Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang, selalu berusaha untuk
unggul dan dapat bersaing dalam skala internasional dengan tujuan untuk memulihkan
perekonomian negara, salah satunya unggulnya yaitu perindustrian. Pertumbuhan industri
yang semakin maju di Indonesia berdampak pada pemenuhan segala kebutuhan masyarakat
Indonesia. Peningkatan pembangunan pada industri akan menyebabkan peningkatan
pencemaran air, tanah dan udara (Mulyani & Rijal,2018).
Dapat kita ketahui bahwa limbah adalah material atau zat yang tidak lagi diperlukan
oleh suatu proses atau kegiatan manusia. Ada tiga jenis limbah industri yaitu limbah cair,
limbah gas, dan limbah padat. Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair seperti air
limbah rumah tangga, air limbah industri, dan limbah cair dari peternakan. Sedangkan limbah
padat adalah limbah yang berwujud padat atau semi-padat seperti sampah, limbah pertanian,
limbah konstruksi. Dan limbah gas adalah limbah yang berwujud gas seperti gas buang dari
industri atau kendaraan bermotor, dan gas yang dihasilkan dari proses pembakaran.
Limbah cair industri menjadi permasalahan yang sering timbul di lingkungan.
Apabila limbah cair dari industri tidak mengalami pengolahan maka akan mencemari
lingkungan di sekitar industri tersebut (Aster Rahayu, 2021).
Adapun metode-metode pengolahan limbah yang umum dikenal yakni metode
fisika, kimia dan biologi. Metode fisika dilakukan dengan teknik filtrasi, sedimentasi atau
teknik lainnya yang dilakukan secara fisis sedangkan metode kimia kebanyakan
menggunakan teknik koagulasi atau flokulasi dengan menggunakan flokulan atau koagulan
dan metode biologi dilakukan dengan menggunakan bakteri (Indrayani dan Rahmah, 2018).
Metode koagulasi adalah salah satu upaya dalam pengolahan limbah cair industri, Koagulasi
adalah suatu proses pengubahan partikel koloid menjadi flok yang berukuran lebih besar dan
penyerapan bahan organik terlarut pada flok tersebut sehingga pengotor yang ada dalam air
dapat dipisahkan melalui proses penyaringan padat-cair (Haydar dan Aziz, 2009). Koagulasi
terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu pembentukan inti flok, destabilisasi koloid/partikel, dan
pembesaran ukuran partikel. Prinsip tersebut banyak diterapkan dalam proses pengolahan
air limbah (Altenor dan Gaspard, 2014).
Dalam proses koagulasi untuk membentuk flok-flok dari limbah cair menggunakan
koagulan. Penambahan koagulan yang berfungsi untuk menghilangkan kestabilan koloid
limbah, sehingga partikel-partikel kecil yang tersebar di dalamnya dapat menggumpal
menjadi flok berukuran lebih besar (Rana & Suresh, 2017). Ada beberapa macam koagulan
yaitu koagulan alami, koagulan sintesis, koagulan buatan, koagulan mikroba dan koagulan
enzimatik. Koagulan alami biasanya berasal dari tanaman atau hewan, Koagulan sintetis
dibuat secara buatan, Koagulan buatan adalah zat-zat kimia yang digunakan untuk
membantu penggumpalan atau pembekuan dalam berbagai aplikasi industri, seperti
pengolahan air limbah atau pemurnian air, Koagulan mikroba terbuat dari bakteri atau jamur
dan Koagulan enzimatik menggunakan enzim yang dihasilkan dari mikroba atau hewan.
Koagulan yang sering di pakai pada pengolah limbah cair industri adalah koagulan
buatan, dimana koagualan buatan yaitu koagulan dari bahan-bahan kimia. Koagulan yang
umum digunakan adalah koagulan yang berbasis ferrum/besi, yaitu FeSO4, Fe2(SO4)3 dan
FeCl3 (Hani Yosita Putri dan Wahyono Hadi, 2014). FeSO4 disebut juga fero sulfat
merupakan senyawa kimia yang berbentuk Kristal dengan warna putih kehijauan yang
sangat mudah larut dalam air dan bersifat asam (Poedji Loekitowati Hariani).
Penggunaan koagulan FeSO4 telah banyak di kembangkan oleh peneliti
sebelumnya. Dari penelitian-penelitian yang menggunakan koagulan FeSO4, banyak
membahas tentang limbah cair yang mengandung logam kromium yang melewati standar
baku mutu limbah cair.
Kromium merupakan logam yang berbahaya bagi kehidupan. Logam kromium
merupakan logam yang sulit didegradasi sehingga dapat bertahan lama dalam perairan
(Paramita et al., 2017). Kromium bersifat bioakumulasi di dalam makhluk hidup, melalui rantai
makanan (Kristianto, Wilujeng and Wahyudiarto, 2017), di dalam tubuh akan sulit untuk
dikeluarkan sehingga kadarnya akan meningkat di dalam tubuh organisme (Prastyo et al.,
2016). Standar baku mutu di indonesia menetapkan batas maksimum kromium dalam air
minum sebesar 0,05 mg/L.
Penelitian sebelumnya menggunakan koagulan ferisulfat, hasil yang diperoleh untuk
menurunkan limbah Cr pada limbah industry penyamakan kulit sebesar 99,88% pada pH
optimum 6 dan massa ferisulfat 0,4 gram (Wahyuni,2007), penelitian (Purwiyati, 2005) juga
menggunakan koagulan ferisulfat untuk menurunkan zat warna tekstil dengan hasil 300 ppm
dengan pH optimum 2 dan waktu koagulasi 5 menit. Hariani dkk (2009) telah meneliti tentang
penurunan konsentrasi Cr(VI) dalam air menggunakan koagulan FeSO4 dengan waktu 60
menit dapat menurunkan ion Cr (VI) 80%.
Pada penelitian ini digunakan koagulan FeCl3 untuk mengikat senyawa-senyawa
yang tidak diinginkan khusunya kandungan kromium pada limbah cair dengan variasi
konsetrasi, waktu, pH menggunakan metode jar test.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan efektivitas koagulan FeSO4 berdasarkan perbandingan konsetrasi.


2. Untuk menentukan efektivitas koagulan FeSO4 berdasarkan perbandingan waktu.
3. Untuk menentukan efektivitas koagulan FeSO4 berdasarkan perbandingan pH.

1.3. Ruang Lingkup

Penelitian ini berfokus pada penurunan kadar unsur Kromium (Cr) dari sampel
buatan yang mengandung kadar Kromium dengan menggunakan koagulan FeSO4 dan
menggunakan metode Jar-Test.

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Limbah cair industri

Limbah cair industri adalah limbah yang di hasilkan dari produksi atau kegiatan
industri yang berupa cair. Limbah cair dari industri banyak mengandung logam berat yang
berpotensi merusak lingkungan. Logam berat cenderung tidak dapat terurai sehingga
menjadi polutan yang merupakan ancaman bagi lingkungan karena mengandung sejumlah
kontaminan, merupakan senyawa beracun, karsinogen, mutagen dan teratogen (Aljeboree
et al., 2017).
Limbah cair seperti ini dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran pada
lingkungan jika tidak diolah dan langsung dibuang ke laut dan sungai. Pencemaran yang
terjadi pada lingkungan akan berdampak pada siklus rantai makan yang juga akan
berdampak pada kesehatan.
Baku mutu limbah cair industri merupakan standar maksimum limbah yang
diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan. Menurut Keputusan Mentri Negara Lingkungan
Hidup nomor 51-/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
tanggal 23 oktober 1995 menyatakan bahwa kadar maksimal limbah cair yang mengandung
kromium sebesar 0.5 mg/L,jika lebih dari angka tersebut maka perlu ditindak lanjuti.
1.4.2. Logam Kromium (Cr)

Logam kromium merupakan salah satu logam transisi yang berdampak buruk
terhadap kesehatan manusia terutama kromium dengan valensi enam yang dapat
mengkontaminasi air minum atau air permukaan. Logam kromium memiliki sisi negatif yang
yang mampu menjadi polutan yang sangat berbahaya di lingkungan. Air minum atau air
permukaan yang terkontaminasi dapat menyebabkan kanker dan penyakit lambung pada
manusia jika diminum. Kromium (Cr) juga memiliki sisi positif yang mampu meningkatkan
kualitas produk dalam industri logam dan industri kimia. Logam paduan yang mengandung
kromium memiliki ketahanan terhadap tumbukan, korosi dan oksidasi. Selain itu kromium
berguna dalam produksi stainless steel, katalis dan refraktori (Guertin et al., 2005).
Logam kromium dapat ditemukan dalam bentuk Cr(III) dan Cr(VI) namun dalam
lingkungan beroksigen lebih sering dijumpai Cr(VI) dikarenakan logam ini umumnya mudah
terlarut sebagai senyawa anion CrO42- dan Cr2O72- di alam.

1.4.3. Proses Koagulasi

Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air baku yang menyebabkan
terjadinya destabilisasi dari partikel koloid agar terjadi agregasi dari partikel yang telah
terdestabilitasi tersebut. Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat
dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal dan membentuk partikel dengan
ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit sedimentasi (Benefield,
1982).
Proses koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan
dengan air baku dan netralisasi muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air baku
terdapat partikel-partikel padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-
partikel ini cenderung tolak-menolak satu sama lainnya sehingga tetap stabil dalam bentuk
tersuspensi atau koloid. Netralisasi muatan negatif partikel-partikel padatan dilakukan
dengan penambahan koagulan bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan pengadukan
secara tepat (Susanto, 2008). Ada 3 (tiga) faktor yang menentukan keberhasilan suatu
proses koagulasi Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai, Dosis pembubuhan bahan kimia,
Pengadukan dari bahan kimia.
Dalam pengolahan air limbah, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang
optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi
proses tersebut. Koodisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah (Susanto, 2008):
1. Pengaruh pH Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika
pH yang digunakan pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan
flokulan yang digunakan.
2. Pengaruh suhu/Temperatur Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah
karena peningkatan viskositas dan perubahan setruktur agregat menjadi lebih
kecil sehingga dapat lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang
mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak
timbunan lumpur.
3. Konsentrasi Koagulan Konsentrasi koagulan sangat perpengaruh terhadap
tumbukan partikel, sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan
kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang
megakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit
pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu
banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan
kembali.
4. Pengadukan Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan
flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu
pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-
flok yang terbentuk menjadi pecah kembali.

1.4.4 Jar Test

Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal
dari koagulan, digunakan pada proses pengolahan air, untuk mengevaluasi koagulan dan
flokulan dan mencari pH optimal (Hanum, 2002). Untuk mengetahui tingkat kekeruhan
suatu sampel air, maka digunakan alat Jar test . Pada pengolahan air bersih atau air limbah
dengan proses kimia selalu dibutuhkan bahan kimia tertentu dengan dosis yang tertentu
pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau air limbah. Penambahan
bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang saja harus dengan dosis yang tepat dan
bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan lagi faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti pH (Susanto, 2008).
Pada proses koagulasi jartest digunakan untuk mencari bahan kimia apa yang
cocok untuk air limbah tertentu dan beberapa dosis yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil
yang optimal. Proses koagulasi ini dengan pengadukan cepat supaya terjadi turbulensi yang
baik agar bahan kimia dapat menangkap partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat hanya
dilakukan sebentar saja 30-60 detik (Risdianto, 2007).

Gambar 1.1. Jar test (Sumber pribadi)

1.4.5. Koagulan

Koagulan adalah bahan kimia pengendap yang digunakan dalam proses


pengolahan air untuk membantu memisahkan partikel-partikel kecil yang terdapat dalam air
limbah atau air baku. Penggunaan koagulan dalam pengolahan air membantu untuk
memperbaiki kualitas air, mengurangi jumlah partikel-partikel kecil dalam air, dan membantu
mencegah pencemaran lingkungan.
Koagulan yang umum digunakan pada pengolahan air antara lain: Aluminium Sulfat
(Al2(SO4)3.xH2O), Sodium Aluminat (NaAlO2 atau Na2Al2O4), Polyaluminium Chloride
(PAC), ferri sulfat (Fe2(SO4)3.9H2O), ferri klorida (FeCl3.6H2O), dan ferro sulfat
(FeSO4.7H2O) (Sugiarto 2006).
1.4.6 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil

1.
Berdasarkan hasil pengukuran
THE EFFECTIVENESS
kadar Cr total pada limbah cair
Kurnia OFDECREASING LEVELS
batik menggunakan koagulan
Wardhani, OF CHROMIUM (Cr)
USING COAGULANT FeSO4 sebelum perlakuan sebesar
Ferry
FeSO4 AND Al2(SO4)3 6,57 mg/l dan sesudah perlakuan
Kriswandana,
(Research Study Batik Home dengan dosis 20 mg/l sebesar
Pratiwi Industry in The Village of 1,58 mg/l dan dosis 30 mg/l
Hermiyanti. Tuban Jarorejo Year 2018)
sebesar 1,12 mg/l.
2018
Berdasarkan hasil pengukuran
kadar Cr total pada limbah cair
batik menggunakan koagulan
Al2(SO4)3. sebelum perlakuan
sebesar 6,57 mg/l dan sesudah
perlakuan dengan dosis 20 mg/l

2.
Berdasarkan hasil penelitian dapat

Utami Irawati, Umi Pengolahan Limbah Cair disimpulkan bahwa nilai pH, COD, TSS,
Baroroh Lili Utami, Sasirangan Menggunakan kekeruhaan dan kadar Pb pada limbah
Hanifa Muslima. Filter Arang Aktif cair sasirangan setelah dilakukan

2011 pengolahan dengan koagulan FeSO4 dan


Cangkang Kelapa Sawit
dilanjutkan dengan filtrasi telah memenuhi
Berlapiskan Kitosan
standar baku mutu limbah berdasakan
Setelah Koagulasi dengan
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
FeSO4
Nomor 036 Tahun 2008. Persen
penurunan nilai COD, TSS, kekeruhaan
dan kadar Pb total setelah koagulasi
berturut-berturut sebesar 93,33%,
56,95%, 65,10% dan 10% dengan
penurunan pH dari 8,73 menjadi 7,95.
Persen penurunan TSS, kekeruhan dan
Pb total setelah filtrasi berturut-turut
sebesar 77,25%, 87,63% dan 77,78%.
Filter arang aktif cangkang kelapa sawit
berlapiskan kitosan sebanyak 50 gram
tidak mampu lagi mengadsorpsi logam
setelah dilewatkan 30 liter larutan Pb(II),
sehingga harus diregenerasi.
3.
Berdasarkan hasil penelitian maka
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
Poedji
Penurunan Konsentrasi berikut:
Loekitowati
Cr(VI) Dalam Air Dengan Kondisi optimum penurunan ion
Hariani, Nurlisa
Koagulan FeSO4 kromium(VI) menggunakan koagulan
Hidayati, dan
FeSO4 pada pH 8, konsentrasi koagulan
Melly Oktaria.
140 mg/L dan waktu kontak 60menit.
2009
Pada kondisi optimum tersebut persen
penurunan ion kromium adalah 100 %
dengan konsentrasi awal ion kromium (VI)
20 mg/L.

Anda mungkin juga menyukai