Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar
bagi manusia karena diperlukan terus-menerus dalam kegiatan sehari-
harinya untuk bertahan hidup.Oleh karena itu, manusia memerlukan
sumber air bersih yang diperoleh dari air tanah dan air permukaan.
Namun tidak semua air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum
yang dapat digunakan untuk air minum. Pemantauan terhadap kualitas air
minum merupakan salah satu hal penting yang menjadi sasaran untuk
memenuhi kesehatan di suatu Negara.
Selain untuk keperluan sehari-hari rumah tangga, air bersih juga
dibutuhkan dalam jumlah besar untuk keperluan industri dan merupakan
salah satu faktor pembatas dalam aktivitas industri.Berbagai jenis industri,
seperti agroindustri atau industri pengolahan pangan merupakan pengguna
air dalam jumlah besar. Pada industri tersebut, air digunakan sebagai bahan
baku atau bahan penolong, sebagai sarana transportasi (conveyor), dan sebagai
bahan utama untuk pencucian atau sanitasi area pabrik. Selain untuk
penggunaan langsung dalam proses, air juga digunakan untuk berbagai
tujuan, misalnya untuk pengkondisian bahan baku (seperti perendaman,
pencucian, blancing, dan pendinginan), serta memproduksi uap untuk
pemasakan, sterilisasi, dan pemanas proses (Suprihatin, 2013).
Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu metode pengolahan yang
umumnya digunakan dalam pengolahan air minum. Metode ini merupakan dua
proses yang terangkai menjadi kesatuan proses yang tak terpisahkan dalam
pembentukan flok. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan
partikel dalam air sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan
koagulan. Setelah proses koagulasi, dilanjutkan dengan proses flokulasi yang
bertujuan untuk membentuk flok. Semakin banyak jumlah padatan tersuspensi
maka semakin besar ukuran dan jumlah flok yang terbentuk (Gurses, 2003).
Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya
lebih kecil dari sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat,
lumpur dalam bentuk suspensi dan lain-lain (Sunu, 2001).
Koagulan merupakan bahan kimia yang dibutuhkan untuk membantu
proses pengendapan partikel–partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya secara gravitasi. Secara umum terdapat dua jenis koagulan yaitu
koagulan anorganik dan organik. Beberapa contoh koagulan anorganik yang
sering digunakan adalah Poly Aluminium Chloride (PAC), Ferric Chloride
(FeCl3) dan Aluminium Sulphate (Al2(SO4)3). Koagulan organik yang sering
digunakan adalah biji kelor (Moringa oleifera) (Ramadhani, 2013).
Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11
H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 14 H2O.
Tawas merupakam bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8.
Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) dari air baku.
Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang
dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang
terkandung dalam air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang
ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat
sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara 5,8 – 7,4.
Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada
pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat,
koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian
alum sebagai koagulan pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi
aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah dari pada air mentah
(Nainggolan, H. 2011).
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang
umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang
ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan
alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
d. PAC
PAC adalah garam dasar khusus aluminium klorida yang dirancang untuk
memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dan lebih baik
daripada aluminium biasa dan garam besi. PAC digunakan juga di Negara
Jepang, Inggris, Italia, dan Amerika Serikat. Secara umum PAC dapat
digunakan untuk mengolah air permukaan maupun air tanah untuk
memperoleh air bersih ataupun air minum. PAC mempunyai rumus
Alm(OH)nCl3n-m.
PAC dilarutkan dalam air berubah menjadi aluminium hidroksida dan asam
klorida
Karakteristik PAC :
5. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim, menghemat pemakaian alkali,
serta efek korosinya sedikit
6. PAC lebih cepat membentuk flok dari pada koagulan , ini diakibatkan dari
gugus aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini
diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan
floknya menjadi lebih padat.
10. Jika penambahan PAC secara berlebihan tidak akan menambah nilai
kekeruhan dan menurunkan nilai pH secara drastis.(Nurmasita,2009).
Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses
koagulasi adalah:
• Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
• Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
• Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
• Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi. (Wesley, 2000)
Metode
Bahan
Air Baku
Tawas
PAC
FeCl3
Peralatan Analisa
Alat Jartest
Turbiditymeter
pH Meter
Kerucut Inhoff
Pipet ukur 10 ml
Bola Hisap
3.2. Cara Kerja
Mememasukan air
Menyiapkan semua Mengaduk air baku
baku sebanyak 800
bahan dan peralatan sampai merata
ml
Melakukan
Menambahkan
pengadukan pada Menambahkan
koagulan dengan
100 rpm selama 1 flokulan
variasi berbeda
menit
Melakukan
Mengamati dan
pengadukan pada 60 Menuangkan pada
mengambil data
rpm selama 10 kerucut inhoff
yang diperlukan
menit
- pH : 8,48
- Kekeruhan 294,4 NTU
Koagulan : Tawas
Pembahasan
NIM : 171411065
Dari penjelasan berdasarkan literature yang ada bahwa pada praktikum ini jelas
ada terjadinya koagulasi karena dibuktikannya dengan adanya endapan pada setiap
cairan yang telah dituangkan ke dalam corong Inhoff dengan berbagai variasi
ketinggian. Variasi ketinggian ini dapat disebabkan karena dua faktor. Pertama
karena dari jenis koagulan yang digunakan dan yang Kedua adalah karena dosis
koagulan yang digunakan.
Pada praktikum ini kondisi operasi dari koagulasi dilakukan pada kecepatan
putar 100 RPM dan dilakukan selama 1 menit. Hal ini dimaksudkan bukan hanya
agar koagulan terdistribusi secara merata namun juga agar pada proses ini terjadinya
turbulensi pada reactor, karena adanya turbulensi ini maka kontak dari koagulan
dapat diperbesar sehingga memaksimalkan dari kemungkinan yang ada. Pada proses
ini praktikan meproses dengan 2 jenis koagulan dan 6 variasi dosis. Jika pada jenis
PAC reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut :
PAC dilarutkan dalam air berubah menjadi aluminium hidroksida dan asam
klorida. PAC ini juga dapat bekerja pada rentang proses 6-9, hal tersebut sudah
selaras dengan keadaan actual di lapangan yang memilki pH 8,48. Sedangkan untuk
jenis koagulan yang satu lagi adalah Tawas. Tawas atau alum adalah sejenis koagulan
dengan rumus kimia Al2(SO4) 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang
digunakan adalah 14 H2O. Tawas merupakam bahan koagulan yang paling efektif
pada pH antara 4 – 8.
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
Salah satu yang berpengaruh juga pada proses koagulasi dan flokulasi selain
dari jenis dan dosis koagulan dan flokulan yang digunakan adalah tingkat kekeruhan
dari air baku itu sendiri. Menurut Nainggolan, H. (2011) Pada proses kekeruhan yang
rendah, maka proses destabilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat
kekeruhan yang tinggi proses destabilisasi akan berlangsung dengan cepat, tetapi bila
pada kondisi tersebut dipakai dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok
kurang efektif. Hubungan dosis koagulan dan tingkat kekeruhan secara garis yaitu:
2. Apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih sedikit
karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah dikoagulasi. Dan
bila kekeruhan rendah kemungkinan terjadinya tumbukan yang tidak terlalu besar
sehingga sulit terkoagulasi.
Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya flok yang kecil-kecil dan juga tidak
terlalu ada perbedaan yang signifikan antara tinggi endapan yang satu dan yang
lainnya yang menyebabkan efisiensi dari koagulasi dan flokulasi ini menurun seperti
yang dapat dilahat pada grafik dibawah ini :
1. Poly-aluminium klorida
74
72
Efisiensi (%)
70
68
66
64
62
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi (ppm)
2. Tawas
70
68
Efisiensi (%)
66
64
62
60
100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi Koagulan (ppm)
Pada grafik tersebut dapat jika hanya berpatok dari nilai efisiensi didapatkan
hasil optimumnya pada PAC adalah pada 130 PPM dan Tawas pada 100 PPM dan
jika memilih antara PAC dan Tawas maka dipilihlah PAC karena memiliki efisiensi
yang paling tinggi. Tetapi seharusnya hasil ini berkesinambungan dengan endapan
yang ada tapi pada kenyataanya adalah endapan yang terbentuk memiliki perbedaan
yang cukup signifikan perbedaan dengan hasil kekeruhan yang terdapat diakhir
proses.
Nama : Allysa Rahmagustiani
NIM : 171411066
Dari kedua reaksi tersebut, presipitat sama-sama akan mengendap sebagai Al(OH)3.
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan, hasil proses koagulasi dan
flokulasi dengan koagulan PAC dibandingkan dengan tawas pada dosis yang sama,
memberikan endapan yang lebih banyak. Secara teoritis hal ini benar, karena
berdasarkan stoikiometri reaksi, perbandingan mol berbanding lurus dengan
perbandingan koefisien, hal ini dapat dilihat dari koefisien reaksi Al(OH)3 yang
terbentuk pada reaksi PAC adalah 2 sedangkan koefisien reaksi Al(OH)3 yang
terbentuk pada reaksi tawas adalah 1 dan perbandingan koefisien berbanding lurus
dengan perbandingan mol, sehingga mol Al(OH)3 yang terbentuk pada reaksi PAC lebih
banyak daripada pada reaksi tawas. Mol yang lebih besar menandakan jumlah presipitat yang
terbentuk dapat lebih banyak.
3. Poly-aluminium klorida
74
72
70
Efisiensi (%)
68
66
64
62
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi (ppm)
4. Tawas
Grafik Efisiensi vs Konsentrasi Koagulan
72
70
Efisiensi (%) 68
66
64
62
60
100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi Koagulan (ppm)
Dari kedua grafik, dapat diketahui bahwa, semakin tinggi konsentrasi koagulan maka
efisiensi pengolahan akan turun. Sehingga didapatkan dosis optimum pada praktikum
ini adalah pada konsentrasi 100 ppm. Tetapi, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kekeruhan diantarnaya, faktor
pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan, hasil kekeruhan dan ketinggian berbanding
terbalik, seharusnya apabila ketinggian endapan semakin tinggi, maka kekeruhan
akan menurun dan meningkatkan efisiensinya.
Faktor TDS yang terlalu tinggi dalam limbah yang menyebabkan rentang
koagulan yang dibuthkan bukan diantara 100 – 250 ppm. Selain itu, faktor lain yang
mempengaruhi efisiensi sedikit adalah adanya inhibitor pembuatan presipitat, seperti
logam berat. Sehingga menghambat terjadinya reaksi.
Andi Haekal
171411067
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air limbah cucian
dengan menggunakan dua koagulan yang berbeda yaitu koagulan PAC dan koagulan
tawas dengan flokulan yang sama. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel
koloid dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air limbah dapat
dijernihkan dan partikel-partikel pencemar dapat berkurang. Alasan penambahan
koagulan pada pengolahan air limbah adalah karena sifat koloid yang sulit
mengendap ini akan menjadikan waktu pengendapan yang sangat lama. Hal ini
disebabkan karena adanya gaya van der walls, elektrostatik dan gaya brown pada
koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat partikel-
partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan
adalah limbah dari air bekas cucian yang dihasilkan melalui perendaman cucian
dengan kekeruhan awal yaitu 294,4 NTU dengan pH sebesar 8,48.
Hal yang kami melakukan terlebih dahulu adalah pengadukan pada air limbah
tersebut agar saat memasukan kedalam 12 gelas kimia 1000ml merata 800 ml,
koagulan yang kami gunakan memiliki konsentrasi 100, 130, 160, 190, 220, 250 pada
tawas dan PAC. Saat penambahan koagulan dilakukan secara bersamaan dan
dilanjutkan dengan pengadukan cepat selama 1 menit, lalu kami menggunakan
flokulan aquclear dan dilakukan dalam pengadukan lambat selama 10 menit, flok
sudah dapat terlihat setelah proses flokulasi yang dilakukan. Setelah dilakukan jartest
kami memasukan larutan ke dalam kerucut inhoff dan didiamkan selama 1 jam.
Berdasarkan hasil yang didapat ketinggian endapan bertambah dengan semakin
besarnya konsentrasi koagulan yang digunakan. Pada koagulan tawas 100 ppm
didapatkan 1,7 cm; 130 ppm didapatkan 2,5 cm; 160 ppm didapatkan 2,5 cm dan
seterusnya.
Dapat disimpulkan bahwa bertambah besarnya konsentrasi koagulan pada
penambahan air limbah, ketinggian endapan juga bertambah. Namun dilihat pada air
limbah masih terlihat keruh dan endapan yang didapatkan tidak terlalu banyak,
namun tingkat kekeruhan pada air limbah setelah dilakukan proses koagulasi dan
flokulasi sebesar kurang lebih 70 s/d 60 NTU. Hal ini dikarenakan koagulan yang
digunakan tidak terlalu efektif terhadap air limbah yang diolah.
Annisa Nur Aini
171411068
Para praktikum kali ini, dilakukan percobaan proses koagulasi dan flokulasi
dengan tujuan untuk mengetahui kadar optimum koagulan pada pengolahan air
limbah domestic yang berasal dari sampel limbah air cucian. Air limbah yang
digunakan adalah air yang mengandung suspended solid atau padatan tersuspensi
berupa koloid, karena adanya stabilitas suspense koloid menjadikan padatan
tersuspensi ini sulit untuk mengendap.
Air baku yang kami teliti memiliki pH awal : 8,48 dengan kekeruhan 294,4
NTU. Pada air baku tidak dilakukan penambahan asam atau basa karena pH sudah
dalam rentan optimum yaitu 6,5 – 8,5. Variasi koagulan yang ditambahakan yaitu 100
ppm, 130 ppm, 160 ppm, 190 pm, 220ppm, dan 250 ppm kemudian dilakukan
pengadukan cepat 100 rpm selama 1 menit. Flokulan ditambahkan berupa aquaclear
0,01% sebanyak 1 ml dimasing – masing gelas dan dilakukan pengadukan lambat 60
rpm selama 10 menit, setelah selesai dilakukan proses koagulasi.
Dari hasil pengamatan secara visual pada proses koagulasi – flokulasi, setelah
ditambahkan koagulan PAC juga tawas dan flokulan aquaclear flok – flok yang
terbentuk tidak terlalu banyak dan tidak terlalu besar . Hal tersebut dapat dikarenakan
saat penambahan koagulan / flokulan tidak dilakukan secara bersamaan.
Air baku kemudian didiamkan dalam kerucut imhoff selama 60 menit, dan
diamati tinggi endapan juga kekeruhannya. Dapat dilihat dari grafik hasil pengamatan
pada penambahan koagulan PAC, tinggi endapan pada setiap konsentrasi tidak
menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi, endapan yang terbentuk semakin
banyak dapat dilihat pada dosis 220 ppm dan 250 ppm yang mempunyai tinggi
endapan lebih kecil dibandingkan dengan dosis 190 ppm atau terjadi penurunan. Hal
itu dapat dikarenakan saat pemindahan sampel pada kerucut imhoff tidak dilakukan
secara hati-hati yang dapat mengakibatkan flok – flok yang telah terbentuk menjadi
pecah atau rusak sehingga akan mempengaruhi proses pengendapan.
Tinggi endapan terhadap dosis koagulan Grafik Kekeruhan terhadap Dosis Koagulan
3.5 120
3
100
2.5
80
2
Tinggi Endapan (Cm)
60
Kekeruhan (NTU)
1.5
40
1
0.5 20
0 0
100 130 160 190 220 250 100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm) Dosis koagulan (ppm)
Sedangkan untuk nilai kekeruhan, semakin tinggi dosisnya nilai kekeruhan juga
semakin tinggi. Dari pengamatan keduanya bahwa terjadi destabilitas pada koloid
saat proses koagulasi dan flokulasi, dengan effisiensi yang didapat sebesar 73,88%
Kekeruhan (NTU)
Tinggi Endapan (Cm)
2
1.5 40
1
20
0.5
0 0
100 130 160 190 220 250 100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm) Dosis koagulan (ppm)
1. a
1. a
Lampiran
Perhitungan Efisiensi
Tawas PAC
100 ppm 100 ppm
294,4−86,65 294,4−78,32
x 100 %=¿ 70,57 % x 100 %=¿ 73,40%
294,4 294,4
3
Tinggi Endapan (Cm)
2.5
1.5
0.5
0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)
Tinggi endapan
100
Kekeruhan (NTU)
80
60
40
20
0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)
Kekeruhan
Grafik koagulan PAC
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)
Tinggi endapan
100
Kekeruhan (NTU)
80
60
40
20
0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)
kekeruhan
volume endapan terhadap dosis koagulan
6
5
Volume endapan (ml)
0
100 130 160 190 220 250
dosis koagulan
Daftar Pustaka
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 1400. Jakarta: PT.
Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Nurmasita, 2009. Pengaruh Konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) dalam Air
Baku Terhadap pH Dan Turbiditas Pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Di
PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara