Anda di halaman 1dari 35

BAB I

Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar
bagi manusia karena diperlukan terus-menerus dalam kegiatan sehari-
harinya untuk bertahan hidup.Oleh karena itu, manusia memerlukan
sumber air bersih yang diperoleh dari air tanah dan air permukaan.
Namun tidak semua air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum
yang dapat digunakan untuk air minum. Pemantauan terhadap kualitas air
minum merupakan salah satu hal penting yang menjadi sasaran untuk
memenuhi kesehatan di suatu Negara.
Selain untuk keperluan sehari-hari rumah tangga, air bersih juga
dibutuhkan dalam jumlah besar untuk keperluan industri dan merupakan
salah satu faktor pembatas dalam aktivitas industri.Berbagai jenis industri,
seperti agroindustri atau industri pengolahan pangan merupakan pengguna
air dalam jumlah besar. Pada industri tersebut, air digunakan sebagai bahan
baku atau bahan penolong, sebagai sarana transportasi (conveyor), dan sebagai
bahan utama untuk pencucian atau sanitasi area pabrik. Selain untuk
penggunaan langsung dalam proses, air juga digunakan untuk berbagai
tujuan, misalnya untuk pengkondisian bahan baku (seperti perendaman,
pencucian, blancing, dan pendinginan), serta memproduksi uap untuk
pemasakan, sterilisasi, dan pemanas proses (Suprihatin, 2013).
Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu metode pengolahan yang
umumnya digunakan dalam pengolahan air minum. Metode ini merupakan dua
proses yang terangkai menjadi kesatuan proses yang tak terpisahkan dalam
pembentukan flok. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan
partikel dalam air sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan
koagulan. Setelah proses koagulasi, dilanjutkan dengan proses flokulasi yang
bertujuan untuk membentuk flok. Semakin banyak jumlah padatan tersuspensi
maka semakin besar ukuran dan jumlah flok yang terbentuk (Gurses, 2003).
Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya
lebih kecil dari sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat,
lumpur dalam bentuk suspensi dan lain-lain (Sunu, 2001).
Koagulan merupakan bahan kimia yang dibutuhkan untuk membantu
proses pengendapan partikel–partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya secara gravitasi. Secara umum terdapat dua jenis koagulan yaitu
koagulan anorganik dan organik. Beberapa contoh koagulan anorganik yang
sering digunakan adalah Poly Aluminium Chloride (PAC), Ferric Chloride
(FeCl3) dan Aluminium Sulphate (Al2(SO4)3). Koagulan organik yang sering
digunakan adalah biji kelor (Moringa oleifera) (Ramadhani, 2013).

1.2. Tujuan Percobaan

1. Dapat mempraktikan proses koagulasi dan flokulasi.


2. Dapat mengamati terjadinya proses koagulasi dan flokulasi.
3. Dapat mengamati karakteristik proses koagulasi dan flokulasi.
4. Dapat menentukan dosis optimum dalam melakukan proses koagulasi dan
flokulasi.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Air limbah ini umumnya dibuang melalui saluran/got menuju sungai ataupun
laut. Terkadang dalam perjalannya menuju laut, air limbah ini dapat mencemari
sumber air bersih yang dipergunakan oleh manusia. Dengan demikian
penanganan air limbah perlu mendapat perhatian serius. Selain dapat berbahaya
bagi kesehatan manusia, air limbah juga dapat menggangu lingkungan, hewan,
ataupun bagi keindahan. Teknologi pengolahan limbah cair adalah kunci dalam
memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air
limbah domestic maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknolgi pengolahan yang dipilih harus
sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai
teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba
dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan.
a. Pengolahan secara fisika.
b. Pengolahan secara kimia.
c. Pengolahan secara biologi.

2.1. Pengertian Koagulasi


Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid.
Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit
ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah
yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian
dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata
distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat
terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses
koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan
sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui
proses flokulasi (Wesley, 2000)
Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang
ditambahkan dapat diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi
netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan hanya mungkin terjadi jika
muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat untuk mengadakan gaya
tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi berlangsung dengan
pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang berukuran
lebih besar dan dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung
pada konsentrasi serta jenis koagulan dan flokulan, pH dan temperature.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended
solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk
mendispersikan bahan kimia secara merata. Pengadukan cepat (flash mixing)
merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat
adalah supaya terjadi turbulensi yang baik agar bahan kimia dapat menangkap
partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat hanya dilakukan sebentar saja ± 30-60
detik. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero
sulfat dan PAC. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan dapat dilihat
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan (CG)


Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan
logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam
hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang
dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat
kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak
mengalami reaksi hidrolisis. (Sutrisno, 1991)
Koagulasi yang efektif terjadi pada selang pH tertentu. Penggunaan
koagulan logam seperti aluminium dan garam-garam besi secara umum dapat
mendekolorisasi air limbah yang mengandung komponen-komponen organik.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan pada partikel tersuspensi dan
koloid. Flokulasi adalah aglomerasi dari partikel yang terdestabilisasi dan koloid
menjadi partikel terendapkan. (Tchobanoglous, 1991)

2.2. Jenis Koagulan


Jenis koagulan yang sering dipakai adalah

a. Alumunium Sulfat (Alum)

Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11
H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 14 H2O.
Tawas merupakam bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8.
Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) dari air baku.
Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang
dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang
terkandung dalam air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang
ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat
sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara 5,8 – 7,4.
Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada
pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat,
koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian
alum sebagai koagulan pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi
aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah dari pada air mentah
(Nainggolan, H. 2011).
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang
umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang
ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan
alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:

Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O

Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:

Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O


Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan
penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.

b. Ferrous Sulfate (FeSO4)

Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar


menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+
diendapkan sebagai Fe(OH)3.
Reaksinya adalah:

2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O


Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain
itu, ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan
reaksi:

3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O

Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.

c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride


Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam
membentuk ferri hydroxide dengan reaksi:

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan


untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

d. PAC

PAC adalah garam dasar khusus aluminium klorida yang dirancang untuk
memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dan lebih baik
daripada aluminium biasa dan garam besi. PAC digunakan juga di Negara
Jepang, Inggris, Italia, dan Amerika Serikat. Secara umum PAC dapat
digunakan untuk mengolah air permukaan maupun air tanah untuk
memperoleh air bersih ataupun air minum. PAC mempunyai rumus
Alm(OH)nCl3n-m.

PAC mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi, suatu bentuk polimer


anorganik dengan bobot molekul yang besar. PAC sangat baik digunakan
untuk air yang mempunyai alkalinitas rendah yang membutuhkan
penghilangan warna dan waktu reaksi cepat. Bentuk PAC dapat berupa
cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. PAC
mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa minimal 50%.

Penentuan dosis pemakaian koagulan dapat ditentukan dari nilai kekeruhan,


pH, dan waktu sedimentasinya. Kekeruhan merupakan faktor penentu
pemilihan dosis pemakaian. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat dan
pengawasan kualitas air bersih, nilai kekeruhan yang ditetapkan yaitu
maksimal 5 NTU. Hal ini dilakukan karena setelah proses koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi masih ada proses lain yang dapat menurunkan
kekeruhan yaitu proses penyaringan. Hal ini akan menghemat pemakaian
koagulan sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih rendah (Noviani, H.
2012).

Proses penjernihan yang terjadi:

PAC dilarutkan dalam air berubah menjadi aluminium hidroksida dan asam
klorida

2Al(OH)Cl2 + 4 H2O 2Al(OH)3 + 4HCl (Nurmasita, 2009).

Karakteristik PAC :

1. PAC dapat bekerja di tingkat keefektifan pada interfal 6-9


2. Aplikasinya luas, dan cocok digunakan untuk kebanyakan jenis air

3. Kemampuan koagulasi tidak dipengaruhi oleh suhu

4. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit


yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu

5. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim, menghemat pemakaian alkali,
serta efek korosinya sedikit

6. PAC lebih cepat membentuk flok dari pada koagulan , ini diakibatkan dari
gugus aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini
diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan
floknya menjadi lebih padat.

7. Membentuk flok dengan diameter yang lebh besar sehingga lebih


mempercepat proses pengendapan

8. Dengan penggunaan PAC, maka konsentrasinya yang digunakan akan


lebih kecil.

9. PAC dapat larut dalam air

10. Jika penambahan PAC secara berlebihan tidak akan menambah nilai
kekeruhan dan menurunkan nilai pH secara drastis.(Nurmasita,2009).

2.3. Pengertian Flokulasi


Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya
merupakan pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan
(menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan
partikel koloid oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 2.2. Pada flokulasi terjadi
proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar.
Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan.

Gambar 2.2. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses
koagulasi adalah:
• Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
• Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
• Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
• Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi. (Wesley, 2000)

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi

2.4.1. Pengaruh Temperatur Air


Apabila temperatur air menurun maka viskositas air akan meningkat sehingga
kecepatan mengendap flok akan menurun. Proses koagulasi-flokulasi lebih
mudah dilakukan pada temperatur tinggi dari pada temperatur rendah, karena
viskositas air pada temperatur tinggi lebih rendah dari pada viskositas air pada
temperatur rendah. Hubungan antara temperatur dengan proses koagulasi-
flokulasi adalah sebagai berikut:
1. pH optimum untuk proses koagulasi akan berubah-ubah karena pengaruh
temperatur.
2. Dosis koagulan akan bertambah bila temperatur turun.
3. Untuk dosis koagulan tertentu, proses koagulasi-flokulasi akan mempunyai
kekeruhan yang lebih tinggi bila temperatur rendah.

2.4.2. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) dan Alkalinitas


pH merupakan salah satu faktor yang menentukan proses koagulasi. Rentang
pH dalam proses koagulasi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan
serta komposisi kimia air yang akan diolah. Hal ini penting untuk
menghindari adanya kelarutan koagulan. Koagulasi akan berjalan baik apabila
berada pada rentang pH optimum atau berkisar 7,0 (pH netral).

2.4.3. Jenis Koagulan


Koagulan adalah bahan kimia yang digunakan atau yang ditambahkan untuk
membantu proses koagulasi. Pemilihan jenis koagulan pada pengolahan air
seharusnya didasarkan kepada penelitian performa koagulan dan setelah itu
baru dilihat dari segi ekonomisnya.

2.4.4. Pengaruh Tingkat Kekeruhan Air Baku


Pada proses kekeruhan yang rendah, maka proses destabilisasi akan sukar
terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan yang tinggi proses destabilisasi
akan berlangsung dengan cepat, tetapi bila pada kondisi tersebut dipakai dosis
koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif. Hubungan
dosis koagulan dan tingkat kekeruhan secara garis yaitu:
1. Umumnya dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya
kekeruhan, akan tetapi kenaikan dosis koagulan ini tidak berbanding lurus
dengan peningkatan kekeruhan.
2. Apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih
sedikit karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah
dikoagulasi. Dan bila kekeruhan rendah kemungkinan terjadinya tumbukan
yang tidak terlalu besar sehingga sulit terkoagulasi.
3. Bervariasinya distribusi ukuran partikel lebih memudahkan terjadinya
koagulasi, dibandingkan dengan suspensi yang hanya terdiri dari satu jenis
ukuran partikel saja.

2.4.5. Pengaruh Kondisi Pengadukan


Pengaturan kondisi pengadukan sangat penting untuk mencapai proses
koagulasi-flokulasi yang baik. Pengaturan kondisi pengadukan dapat
dilakukan dengan mengatur gradien kecepatan (G) dan lamanya waktu
pengadukan (t). Pencampuran koagulan harus benar-benar merata, sehingga
koagulan yang dibubuhkan akan bereaksi dengan partikel-partikel koloid atau
ion-ion lain dalam suspensi. Disamping itu kecepatan pengadukan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan flok dan bila kecepatan pengadukan
terlalu besar maka akan mengakibatkan pecahnya flok ( Nainggolan, H.
2011).
BAB III

Metode

3.1. Bahan dan Peralatan

 Bahan

Air Baku

Tawas

PAC

FeCl3

 Peralatan Analisa

Alat Jartest

Turbiditymeter

pH Meter

Kerucut Inhoff

Gelas kimia 1000 ml

Gelas kimia 100 ml

Pipet ukur 10 ml

Bola Hisap
3.2. Cara Kerja

Mememasukan air
Menyiapkan semua Mengaduk air baku
baku sebanyak 800
bahan dan peralatan sampai merata
ml

Melakukan
Menambahkan
pengadukan pada Menambahkan
koagulan dengan
100 rpm selama 1 flokulan
variasi berbeda
menit

Melakukan
Mengamati dan
pengadukan pada 60 Menuangkan pada
mengambil data
rpm selama 10 kerucut inhoff
yang diperlukan
menit

3.4. Data Pegamatan

Kondisi Awal Air Baku

- pH : 8,48
- Kekeruhan 294,4 NTU
Koagulan : Tawas

Volume Tinggi Endapat Kekeruhan Efisiensi


Koagulan T1 T2 T3 (NTU) (%)
100 ppm 1,5 cm 1,7 cm 1,7 cm 86,65 70,57
130 ppm 2,5 cm 2,5 cm 2,5 cm 96,35 67,27
160 ppm 2,3 cm 2,5 cm 2,5 cm 93,77 68,15
190 ppm 3,0 cm 3,1 cm 3,1 cm 92,31 68,64
220 ppm 3,0 cm 3,0 cm 3,0 cm 100,18 65,97
250 ppm 2,5 cm 2,7 cm 2,7 cm 105,55 64,15
Kogulan : PAC
Volume Tinggi Endapat Kekeruhan Efisiensi
Koagulan T1 T2 T3 (NTU) (%)
100 ppm 2,6 cm 2,6 cm 2,6 cm 78,32 73,40
130 ppm 2,0 cm 2,0 cm 2,1 cm 76,91 73,88
160 ppm 3,0 cm 3,2 cm 3,2 cm 96,24 67,31
190 ppm 3,2 cm 3,3 cm 3,3 cm 98,50 66,54
220 ppm 2,5 cm 2,6 cm 2,6 cm 94,00 68,07
250 ppm 4,0 cm 4,1 cm 4,1 cm 92,00 68,75
BAB IV

Pembahasan

Nama : Affan Azzaky

NIM : 171411065

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, yakni proses


interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang akan diolah. Prinsip dari
koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya
yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel
menjadi bentuk flok.salah satu gaya yang menyebabkan koloid menjadi tidak stabil
adalah gaya Van der Waals. Besarnya gaya tarik menarik Van der Waals berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel koloid, sedangkan besarnya gaya
tolak menolak elektrostatis akan berkurang dengan makin besarnya jarak antar
partikel.

Flokulasi adalah proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah


mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh menjadi
partikel-partikel yang lebih besar. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti
flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang
mudah diendapkan (Sutrisno, T. 1991). Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk
menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Partikel-partikel ini
tidak dapat mengendap dalam periode waktu yang wajar dan tidak dapat dihilangkan
dengan proses perlakuan fisika. Contoh koagulan anorganik adalah aluminium
sulfat,fero sulfat, dan PAC (Haroldet al. 1967).

Dari penjelasan berdasarkan literature yang ada bahwa pada praktikum ini jelas
ada terjadinya koagulasi karena dibuktikannya dengan adanya endapan pada setiap
cairan yang telah dituangkan ke dalam corong Inhoff dengan berbagai variasi
ketinggian. Variasi ketinggian ini dapat disebabkan karena dua faktor. Pertama
karena dari jenis koagulan yang digunakan dan yang Kedua adalah karena dosis
koagulan yang digunakan.

Pada praktikum ini kondisi operasi dari koagulasi dilakukan pada kecepatan
putar 100 RPM dan dilakukan selama 1 menit. Hal ini dimaksudkan bukan hanya
agar koagulan terdistribusi secara merata namun juga agar pada proses ini terjadinya
turbulensi pada reactor, karena adanya turbulensi ini maka kontak dari koagulan
dapat diperbesar sehingga memaksimalkan dari kemungkinan yang ada. Pada proses
ini praktikan meproses dengan 2 jenis koagulan dan 6 variasi dosis. Jika pada jenis
PAC reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut :

2Al(OH)Cl2 + 4 H2O 2Al(OH)3 + 4HCl (Nurmasita, 2009).

PAC dilarutkan dalam air berubah menjadi aluminium hidroksida dan asam
klorida. PAC ini juga dapat bekerja pada rentang proses 6-9, hal tersebut sudah
selaras dengan keadaan actual di lapangan yang memilki pH 8,48. Sedangkan untuk
jenis koagulan yang satu lagi adalah Tawas. Tawas atau alum adalah sejenis koagulan
dengan rumus kimia Al2(SO4) 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang
digunakan adalah 14 H2O. Tawas merupakam bahan koagulan yang paling efektif
pada pH antara 4 – 8.

Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada


pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal
dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai
koagulan pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih
tinggi dalam air yang diolah dari pada air mentah (Nainggolan, H. 2011).

Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum


digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam
air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida
sesuai dengan persamaan:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14
H2O

Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:

Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O

Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan


penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0. Dari
sini dapat terlihat perbedaan dari endapan yang dihasilkan dari masing masing jenis
koagulan dan juga dosis yang tepat. Karena pada jenis yang berbeda dan dosis yang
berbeda akan menimbulkan kekeruhan dan hasil endapan yang berbeda pula.

Setelah penambahan dari koagulan lalu ditambahkannya flokulan. Flokulan


yang dipakai adalah aqua clear. Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain
lanjutan dari proses koagulasi adalah:

• Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan


fisik.

• Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.

• Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.

• Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam


filtrasi. (Wesley, 2000)

Salah satu yang berpengaruh juga pada proses koagulasi dan flokulasi selain
dari jenis dan dosis koagulan dan flokulan yang digunakan adalah tingkat kekeruhan
dari air baku itu sendiri. Menurut Nainggolan, H. (2011) Pada proses kekeruhan yang
rendah, maka proses destabilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat
kekeruhan yang tinggi proses destabilisasi akan berlangsung dengan cepat, tetapi bila
pada kondisi tersebut dipakai dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok
kurang efektif. Hubungan dosis koagulan dan tingkat kekeruhan secara garis yaitu:

1. Umumnya dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya


kekeruhan, akan tetapi kenaikan dosis koagulan ini tidak berbanding lurus dengan
peningkatan kekeruhan.

2. Apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih sedikit
karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah dikoagulasi. Dan
bila kekeruhan rendah kemungkinan terjadinya tumbukan yang tidak terlalu besar
sehingga sulit terkoagulasi.

3. Bervariasinya distribusi ukuran partikel lebih memudahkan terjadinya


koagulasi, dibandingkan dengan suspensi yang hanya terdiri dari satu jenis ukuran
partikel saja.

Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya flok yang kecil-kecil dan juga tidak
terlalu ada perbedaan yang signifikan antara tinggi endapan yang satu dan yang
lainnya yang menyebabkan efisiensi dari koagulasi dan flokulasi ini menurun seperti
yang dapat dilahat pada grafik dibawah ini :
1. Poly-aluminium klorida

Grafik Efisiensi vs. Konsentrasi


76

74

72
Efisiensi (%)

70

68

66

64

62
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi (ppm)

2. Tawas

Grafik Efisiensi vs Konsentrasi Koagulan


72

70

68
Efisiensi (%)

66

64

62

60
100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi Koagulan (ppm)

Pada grafik tersebut dapat jika hanya berpatok dari nilai efisiensi didapatkan
hasil optimumnya pada PAC adalah pada 130 PPM dan Tawas pada 100 PPM dan
jika memilih antara PAC dan Tawas maka dipilihlah PAC karena memiliki efisiensi
yang paling tinggi. Tetapi seharusnya hasil ini berkesinambungan dengan endapan
yang ada tapi pada kenyataanya adalah endapan yang terbentuk memiliki perbedaan
yang cukup signifikan perbedaan dengan hasil kekeruhan yang terdapat diakhir
proses.
Nama : Allysa Rahmagustiani

NIM : 171411066

Koagulasi dan flokulasi adalah suatu proses presipitasi kimia menggunakan


bahan kimia yang disebut koagulan dan flokulan. Pada praktikum yang kami
lakukan,dilakukan jartest menggunakan koagulan tawas dan PAC, sedangkan untuk
flokulan menggunakan poly-akrilamid atau aqua clear. Berdasarkan hasil jartest akan
didapatkan kondisi atau konsentrasi koagulan yang paling optimum untuk mengolah
sampel limbah, sedangkan sampel limbah yang digunakan adalah air bekas cucian
laundry.

PAC merupakan suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta


ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai
pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Apabila koagulan
PAC bereaksi dengan limbah, maka akan terjadi reaksi sebagai berikut:

Al2(OH)5Cl + 6H2O  2Al(OH)3 + H+

Sedangkan itu, tawas merupakan kelompok garam rangkap berhidrat berupa


kristal yang mudah larut dalam air dengan rumus kimia [Al2(SO4)3.18H2O]. Dalam
air limbah, tawas akan mengendapkan padatan tersuspensi dengan reaksi yang terjadi
sebagai berikut:

Al2(SO4)3 + 6H2O  Al(OH)3 + 6H+

Dari kedua reaksi tersebut, presipitat sama-sama akan mengendap sebagai Al(OH)3.

Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan, hasil proses koagulasi dan
flokulasi dengan koagulan PAC dibandingkan dengan tawas pada dosis yang sama,
memberikan endapan yang lebih banyak. Secara teoritis hal ini benar, karena
berdasarkan stoikiometri reaksi, perbandingan mol berbanding lurus dengan
perbandingan koefisien, hal ini dapat dilihat dari koefisien reaksi Al(OH)3 yang
terbentuk pada reaksi PAC adalah 2 sedangkan koefisien reaksi Al(OH)3 yang
terbentuk pada reaksi tawas adalah 1 dan perbandingan koefisien berbanding lurus
dengan perbandingan mol, sehingga mol Al(OH)3 yang terbentuk pada reaksi PAC lebih
banyak daripada pada reaksi tawas. Mol yang lebih besar menandakan jumlah presipitat yang
terbentuk dapat lebih banyak.

Selain itu, dalam perbandingan efisensi pengolahan terhadap konsentrasi koagulan


didapatkan grafik sebagai berikut,

3. Poly-aluminium klorida

Grafik Efisiensi vs. Konsentrasi


76

74

72

70
Efisiensi (%)

68

66

64

62
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi (ppm)

4. Tawas
Grafik Efisiensi vs Konsentrasi Koagulan
72

70

Efisiensi (%) 68

66

64

62

60
100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi Koagulan (ppm)

Dari kedua grafik, dapat diketahui bahwa, semakin tinggi konsentrasi koagulan maka
efisiensi pengolahan akan turun. Sehingga didapatkan dosis optimum pada praktikum
ini adalah pada konsentrasi 100 ppm. Tetapi, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kekeruhan diantarnaya, faktor
pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan, hasil kekeruhan dan ketinggian berbanding
terbalik, seharusnya apabila ketinggian endapan semakin tinggi, maka kekeruhan
akan menurun dan meningkatkan efisiensinya.

Faktor TDS yang terlalu tinggi dalam limbah yang menyebabkan rentang
koagulan yang dibuthkan bukan diantara 100 – 250 ppm. Selain itu, faktor lain yang
mempengaruhi efisiensi sedikit adalah adanya inhibitor pembuatan presipitat, seperti
logam berat. Sehingga menghambat terjadinya reaksi.
Andi Haekal
171411067

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air limbah cucian
dengan menggunakan dua koagulan yang berbeda yaitu koagulan PAC dan koagulan
tawas dengan flokulan yang sama. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel
koloid dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air limbah dapat
dijernihkan dan partikel-partikel pencemar dapat berkurang. Alasan penambahan
koagulan pada pengolahan air limbah adalah karena sifat koloid yang sulit
mengendap ini akan menjadikan waktu pengendapan yang sangat lama. Hal ini
disebabkan karena adanya gaya van der walls, elektrostatik dan gaya brown pada
koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat partikel-
partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan
adalah limbah dari air bekas cucian yang dihasilkan melalui perendaman cucian
dengan kekeruhan awal yaitu 294,4 NTU dengan pH sebesar 8,48.
Hal yang kami melakukan terlebih dahulu adalah pengadukan pada air limbah
tersebut agar saat memasukan kedalam 12 gelas kimia 1000ml merata 800 ml,
koagulan yang kami gunakan memiliki konsentrasi 100, 130, 160, 190, 220, 250 pada
tawas dan PAC. Saat penambahan koagulan dilakukan secara bersamaan dan
dilanjutkan dengan pengadukan cepat selama 1 menit, lalu kami menggunakan
flokulan aquclear dan dilakukan dalam pengadukan lambat selama 10 menit, flok
sudah dapat terlihat setelah proses flokulasi yang dilakukan. Setelah dilakukan jartest
kami memasukan larutan ke dalam kerucut inhoff dan didiamkan selama 1 jam.
Berdasarkan hasil yang didapat ketinggian endapan bertambah dengan semakin
besarnya konsentrasi koagulan yang digunakan. Pada koagulan tawas 100 ppm
didapatkan 1,7 cm; 130 ppm didapatkan 2,5 cm; 160 ppm didapatkan 2,5 cm dan
seterusnya.
Dapat disimpulkan bahwa bertambah besarnya konsentrasi koagulan pada
penambahan air limbah, ketinggian endapan juga bertambah. Namun dilihat pada air
limbah masih terlihat keruh dan endapan yang didapatkan tidak terlalu banyak,
namun tingkat kekeruhan pada air limbah setelah dilakukan proses koagulasi dan
flokulasi sebesar kurang lebih 70 s/d 60 NTU. Hal ini dikarenakan koagulan yang
digunakan tidak terlalu efektif terhadap air limbah yang diolah.
Annisa Nur Aini

171411068

Para praktikum kali ini, dilakukan percobaan proses koagulasi dan flokulasi
dengan tujuan untuk mengetahui kadar optimum koagulan pada pengolahan air
limbah domestic yang berasal dari sampel limbah air cucian. Air limbah yang
digunakan adalah air yang mengandung suspended solid atau padatan tersuspensi
berupa koloid, karena adanya stabilitas suspense koloid menjadikan padatan
tersuspensi ini sulit untuk mengendap.

Koagulasi merupakan suatu proses dicampurkannya koagulan dengan


pengadukan cepat guna menstabilisasi koloid dan solid tersuspensi yang halus, dan
masa inti partikel, kemudian membentuk mikro flok. Flokulasi adalah proses
pembentukan flok dengan menambahkan flokulan dengan dilakukan pengadukan
lambat untuk meningkatkan kesempatan dan jumlah tumbukan antar partikel, karena
jika dilakukan pengadukan yang terlalu cepat dapat merusak atau memecahkan flok –
flok yang telah terbentuk. Koagulan yang digunakan yaitu PAC dan tawas sedangkan
Flokulan yang ditambahkan berupa aquclear

Air baku yang kami teliti memiliki pH awal : 8,48 dengan kekeruhan 294,4
NTU. Pada air baku tidak dilakukan penambahan asam atau basa karena pH sudah
dalam rentan optimum yaitu 6,5 – 8,5. Variasi koagulan yang ditambahakan yaitu 100
ppm, 130 ppm, 160 ppm, 190 pm, 220ppm, dan 250 ppm kemudian dilakukan
pengadukan cepat 100 rpm selama 1 menit. Flokulan ditambahkan berupa aquaclear
0,01% sebanyak 1 ml dimasing – masing gelas dan dilakukan pengadukan lambat 60
rpm selama 10 menit, setelah selesai dilakukan proses koagulasi.

Dari hasil pengamatan secara visual pada proses koagulasi – flokulasi, setelah
ditambahkan koagulan PAC juga tawas dan flokulan aquaclear flok – flok yang
terbentuk tidak terlalu banyak dan tidak terlalu besar . Hal tersebut dapat dikarenakan
saat penambahan koagulan / flokulan tidak dilakukan secara bersamaan.
Air baku kemudian didiamkan dalam kerucut imhoff selama 60 menit, dan
diamati tinggi endapan juga kekeruhannya. Dapat dilihat dari grafik hasil pengamatan
pada penambahan koagulan PAC, tinggi endapan pada setiap konsentrasi tidak
menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi, endapan yang terbentuk semakin
banyak dapat dilihat pada dosis 220 ppm dan 250 ppm yang mempunyai tinggi
endapan lebih kecil dibandingkan dengan dosis 190 ppm atau terjadi penurunan. Hal
itu dapat dikarenakan saat pemindahan sampel pada kerucut imhoff tidak dilakukan
secara hati-hati yang dapat mengakibatkan flok – flok yang telah terbentuk menjadi
pecah atau rusak sehingga akan mempengaruhi proses pengendapan.

