Anda di halaman 1dari 44

Laporan Koagulasi Flokulasi

1. Tujuan Penelitian

1. Menentukan pengaruh asam jawa sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian


endapan.

2. Menentukan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air sungai.

3. Mengetahui kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila dikombinasikan


dengan aquaclear.

2. Teori Dasar

Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang dapat
membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya muncul karena
hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu
dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau
tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan
bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid
ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses
koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau
tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata
distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara
merata pula.

Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berebentuk


suspense atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter sekitar 1 nm (10-7cm)
hingga 0,1 nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu
tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.

1.1.1 Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi


termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus
yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid. Pengadukan cepat (flash mixing)
merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk
mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan
yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.

Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan memperlihatkan efek
Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu
menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif
tersebut kemudian menyelubungi partikel-partikel koloid dan membentuk lapisanrapat
bermuatan didekat permukannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan
lapisan kokoh (fixed layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan
gaya tolak-menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif pada
partikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik antara 2 patikel yang dikenal dengan
gaya Van der Walls. Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-
muatan listrik partikel koloid, gaya tolak menolak yang ada selalu lebih besar dari pada gaya
Van der Walls, dan akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil (Farooq dan Velioglu,
1989).

Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam koloid target
koagulasi, maka kation tersebut akan masuk kedalam lapisan difusi karena tertarik oleh
muatan negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion
dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang
(termampatkan kea rah permukaan partikel). Pemampatan lapisan difusi ini akan
mempengaruhi potensial permukaan partikel koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta
stabilitas partikel koloid. Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan
merubah besar partikel kesuatu tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar
partikel dapat melampaui gaya tolak menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid
dapat saling mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok. (Farooq
dan Velioglu, 1989).

Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan
kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic dan anorganik
tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses ini meliputi ion-ion
metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk
membentuk presipitat yang tidak larut dan polielektrolit organik alam atau sintetik, yang
mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan partikel koloid, dengan demikian
mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid (Montgomery, 1985).

1.1.2 Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan


pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses
pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Pada
flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar.
Partikel yang berukuran besar akan udah diendapkan.

Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik antara partikelnya
harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang
mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah
penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan
yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang
disebut flok. Proses kontak ini disebut flokulasi.

1.2 Biji Asam Jawa


Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa koagulan alami dapat menunjukan
kemampuannya yang terbaik saat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beberapa
macam kontaminan.

Jenis koagulan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah biji asam jawa. Asam Jawa
termasuk ke dalam suku Fahaccae. Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga
Tamarindus. Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L) mengandung senyawa tanin, minyak
esensial, serta polimer alamipli. Tanin adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri (Rosydah, 2008). Minyak esensial merupakan minyak aromatik yang dapat
mengurangi bau yang tidak sedap (Rosydah, 2008), sedangkan polimer alami seperti
albuminoid, pati, dan getah berfungsi sebagai koagulan yang berperan dalam pengumpalan
partikel-partikel air (Rosydah, 2008). Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami
yang tersusun atau D-galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami.
Biji asam jawa sendiri mudah ditemukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri biji asam jawa
biasa dimakan setelah direndam dan direbus, atau setelah dipanggang. Selain itu, biji asam
juga dijadikan tepung untuk membuat kue atau roti. Selain dikonsumsi untuk sebagian orang,
pemanfaatan biji asam jawa yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan
perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair, yang lebih ekonomis dan
ramah lingkungan.

C. Langkah Kerja
E. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air sungai dengan menggunakan
koagulan alami yaitu biji asam jawa. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel koloid
dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air limbah dapat dijernihkan dan partikel-
partikel pencemar dapat berkurang. Alasan penambahan koagulan pada pengolahan air
limbah adalah karena sifat koloid yang sulit mengendap ini akan menjadikan waktu
pengendapan yang sangat lama. Hal ini disebabkan karena adanya gaya van der walls dan
elektrostatik pada koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat
partikel-partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan
adalah limbah dari sungai yang berada di sarijadi dengan kekeruhan awal yaitu 40,88 NTU
dengan pH sebesar 8,95.

1.1 Pengaruh asam jawa sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan

Menurut literatur pH optimum biji asam jawa sebagai koagulan untuk pengolahan limbah
adalah pada pH 3. Biji asam jawa dibuat pH optimum karena pada proses koagulasi flokulasi
agar diperoleh hasil maksimum harus dilaksanakan pada pH yang optimum.Untuk membuat
biji asam jawa pada pH optimum maka dilakukan penurunan pH. Akan tetapi pada percobaan
ini penurunan pH dengan penambahan H2SO4 4N terlalu banyak sehingga pH limbah air
sungai adalah 2. Akan tetapi menurut literatur semakin tinggi pH maka kemampuan biji asam
jawa semakin berkurang, sehingga semakin rendah pH maka kemampuan asam jawa semakin
optimal, oleh karena itu pada pH 2 biji asam jawa kemampuannya sebagai koagulan tetap
optimal.

Koagulan yang digunakan adalah biji asam jawa. Biji asam jawa dapat menjadi koagulan
disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid dari limbah tersebut bermuatan negatif
sedangkan koagulan biji asam jawa bermuatan positif. Sehingga pada prosesnya akan terjadi
tarik menarik antara koloid dan koagulan karena adanya perbedaan muatan tersebut sehingga
terbentuklah flok-flok yang menyebabkan menurunnya kekeruhan pada air sungai tersebut.
Menurut teori maka semakin banyak jumlah koagulan yang ditambahkan pada limbah air
sungai maka semakin banyak pula partikel-partikel koloid pada limbah air sungai yang akan
berikatan dengan koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak seiring dengan
penambahan jumlah koagulan. Dengan semakin banyaknya flok yang terbentuk maka tinggi
endapan akan semakin besar.

Berdasarkan grafik hasil percobaan (tinggi endapan vs koagulan), tinggi endapan semakin
besar seiring dengan penambahan jumlah koagulan yang ditambahkan. Pada dosis koagulan
0,2 gr/L tinggi endapan adalah 3 mL, pada dosis koagulan 0,3 gr/L tinggi endapan adalah 6,5
mL, pada dosis koagulan 0,4 gr/L tinggi endapan adalah 7 mL, pada dosis koagulan 0,5 gr/L
tinggi endapan adalah 10 mL, pada dosis koagulan 0,6 gr/L tinggi endapan adalah 8,5 mL,
dan pada dosis koagulan 0,7 gr/L tinggi endapan adalah 11 mL. Dari data tersebut semakin
banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka tinggi endapan semakin tinggi. Hanya saja
pada dosis 0,5 gr/L dan dosis 0,6 gr/L tinggi endapan sama, yaitu 10 mL. Hal ini disebabkan
karena pada penambahan koagulan saat proses koagulasi sempat ada yang terjatuh sehingga
jumlah koagulan tidak sama lagi seperti yang seharusnya. Namun, ketidak sempurnaan dalam
pengadukan juga bisa mempengaruhi tinggi endapan yang terbentuk karena masih ada
pengotor yang membentuk flok-flok. Akan tetapi dari hasil percobaan ini bila dilihat semakin
banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Hasil percobaan
ini terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak dosis koagulan yang
ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Pengukuran tinggi endapan dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu pada mnit ke-30, mnit ke 60 dan pada jam ke-22. Pengukuran sebanyak
3 kali ini dilakukan karena pada menit ke 30 masih terlihat flok-flok yang terbentuk masih
mengapung dan belum terendapkan oleh karena itu dilakukan pengukuran pada menit ke 60.
Akan tetapi pada menit ke 60 pun flok-flok masih ada yang belum terendapkan. Dikarenakan
flok-flok sangat lama untu terendapkan maka dilakukan pengukuran pada jam ke-22. Dari
ketiga pengukuran ini terlihat semakin lama waktu sedimentasi maka tinggi endapan semakin
banyak. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang diberikan untuk sedimentasi, maka
lebih banyak flok-flok terendapkan. Pada dosis 0,3 gr/L, 0,4 gr/L,0,5 gr/L, 0,6 gr/L, 0,7 gr/L
tinggi endapan meningkat seiring lamanya waktu sedimentasi, kecuali pada dosis 0,2 gr/L
tinggi endapan awalnya meningkat pada menit ke 30 tinggi endapan 4,2 mL dan pada menit
ke-60 tinggi endapan 5 mL akan tetapi pada jam ke-22 tinggi endapan menurun menjadi 3
mL, hal ini dikarenakan pada saat penelitian corong imhoff pada dosis 0,2 gr/L ketika
pendiaman untuk jam ke-22 corong imhoff tersebut mengalami pembocoran sehingga
kemungkinan terdapat endapan yang keluar yang menyebabkan penurunan tinggi endapan.

Sedangkan pada pengaruh pH, pH limbah air sungai sebelum dilakukan koagulasi flokulasi
adalah 2, sedangkan setelah proses koagulasi flokulasi pH nya adalah sebesar 2. Apabila
dilihat sama sekali tidak ada perubahan pH sebelum dan sesudah proses koagulasi flokulasi,
artinya penggunaan koagulan asam jawa belum memiliki kemampuan untuk mengembalikan
pH ke keadaan netral. Sehingga bila akan digunakan koagulan biji asam jawa maka perlu
dilakukan pengolahan lebih lanjut sebelum langsung dibuang ke lingkungan untuk mengatasi
pH sehingga pH air setelah pengolahan adalah netral.

4.1 Penentuan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air sungai

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang
ditambahkan maka semakin tinggi pula endapan yang terbentuk. Menurut teori semakin
banyak partikel koloid terendapkan maka semakin jernih filtratnya. Sehingga apabila semakin
tinggi endapan yang terbentuk maka kekeruhan pada filtranya pun semakin kecil. Dari hasil
percobaan telah didapatkan bahwa semakin tinggi dosis koagulan yang ditambahkan nilai
kekeruhannya pun semakin berkurang. Terlihat pada data percobaan yang didapat dosis 0,2
gr/L memiliki kekeruhan sebesar 22,98 NTU, dosis 0,3 gr/L memeiliki kekeruhan sebesar
17,39 NTU, dosis 0,4 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 11,77 NTU, dosis 0,5 gr/L memiliki
kekeruhan sebesar 14,01 NTU, dosis 0,6 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 10,71 NTU, dosis
0,7 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 9,75 NTU. Sehingga hasil percobaan ini dapat dikatakan
semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil. Hasil percobaan ini
terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang
ditambahkan maka kejernihannya meningkat dan kekeruhannya semakin menurun.
Pengukuran kekeruhan dilakukan pada jam ke-22. Hal ini dikarenakan pada jam ke-22 tinggi
endapan optimum dan kemungkinan flok-flok yang belum terendapkan telah sedikit.

Sedangkan nilai kekeruhan apabila dibandingkan dengan nilai kekeruhan awal sebelum
dilakukan proses kaogulasi flokulasi adalah sebesar 40,88 NTU sedangkan setelah proses
koagulasi flokulasi kekeruhan berkurang 22,98 (bila dibandingkan dengan data dengan
kekeruhan yang paling rendah pada variasi dosis). Hal ini tentunya biji asam jawa cukup
optimal untuk menurunkan kekeruhan pada air limbah sungai karena dari hasil percobaan
nilai kekeruhan sesudah proses koagulai flokulasi dengan koagulan biji asam jawa terjadi
penurunan yang sangat besar dibandingkan dengan kekeruhan sebelum dilakukan proses
koagulasi flokulasi.

4.1 Kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan
aquaclear

Pada percobaan ini digunakan kaogulan biji asam jawa dan flokulan aquaclear. Penambahan
aquaclear pada percobaan ini adalah sebagai flokulan. flokulan berperan sebagai pengikat
antara flok yang satu dengan flok yang lainnya, sehingga flok-flok tersebut bersatu menjadi
flok-flok yang lebih besar dan memungkinkan dapat mengendap lebih cepat. Setelah
dilakukan penambahan aquaclear sebagai flokulan maka didapatkan data bahwa semakin
tinggi dosis koagulan maka tinggi endapan semakin tinggi dan kekeruhannya pun semakin
menurun serta pH setelah proses koagulasi flokulasi adalah tetap yaitu pada pH 2

Pada grafik (kekeruhan vs koagulan + flokulan) dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa
semakin banyak dosis yang ditambahkan maka nilai kekeruhannya semakin berkurang. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak koagulan yang ditambahkan, semakin banyak
partikel yang terendapkan maka nilai kekeruhannya pun semakin berkurang. Dari hasil
percobaan yang didapat, tinggi endapan limbah sebelum adanya penambahan flokulan lebih
kecil dibandingkan tinggi endapan pada limbah setelah adanya penambahan flokulan. Hal ini
dapat dilihat pada rata-rata tinggi endapan berbagai variasi dosis tanpa penambahan aquaclear
adalah sebesar 7,82 dan rata-rata tinggi endapan dengan memakai aquaclear adalah 8,01.
Sehingga tinggi endapan lebih tinggi bila ditambahkan aquaclear. Begitupun dengan nilai
kekeruhan, rata-rata nilai kekeruhan tanpa aquaclear adalah 13,87 dan rata-rata kekeruhan
dengan memakai aquaclear adalah 14,04. Sehingga kekeruhan dengan koagulan dengan
penambahan aquaclear lebih rendah dibanding kekeruhan dengan koagulan tanpa
penambahan aquaclear. Sedangkan untuk pH setelah proses koagulasi flokulasi pH tidak
berubah yaitu tetap pada pH 2.

PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA KIMIA


PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA KIMIA
Ketut Sumada

Jurusan Teknik Kimia


Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur
email : ketutaditya@yahoo.com
Pengolahan air limbah secara KIMIA merupakan pengolahan air limbah dengan
penambahan bahan kimia (padat, cair, dan gas) kedalam air limbah. Beberapa proses
pengolahan air limbah secara kimia seperti Netralisasi, Koagulasi/flokulasi, dan gas
transfer, setiap proses mempunyai tujuan tertentu.

a. Proses Netralisasi
Proses netralisasi bertujuan untuk melakukan perubahan derajat keasaman (pH)
air limbah. Proses ini dilakukan pada awal proses (pengkondisian) air limbah sebelum
dilakukan proses lanjutan atau pada akhir proses sebelum air limbah dibuang kelingkungan
dalam rangka memenuhi standar baku mutu air limbah yaitu pH 6-9.

Beberapa air limbah memiliki derajat keasaman (pH) asam dan basa, dalam
proses netralisasi diharapkan pH air limbah menjadi netral atau berkisar 6-9. Berbagai reaksi
yang terjadi pada proses netralisasi :

YOH + HX XY + H2O

Y dan X mewakili monovalen kation dan anion, XY merupakan garam yang terbentuk,
sebagai contoh reaksi netralisasi yaitu natrium hidroksida dengan asam clorida seperti
berikut.

HCl + NaOH NaCl + H2O

Dimana Na merupakan Y dan Cl merupakan X, pada reaksi tersebut akan dihasilkan garam
yaitu NaCl. Berbagai reaksi netralisasi seperti berikut :

HCl + NaOH NaCl + H2O

2 HCl + Mg MgCl2 + H2

H2SO4 + NaOH Na2SO4 + H2O


Reaksi yang terjadi pada netralisasi ada yang bersifat eksotermis (the enthalpy of
neutralization) seperti reaksi antara natrium hidroksida dengan asam clorida, dan bersifat
endotermis yaitu natrium karbonat dengan asam asetat.

Pada air limbah yang bersifat asam, dibutuhkan basa untuk netralisasi dan
sebaliknya. Pada netralisasi air limbah dapat pula terbentuk padatan sehingga dibutuhkan
proses pemisahan padatan.

b. Proses Koagulasi-Flokulasi

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses pengolahan air dan air limbah secara
kimia yaitu dengan penambahan bahan kimia kedalam air limbah. Air limbah pada umumnya
mengandung padatan tersuspensi, partikel koloid (berukuran < 1 mikron), bahan terlarut
(berukuran < nanometer). Padatan-padatan dalam air pada umumnya bermuatan negatif
dan padatan-padatan tersebut sangat sulit dipisahkan secara fisik (sedimentasi dan filtrasi
dengan media padat) dan dapat dilakukan secara kimia melalui proses koagulasi-flokulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel, sedangakan flokulasi
merupakan proses penggabungan partikel yang telah mengalami proses destabilisasi,
mekanisme destabilisasi partikel seperti terlihat dalam gambar berikut. Proses destabilisasi
partikel dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bermuatan positif yang dapat
menyelimuti permukaan partikel sehingga partikel tersebut dapat berikatan dengan partikel
lainnya. Partikel yang telah berikatan akan mudah untuk dipisahkan secara fisik
(sedimentasi, flotasi, dan filtrasi). Proses flokulasi dibutuhkan untuk penggabungan partikel
dengan mennggunakan bahan kimia sehingga mempercepat waktu pengendapan partikel
(flok).

Pada proses koagulasi (destabilisasi) dibutuhkan bahan kimia yang mampu


merubah muatan partikel, perubahan muatan partikel dapat dilakukan dengan berbagai
bahan kimia tetapi bahan kimia yang bervalensi 3 (trivalent) sepuluh kali lebih efektif
dibanding dengan bervalensi 2 (divalent). Bahan kimia yang sering dipergunakan dalam
proses koagulasi seperti tercantum dalam tabel berikut.

Koagulan Formula Berat molekul


Aluminium sulphate Al2(SO4)3 .18 H2O 666,7
Ferrous sulphate Fe (SO4). 7 H2O 278,0
Lime Ca(OH)2 56 sebagai CaO
Ferric chloride FeCl3 162,1
Ferric sulphate Fe2(SO4)3 400

Berbagai reaksi yang terjadi pada penambahan koagulan kedalam air atau air limbah seperti
reaksi-reaksi berikut

ALUMINIUM SULPHATE

Al2(SO4)3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3CaSO4 + 6 CO2

Aluminum + Calcium Aluminum + Calcium + Carbon


Sulfate Bicarbonate Hydroxide Sulfate Dioxide
(ada dalam air
yang diolah)

FERRIC SULFATE

Fe2(SO4)3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6 CO2

Ferric + Calcium Ferric + Calcium + Carbon


Sulfate Bicarbonate Hydroxide Sulfate Dioxide

FERRIC CHLORIDE

2 Fe Cl3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2

Ferric + Calcium Ferric + Calcium + Carbon


Chloride Bicarbonate Hydroxide Chloride Dioxide

FERROUS SULFATE

FeS04 + Ca(HCO3)2 Fe(OH)2 + CaS04 + 2CO2

Ferrous + Calcium Ferrous + Calcium + Carbon


Sulfate Bicarbonate Hydroxide Sulfate Dioxide
SODIUM ALUMINATE

2 Na2Al2O4 + Ca(HCO3)2 8 Al(OH)3 + 3 Na2CO3 + 6 H20

Sodium + Calcium Aluminum + Sodium + Water


Aluminate Carbonate Hydroxide Carbonate

Na2Al2O4 + CO2 2 Al(OH)3 + NaCO3


Sodium + Carbon Aluminum + Sodium
Aluminate Dioxide Hydroxide Carbonate

Na2Al2O4 + MgCO3 MgAl2O4 + Na2CO3


Sodium + Magnesium Magnesium + Sodium
Aluminate Carbonate Aluminate Carbonat

Berbagai parameter perancangan sedimentasi untuk koagulasi berdasarkan jenis


koagulan yang dipergunakan seperti tercantum dalam tabel berikut

Tabel .Perancangan sedimentasi berdasarkan jenis koagulan

Jenis Koagulan Laju alir limpahan Waktu tinggal


(jam)
(gallon/hari-ft2)
Aluminium 500 - 800 28
Besi 700 - 1000 28
Kapur-Soda 700 - 1500 48

Hasil Koagulasi Pengendapan flok dalam tabung


Flokulasi merupakan suatu peristiwa penggabungan partikel-partikel yang telah
mengalami proses destabilisasi (koagulasi) dengan penambahan bahan kimia (flokulan)
sehingga terbentuk partikel dengan ukuran lebih besar (macrofloc) yang mudah untuk
diendapkan. Mekanisme flokulasi seperti terlihat dalam gambar 4.4. berikut

Beberapa jenis bahan kimia yang berfungsi sebagai flokulan seperti tercantum dalam
tabel berikut.

Tabel .Jenis flokulan

Sumber flokulan Jenis flokulan


Flokulan Mineral Silika aktif
Tanah liat (koloid) : bentonit
Logam hidroksida (aluminium dan ferri hidroksida)
Flokulan organik Turunan pati (pati singkong, dan kentang)
Polisakarida
Kitosan
Gelatin dan alginat
Flokulan sintetis Polyethylene-imines (cationic)
Polyamides-amines (cationic)
Polyamines (cationic)
Polyethylene-oxide (nonionic)
Komponen karboksil dan sulfonate (anionic)
Polyacrylamide (nonionic)

Flokulan sintetis merupakan flokulan yang diproduksi dengan berbagai kebutuhan


sehingga flokulan ini diproduksi bermuatan negatif (anionic), bermuatan positif (cationic) dan
netral (nonionic), flokulan bermuatan negatif dapat bereaksi dengan partikel bermuatan
negatif seperti garam-garam dan logam-logam hidroksida, sedangkan flokulan yang
bermuatan positif akan bereaksi dengan partikel bermuatan negatif seperti silika maupun
bahan-bahan organik, tetapi hukum itu tidak berlaku secara umum karena flokulan negatif
dapat mengikat tanah liat yang bermuatan negatif.

Dalam proses koagulasi-flokulasi beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Konsentrasi padatan yang terkandung dalam air limbah. Konsentrasi padatan atau
zat terlarut dalam air limbah akan mempengaruhi kebutuhan konsentrasi koagulan
yang dibutuhkan dalam pengolahan air limbah, pada umumnya jika konsentrasi
padatan atau zat terlarutnya tinggi akan dibutuhkan konsentrasi koagulan yang lebih
kecil (diperlukan penelitian pendahuluan)

2. Jenis koagulan yang dipergunakan. Jenis koagulan yang akan diaplikasikan


tergantung pada karakteristik air limbahnya, hal ini disebabkan karena jenis koagulan
tertentu akan bekerja baik pada derajat keasaman (pH) air limbah tertentu.

3. Kecepatan putaran pengaduk (jika menggunakan tangki berpengaduk). Kecepatan


putaran pengaduk pada pengolahan dengan tangki berpengaduk berpengaruh
terhadap ukuran flok yang terbentuk, kecepatan putaran pengaduk dapat memecah
flok yang sudah terbentuk. Untuk proses koagulasi kecepatan putaran pengaduk
sekitar 100 rpm, sedangkan pada proses flokulasi lebih lambat sekitar 50 rpm.

4. Kecepatan aliran air limbah masuk dalam tangki (jika kecepatan aliran dimanfaatkan
untuk pengadukan)

5. Waktu pengadukan (waktu tinggal). Waktu pengadukan berkaitan dengan


mekanisme pembentukan flok, semakin lama waktu pengadukan pembentukan
floknya akan semakin sempurna dan mudah untuk diendapkan, tetapi jika terlalu
lama terkadang flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali.

6. Jenis padatan (flok) yang dihasilkan. Jenis flok yang terbentuk tergantung pada jenis
air limbah dan koagulan yang dipergunakan, pada pemakain jenis koagulan tertentu
akan menghasilkan flok tertentu, kekuatan flok tertentu dan berat jenis flok tertentu.
Dalam proses pengolahan air limbah secara kimia yang diharapkan adalah terbentuk
flok yang kuat dan mudah untuk diendapkan dan pengendapan membutuhkan waktu
yang relatif cepat.

7. Pengelolaan flok yang dihasilkan. Pada proses pengolahan air limbah secara kimia
dihasilkan padatan (flok), flok yang dihasilkan perlu dilakukan pengelolaan sehingga
tidak menghasilkan limbah padat meskipun jumlahnya tidak banyak. Dalam
pengelolaan flok yang perlu diperhatikan adalah apakah flok dapat dioleh kembali
menjadi bahan kimia baru, produk baru dan sebagainya.

OPTIMASI PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI


Keberhasilan proses koagulasi dan flokulasi dalam pengolahan air limbah dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya :

1. Konsentrasi koagulan
2. Kecepatan Putaran Pengadukan

3. Waktu Pengadukan

Dalam optimasi proses diarahkan kepada perancangan peralatan tangki berpengaduk yang
efisien. Untuk optimasi proses dipergunakan persamaan Camp, yang dikenal dengan
bilangan Camp yaitu menghubungkan GRADIEN KECEPATAN dengan Waktu Pengadukan :

Bilangan Camp (Ca) = Gradien Kecepatan x waktu pengadukan.

Gradien kecepatan (G) merupakan fungsi dari Daya yang dibutuhkan (P), Viskositas air
limbah (Mu) dan Volume air limbah (V).

G = {P/(Mu x V)}^0,5 tanda (^) ini berarti pangkat

Daya (P) merupakan fungsi dari kecepatan putaran pengaduk (rev), luas penampang
pengaduk (A), densitas air limbah (rho), dan drag coefisien (CD). dan Persamaannya seperti
berikut.

P = (CD x A x rho x Rev^3 )/2

CD : drag coefisien yang merupakan fungsi dari bilangan Reynold (NRe) (lihat literatur)

NRe = (Rev x dp x rho)/(Mu), dengan dp : diameter pengaduk.

Langkah pengerjaan :

1. Cari sifat fisik air limbah yaitu viskositas (Mu), densitas air limbah (rho)

2. Tentukan diameter pengaduk yang dipergunakan (dp) dan kecepatan putaran


pengaduk (rev)

3. Dengan mengetahui harga viskositas (Mu), densitas (rho), diameter pengaduk (dp)
dan kecepatan putaran pengaduk (rev), nilai bilangan Reynold (NRe) dapat dihitung.

4. Dengan mengetahui bilangan Reynold (NRe) dan mempergunakan grafik (lihat


literatur), dapat dihitung besarnya drag koefisien (CD)

5. Dengan mengetahui nilai CD, rho dan rev, serta luas pengaduk, maka dapat
menghitung besarnya Daya (P)

6. Dengan mengetahui nilai Daya (P), Volume air limbah (V) dan viskositas (Mu) maka
dapat menghitung nilai Gradien kecepatan (G)
7. Dengan mengetahui nilai Gradien kecepatan (G), dan waktu pengadukan (t), maka
besarnya bilangan Camp (Ca) dapat dihitung.

Bilangan Camp inilah yang sering diperguanakn sebagai landasan dalam optimasi proses
koagulasi dan flokulasi. Bilangan Camp terbaik untuk proses koagulasi dan flokulasi adalah
10.000 - 100.000 (bilangan tak berdimensi).

KINERJA PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH


SECARA KIMIA (KOAGULASI & FLOKULASI)

Penurunan padatan tersuspensi : 85 - 95 %

Penurunan COD : 50 - 70 %

Penurunan BOD : 50 - 70 %

c. Gas Transfer (injeksi gas kedalam air limbah)


Pada pengolahan air limbah, peristiwa gas transfer (injeksi gas kedalam air limbah) sering
terjadi seperti :

1. Injeksi gas chlor kedalam pengolahan air bertujuan untuk membunuh bakteri

2. Injeksi gas ozon kedalam pengolahan air limbah bertujuan untuk proses oksidasi

3. Injeksi udara kedalam pengolahan air limbah bertujuan untuk proses oksidasi,
menjaga agar air limbah tidak berbau, menjaga kehidupan mikroorganisme (proses
pengolahan air limbah secara biologi)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam injeksi gas/udara kedalam air limbah :

1. Kelarutan gas/udara tersebut didalam air limbah. Kelarutan gas/udara didalam air
limbah sangat penting untuk diketehui, ini berkaitan dengan perhitungan berapa laju
alir gas/udara yang diinjeksikan kedalam air limbah. Penentuan kelarutan gas/udara
sangat tergantung kepada Tekanan dan Temperatur.

2. Distribusi gas/udara didalam air limbah. Pendistribusian gas/udara didalam air limbah
bertujuan agar distribusi gas/udara merata pada setiap bagian air limbah, sehingga
perlu pengaturan pemasangan distributor gas/udara yang baik.

3. Tekanan cairan (terkait dengan tinggi cairan diatas distributor gas/udara).


Pemasangan distributor gas/udara pada bagian bawah air limbah akan mendapatkan
tekanan hidrostatik dari air limbah tersebut, sehingga ketinggian air limbah diatas
distributor perlu diperhatikan agar gas/udara dapat terdistribusi didalam air limbah
dengan baik.

4. Ukuran gelembung gas/udara dalam air limbah. Ukuran gelembung gas/udara


mempengaruhi proses kelarutan gas/udara, semakin kecil ukuran gelembung
gas/udara semakin baik proses kelarutannya.

Sumber : http://ketutsumada.blogspot.co.id/2012/04/pengolahan-air-limbah-
secara-kimia.html

CAMPURAN BINER II
(KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan :
1. Dapat menentukan sifat larutan biner dengan membuat diagram
temperatur versus
komposisi
2. Dapat menentukan indeks bias campuran

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


Alat yang digunakan
1. Seperangkat alat destilasi keseimbangan
2. Termometer
3. Labu leher 100 ml atau 250 ml
4. Erlenmeyer 100 ml
5. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
6. Bola karet
7. Botol aquadest

Bahan yang digunakan


1. Aseton
2. Kloroform

III. DASAR TEORI


Suatu larutan dikatakan sebagai larutan ideal bila :
1. Homogen pada seluruh sisitem mulai dari mol fraksi 0-1
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen
dicampur membentuk larutan (Hbercampuran = 0)
3. Tidak ada beda pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume
komponen yang dicampurkan ( Vpencampuran = 0)

4. Memenuhi hukum Roult :


P1 = X1 . P0
Dimana :
P1 = tekanan uap larutan X1 = mol fraksi larutan
P0 = tekanan uap pelarut murni

Dalam larutan ideal sifat larutan komponen yang satu akan


mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat komponennya.
Contoh : sistem benzena toluena. Sedangkan larutan non ideal adalah
larutan yang tidak memiliki sifat-sifat diatas, larutan ini dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :

Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi. Dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem
aseton karbon disulfida dan sisitem Hcl air.
Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume konstraksi dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sisitem campuran. Contoh : sisitem benzena
etanol dan sisitem aseton kloroform.
Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan. untuk
membuat diagram T-X maka harga x tdak dihitung pada tiap-tiap titik didih tetapi
dengan larutan. Kemudian dibuat dahulu grafik standard komposisi versus indeks
bias. Komposisi dapat dihitung sebagai berikut : misalnya mencampurkan a ml

dengan massa jenis 1 dengan b ml kloroform dengan massa jenis 2 maka

komposisinya
M1 = massa molekul aseton = 48
M2 = massa molekul CHCl3 = 119,5

IV. KESELAMATAN KERJA


Dalam melakukan percobaan ini digunakan jas praktikum dan kaca mata,
sarung tangan dan masker pelindung. jangan menghirup cat yang digunakan. Dalam
memakai refraktometer sebelum dan sesudah dipakai dibersihkan lendanya dengan
zat cair sebagai pembersih.

V. CARA KERJA

1. Mencatat massa jenis zat yang digunakan dari tabel atau melakukan dengan
aerometer
2. Menentukan indeks bias aseton murni dan kloroform murni menggunakan
refraktometer
3. Selanjutnya menentukan indeks bias campuran dengan perbandingan sebagai
berikut :

aseton 100 ml 80 ml 60 ml 40 ml 20 ml 0 ml
kloroform 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml
4. Untuk setiap campuran yang didestilasi, dicatat tititk didihnya dan titik uapnya
masing-masing larutan. Destilat diambil dengan pipet dilihat indeks biasnya
kemudian residunya juga ditentukan indeks biasnya.

Jumlah campuran boleh lebih dari


Catatan :
10 ml dengan menggunakan alat yang micro (volume 25 ml). Pengamatan titik didih
dua kali pada titik didih larutan dan temperatur setelah destilat
VI. DATA PENGAMATAN

KOMPOSISI Titik didih Titik uap


( )
cairan ( )

Aseton 0 ml 60 60
Kloroform 100
ml
Aseton 20 62 61
Kloroform 80
Aseton 40 63 62
Kloroform 60
Aseton 60 64 62
Kloroform 40
Aseton 80 59 62
Kloroform 20
Aseton 100 ml 56 56

Kloroform 0 ml

VII. PERHITUNGAN
BM aseton = 56,08 gr/mol

BM kloroform = 119,38 gr/mol

Aseton 20ml kloroform 80ml


Mol aseton = Mol kloroform =
= =

= 0,27 mol = 0,99mol


Fraksi mol : - Aseton =

- Klorofm = 1 0,21 = 0,79

Aseton 40ml kloroform 60ml

Mol aseton = Mol kloroform =

= =

= 0,54 mol = 0,74mol


Fraksi mol : - Aseton =

- Klorofm = 1 0,42 = 0,58

Aseton 60ml kloroform 40ml


Mol aseton = Mol kloroform =

= =

= 0,81 mol = 0,49mol


Fraksi mol : - Aseton = = 0,62

- Klorofom = 1 0,62 = 0,38

Aseton 80ml kloroform 20ml


Mol aseton = Mol kloroform =
= =

= 1,08 mol = 0,25mol


Fraksi mol : - Aseton =

- Klorofom = 1 0,81 = 0,19

VIII. ANALISA PERCOBAAN


Pada percobaan kali ini kami melakukan percobaan campuran biner II,dimana
pada percobaan ini kami harus menentukan titik didih larutan murni ( aseton dan
kloroform) serta titik didih dan titik uap dari larutan camouran aseton dan
kloroform,dengan komposisi yang berbeda-beda ( terhadap aseton : 0 ml , 20 ml ,40
ml,60 ml, 80 ml dan 100 ml) melalui proses destilasi. Yang menjadi perbedaan pada
praktikum sebelumnya yang sudah kami lakukan adalah pada praktikum campuran
biner I,menggunakan sistem campuran zeotrofik (benzen-toulene) sedangkan biner II
menggunakan sistem campuran azeotropik (aseton-kloroform).
Pada praktikum ini hal yang kami lakukan adalah menentukan atau mencatat
massa jenis,berat molekul,kalau perlu densitasnya. Hal ini lebih dikarenakan sifat
yang dibutuhkan pada saat perhitungan. Suatu larutan dikatakan ideal apabila
homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol 0-1. Dalam larutan ideal sifat
larutan komponen yang satu akan memppengaruhi sifat komponen yang lain,
sedangkan larutan non ideal adalah dimana sifatnya tidak akan mempengaruhi
komponen yang lain. Semakin besar komposisi dari suatu campuran maka semakin
rendah titik didih dan titik uap nya.

IX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. semakin besar komposisi dari larutan campuran, maka semakin rendah titik didih
dan titik uapnya
2. Campuran azeotropik adalah campuran dua/lebih komponen yang mempunyai
komposisi tertentu diaman komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya bila melalui
destilasi biasa,titik didih dua zat cair yang saling meunjukkan adanya titik didih
maksimum.
3. Titik didih campuran adalah 62

4. Fraksi mol yang diperoleh :


Aseton 80 % ; khloroform 20 % : 0,81 ; 0,19
Aseton 60 % ; khloroform 40 % : 0,62 ; 0,38
Aseton 40 % ; khloroform 60 % : 0,42 : 0,58
Aseton 20 % ; khloroform 80 % : 0,21 : 0,79

X. DAFTAR PUSTAKA
Modul.Penuntun Pratikum kimia fisika.Jurusan Teknik Kimia,Politeknik Negeri
Sriwijaya.2012

GAMBAR ALAT

Rangkaian alat destilasi


Bola karet Pipet ukur

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA KIMIA


8:40 AM PEPRA DEWA NO COMMENTS

Proses pengolahan kimia digunakan dalam instalasi air bersih dan IPAL.
Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah
asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan
padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak,
meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan
racun.

Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani


hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun
atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi. Namun,
pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan
meningkatkan jumlah lumpur.

1. Netralisasi

Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam.
Dalam pengolahan air limbah, pH diatur antara 6,0 9,5. Di luar kisaran pH
tersebut, air limbah akan bersifat racun bagi kehidupan air, termasuk bakteri.
Jenis bahan kimia yang ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air
limbah serta kondisi lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat
asam dapat menambahkan Ca(OH)2 atau NaOH, sedangkan bersifat basa dapat
menambahkan H2SO4, HCl, HNO3, H3PO4, atau CO2 yang bersumber dari flue gas.

Netralisasi dapat dilakukan dengan dua system, yaitu: batch atau continue,
tergantung pada aliran air limbah. Netralsasi system batch biasanya digunakan
jika aliran sedikit dan kualitas air buangan cukup tinggi. Netralisasi system
continue digunakan jika laju aliran besar sehingga perlu dilengkapi dengan alat
kontrol otomatis.

2. Presipitasi

Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara


penambahan bahan - bahan kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya
padatan padatan. Dalam pengolahan air limbah, presipitasi digunakan untuk
menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan fosfat. Senyawa kimia yang
biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium klorida,
magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam - garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA
(Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi.
Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses
presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan penambahan garam besi dan polimer
khusus atau gugus sulfida yang memiliki karakteristik pengendapan yang baik

Pengendapan fosfat, terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk


mencegah eutrophication dari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penambahan slaked lime, garam besi,
atau garam alumunium.

3. Koagulasi dan Flokulasi

Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang


tersuspensi koloid yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-
gumpalan yang dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.
Partikel koloid sangat sulit diendapkan dan merupakan bagian yang besar
dalam polutan serta menyebabkan kekeruhan. Untuk memisahkannya, koloid
harus diubah menjadi partikel yang berukuran lebih besar melalui proses
koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dann flokulasi dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan proses, yaitu:
a) Penambahan koagulan/flokulan disertai pengdukan dengan kecepatan tinggi
dalam waktu singkat.
b) Destabilsasi dari system koloid
c) Penggumpalan partikel yang telah mengalami destabilsasi sehingga terbentuk
microfloc.
d) Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan macrofloc yang dapat diendapkan,
disaring, dan diapungkan.

Destabilisasi biasanya dilakukan dengan penambahan bahan-bahan kimia


yang dapat mengurangi daya penolakan karena mekanisme pengikatan dan
absobsi. Berkurangnya daya penolakan biasanya akan diikuti dengan
penggumpalan koloid yang telah netral secara elektrostatik, yang akan
menghasilkan berbagai gaya yang bekerja di antara partikel hingga terjadi
kontak satu sama lain.

Koagulasi

Secara garis besar, hal-hal penting mengenai proses koagulasi dapat


diringkaskan sebagai berikut:

i. Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan-gumpalan yang lebih


besar dengan penambahan bahan-bahan kimia, misalnya Al 2SO4, Fe2Cl3, Fe2SO4,
PAC, dan sebagainya.
ii. Dasar-dasar perencanaan koagulasi adalah sebagai berikut.
Untuk kemudahan operasi dan perawatan, di gunakan inline mixer
Waktu tinggal untuk reaksi adalah 30 detik 2 menit
Flash mixer digunakan dengan kecepatan 250 rpm atau lebih
Mixer yang digunakan dapat berupa mixer jenis turbine a propeller
Bahan shaft adalah baja tahan karat
Penggunaan bahan kimia bervariasidari 50 ppm 300 ppm
Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratory terlebih dahulu

Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displacem (screw, membrane,
peristaltic).

Flokulasi

Secara garis besar, hal-hal penting mengenai proses flokulasi dapat diringkaskan
sebagai berikut:

i. Flokulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besardan


pada gumpalan terbentuk selama koagulasi dengan penambahan polimer,
misalnya polimer kationik dan anionic yang beredar dipasar dengan nama
nama alliwd koloid, praestol, kurifloc, dan diafloc.
ii. Dasar dasar perencanaan untuk flokulasi adalah sebagai berikut.
Untuk kemudahan pengoperasian dan perawatan, digunakan sta mixer
Waktu tinggal untuk reaksi biasanya antara 20 30 menit
Slow mixer digunakan dengankecepatan antara 20 -60 rpm
Jenis impeller dapat berupa paddle atau turbine
Materi shaft sebaiknya baja tahan karat
Penggunaan bahan kimia antara 2 mg -5 mg / liter
Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratorium terlebih dahulu
Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displaceme (screw, membrane,
peristaltic).
Chamber of Madness

Information Warehouse, Whatever you need


Menu Lanjut ke konten

Home

About Me

o Personal

o Friends Blog

Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem


4 Balasan

9 Votes

1. Pengertian Tanggapan Sistem

Respon sistem atau tanggapan sistem adalah perubahan perilaku output


terhadap perubahan sinyal input. Respon sistem berupa kurva ini akan menjadi
dasar untuk menganalisa karakteristik system selain menggunakan
persamaan/model matematika. Bentuk kurva respon sistem dapat dilihat
setelah mendapatkan sinyal input. Sinyal input yang diberikan untuk mengetahui
karakteristis system disebut sinyal test. Ada 3 tipe input sinyal test yang
digunakan untuk menganalisa system dari bentuk kurva response:

Impulse signal, sinyal kejut sesaat

Step signal, sinyal input tetap DC secara mendadak

Ramp signal, sinyal yang berubah mendadak (sin, cos).

Respon sistem atau tanggapan sistem terbagi dalam dua domain/kawasan:

Domain waktu (time response)

Domain frekuensi (frequency response)


domain respon sistem

Respon Peralihan (transient response)

Ketika input sebuah sistem berubah secara tiba-tiba, keluaran atau output
membutuhkan waktu untuk merespon perubahan itu. Bentuk respon
transient atau peralihan bisa digambarkan seperti berikut:

bentuk sinyal respon transien

Bentuk sinyal respond transient ada 3:

Underdamped response, output melesat naik untuk mencapai input


kemudian turun dari nilai yang kemudian berhenti pada kisaran nilai
input. Respon ini memiliki efek osilasi

Critically damped response, output tidak melewati nilai input tapi


butuh waktu lama untuk mencapai target akhirnya.

Overdamped response, respon yang dapat mencapai nilai input


dengan cepat dan tidak melewati batas input.
Fasa peralihan ini kemudian akan berhenti pada nilai dikisaran input/target
dimana selisih nilai akhir dengan target disebut steady state error.Jika dengan
input atau gangguan yang diberikan pada fasa transient kemudian tercapai
output steady state maka dikatakan sistem ini stabil. Jika sistem tidak stabil,
output akan meningkat terus tanpa batas sampai sistem merusak diri sendiri
atau terdapat rangkaian pengaman yang memutus sistem.

Sensitifitas sistem adalah perbandingan antara persentase perubahan


output dengan persentase perubahan input. Perubahan pada input bisa normal
atau ada gangguan dimana parameter proses akan berubah seiring dengan
usia, lingkungan, kesalahan kalibrasi dsb. Pada sistem siklus tertutup tidak
terlalu sensitif terhadap hal ini karena adanya proses monitoring
balik/feedback. Kondisi sebaliknya terjadi pada sistem siklus terbuka. Pemilihan
sistem siklus terbuka harus memperhatikan spesifikasi beban dan kapasitas
sistem.

2. Klasifikasi Respon Sistem


Berdasarkan sinyal bentuk sinyal uji yang digunakan, karakteristik respon sistem
dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:
a. Karakteristik Respon Waktu (Time Respons), adalah karakteristik
respon yang spesifikasi performansinya didasarkan pada pengamatan bentuk
respon output sistem terhadap berubahnya waktu. Secara umum spesifikasi
performansi respon waktu dapat dibagi atas dua tahapan pengamatan, yaitu;

Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang


diamati mulai saat terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban
sampai respon masuk dalam keadaan steady state. Tolak ukur yang
digunakan untuk mengukur kualitas respon transient ini antara lain; rise
time, delay time, peak time, settling time, dan %overshoot.

Spesifikasi Respon Steady State, adalah spesifikasi respon


sistem yang diamati mulai saat respon masuk dalam keadaan steady
state sampai waktu tak terbatas (dalam praktek waktu pengamatan
dilakukan saat TS t 5TS). Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur
kualitas respon steady state ini antara lain; %eror steady state baik untuk
eror posisi, eror kecepatan maupun eror percepatan

b. Karakteristik Respon Frekuensi (Frequency Respons)


karakter resppon frekuensi adalah karakteristik respon yang spesifikasi performansinya
didasarkan pengamatan magnitude dan sudut fase dari penguatan/gain (output/input) sistem
untuk masukan sinyal sinus (A sin t). Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas
respon frekuensi ini antara lain;

Frequency Gain Cross Over,

Frequency Phase Cross Over,

Frequency Cut-Off (filter),


Frequency Band-Width (filter),

Gain Margin,

Phase Margin,

Slew-Rate Gain dan lain-lain.

c. Karakteristik Respon Waktu Sistem Orde I dan Sistem Orde II


Respon output sistem orde I dan orde II, untuk masukan fungsi Impulsa, step,
ramp dan kuadratik memiliki bentuk yang khas sehingga mudah diukur kualitas
responnya (menggunakan tolok ukur yang ada). Pada sistem orde tinggi
umumnya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak memiliki bentuk
respon yang khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian,
untuk sistem orde tinggi yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industri),
umumnya memiliki respon menyerupai atau dapat didekati dengan respon orde I
dan II. Untuk sistem yang demikian dapatlah dipandang sebagai sistem orde
I atau II, sehingga ukuran kualitas sistem dapat diukur dengan tolok ukur yang
ada.

d. Karakteristik Respon Impulsa (Impuls Respon)


Adalah karakteristik sistem yang didapatkan dari spesifikasi respon output
terhadap masukan impulsa.

Respon Impulsa sistem orde I


Suatu sistem orde I, dapat digambarkan sebagai berikut :

sistem orde 1
tabel penurunan nilai fungsi eksponensial

contoh soal Respon Impulsa sistem orde 1

contoh soal Respon Impulsa sistem orde 1 (2)

Respon Impulsa sistem orde II


Suatu sistem orde II, dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Impulsa sistem orde 2

e. Karakteristik Respon Step (Step Respon)


Adalah karakteristik sistem yang didapatkan dari spesifikasi respon output
terhadap masukan Step.
Respon Step Sistem Orde I
Suatu sistem orde I, dapat digambarkan sebagai berikut:

respon step sistem orde 1

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde I


Spesifikasi respon step sistem orde I dapat dinyatakan dalam dua macam
spesifikasi yaitu: spesifikasi respon transient dan spesifikasi respon steady state
yang di ukur melalui posisi pada keadaan tunak (steady state. Secara umum
respon step sistem orde I dapat di gambarkan sebagai berikut:
Spesifikasi Respon Step Sistem Orde 1

Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde I


Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim
digunakan,a.l.:
Time Constan (t) :
Ukuran waktu yang menyatakan kecepatan respon, yang di ukur mulai t = 0
s/d respon mencapai 63,2% (e-1100%) dari respon steady state.
Rise Time (TR) :
Ukuran waktu yang menyatakan keberadaan suatu respon, yang di ukur mulai
respon 5% s/d 95% dari respon steady state (dapat pula 10% s/d 90%).
Settling Time (TS):
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2% atau 0,5%
dari respon steady state.
Delay Time (TD) :
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon output
terhadap input, di ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari respon steady
state.

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde I


Spesifikasi respon steady state di ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak
Respon Step Sistem Orde II
Respon Step Sistem Orde 2

Respon Step Sistem Orde 2 (2)

Respon Step Sistem Orde II Over-Damped (x>1)


Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi transformasi Laplace,
y(t) dapat dituliskan sebagai :
Dengan demikian y(t) dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Respon Step Sistem Orde 2 over damped

Kesimpulan
Tampak bahwa respon sistem menyerupai respon sistem orde satu, oleh
karena itu spesifikasi respon sistem yang digunakan adalah spesifikasi
respon sistem orde satu.

Sistem orde dua dengan koefisien redaman > 1, dapat didekati dengan
model orde I, dengan gain over-all K sama dengan sistem semula dan time
constant * adalah waktu yang dicapai respon pada 63,2% dari
keadaan didekati dengan respon sistem orde I, model sistem dapat
direduksi menjadi model orde I.steady state. Model pendekatan tersebut
disebut sebagai Model Reduksi.

Pengembangan dari pengertian di atas, tiap sistem orde tinggi yang


memiliki respon menyerupai atau dapat

Respon Step Sistem Orde II Critically-Damped (x=1)


Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi transformasi Laplace, y(t)
dapat dituliskan sebagai:

Respon Step Sistem Orde II Critically-Damped

Kesimpulan,
Tampak bahwa respon sistem menyerupai respon sistem orde satu, oleh karena itu sama
seperti kesimpulan sebelumnya, sistem orde dua dengan koefesien redaman= 1, dapat
didekati dengan model reduksi orde I, seperti berikut :

model reduksi orde 1

Respon Step Sistem Orde II Under-Damped (x<1)


Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi transformasi
Laplace, y(t) dapat dituliskan dan digambarkan sebagai berikut :
Respon Step Sistem Orde 2 Under-Damped

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde II


Seperti juga pada sistem orde I, spesifikasi respon step sistem orde II dapat dinyatakan dalam
dua macam spesifikasi yaitu: spesifikasi respon transient dan spesifikasi respon steady state.
Secara umum respon step sistem orde II dapat di gambarkan sebagai berikut:

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde 2

Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde II


Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim digunakan,a.l.:
Time Constan (t) :
Ukuran waktu yang di ukur melalui respon fungsi selubung yaitu mulai t = 0 s/d respon
mencapai 63,2% (e1x100%) dari respon steady state. t =1/XW N
Rise Time (TR) :
Ukuran waktu yang di ukur mulai respon mulai t= 0 s/d respon memotong sumbu steady
state yang pertama.
Settling Time (TS):
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2% atau 0,5% dari respon
steady state
Delay Time (TD) :
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon output terhadap input, di
ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari respon steady state.
Overshoot (MP) :
Nilai relatif yang menyatakan perbandingan harga maksimum respon yang melampaui
harga steady state dibanding dengan nilai steady state.
Time Peak (TP) :
Ukuran waktu diukur mulai t = 0 s/d respon mencapai puncak yang pertama kali (paling
besar).

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde II Seperti juga pada sistem
orde I, pada sistem orde II spesifikasi respon steady state di ukur melalui %eror
posisi pada keadaan tunak :

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde II

3. Respon Steady State (mantap)


Saat sistem mencapai kondisi stabilnya, sinyal respon akan berhenti pada nilai
dikisaran input/target dimana selisih nilai akhir dengan target disebut steady state
error. Besaran error ini akan menjadi input buat subsistem selanjutnya. Besarnya kondisi
steady state error dinyatakan dengan koefisien error yang ditentukan oleh type dan input
sistem. Tipe sistem digunakan untuk memberikan ciri karakteristik sistem terhadap jumlah
akar persamaan karakteristik pada titik 0 pada bidang kompleks.

1. Tipe sistem 0, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 tidak ada (tidak terdapat s=0
dari akar persamaan karakteristik) dan persamaan sistemnya:

G (s) = K (s + z1)(s + z 2)...

(s + p1)(s + p2)(s + p3)

2. Tipe sistem 1, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 ada 1 atau ada satu akar
persamaan karakteristik s=0 dan persamaan sistemnya:

G (s) = K ( s + z1)(s + z 2)...

s(s + p1)(s + p2)(s + p3)

3. Type sistem n, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 ada n atau ada n akar
persamaan karakteristik s=0 dan persamaan sistemnya:

G (s) = K (s + z1)(s + z 2)...

sn (s + p1)(s + p2)(s + p3)

ket: n=type sistem (0,1,2,3,) bilangan bulat G(s)=G(s)H(s) , untuk loop tertutup. Koefisien
steady state error dapat dibagi atas:

1. Kp, Koefisien error posisi (static error) terhadap input unit step

2. Kv, Koefisien error kecepatan (velocity error) terhadap input ramp


3. Ka, Koefisien error percepatan (acceleration error) terhadap input
parabolic

respon steady state

Klik Soal Teknik Kendali atau soal tentang teknik kendali : tanggapan-tanggapan
system sebagai bahan pembelajaran

Iklan

Share This :

Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)

Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru)

Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)

Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru)

Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)

Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)

3Bagikan pada Facebook(Membuka di jendela yang baru) 3

Sukai ini:
Terkait
Soal Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem
Berikut ini adalah soal teknik kendali mengenai tanggapan tanggapan sistem atau respons
system 1. Perubahan perilaku output terhadap perubahan sinyal input disebut. . . a. Respon
System* c. Respon Peralihan b. Steady state error
d. Respon Steady State 2. Ketika input sebuah sistem berubah secara tiba-tiba,
keluaran atau

dalam "Notes"

Soal Teknik Kendali


Kumpulan soal soal teknik kendali (Control Technique) Baca juga Teknik Kendali :
Tanggapan Tanggapan Sitem dan Soal Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem sebagai
bahan pembelajaran. Or, you can view from here.... Download here.... :lol: Have a nice day....
:D

dalam "Notes"

Sistem Komunikasi Radio


Sistem Komunikasi Radio adalah suatu sistem komunikasi yang menggunakan udara sebagai
media komunikasinya. Pada sistem komunikasi radio dibutuhkan pemancar dan penerima
.Pemancar adalah sumber sinyal atau getaran radio yang dipancarkan melalui antena
pemancar ,sinyal radio berfrekuensi tinggi dihasilkan oleh suatu alat didalam pemancar yang
disebut osilator/oscilator. Oscilator adalah rangkaian elektronika

dalam "Elektronika"

Entri ini ditulis di Notes dan ber-tag Apa itu Tanggapan tanggapan sistem,
klasifikasi respon sistem, Pengertian tanggapan tanggapan sistem, respon
steady state, respon transient sistem orde 2, sensitifitas sistem adalah, teknik
kendali pada November 21, 2012 oleh bagaskawarasan.

Navigasi tulisan
Inquiry Letter Soal Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem

4 thoughts on Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem

1. Light Maret 28, 2014 pukul 3:23 PM

Rate This

yah kurang lengkap gan..

SukaSuka

Balas

2. Amel Juni 4, 2015 pukul 2:16 PM

Rate This

Terima kasih posting nya sangat bermanfaat

SukaSuka
Balas

3. h Mei 1, 2016 pukul 9:57 AM

Rate This

gak ada daftar pustaka

SukaSuka

Balas

1. bagaskawarasan Penulis TulisanJuli 16, 2016 pukul 4:13

AM

Rate This

Iya, wong cuma buat tugas gan

SukaSuka

Balas

Tinggalkan Komentar
35ff10481e /2012/11/21/tekni guest

Ketikkan komentar di sini...

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

(wajib)(Alamat takkan pernah dipublikasikan)

(wajib)

WordPress.com( Logout / Ubah )

( Logout / Ubah )

( Logout / Ubah )

( Logout / Ubah )

Kirim Komentar 864 0

7b9db7b675
1494826697

1494826647175

Find Here
Cari untuk:
Cari

Archieves
Archieves
Pilih Bulan

Categories
Download Electronics Project Elektronika Football

Notes Tentang Indonesia Uncategorized

Top Posts

Teknik Kendali : Tanggapan-tanggapan Sistem

Bagian bagian Adaptor

Business Letter

Virus Komputer

Analisa Tugas

Coretan

Diproteksi: Test

Water Level Detector Using AVR Microcontroller

Interfacing Pengendali Lampu dan Kipas

Auto Fan with LM335

Penulisan Ilmiah

metalstorm.net News

Danzig - Debut Another New Track Mei 14, 2017 BloodTears


Ragnarok - Former Bassist Jerv Dies Mei 14, 2017 Bad English

Leah - Covers Skyrim Video Game Theme Mei 14, 2017 BloodTears

Dawn Of Disease - Unveil Details About New Album Mei 14, 2017
BloodTears

Accept - Unveil New Album Artwork Mei 13, 2017 The Underdog

Visitors

Free counters
Blog di WordPress.com.

Tuliskan ke

Batal
Blog Ulang Pos 16061481 https://bagaskaw Chamber of Madn

068a9d1a6b /2012/11/21/tekni

Ikuti

o Chamber of Madness

o Sesuaikan

o Ikuti

o Mendaftar

o Masuk

o Salin shortlink
o Laporkan isi ini

o Kelola langganan

o Ciutkan bilah ini

%d blogger menyukai ini:


<p class="robots-nocontent"><img src="https://sb.scorecardresearch.com/p?
c1=2&c2=7518284&c3=&c4=&c5=&c6=&c15=&cv=2.0&cj=1" alt=""
style="display:none;" width="1" height="1" /></p> <img
src="https://pixel.wp.com/b.gif?v=noscript"
style="height:0px;width:0px;overflow:hidden" alt="" />

Anda mungkin juga menyukai