a.)    Mesin Cuci Darah
Pasien penderita gagal ginjal harus menjalani terapi cuci darah. Terapi ini
menggunakan menggunakan metode dialysis, yaitu proses perpindahan molekul
kecil-kecil seperti urea melalui membrane semipermeabel dan masuk ke cairan
lain, kemudian dibuang. Membran tak dapat ditembus oleh molekul-molekul
besar seperti protein sehingga akan tetap berada dalam darah.
b.)    Pengawetan makanan
Sebelum teknik pendinginan untuk mengawetkan makanan ditemukan, garam
dapur digunakan untuk mengawetkan makanan. Garam dapat membunuh mikroba
penyebab makanan busuk yang berada di permukaan makanan.
c.)    Penyerapan Air oleh Akar Tanaman
Tanaman membutuhkan air dari dalam tanah. Air tersebut diserap oleh tanaman
melalui akar. Tanaman mengandung zat-zat terlarut sehingga konsentrasinya lebih
tinggi daripada air di sekirat tanaman sehingga air dalam tanah dapat diserap oleh
tanaman.
d.)   Larutan isotonik adalah cairan infus yang dimasukkan ke dalam darah. Cairan
infus harus isotonik dengan cairan intrasel agar tidak terjadi osmosis, baik ke
dalam ataupun ke luar sel darah. Dengan demikian, sel-sel darah tidak mengalami
kerusakan.
e.)    Membasmi Lintah
Garam dapur dapat membasmi hewan lunak, seperti lintah. Hal ini karena garam
yang ditaburkan pada permukaan tubuh lintah mampu menyerap air yang ada
dalam tubuh sehingga lintah akan kekurangan air dalam tubuhnya.
f.)     Pencairan Salju di Jalan Raya
Lapisan salju di jalan raya dapat membuat kendaraan tergelincir atau selip,
sehingga perlu disingkirkan. Lapisan salju tersebut sebagian besar dapat
disingkirkan dengan buldoser, namun untuk membersihkana digunakan garam
dapur atau urea. Prinsip dasar dari proses ini juga berdasarkan penurunan titik
beku.
g.)    Memisahkan limbah
penggunaan lain dari osmosis balik yaitu untuk memisahkan zat-zat beracun
dalam air limbah sebelum dilepas ke lingkungan bebas.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Koloid dapat ditemukan dalam kehidupan sehari – hari untuk proses
apapun. Koloid juga saling berhubungan antara larutan dan suspensi. Partikel
koloid dapat menghamburkan cahaya sehingga berkas cahaya yang melalui sistem
koloid. Dapat diamati dari samping sifat partikel koloid ini disebut efek Tyndall.
Koloid dibedakan menjadi 5 macam, yaitu aerosol, sol, emulsi, gel, dan buih.

Sifat koligatif kelarutan adalah hal yang sangat umum digunakan untuk
kehidupan manusia di kesehariannya, dengan adanya sifat koligatif ini sangatlah
membantu untuk kemajuan teknologi dalam pengembangan kehidupan.

B. Saran
Saran untuk makalah larutan koloid dan sifat koligatif larutan antara lain
agar makalah ini dapat dimanfaatkan bagi masyarakat terutama dalam kehidupan
sehari – hari. Karena seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa larutan koloid
dan sifat koligatif larutan mempunyai keunikan atau kekhasan masing – masing
yang bila dimanfaatkan akan menimbulkan atau memberikan manfaat yang besar
bagi masyarakat.

C. Daftar Pustaka
Purba, Michael.2010.Kimia Untuk SMA Kelas XI . Jakarta: ERLANGGA
Maria. 2005. Kimia dan Kecakapan Hidup. Jakarta : Ganesa Exact.
romdhoni.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/Koloid.pdf
kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web

Anda mungkin juga menyukai