Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ANALISA MAKANAN DAN BIOKIM 1

Diusulkan Oleh

SELVINUS DEDDYKURNIAWAN
NIM. 20184113082

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2023
1. Analisa sulfida
Sulfida adalah jenis umum senyawa organosulfur yang mudah dikenal karena bau dan
toksisitasnya yang tinggi. Bahkan pada konsentrasi rendah, sulfida dapat menyebabkan
tekanan, sementara pada tingkat konsentrasi yang lebih tinggi sulfida dapat mengakibatkan
hilangnya kesadaran, kerusakan otak permanen atau bahkan kematian. Pada lingkungan
perairan, sulfida dapat dilepaskan melalui degradasi anaerobik bahan organik dan
pengurangan sulfat karena bakteri respirasi anaerobik. Sulfida sering digunakan dalam
aliran limbah industri untuk meminimalkan pengangkutan beberapa logam beracun,
seperti merkuri, dan masuk ke lingkungan melalui reaksi presipitasi. Konsentrasi sulfida
dalam air dan larutan air limbah ditentukan secara analitis sebagai total sulfida, atau
sebagai konsentrasi sulfida reaktif (Karmia Firanti Azie, 2022).

2. Analisa cod
Chemical Oxygen Demand (COD) menjadi salah satu parameter penting dalam pengolahan
air limbah. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zatzat organik secara kimiawi. COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar limbah organik yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai
COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik. Kadar COD dalam air
limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam
air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat di reduksi dengan metode
pengolahan yang konversional. Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida,
sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan
penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (Turbidity) dengan membatasi
penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan
(Muhammad Ridwan Harahap, 2020)

3. Analisa bod
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy,
1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays
(1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi
mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang
dapat diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah
oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan (Wa Atima, 2013)

4. Residu klorin
Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman. Zat klorin
akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel
dalam tubuh. Klorin berwujud gas berwarna kuning kehijauan dengan bau cukup menyengat.
Penggunaan klorin dalam pangan bukan hal yang asing. Klorin sekarang bukan hanya digunakan

2
untuk bahan pakaian dan kertas saja, tetapi telah digunakan sebagai bahan pemutih atau
pengkilat beras, agar beras yang berstandar medium menjadi beras berkualitas super.
Klorin adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan simbol Cl termasuk dalam golongan
halogen. Klorin merupakan unsur kedua dari keluarga halogen, terletak pada halogen VII A
periode III. Sifat kimia klorin sangat ditentukan oleh konfigurasi elektron pada kulit terluarnya.
Keadaan ini membuatnya tidak stabil dan sangat reaktif. Hal ini disebabkan karena struktuk
electron gas mulia. Disamping itu, klorin juga bersifat sebagai oksidator. Seperti halnya oksigen,
klorin juga membantu reaksi pembakaran dengan mengahasilkan panas cahaya. Dalam air laut
maupaun sungai, klorin akan terhidrolisa membentukasam hipoklorit (HClO) yang merupakan
suatu oksidator.
Klorin tidak terbakar di udara, melainkan bereaksi secara kimia. Klorin ialah unsur yang
sangat aktif hampir dengan setiap unsur dapat langsung bersenyawa dan reaksinya besar sekali
(Adiwasastra, 1987). Gas klor yang mudah dikenal karena baunya yang khas itu, bersifat
merangsang (iritasi terhadap selaput lendir pada mata/conjunctiva). Selaput lender hidung,
selaput lender tenggorok, tali suara dan paru-paru. Menurut World Health Organization (WHO)
nilai ambang batas residu klorin dalam air adalah 0,5 ppm.
Menghisap gas klor dalam konsentrasi mencapai 1000 ppm dapat mengakibatkan kematian
mendadak di tempat. Orang yang menghirup gas klor akan merasakan sakit dan rasa panas/pedih
pada tenggorokan, hal ini disebabkan pengaruh rangsangan/iritasi terhadap selaput lendir (mucus
membrane) yang menimbulkan batuk-batuk kering (kosong) yang terasa pedih dan panas, waktu
menarik napas terasa sakit dan sukar untuk bernapas, waktu bernapas terdengar suara desing
seperti penderita asma/bronchitis (Bahtiar Yusuf et al., 2020)

5. Proses koagulasi
Sejalan dengan pertumbuhan industri dan peningkatan produktivitas dengan jenis produksi
yang semakin bervariasi, maka industri klasifikasi industri kecil dan rumah tangga diprediksi
menjadi sumber pencemaran potensial sumber-sumber air di lingkungan sekitarnya yang pada
akhirnya mampu menurunkan mutu badan air penerimanya. Pengendalian sumber penghasil
limbah akan semakin kompleks dikarenakan jenis proses, bahan baku dan kapasitas produksi yang
tidak terjadwal secara teratur.
Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk terdapat sentra industri kecil yang membuang
limbah cair dan limbah domestiknya langsung ke badan air anak Sungai Ciwalen dan Cigulampeng
yang bermuara ke sungai Cimanuk. Sentra industri kecil yang dimaksud adalah kawasan industri
penyamakan kulit Sukaregang di Kabupaten Garut, merupakan sumber pencemar paling potensial
yang dapat menurunkan kualitas air anak sungai dan Sungai Cimanuk. Upaya pengendalian
pencemaran air telah ada, antara lain melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu yang
dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan proses fisika, kimia, biologi dan/ gabungan
proses fisika kimia dan biologi. Namun instalasi sudah tidak berjalan lagi, karena masalah teknis
operasional terkait bahan kimia pengolah air limbah di antaranya bahan koagulan untuk proses
koagulasinya.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus
dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan
kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan
terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya
dari ionisasi bagian permukaan serta absorpsi ion-ion dari larutan sekitar.
Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air
(soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan
ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain adalah:

3
1. Pengurangan Zeta Potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik dimana gaya van der
walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta
membentuk flok
2. Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup reaktif pada koloid
3. Penangkapan partikel koloid negatif oleh flokflok hidroksida yang mengendap.
(Moelyadi Moelyo, 2012)

6. Menghitung dosis antikoagulan untuk menjernihkan air


Air bersih sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan aktifitas sehari-hari. Dan sebagian
dari penduduk Surabaya telah menerima pelayanan pemenuhan kebutuhan air minum dari Pemerintah
Kota Surabaya yang diselenggarakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surabaya.
Sehingga untuk mememenuhi kebutuhan tersebut, PDAM telah mengoperasikan Instalasi Penjernihan
Air Minum (IPAM) di dua lokasi, yakni di Ngagel (Ngagel I, Ngagel II dan Ngagel III)dan di Karangpilang
(Karangpilang I, Karangpilang II dan Karangpilang III). Di IPAM Karangpilang II sendiri memiliki kapasitas
produksi 10.000 L/ detik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492 tahun 2010, air minum sendiri adalah air
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Sehingga untuk mengolah air baku tersebut menjadi air bersih yang
berkualitas sesuai dengan ketetapan PERMENKES No. 492 Tahun 2010, diperlukan beberapa metode
proses pengolahan, baik secara fisis, kimiawi, maupun biologi.
Salah satu proses yang dilakukan untuk pengolahan air baku menjadi air bersih adalah proses
koagulasi, yang termasuk dalam metode pengolahan secara kimiawi. Proses koagulasi merupakan
proses pengumpulan partikel-partikel penyusun kekeruhan yang tidak dapat diendapkan secara
gravitasi, menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan dengan cara pemberian bahan
kimia koagulan. Kesulitan utama dalam proses koagulasi ini adalah menetukan dosis optimum koagulan
(zat pengendap), dalam hal ini aluminium sulfat atau tawas, yang tidak selalu berkolerasi linier terhadap
kekeruhan air di tahap akhir koagulasi. Selama ini, untuk mengukur kadar kekeruhan itu sendiri
digunakan metode Jar Test.
Jar Test adalah proses pengujian dosis koagulan untuk mendapatkan dosis yang tepat dalam skala
laboratorium. Karena lingkup kerja dari Jar Test ini adalah skala laboratorium, sehingga perbandingan
volume air baku yang diteliti dengan volume air baku dalam proses kagulasi adalah 1:1000. Hasil dari Jar
Test yaitu mendapatkan hubungan anatara nilai kekeruhan dan dosis koagulan yang digunakan. Namun,
data hasil pengukuran metode Jar Test menunjukkan ketidakliniearan antara dua hubungan tersebut.
Dari alasan tersebut, maka pada Tugas akhir ini akan dibahas mengenai optimalisasi dosis koagulan yang
harus ditambahkan dalam proses penjernihan air. Sehingga dapat mempermudah proses selanjutnya.
(Tri Juliana Permatasari, 2013)

7. Analisa air metode instrumentasi


Alat spektrophotometer yang secara khusus mengukur konsentrasi bahan kimia berupa atom
bukan senyawa disebut spektrophotometer nyala (flame spectrofotometer) yang memakai
obyek nyala api pembakar. Berdasarkan metodenya (emisi atau absorpsi), dikenal dua jenis
spektrophotometer nyala yaitu Spektrophotometer Emisi Nyala disingkat SEN (Flame Emission
Spektrophotometer, FES) dan Spektrophotometer Serapan Atom disingkat SSA (Atomic
Absorbtion Spectroscopy, AAS). Dewasa ini penggunaan AAS semakin diminati, sebab selain
bertujuan untuk analisa kualitatif juga dapat digunakan untuk kuantitatif secara akurat. Bahkan
dengan kecanggihan alat sekarang yang dapat dilengkapi dengan sistem komputer dalam suatu
penelitian kinetika reaksi dengan menggunakan reaktor, alat AAS dapat dihubungkan langsung

4
dengan reaktor tersebut sehingga pengamatan konsentrasi logam dalam campuran dapat
dideteksi setiap saat
Salah satu metode analisis kimia, baik untuk analisis kuantitatif maupun untuk analisis
kualitatif adalah analisis dengan menggunakan alat instrumentasi photometer. Pada garis
besarnya alat ini dapat dibedakan menjadi alat kalorimeter dan spektrophotometer. Untuk jenis
alat kalorimeter, mengukur serapan sinar diskontinyu melalui sampel larutan bahan / senyawa
kimia yang berwarna atau dibuat berwarna, sedangkan pada alat spektrophotometer mengukur
serapan sinar yang kontinyu melalui sampel bahan kimia baik berupa senyawa maupun berupa
atom. Tergantung jenis sinar yang dideteksi, dikenal spektrophotometer sinar tunggal yang
dipakai untuk kawasan spektrum ultraviolet dan cahaya tampak (uv-visibel), juga dikenal
spektrophotometer sinar ganda yang dapat mendeteksi sampai kawasan spektrum inframerah.
Alat spektrophotometer yang secara khusus mengukur konsentrasi bahan kimia berupa atom
bukan senyawa disebut spektrophotometer nyala (flame spectrofotometer) yang memakai
obyek nyala api pembakar. Berdasarkan metodenya (emisi atau absorpsi), dikenal dua jenis
spektrophotometer nyala yaitu Spektrophotometer Emisi Nyala disingkat SEN (Flame Emission
Spektrophotometer, FES) dan Spektrophotometer Serapan Atom disingkat SSA (Atomic
Absorbtion Spectroscopy, AAS). Perkembangan FES dimulai sejak tahun 1990, sedangkan AAS
diperkenalkan sekitar tahun 1960. Kedua jenis spektrophotometer nyala ini beroperasi pada
suhu nyala berkisar antara 1700 - 3200 0 C (Ketut Sari, 2010).

5
Dafrtar Pustaka

Bahtiar Yusuf, K., Tahir, T., Ayu Erika, K., Keperawatan Makassar, A., Keperawatan, F., Hasanuddin, U., &
Kebidanan Yapma Makassar Email Penulis Korespondensi, A. (2020). Penggunaan Dressing Alternatif
Pada Luka Kaki Diabetik Meningkatkan Residu Klorin. Jurnal Kesehatan, 3(3).

Karmia Firanti Azie. (2022). VERIFIKASI METODE PENGUJIAN SULFIDA (S 2-) DALAM AIR LIMBAH SECARA
IODOMETRI DI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKOHARJO Diajukan untuk memenuhi
persyaratan salah satu syarat memperoleh derajat Ahli Madya Sains (A.Md.Si) Analisis Kimia
Program Studi DIII Analisis Kimia Disusun oleh: Karmia Firanti Azie NIM: 19231073 PROGRAM STUDI
DIPLOMA III ANALISIS KIMIA.

Ketut Sari, N. (2010). ANALISA INSTRUMENTASI.

Moelyadi Moelyo. (2012). PENGKAJIAN EVEKTIFITAS PROSES KOAGULASI DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS
LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT - SUKAREGANG, GARUT.

Muhammad Ridwan Harahap, L. D. A. A. H. M. (2020). ANALISIS KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN


DEMAND) DAN TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) PADA LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS.

Tri Juliana Permatasari, E. A. (2013). Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam Proses Penjernihan Air.

Wa Atima. (2013). BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN AIR DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH.

Anda mungkin juga menyukai