Tinggi endapan terhadap dosis koagulan Grafik Kekeruhan terhadap Dosis Koagulan
3.5 120

3
100
2.5
80
2
Tinggi Endapan (Cm)

60
Kekeruhan (NTU)

1.5
40
1

0.5 20

0 0
100 130 160 190 220 250 100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm) Dosis koagulan (ppm)

Tinggi endapan Kekeruhan

Sedangkan untuk nilai kekeruhan, semakin tinggi dosisnya nilai kekeruhan juga
semakin tinggi. Dari pengamatan keduanya bahwa terjadi destabilitas pada koloid
saat proses koagulasi dan flokulasi, dengan effisiensi yang didapat sebesar 73,88%

Pada penambahan koagulan tawas ketinggian endapan berbanding lurus


dengan dosis tawas, namun terjadi penurunan pada dosis 220 ppm. Sedangkan pada
nilai kekeruhan tidak terjadi perubahan yang signifikan. Dengan efisiensi yang
didapat sebesar 70,57%.
Grafik Tinggi endapan terhadap Dosis Koagulan Grafik kekeruhan Terhadap Dosis Koagulan
4.5 120
4
100
3.5
3 80
2.5
60

Kekeruhan (NTU)
Tinggi Endapan (Cm)

2
1.5 40
1
20
0.5
0 0
100 130 160 190 220 250 100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm) Dosis koagulan (ppm)

Tinggi endapan kekeruhan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa penambahan koagulan


PAC memberikan efisiensi yang lebih besar dibanding penambahan
kogulan Tawas yaitu sebesar 73,88%
BAB V

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil praktikum ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. a

Saran yang dapat berikan adalah

1. a
Lampiran
Perhitungan Efisiensi

 Tawas  PAC
100 ppm 100 ppm
294,4−86,65 294,4−78,32
x 100 %=¿ 70,57 % x 100 %=¿ 73,40%
294,4 294,4

130 ppm 130 ppm


294,4−93,35 294,4−76,91
x 100 %=¿ 68,29% x 100 %=¿ 73,88%
294,4 294,4

160 ppm 160 ppm


294,4−93,77 294,4−96,24
x 100 %=¿68,14% x 100 %=¿ 67,31%
294,4 294,4

190 ppm 190 ppm


294,4−92,33 294,4−98,50
x 100 %=¿ 68, 63% x 100 %=¿ 66,54%
294,4 294,4

220 ppm 220 ppm


294,4−100,18 294,4−94,00
x 100 %=¿ 65,97% x 100 %=¿ 68,07%
294,4 294,4

250 ppm 250 ppm


294,4−105,55 294,4−92,00
x 100 %=¿64,15% x 100 %=¿ 68,75%
294,4 294,4
Grafik koagulan Tawas

Tinggi endapan terhadap dosis koagulan


3.5

3
Tinggi Endapan (Cm)

2.5

1.5

0.5

0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)

Tinggi endapan

Grafik Kekeruhan terhadap Dosis Koagulan


120

100
Kekeruhan (NTU)

80

60

40

20

0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)

Kekeruhan
Grafik koagulan PAC

Grafik Tinggi endapan terhadap Dosis Koagulan


4.5
4
3.5
Tinggi Endapan (Cm)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)

Tinggi endapan

Grafik kekeruhan Terhadap Dosis Koagulan


120

100
Kekeruhan (NTU)

80

60

40

20

0
100 130 160 190 220 250
Dosis koagulan (ppm)

kekeruhan
volume endapan terhadap dosis koagulan
6

5
Volume endapan (ml)

0
100 130 160 190 220 250
dosis koagulan

koagulan Tawas koagulan PAC

Daftar Pustaka

Suprihatin., Suparno, Ono., 2013. Teknologi Proses Pengolahan Air untuk


Mahasiswa dan Praktisi Industri. IPB Press. Bogor.

Gurses, A. 2003. Removal of Remazol Red RB by Using Al(III) As Coagulant


Flocculant: Effect of Some Variables on Settling Velocity. Turkey: Ataturk
University. Water, Air and Soil Pollution

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 1400. Jakarta: PT.
Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Ramadhani S, Alexander T.S, Bambang R.W. 2013. Perbandingan Efektivitas Tepung


Biji Kelor (Moringa oleifera lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), dan
Tawas sebagai Koagulan untuk Air Jernih. Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem. Vol. 1. No. 3.

Nainggolan, H dan susilawati. 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan


Dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan : USU Press
Noviani, H. 2012. Analisis Penggunaan Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC)
dan Kitosan pada Proses Penjernihan Air di PDAM Tirta Pakuan Bogor.
Universitas Pakuan Bogor.Skripsi.

Nurmasita, 2009. Pengaruh Konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) dalam Air
Baku Terhadap pH Dan Turbiditas Pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Di
PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai